Anda di halaman 1dari 17

ASUHAN KEPEWATAN KEGAWAT DARURATAN PNEUMATHORAX

DI

OLEH :

o MERLINARIA SIPAYUNG, AMK

o HABERT HARAHAP, AMK

o LISDA SARIANI PASARIBU, AMK

o SANNY MANALU, AMK

o WELLY WEDIATRI PASARIBU, AMKeb

RSU SARI MUTIARA MEDAN


ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN PNEUMOTHORAX

BAB I

KONSEP DASAR TEORI

1. PENGERTIAN

Pneumothorax adalah udara atau gas dalam rongga pleura, yang dapat terjadi secara
spontan (spontaneous pleura), sebagai akibat trauma ataupun proses patologis, atau
dimasukkan dengan sengaja (Dorland 1998 : 872).

Pneumothorax/kolaps paru – paru adalah penimbunan udara atau gas di dalam rongga
pleura. Rongga pleura adalah rongga yang terletak diantara selaput yang melapisi paru – paru
dan rongga dada.

2. ETIOLOGI

Pneumothorax terjadi karena adanya kebocoran dibagian paru yang berisi udara melalui
robekan atau pecahnya pleura. Robekan ini berhubungan dengan bronkus. Pelebaran /alveoli
dan pecahnya septa septa alveoli kemudian membentuk suatu bula yang disebut granulomatus
fibrosis. Granulomatus fibrosis adalah salah satu penyebab tersering terjadinya pneumothorax,
karena bula tersebut berhubungan dengan adanya obstruksi empisema.

3. KLASIFIKASI

1) Berdasarkan terjadinya yaitu:

a. Artificial

Udara lingkungan luar masuk ke dalam rongga pleura melalui luka tusuk atau pneumothoraks
disengaja (artificial) dengan terapi dalam hal pengeluaran atau pengecilan kavitas proses
spesifik yang sekarang tidak dilakukan lagi. Tujuan pneumothoraks sengaja lainnya ialah
diagnostik untuk membedakan massa apakah berasal dari pleura atau jaringan paru. Penyebab-
penyebab lain ialah akibat tindakan biopsi paru dan pengeluaran cairan rongga pleura.

b. Traumatic

Masuknya udara melaui mediastinum yang biasanya disebabkan trauma pada trakea atau
esophagus akibat tindakan pemeriksaan dengan alat-alat (endoskopi) atau benda asing tajam
yang tertelan. Keganasan dalam mediastinum dapat pula mengakibatkan udara dalam rongga
pleura melalui fistula antara saluran nafas proksimal dengan rongga pleura.

Barotrauma Pada Paru

Pneumotoraks dibagi menjadi Tension Pneumothorax dan non-tension pneumathorax. Tension.


Pneumothorax merupakan medical emergency dimana akumulasi udara dalam rongga pleura
akan bertambah setiap kali bernapas. Peningkatan tekanan intratoraks mengakibatkan
bergesernya organ mediastinum secara masif ke arah berlawanan dari sisi paru yang mengalami
tekanan. Non-tension pneumothorax tidak seberat Tension pnemothorax karena akumulasi
udara tidak makin bertambah sehingga tekanan terhadap organ didalam rongga dada juga tidak
meningkat.

Akumulasi darah dalam rongga toraks (hemotoraks) dapat menimbulkan masalah yang
mengakibatkan terjadinya hemopneumotoraks.

c. Spontan.

Terjadi secara spontan tanpa didahului kecelakaan atau trauma. Timbul sobekan
subpleura dari bulla sehingga udara dalam rongga pleura melalui suatu lubang robekan atau
katup. Keadaan ini dapat terjadi berulang kali dan sering menjadi keadaan yang kronis.
Penyebab lain ialah suatu trauma tertutup terhadap dinding dan fistula bronkopleural akibat
neoplasma atau inflamasi. Pneumotoraks spontan dapat diklasifikasikan menjadi Pneumotoraks
Spontan Primer dan Pneumotoraks Spontan Sekunder. Pneumotoraks Spontan Primer biasanya
disebabkan oleh pecahnya bleb pada paru (sering terjadi pada pria muda yang tinggi kurus dan
pada Marfan syndrome), sedangkan Pneumotoraks Spontan Sekunder seringkali terjadi akibat
Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK).

