Anda di halaman 1dari 9

1.

Klasifikasi Stroke
Stroke dapat diklasifikasikan berdasarkan beberapa kriteria yaitu :
1. Berdasarkan patologi anatomi dan penyebabnya:
1.1. Stroke iskemik
a. Transient Ischemic Attack (TIA)
b. Trombosis serebri
c. Emboli serebri
1.2. Stroke hemoragik
a. Perdarahan intraserebral
b. Perdarahan subarakhnoid
2. Berdasarkan stadium atau pertimbangan waktu:
2.1. Serangan iskemik sepintas atau TIA
Pada bentuk ini gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran
darah di otak akan menghilang dalam waktu 24 jam.
2.2. Reversible Ischemic Neurologic Deficit (RIND)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari
24 jam, tetapi tidak lebih dari seminggu.
2.3. Progressing stroke atau stroke in evolution
Gejala neurologik yang makin lama makin berat.
2.4. Completed stroke
Gejala klinis yang telah menetap.
3. Berdasarkan sistem pembuluh darah:
Sistem karotis dan sistem vertebrobasiler.
Stroke juga umumnya diklasifikasikan menurut patogenesisnya.Dalam hal ini
stroke terbagi dalam dua klasifikasi, yaitu stroke iskemik dan stroke
hemoragik.Berdasarkan penelitian, dijumpai prevalensi stroke iskemik lebih besar
dibandingkan dengan stroke hemoragik.Menurut Sudlow dan Warlow (1996) dalam
Davenport dan Dennis (2000), 80% dari seluruh kejadian stroke pada orang kulit putih
merupakan stroke iskemik. (Ritarwan, 2002)
Stroke Iskemik
Stroke iskemik adalah tanda klinis disfungsi atau kerusakan jaringan otak yang
disebabkan kurangnya aliran darah ke otak sehingga mengganggu kebutuhan darah dan
oksigen di jaringan otak (Caplan, 2000 dalam Sjahrir, 2003).

Klasifikasi Stroke Iskemik


Klasifikasi dari subtipe stroke iskemik oleh Adams, dkk. (1993) dalam Sjahrir (2003)
diuraikan sebagai berikut:
1. Aterosklerosis arteri besar (emboli/trombosis)
2. Kardioemboli (risiko tinggi/risiko sedang)
3. Oklusi pembuluh darah kecil (lakunar)
4. Stroke akibat dari penyebab lain yang menentukan
5. Stroke akibat dari penyakit lain yang tidak menentukan
a. Ada dua atau lebih penyebab teridentifikasi
b. Tidak ada evaluasi
c. Evaluasi tidak komplit
Berikut ini penjelasan dari klasifikasi stroke iskemik :
1. Stroke Trombotik
Trombosis pembuluh darah besar sebagian besar terjadi saat pasien tidur, dan saat
relatif mengalami dehidrasi dan dinamika sirkulasi menurun.Gejala dan tanda yang
terjadi akbat stroke iskemik ini bergantung pada lokasi sumbatan dan tingkat alian
kolateral di jaringan otak yang terkena. Stroke ini sering berkaitan dengan aterosklerosis
yang menyebabkan penyempitan di arteri karotis , arteri basilaris, dan arteri serebri
media. (Price, 2005)
Mekanismenya yaitu pelannya aliran pada arteri yang mengalami trombosis
parsial adalah defisit perfusi yang dapat terjadi pada reduksi mendadak curah jantung atau
tekanan darah sistemik.Agar dapat melewati lesi stenotik intraarteri aliran darah
bergantung pada tekanan intravaskular yang tinggi.Penurunan mendadak tekanan tersebut
dapat menyebabkan penurunan generalisata CBF, iskemia otak, dan stroke. (Price 2005)
2. Stroke Embolik
Stroke yang terjadi akibat embolus biasanya menimbulkan defisit neurologis
mendadak dengan efek maksimum sejak awitan penyakit.Biasanya serangan timbul
terjadi saat pasien beraktivitas.Trombus embolik ini sering tersangkut di bagian
pembuluh yang mengalami stenosis. Stroke kardioembolik yaitu jenis stroke embolik
tersering. Embolus berasal dari bahan trombotik yang terbentuk di dinding rongga
jantung atau katup mitralis. Biasanya karena embolus sangat kecil akan menuju otak
melalui arteri karotis atau vertebralis. Dengan demikian gejala kilns yang ditimbulkan
bergantung pada bagian mana dari sirkulasi yang tersumbat dan seberapa dalam bekuan
berjalan di percabangan arteri sebelum tersangkut. (Price, 2005)
3. Stroke Lakunar
Infark lakunar terjadi karena penyakit pembuluh darah halus yang hipertensif dan
menyebabkan sindrom stroke yang biasanya muncul dalam beberapa jam atau kadang-
kadang lebih lama. Infark lakunar merupakan infark yang terjadi setelah oklusi
aterorombotik atau halin lipid salah satu cabang sirkulus Willisi, a. serebri media, atau a.
vertebralis dan basilaris.
Terdapat empat sindrom yang sering dijumpai yaitu:
 Hemiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna posterior
 Hemmiparesis motorik murni akibat infark di kapsula interna anterior
 Stroke sensorik murni akibat infark thalamus
 Hemiparesis ataksisk akibat infark pons basal (Price, 2005)

