PBL 236 Kasus 2
PBL 236 Kasus 2
Klasifikasi Stroke
Stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yaitu :
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
1.1. Stroke iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
1.2. Stroke hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarakhnoid
2. Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu:
2.1. Serangan iskemik sepintas atau TIA
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2.2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari
24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
2.3. Progressing stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat.
2.4. Completed stroke
Gejala klinis yang telah menetap.
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah:
Sistem karotis dan sistem vertebrobasiler.
Stroke juga umumnya diklasifikasikan menurut patogenesisnya.Dalam hal ini
stroke terbagi dalam dua klasifikasi, yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik.Berdasarkan penelitian, dijumpai prevalensi stroke iskemik lebih besar
dibandingkan dengan stroke hemoragik.Menurut Sudlow dan Warlow (1996) dalam
Davenport dan Dennis (2000), 80% dari seluruh kejadian stroke pada orang kulit putih
merupakan stroke iskemik. (Ritarwan, 2002)
Stroke Iskemik
Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang
disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan
oksigen di jaringan otak (Caplan, 2000 dalam Sjahrir, 2003).
Terapi khusus:
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti
koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue
Plasminogen Activator).Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau
pirasetam (jika didapatkan afasia).
Stroke Hemoragik
Terapi umum
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung
memburuk.Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-
20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan
volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera
diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg
(pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam;
kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial
meningkat, posisi kepala dinaikkan 30, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian
manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi dengan
antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton; komplikasi saluran napas
dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas.
Terapi khusus :
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah
mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian
memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm, hidrosefalus akut akibat
perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar
>60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi. Pada
perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan
bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah
aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM).
STADIUM SUBAKUT
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara,
dan bladder training (termasuk terapi fisik).Mengingat perjalanan penyakit yang panjang,
dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan
kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan
sekunder.
Terapi fase subakut:
Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
Penatalaksanaan komplikasi,
Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara,terapi
kognitif, dan terapi okupasi,
Prevensi sekunder
Edukasi keluarga dan Discharge Planning
B. Penatalaksanaan nonfarmakologi
Penatalaksanaan nonfarmakologi pada kasus stroke adalah rehabilitasi medis atau
fisioterapi pasca stroke yang bertujuan untuk mempercepat terjadinya pemulihan dan
membantu mengurangi kecacatan yang terjadi. Fisioterapi ini tergantung pada tingkat
kecacatan yang ditimbulkan akibat stroke. (Bastian, 2011)
Kecacatan yang ditimbulkan tergantung pada bagian mana yang mengalami
kerusakan akibat stroke, dan seberapa luas kerusakan tersebut.Secara umum kecacatan
yang timbul dapat dikelompokkan menjadi 5, antara lain :
Kelumpuhan atau gangguan mengatur gerakan (motorik)
Gangguan perasa (sensorik), termasuk nyeri
Gangguan bahasa (aphasia)
Gangguan berpikir atau daya ingat (memori)
Gangguan emosi.
Untuk dapat mengatasi masalah-masalah diatas tersebut maka kita dalam proses
rehabilitasi paska stroke akan melakukan terapi secara holistik dan variasi, seperti terapi
fisik, terapi okupasi, terapi wicara, konseling dan bimbingan rohani. (Bastian, 2011)
Pasien stroke sebaiknya mulai dikonsulkan ke dokter spesialis rehabilitasi
(SpKFR) sejak hari pertama mulai perawatan di RS.
Perawatan bersama dengan Tim Rehabilitasi sejak awal bertujuan sebagai berikut:
a. Pada fase awal (akut) terutama adalah pencegahan komplikasi yang ditimbulkan akibat
tirah baring (bedrest) lama, seperti :
Mencegah ulkus dekubitus (luka daerah pada punggung atau pantat yang selalu
mendapat tekanan saat tidur)
Mencegah penumpukan sputum (dahak) untuk mencegah infeksi saluran
pernapasan
Mencegah kekakuan sendi
Mencegah atrofi otot (pengecilan massa otot)
Mencegah hipotensi ortostatik dan osteoporosis
b. Pada fase lanjut (rehabilitasi)
Meminimalkan gejala sisa (sequelae) dan kecacatan akibat stroke
Memaksimalkan kemandirian dalam perawatan diri dan aktivitas sehari-hari
Kembali ke pekerjaan (back to work) sehingga diharapkan dapat berperan aktif
dalam kehidupan seperti sedia kala.