2) Berdasarkan lokasinya, yaitu Pneumotoraks parietalis, mediastinalis dan basalis

3) Berdasarkan derajat kolaps, yaitu Pneumotoraks totalis dan partialis.

4) Berdasarkan jenis fistel.

Pneumotoraks terbuka. Pneumotoraks dimana ada hubungan terbuka antara rongga


pleura dan bronchus yang merupakan dunia luar. Dalam keadaan ini tekanan intra pleura sama
dengan tekanan barometer (luar). Tekanan intra pleura disekitar nol (0) sesuai dengan gerakan
pernapasan. Pada waktu inspirasi tekanannya negatif dan pada waktu ekspirasi positif (+ 2
ekspirasi dan – 2 inspirasi).

Pneumotoraks tertutup. Rongga pleura tertutup tidak ada hubungan dengan dunia luar.
Udara yang dulunya ada di rongga pleura kemungkinan positif oleh karena diresorbsi dan tidak
adanya hubungan lagi dengan dunia luar, maka tekanan udara di rongga pleura menjadi negatif.
Tetapi paru belum mau berkembang penuh. Sehingga masih ada rongga pleura yang tampak
meskipun tekanannya sudah negatif (- 4 ekspirasi dan – 12 inspirasi).

Pneumotoraks ventil. Merupakan pneumotoraks yang mempunyai tekanan positif berhubung


adanya fistel di pleura viseralis yang bersifat ventil. Udara melalui bronchus terus ke
percabangannya dan menuju ke arah pleura yang terbuka. Pada waktu inspirasi udara masuk ke
rongga pleura dimana pada permulaan masih negatif. Pada waktu ekspirasi udara didalam
rongga pleura yang masuk itu tidak mau keluar melalui lubang yang terbuka tadi bahkan udara
ekspirasi yang mestinya dihembuskan keluar dapat masuk ke dalam rongga pleura, apabila ada
obstruksi di bronchus bagian proksimal dari fistel tersebut. Sehingga tekanan pleura makin lama
makin meningkat sehubungan dengan berulangnya pernapasan. Udara masuk rongga pleura
pada waktu ekspirasi oleh karena udara ekspirasi mempunyai tekanan lebih tinggi dari rongga
pleura, lebih-lebih kalau penderita batuk-batuk, tekanan udara di bronchus lebih kuat lagi dari
ekspirasi biasa.

4. PATOFISIOLOGI

Saat inspirasi, tekanan intrapleura lebih negative daripada tekanan intrabronkhial, sehingga
paru akan berkembang mengikuti dinding thoraks dan udara dari luaryang tekanannya nol akan
masuk ke bronchus sehingga sampe ke alveoli.

Saat ekspirasi, dinding dada menekan rongga dada sehingga tekanan intrapleura akan lebih
tinggi dari tekanan dialveolus ataupun di bronchus, sehingga udara ditekan keluar melalui
bronchus. Tekanan intrabronkhial meningkat apabila ada tahanan jalan napas. Tekanan
intrabronkhial akan lebih meningkat lagi pada waktu batuk, bersin atau mengejan, karena pada
keadaan ini glotis tertutup. Apabila dibagian perifer dari bronchus atau alveolus ada bagian
yang lemah, bronkhus atau alveolus itu akan pecah atau robek.