2. Penatalaksanaan Farmakologi dan Nonfarmakologi


A. Penatalaksanaan farmakologi
STADIUM AKUT
Pada stadium ini, dilakukan penanganan faktor-faktor etiologik maupun
penyulit.Juga dilakukan tindakan terapi fisik, okupasi, wicara dan psikologis serta telaah
sosial untuk membantu pemulihan pasien. Penjelasan dan edukasi kepada keluarga pasien
perlu, menyangkut dampak stroke terhadap pasien dan keluarga serta tata cara perawatan
pasien yang dapat dilakukan keluarga.
 Stroke Iskemik
Terapi umum:
Letakkan kepala pasien pada posisi 30, kepala dan dada pada satu bidang; ubah
posisi tidur setiap 2 jam; mobilisasi dimulai bertahap bila hemodinamik sudah stabil.
Selanjutnya, bebaskan jalan napas, beri oksigen 1-2 liter/menit sampai didapatkan
hasil analisis gas darah. Jika perlu, dilakukan intubasi.Demam diatasi dengan kompres
dan antipiretik, kemudian dicari penyebabnya; jika kandung kemih penuh, dikosongkan
(sebaiknya dengan kateter intermiten).Pemberian nutrisi dengan cairan isotonik, kristaloid
atau koloid 1500-2000 mL dan elektrolit sesuai kebutuhan, hindari cairan mengandung
glukosa atau salin isotonik.Pemberian nutrisi per oral hanya jika fungsi menelannya baik;
jika didapatkan gangguan menelan atau kesadaran menurun, dianjurkan melalui slang
nasogastrik.
Kadar gula darah >150 mg% harus dikoreksi sampai batas gula darah sewaktu
150 mg% dengan insulin drip intravena kontinu selama 2-3 hari pertama. Hipoglikemia
(kadar gula darah < 60 mg% atau < 80 mg% dengan gejala) diatasi segera dengan
dekstrosa 40% iv sampai kembali normal dan harus dicari penyebabnya.
Nyeri kepala atau mual dan muntah diatasi dengan pemberian obat-obatan sesuai
gejala. Tekanan darah tidak perlu segera diturunkan, kecuali bila tekanan sistolik ≥220
mmHg, diastolik ≥120 mmHg, mean arterial blood pressure (MAP) ≥ 130 mmHg (pada
2 kali pengukuran dengan selang waktu 30 menit), atau didapatkan infark miokard akut,
gagal jantung kongestif serta gagal ginjal. Penurunan tekanan darah maksimal adalah
20%, dan obat yang direkomendasikan: natrium nitroprusid, penyekat reseptor alfa-beta,
penyekat ACE, atau antagonis kalsium.
Jika terjadi hipotensi, yaitu tekanan sistolik ≤ 90 mm Hg, diastolik ≤70 mmHg,
diberi NaCl 0,9% 250 mL selama 1 jam, dilanjutkan 500 mL selama 4 jam dan 500 mL
selama 8 jam atau sampai hipotensi dapat diatasi. Jika belum terkoreksi, yaitu tekanan
darah sistolik masih < 90 mmHg, dapat diberi dopamin 2-20 μg/kg/menit sampai tekanan
darah sistolik ≥ 110 mmHg.
Jika kejang, diberi diazepam 5-20 mg iv pelan-pelan selama 3 menit, maksimal
100 mg per hari; dilanjutkan pemberian antikonvulsan per oral (fenitoin, karbamazepin).
Jika kejang muncul setelah 2 minggu, diberikan antikonvulsan peroral jangka panjang.
Jika didapatkan tekanan intrakranial meningkat, diberi manitol bolus intravena 0,25
sampai 1 g/ kgBB per 30 menit, dan jika dicurigai fenomena rebound atau keadaan umum
memburuk, dilanjutkan 0,25g/kgBB per 30 menit setiap 6 jam selama 3-5 hari. Harus
dilakukan pemantauan osmolalitas (<320 mmol); sebagai alternatif, dapat diberikan
larutan hipertonik (NaCl 3%) atau furosemid.