Pada fase lanjutan tujuannya adalah untuk mencapai kemandirian fungsional
dalam mobilisasi dan aktifitas kegiatan sehari-hari (AKS).Fase ini dimulai pada waktu
penderita secara medik telah stabil.Biasanya penderita dengan stroke trombotik atau
embolik, biasanya mobilisasi dimulai pada 2-3 hari setelah stroke.Penderita dengan
perdarahan subarakhnoid mobilisasi dimulai 10-15 hari setelah stroke. (Bastian, 2011)
Program pada fase ini meliputi :
1. Fisioterapi
a. Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot
b. Diberikan terapi panas superficial (infrared) untuk melemaskan otot.
c. Latihan gerak sendi bisa pasif, aktif dibantuatau aktif tergantung dari
kekuatan otot.
d. Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot.
e. Latihan fasilitasi atau redukasi otot
f. Latihan mobilisasi.
2. Okupasi Terapi (aktifitas kehidupan sehari-hari atau AKS)
Sebagian besar penderita stroke dapat mencapai kemandirian dalam
AKS, meskipun pemulihan fungsi neurologis pada ekstremitas yang terkena
belum tentu baik.Dengan alat Bantu yang disesuaikan, AKS dengan
menggunakan satu tangan secara mandiri dapat dikerjakan.Kemandirian dapat
dipermudah dengan pemakaian alat-alat yang disesuaikan. (Bastian, 2011)
3. Terapi Bicara
Penderita stroke sering mengalami gangguan bicara dan komunikasi. Ini
dapat ditangani oleh speech therapist dengan cara:
Latihan pernapasan (pre speech training) berupa latihan napas, menelan,
meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.
Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir dan
mengucapkan kata-kata.
Latihan pada penderita disartria lebih ditekankan ke artikulasi
mengucapkan kata-kata.
Catatan: Pelaksana terapi adalah tim medik dan keluarga.
4. Ortotik Prostetik
Pada penderita stroke dapat digunakan alat bantu atau alat ganti dalam
membantu transfer dan ambulasi penderita. Alat-alat yang sering digunakan
antara lain : arm sling, hand sling, walker, wheel chair, knee back slap, short
leg brace, cock-up, ankle foot orthotic (AFO), knee ankle foot orthotic
(KAFO). (Bastian, 2011)
5. Psikologi
Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan
melampaui serial fase psikologis, yaitu: fase syok, fase penolakan, fase
penyesuaian dan fase penerimaan. Sebagian penderita mengalami fase-fase
tersebut secara cepat, sedangkan sebagian lagi mengalami secara lambat,
berhenti pada salah satu fase, bahkan kembali ke fase yang telah
lewat.Penderita harus berada pada fase psikologis yang sesuai untuk dapat
menerima rehabilitasi. (Bastian, 2011)
6. Sosial Medik dan Vokasional
Pekerja sosial medik dapat memulai bekerja dengan wawancara
keluarga, keterangan tentang pekerjaan, kegemaran, sosial, ekonomi dan
lingkungan hidup serta keadaan rumah penderita. (Bastian, 2011)
Berikut ini adalah kegiatan terapi yang bisa dilakukan dan manfaatnya
Terapi Fisik Dada
Pencegahan & pemulihan gangguan paru
Pengaturan Posisi
Mencegah kekakuan sendi dan penumpukan lendir di paru-paru
Pemberian stimulasi
Kerja sama dengan perawat
Latihan Lingkup Gerak Sendi
Mencegah kekakuan sendi
Mencegah trombosis
Stimulasi sensoris dengan tujuan stimulasi sensoris dapat memfasilitasi
pemulihan motorik”
Stimulasi Elektrik
Bila ada gerak aktif dari pasien
Mencegah subluksasi
Membantu meningkatkan fungsi
Dapat mengurangi bengkak