Secara singkat proses terjadinya pneumothoraks adalah sebagai berikut:

a. Alveoli disangga oleh kapiler yang lemah dan mudah robek dan udara masuk kea rah
jaringan peribronkhovaskuler. Apabila alveoli itu melebar, tekanan dalam alveoli akan
meningkat.

b. Apabila gerakan napas kuat, infeksi dan obstruksi endobronkhial adalah faktor
presipitasi yang memudahkan terjadinya robekan.

c. Selanjutnya udara yang terbebas dari alveoli dapat menggoyahkan jaringan fibrosis di
peribronkovaskular kearah hilus, masuk mediastinum, dan menyebabkan pneumothoraks.

Airway
Assessment :
 perhatikan patensi airway
 dengar suara napas
 perhatikan adanya retraksi otot pernapasan dan gerakan dinding dada
Management :
 inspeksi orofaring secara cepat dan menyeluruh, lakukan chin-lift dan jaw thrust, hilangkan
benda yang menghalangi jalan napas
 re-posisi kepala, pasang collar-neck
 lakukan cricothyroidotomy atau traheostomi atau intubasi (oral / nasal)
Breathing
Assesment
 Periksa frekwensi napas
 Perhatikan gerakan respirasi
 Palpasi toraks
 Auskultasi dan dengarkan bunyi napas
Management:
 Lakukan bantuan ventilasi bila perlu
 Lakukan tindakan bedah emergency untuk atasi tension pneumotoraks
Circulation
Assesment
 Periksa frekwensi denyut jantung dan denyut nadi
 Periksa tekanan darah
 Pemeriksaan pulse oxymetri
 Periksa vena leher dan warna kulit (adanya sianosis)

5. MANIFESTASI KLINIS

a. Tachypnea

b. Dyspnea

c. Cyanosis.

d. Decreased or absent breath sounds on affected side.

e. Tracheal deviation.

f. Dull resonance on percussion.

g.Unequal chest rise.

h. Tachycardia.

i. Hypotension

j. Pale, cool, clammy skin.

k. Possibly subcutaneous air.

l. Narrowing pulse pressure.

6. PENATALAKSANAAN MEDIK

Penatalaksanaan pneumotorax tergantung dari luasnya pneumothorax. Tujuannya yaitu untuk


mengeluarkan udara dari rongga pleura dan menurunkan kecenderungan untuk kambuh lagi.

Prinsip – prinsip penanganan pneumothorax menurut British Sosiety dan American collage of
chest fisician adalah :

a. Observasi dan pemberian tambahan oksigen

b. Aspirasi sederhana dengan jarum dan pemasangan tube trakeostomi dengan atau tanpa
pleurodesis.

c. Trakoskopi dengan pleurodesis dan penanganan terhadap adanya blep atau bula.

d. Torakotomi
Pemeriksaan Fisik

B1(Breathing)

· Inspeksi : Peningkatan usaha frekuensi pernapasan, serta penggunaan otot bantu


pernpasan. Gerakan pernapasan ekspansi dada yang asimetris (pergerakan dada tertinggal pada
sisi yang sakit), iga melebar, rongga dada asimetris (cembung pada sisi yang sakit). Pengkajian
batuk yang produktif dengan sputum purulen. Trakhea dan jantung terdorong ke sisi yang
sehat.

· Palpasi : Taktil Fremitus menurun pada sisi yang sakit. Di samping itu, pada palpasi
juga ditemukan pergerakan dinding dada yang tertinggal pada dada yang sakit. Pada sisi yang
sakit, ruang antar-iga bisa saja normal atau melebar.

· Perkusi : Suara ketok pada sisi yang sakit, hipersonor sampai timpani, dan tidak
bergetar. Batas jantung terdorong ke arah thoraks yang sehat, apabila tekanan intrapleura
tinggi.

· Auskultasi : Suara napas menurun sampai menghilang pada sisi yang sakit. Pada posisi
duduk, semakin ke atas letak cairan maka akan semakin tipis, sehingga suara napas terdengar
amforis, bila ada fistel brongkhopleura yang cukup besar pada pneumotoraks terbuka.