Terapi khusus:
Ditujukan untuk reperfusi dengan pemberian antiplatelet seperti aspirin dan anti
koagulan, atau yang dianjurkan dengan trombolitik rt-PA (recombinant tissue
Plasminogen Activator).Dapat juga diberi agen neuroproteksi, yaitu sitikolin atau
pirasetam (jika didapatkan afasia).

 Stroke Hemoragik
Terapi umum
Pasien stroke hemoragik harus dirawat di ICU jika volume hematoma >30 mL,
perdarahan intraventrikuler dengan hidrosefalus, dan keadaan klinis cenderung
memburuk.Tekanan darah harus diturunkan sampai tekanan darah premorbid atau 15-
20% bila tekanan sistolik >180 mmHg, diastolik >120 mmHg, MAP >130 mmHg, dan
volume hematoma bertambah. Bila terdapat gagal jantung, tekanan darah harus segera
diturunkan dengan labetalol iv 10 mg (pemberian dalam 2 menit) sampai 20 mg
(pemberian dalam 10 menit) maksimum 300 mg; enalapril iv 0,625-1.25 mg per 6 jam;
kaptopril 3 kali 6,25-25 mg per oral. Jika didapatkan tanda tekanan intrakranial
meningkat, posisi kepala dinaikkan 30, posisi kepala dan dada di satu bidang, pemberian
manitol (lihat penanganan stroke iskemik), dan hiperventilasi (pCO2 20-35 mmHg).
Penatalaksanaan umum sama dengan pada stroke iskemik, tukak lambung diatasi dengan
antagonis H2 parenteral, sukralfat, atau inhibitor pompa proton; komplikasi saluran napas
dicegah dengan fisioterapi dan diobati dengan antibiotik spektrum luas.

Terapi khusus :
Neuroprotektor dapat diberikan kecuali yang bersifat vasodilator. Tindakan bedah
mempertimbangkan usia dan letak perdarahan yaitu pada pasien yang kondisinya kian
memburuk dengan perdarahan serebelum berdiameter >3 cm, hidrosefalus akut akibat
perdarahan intraventrikel atau serebelum, dilakukan VP-shunting, dan perdarahan lobar
>60 mL dengan tanda peningkatan tekanan intrakranial akut dan ancaman herniasi. Pada
perdarahan subaraknoid, dapat digunakan antagonis Kalsium (nimodipin) atau tindakan
bedah (ligasi, embolisasi, ekstirpasi, maupun gamma knife) jika penyebabnya adalah
aneurisma atau malformasi arteri-vena (arteriovenous malformation, AVM).