B2 (Blood)

Perawat perlu memonitor pneumotoraks pada status kardiovaskular yang meliputi keadaan
hemodinamik seperti nadi, tekanan darah, dan pengisian kapiler darah.

B2 (Brain)

Pada inspeksi, tingkat kesadaraan perlu dikaji. Selain itu, diperlukan juga pemeriksaan GCS.
Apakah compos mentis, somnolen atau koma.

B4 (Bladder)

Pengukuran volume output urine berhubungan dengan intake cairan. Oleh kaarena itu, perawat
perlu memonitor adanya oliguria. Oliguria merupakan tanda awal dari syok.

B5 (Bowel)

Akibat sesak napas, klien biasanya mengalami mual dan muntah, penurunan nafsu makan, dan
penurunan berat badan

B6 (Bone)

Pada trauma di rusuk dada, sering kali didapatkan adanya kerusakan otot dan jaringan lunak
dada sehingga meningkatkan resiko infeksi. Klien sering dijumpai mengalami gangguan dalam
memenuhi kebutuhan aktivitas sehari-hari disebabkan adanya sesak napas, kelemahan dan
keletihan fisik secara umum.
3. Pemeriksaan Diagnostik

Pemeriksaan Radiologi : Gambaran radiologis pneumotoraks akan tampak hitam, rata dan paru
yang kolaps akan tampak garis yang merupakan tepi paru.
BAB II

PEMBAHASAN PEMASANGAN WSD

1. Tempat Pemasangan WSD (Water Seal Drainage)


1.1 Bagian apeks paru (apikal)
Anterolateral interkosta ke 1- 2 untuk mengeluarkan udara dari rongga pleura.
1.2 Bagian basal
Posterolateral interkosta ke 8 – 9 untuk mengeluarkan cairan (darah, pus) dari rongga pleura.

1.2 Cara Pemasangan WSD (Water Seal Drainage)


2.1 Persiapan
1) Pengkajian
a. Memeriksa kembali instruksi dokter
b. Mengecek inform consent
c. Mengkaji status pasien; TTV, status pernafasan
2) Persiapan pasien
a. Siapkan pasien
b. Memberi penjelasan kepada pasien mencakup:
 Tujuan dan prosedur tindakan
 Posisi tubuh saat tindakan dan selama terpasang WSD (Water Seal Drainage).
 Upaya-upaya untuk mengurangi rangsangan nyeri seperti napas dalam, distraksi.
 Latihan rentang sendi (ROM) pada sendi bahu dan lengan.
3) Persiapan alat
1. Sistem drainase tertutup
2. Motor suction
3. Selang penghubung steril
4. Cairan steril : NaCl, Aquades
5. Botol berwarna bening dengan kapasitas 2 liter
6. Kassa steril
7. Pisau jaringan
8. Trocart
9. Benang catgut dan jarumnya
10. Sarung tangan
11. Duk bolong
12. Spuit 10 cc dan 50 cc
13. Obat anestesi : lidocain, xylocain
14. Masker
2.2 Pelaksanaan
Prosedur ini dilakukan oleh dokter. Perawat membantu agar prosedur dapat dilaksanakan dengan
baik, dan perawat memberi dukungan moril pada pasien.
1. Tentukan tempat pemasangan, biasanya pada sela iga ke IV dan V, di linea aksilaris anterior dan
media.
2. Lakukan analgesia atau anestesia pada tempat yang telah ditentukan.
3. Buat insisi kulit dan sub kutis searah dengan pinggir iga, perdalam sampai muskulus
interkostalis
4. Pada saat inspirasi:
 Tekanan dalam paru-paru > kecil dibanding tekanan yang ada di dalam WSD
 Paru- paru mengembang
5. Pada saat ekspirasi:
 Tekanan dalam paru- paru > besar dibanding tekanan yang ada di dalam WSD
6. Masukkan Kelly klem melalui pleura parietalis kemudian disebarkan. Masukkan jari melalui
lubang tersebut. untuk memastikan sudah sampai rongga pleura atau menyentuh paru.
7. Masukkan selang (chest tube) melalui lubang yang telah dibuat dengan menggunakan Kelly
forceps.
8. Chest tube yang telah terpasang, difiksasi dengan jahitan di dinding dada.
9. Chest tube disambung ke WSD yang telah disiapkan.
10. Foto X-ray dada untuk menilai posisi selang yang telah dimasukkan