STADIUM SUBAKUT
Tindakan medis dapat berupa terapi kognitif, tingkah laku, menelan, terapi wicara,
dan bladder training (termasuk terapi fisik).Mengingat perjalanan penyakit yang panjang,
dibutuhkan penatalaksanaan khusus intensif pasca stroke di rumah sakit dengan tujuan
kemandirian pasien, mengerti, memahami dan melaksanakan program preventif primer dan
sekunder.
Terapi fase subakut:
 Melanjutkan terapi sesuai kondisi akut sebelumnya,
 Penatalaksanaan komplikasi,
 Restorasi/rehabilitasi (sesuai kebutuhan pasien), yaitu fisioterapi, terapi wicara,terapi
kognitif, dan terapi okupasi,
 Prevensi sekunder
 Edukasi keluarga dan Discharge Planning

B. Penatalaksanaan nonfarmakologi
Penatalaksanaan nonfarmakologi pada kasus stroke adalah rehabilitasi medis atau
fisioterapi pasca stroke yang bertujuan untuk mempercepat terjadinya pemulihan dan
membantu mengurangi kecacatan yang terjadi. Fisioterapi ini tergantung pada tingkat
kecacatan yang ditimbulkan akibat stroke. (Bastian, 2011)
Kecacatan yang ditimbulkan tergantung pada bagian mana yang mengalami
kerusakan akibat stroke, dan seberapa luas kerusakan tersebut.Secara umum kecacatan
yang timbul dapat dikelompokkan menjadi 5, antara lain :
 Kelumpuhan atau gangguan mengatur gerakan (motorik)
 Gangguan perasa (sensorik), termasuk nyeri
 Gangguan bahasa (aphasia)
 Gangguan berpikir atau daya ingat (memori)
 Gangguan emosi.
Untuk dapat mengatasi masalah-masalah diatas tersebut maka kita dalam proses
rehabilitasi paska stroke akan melakukan terapi secara holistik dan variasi, seperti terapi
fisik, terapi okupasi, terapi wicara, konseling dan bimbingan rohani. (Bastian, 2011)
Pasien stroke sebaiknya mulai dikonsulkan ke dokter spesialis rehabilitasi
(SpKFR) sejak hari pertama mulai perawatan di RS.
Perawatan bersama dengan Tim Rehabilitasi sejak awal bertujuan sebagai berikut:
a. Pada fase awal (akut) terutama adalah pencegahan komplikasi yang ditimbulkan akibat
tirah baring (bedrest) lama, seperti :
 Mencegah ulkus dekubitus (luka daerah pada punggung atau pantat yang selalu
mendapat tekanan saat tidur)
 Mencegah penumpukan sputum (dahak) untuk mencegah infeksi saluran
pernapasan
 Mencegah kekakuan sendi
 Mencegah atrofi otot (pengecilan massa otot)
 Mencegah hipotensi ortostatik dan osteoporosis
b. Pada fase lanjut (rehabilitasi)
 Meminimalkan gejala sisa (sequelae) dan kecacatan akibat stroke
 Memaksimalkan kemandirian dalam perawatan diri dan aktivitas sehari-hari
 Kembali ke pekerjaan (back to work) sehingga diharapkan dapat berperan aktif
dalam kehidupan seperti sedia kala.
Pada fase lanjutan tujuannya adalah untuk mencapai kemandirian fungsional
dalam mobilisasi dan aktifitas kegiatan sehari-hari (AKS).Fase ini dimulai pada waktu
penderita secara medik telah stabil.Biasanya penderita dengan stroke trombotik atau
embolik, biasanya mobilisasi dimulai pada 2-3 hari setelah stroke.Penderita dengan
perdarahan subarakhnoid mobilisasi dimulai 10-15 hari setelah stroke. (Bastian, 2011)