2.3 Tindakan setelah prosedur


1) Perhatikan undulasi pada selang WSD
Bila undulasi tidak ada, berbagai kondisi dapat terjadi antara lain:
 Motor suction tidak berjalan
 Slang tersumbat dan terlipat
 Paru-paru telah mengembang
Oleh karena itu, yakinkan apa yang menjadi penyebab, segera periksa kondisi system drainage,
amati tanda-tanda kesulitan bernafas.
2) Cek ruang control suction untuk mengetahui jumlah cairan yang keluar.
3) Cek batas cairan dari botol WSD, pertahankan dan tentukan batas yang telah ditetapkan serta
pastikan ujung pipa berada 2cm di bawah air.
4) Catat jumlah cairan yg keluar dari botol WSD tiap jam untuk mengetahui jumlah cairan yg
keluar.
5) Observasi tanda vital : pernafasan, nadi setiap 15 menit pada 1 jam pertama.
6) Perhatikan balutan pada insisi, apakah ada perdarahan.
7) Anjurkan pasien memilih posisi yg nyaman dengan memperhatikan jangan sampai slang terlipat.
8) Anjurkan pasien untuk memegang slang apabila akan merubah posisi.
9) Beri tanda pada batas cairan setiap hari, catat tanggal dan waktu.
10) Ganti botol WSD setiap 3 hari dan bila sudah penuh. Catat jumlah cairan yang dibuang.
11) Lakukan pemijatan pada slang untuk melancarkan aliran.
12) Observasi dengan ketat tanda-tanda kesulitan bernafas, sianosis, emphysema subkutan.
13) Anjurkan pasien untuk menarik nafas dalam dan ystem cara batuk efektif.
14) Botol WSD harus selalu lebih rendah dari tubuh.
15) Yakinkan bahwa selang tidak kaku dan menggantung di atas WSD.
16) Latih dan anjurkan klien untuk secara rutin 2-3 kali sehari melakukan latihan gerak pada
persendian bahu daerah pemasangan WSD.

3 Perawatan WSD (Water Seal Drainage)


1. Mencegah infeksi di bagian masuknya slang.
Mendeteksi di bagian dimana masuknya slang, dan pengganti verband 2 hari sekali, dan perlu
diperhatikan agar kain kassa yang menutup bagian masuknya slang dan tube tidak boleh dikotori
waktu menyeka tubuh pasien.
2. Mengurangi rasa sakit dibagian masuknya slang. Untuk rasa sakit yang hebat akan diberi
analgetik oleh dokter.
3. Dalam perawatan yang harus diperhatikan :
a) Penetapan slang.
Slang diatur se-nyaman mungkin, sehingga slang yang dimasukkan tidak terganggu dengan
bergeraknya pasien, sehingga rasa sakit di bagian masuknya slang dapat dikurangi.
b) Pergantian posisi badan.
Usahakan agar pasien dapat merasa enak dengan memasang bantal kecil dibelakang, atau
memberi tahanan pada slang, melakukan pernapasan perut, merubah posisi tubuh sambil
mengangkat badan, atau menaruh bantal di bawah lengan atas yang cedera.
c) Mendorong berkembangnya paru-paru.
 Dengan WSD/Bullow drainage diharapkan paru mengembang.
 Latihan napas dalam.
 Latihan batuk yang efisien : batuk dengan posisi duduk, jangan batuk waktu slang diklem.
 Kontrol dengan pemeriksaan fisik dan radiologi.
 Perhatikan keadaan dan banyaknya cairan suction.
4. Perdarahan dalam 24 jam setelah operasi umumnya 500 - 800 cc. Jika perdarahan dalam 1 jam
melebihi 3 cc/kg/jam, harus dilakukan torakotomi. Jika banyaknya hisapan bertambah/berkurang,
perhatikan juga secara bersamaan keadaan pernapasan.
Suction harus berjalan efektif :
a) Perhatikan setiap 15 - 20 menit selama 1 - 2 jam setelah operasi dan setiap 1 - 2 jam selama 24
jam setelah operasi.
b) Perhatikan banyaknya cairan, keadaan cairan, keluhan pasien, warna muka, keadaan pernapasan,
denyut nadi, tekanan darah.
c) Perlu sering dicek, apakah tekanan negative tetap sesuai petunjuk jika suction kurang baik, coba
merubah posisi pasien dari terlentang, ke 1/2 terlentang atau 1/2 duduk ke posisi miring bagian
operasi di bawah atau di cari penyababnya misal : slang tersumbat oleh gangguan darah, slang
bengkok atau alat rusak, atau lubang slang tertutup oleh karena perlekatanan di dinding paru-
paru.
d) Perawatan “slang” dan botol WSD atau Bullow drainage.
 Cairan dalam botol WSD diganti setiap hari , diukur berapa cairan yang keluar kalau ada dicatat.
 Setiap hendak mengganti botol dicatat pertambahan cairan dan adanya gelembung udara yang
keluar dari bullow drainage.
 Penggantian botol harus “tertutup” untuk mencegah udara masuk yaitu meng”klem” slang pada
dua tempat dengan kocher.
 Setiap penggantian botol/slang harus memperhatikan sterilitas botol dan slang harus tetap steril.
 Penggantian harus juga memperhatikan keselamatan kerja diri-sendiri, dengan memakai sarung
tangan. \
5. Cegah bahaya yang menggangu tekanan negatip dalam rongga dada, misal : slang terlepas, botol
terjatuh karena kesalahan dll WSD (Water Seal Drainage)

Cara mengganti botol WSD (Water Seal Drainage)


1. Siapkan set yang baru. Botol yang berisi aguades ditambah desinfektan.
2. Selang WSD diklem dulu
3. Ganti botol WSD dan lepas kembali klem
4. Amati undulasi dalam selang WSD

4 Indikasi Pelepasan WSD (Water Seal Drainage)


1) Produksi cairan <50 cc/hari
2) Bubling atau gelembung sudah tidak ditemukan
3) Pernafasan pasien normal
4) 1-3 hari post cardiac surgery
5) 2-6 hari post thoracic surgery
6) Pada thorax foto menunjukkan pengembangan paru yang adekuat atau tidak adanya cairan atau
udara pada rongga intra pleura
7) Selang WSD tersumbat dan tidak dapat diatasi dengan Spooling atau pengurutan pada selang.
BAB III

ASUHAN KEPERAWATAN PNEUMATHORAX

A. PENGKAJIAN

1.1 Anamnesa

Identitas Pasien

NAMA : TN. AMAD

MR : 33.45.54

TGL. LAHIR : 26. 05.54

ALAMAT :JLN. AMAL LUHUR GG DANA

AGAMA : ISLAM

SUKU BANGSA : JAWA, INDONESIA

PENDIDIKAN : SMA

PEKERJAAN : WIRASWATA

Keluhan Utama :

8 jam yang lalu os terjatuh dari sepeda motor. Posisi os terjatuh, punggung terkena aspal.
Setelah jatuh, os hanya merasakan punggung kanan ngilu. Tapi 1 jam SMRS, os sesak tiba tiba,
kadang kadang nyeri dada kanan. Karena keluhan sesak napas dirasakan semakin berat, klien
dibawa keluarga ke RS untuk dilakukan tindakan pemasangan selang WSD.