Program pada fase ini meliputi :
1. Fisioterapi
a. Stimulasi elektrikal untuk otot-otot dengan kekuatan otot
b. Diberikan terapi panas superficial (infrared) untuk melemaskan otot.
c. Latihan gerak sendi bisa pasif, aktif dibantuatau aktif tergantung dari
kekuatan otot.
d. Latihan untuk meningkatkan kekuatan otot.
e. Latihan fasilitasi atau redukasi otot
f. Latihan mobilisasi.
2. Okupasi Terapi (aktifitas kehidupan sehari-hari atau AKS)
Sebagian besar penderita stroke dapat mencapai kemandirian dalam
AKS, meskipun pemulihan fungsi neurologis pada ekstremitas yang terkena
belum tentu baik.Dengan alat Bantu yang disesuaikan, AKS dengan
menggunakan satu tangan secara mandiri dapat dikerjakan.Kemandirian dapat
dipermudah dengan pemakaian alat-alat yang disesuaikan. (Bastian, 2011)
3. Terapi Bicara
Penderita stroke sering mengalami gangguan bicara dan komunikasi. Ini
dapat ditangani oleh speech therapist dengan cara:
 Latihan pernapasan (pre speech training) berupa latihan napas, menelan,
meniup, latihan gerak bibir, lidah dan tenggorokan.
 Latihan di depan cermin untuk latihan gerakan lidah, bibir dan
mengucapkan kata-kata.
 Latihan pada penderita disartria lebih ditekankan ke artikulasi
mengucapkan kata-kata.
Catatan: Pelaksana terapi adalah tim medik dan keluarga.
4. Ortotik Prostetik
Pada penderita stroke dapat digunakan alat bantu atau alat ganti dalam
membantu transfer dan ambulasi penderita. Alat-alat yang sering digunakan
antara lain : arm sling, hand sling, walker, wheel chair, knee back slap, short
leg brace, cock-up, ankle foot orthotic (AFO), knee ankle foot orthotic
(KAFO). (Bastian, 2011)
5. Psikologi
Semua penderita dengan gangguan fungsional yang akut akan
melampaui serial fase psikologis, yaitu: fase syok, fase penolakan, fase
penyesuaian dan fase penerimaan. Sebagian penderita mengalami fase-fase
tersebut secara cepat, sedangkan sebagian lagi mengalami secara lambat,
berhenti pada salah satu fase, bahkan kembali ke fase yang telah
lewat.Penderita harus berada pada fase psikologis yang sesuai untuk dapat
menerima rehabilitasi. (Bastian, 2011)
6. Sosial Medik dan Vokasional
Pekerja sosial medik dapat memulai bekerja dengan wawancara
keluarga, keterangan tentang pekerjaan, kegemaran, sosial, ekonomi dan
lingkungan hidup serta keadaan rumah penderita. (Bastian, 2011)
Berikut ini adalah kegiatan terapi yang bisa dilakukan dan manfaatnya
 Terapi Fisik Dada
 Pencegahan & pemulihan gangguan paru
 Pengaturan Posisi
 Mencegah kekakuan sendi dan penumpukan lendir di paru-paru
 Pemberian stimulasi
 Kerja sama dengan perawat
 Latihan Lingkup Gerak Sendi
 Mencegah kekakuan sendi
 Mencegah trombosis
 Stimulasi sensoris dengan tujuan stimulasi sensoris dapat memfasilitasi
pemulihan motorik”
 Stimulasi Elektrik
 Bila ada gerak aktif dari pasien
 Mencegah subluksasi
 Membantu meningkatkan fungsi
 Dapat mengurangi bengkak

Anda mungkin juga menyukai