Riwayat Penyakit Dahulu

TB PARU

Riwayat Penyakit Keluarga

Tidak ada

2. Pemeriksaan Fisik

Tanda-tanda vital meliputi:

TD. 140/90 mmhg HR . 80 x/i RR . 28 x/i temp . 37.8 c


Tingkat kesadaran pasien composmentis,

ROS (Review of System)

B1 (Breath)

kesulitan bernafas adanya keluhan sesak, sulit bernafas

Batuk :produktif

Irama nafas pasien :tidak teratur

Adanya peningkatan kerja nafas, penggunaan otot bantu dada, retraksi interkostal

Perkusi dada : hipersonor

Pada inspeksi dan palpasi dada tidak simetris

Selain itu kaji riwayat penyakit paru kronik, peradangan, infeksi paru, TB paru

B2 (Blood)

Irama jantung dalam batas normal

CRT untuk mengetahui tingkat perfusi perifer, normalnya < 3 detik

Akral : hangat,

B3 (Brain)

Tentukan GCS pasien

E. 4 M. 6 V. 5

tidak ada gangguan pada nerves pendengaran, penglihatan, penciuman.

adanya nyeri, tentukan skala nyeri pasien, lokasi nyeri nyeri dada sebelah kanan, frekuensi
nyeri (disaat beraktifitas dan setelah selesai merokok), nyeri bertambah saat bernapas, nyeri
kadang tersa beraty didada sehingga sulit untuk bernafas.

B4 (Bladder)

Kaji beberapa hal yang berhubungan dengan system perkemihan, meliputi:

Keluhan kencing : normal, jumlah 500cc/ hari dan berwarna kuning bening

Keadaan kandung kemih : tidak adanya nyeri tekan

B5 (Bowel)

Kaji keadaan mulut pasien: berbau


Keadaan mukosa: kering

Tenggorokan : normal

Keadaan abdomen: tegang

Peristaltic usus tiap menitnya

Frekuensi BAB tiap hari : normal

Nafsu makan, berkurang semenjak sakit

B6 (Bone)

Tentukan pergerakan sendi pasien: bebas

Keadaan turgor kulit : baik

3. Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan laboratoriu

hb: 13, 5

leukosit : 10,1

plt : 225

Pemeriksaan radiologis : efusi pleura sebelah kanan

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN

 Analisa data

No. Symptom Etiologi Problem

1. Ds : os mengeluh sesak napas, Penurunan ekspansi paru Pola napas


bernapas terasa berat tidak efektif
Do : RR : 32 x/i, pola napas cepat dan
dangkal, bernapas terasa berat

2. Ds : os mengatakan nyeri dada kanan Peningkatan tekanan di rongga Nyeri


saat napas. pleura, tindakan invasif
Do : os tampak meringis saat, skala pemasangan WSD
nyeri 5, luka pemasangan WSD ada.

 Prioritas Masalah
1. Pola nafas inefektif b/d penurunan ekspansi paru
2. Neri b/d peningkatan tekanan di rongga dada dan pemasangan WSD

B. Intervensi, Implementasi dan evaluasi

No. Diagnosa Intervensi Implentasi Evaluasi

1. I. pola Rasional : Tujuan : 1. Memberi posisi Sesak napas berkuran


napas 1. Beri posisi 1. Posisi yang Dalam waktu semi fowler walau masih berat
inefektif nyaman nyaman akan 1 x 2 jam dengan RR : 28 x/i
b/d 2. Kaji penyebab membantu os setelah punggung di
penurunan kolaps dalam bernapas intervensi ganjal 1 bantal.
ekspansi 3. Obesrvasi TTV efektif dilakukan 2. Mengkaji
paru d/d 4. Lakukan 2. Mempercepat pola napas penyebab
pola napas Inspkesi, menemukan kembali kolaps
cepat dan Perkusi, penanganan efektif 3. Mengobervasi
dangkal, Perkusi, kolaps dengan KH : TTV 1 X 15
bernapas Auskultasi. 3. Mengetahui Sesak napas menit
terasa berat, 5. Kolaborasi perkembangan berkurang, 4. Melakukan
RR 32 x/i pemberian keadaan os IPPA 1 x 2 Jam.
therapy oksigen Bernapas 5. Pemberian
Membantu intervensi terasa berat oksigen 3 Lpm
lebih cepat berhasil. berkurang,
RR menuju
normal,
2 II. nyeri b/d 1. Ajarkan teknik 1. Melancarkan Dalam waktu 1. Mengajarkan Nyeri berkurang
peningkatan relaksasi peredaran darah 1 x 1 jam teknik menarik Wajah tampak lebih
tekanan di 2. Anjurkan teknik sehingga setelah napas dalam tenang
rongga distraksi audio kebutuhan o2 ke intervensi dari hidung dan Skala nyeri 3
pleura, 3. Kolaborasi jaringan terpenuhi, dilakukan mengeluarkan
tindakan dengan dokter sehingga nyeri dari mulut
invasif pemberian mengurangi nyeri berkurang secara perlahan
pemasanga analgetik 2. Mengalihkan dengan KH : 2. Menganjurkan
n WSD d/d perhatian nyeri ke Wajah mendengarkan
os tampak hal hal yang tampak lebih musik yang
meringis menyenangkan tenang, skala girang yang os
kesakitan, 3. Mempercepat nyeri suka.
skala nyeri pencapaian berkurang 3. Kolaborasi
5, luka keberhasilan mengarah ke dengan dokter
pemasanga intervensi ringan. pemberian
n WSD ada ketorolac 1 amp
IV dan ranitidin
1 Amp IV
C. Catatan Perkembangan

Os tiba di RR pukul 15.30 WIB dengan keluhan


S : Os mengatakan sesak napas, berat saat bernapas, nyeri saat bernapas,
O : Os tampak sesak, napas cepat dan dangkal,
Wajah tampak meringis kesakitan
A : Pola napas inefektif
Nyeri
P : Memberi posisi semi fowler dengan punggung di ganjal 1 bantal.
Mengkaji penyebab kolaps
Mengobervasi TTV 1 X 15 menit
Melakukan IPPA 1 x 2 Jam.
Pemberian oksigen 3 Lpm
Mengajarkan teknik menarik napas dalam dari hidung dan mengeluarkan dari mulut
secara perlahan
Menganjurkan mendengarkan musik yang girang yang os suka.
Kolaborasi dengan dokter pemberian ketorolac 1 amp IV dan ranitidin 1 Amp IV
DAFTAR PUSTAKA

Anonymous. 2008. Askep Pemasangan WSD.www.scribd.com, Diakses 20 Desember 2010


Jam 08.00 WIB

Anonymous. 2008. www.asuhan-keperawatan-patriani.blogspot.com , Diakses 20 Desember


2010 Jam 21.27 WIB

Anonymous. 2008. www.contoh-askep.blogspot.com , Diakses pada 20 Desember 2010 Jam


21.16 WIB

Carpenito, Lynda Juall. 2001. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Jakarta:

Penerbit Buku Kedokteran EGC

Doengoes, Marilynn E. Et al. 1999, Rencana Asuhan Keperawatan. Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran EGC

Hudak & Gallo, 1996, Keperwatan Kritis Pendekatan Holistik Edisi VI, Jakarta: Penerbit Buku
Kedokteran ECG.

Smeltzer, S.C. & Bare. B.G., 2002. Brunner & Suddarth’s Textbook of Medical Surgical Nursing
8thEdition Volume I, Jakarta: ECG.

Anda mungkin juga menyukai