Anda di halaman 1dari 19

1.

Nama produk bioteknologi : Keju


2. Gambar

3. Jenis bioteknologi : Bioteknologi Konvensional


4. Tempat observasi : Indomart cabang Muntilan

5. Tanggal observasi : 14 November 2015

6. Proses pembuatan :
Tahap – tahap pembuatan keju.

a. Pengasaman

Dalam pembuatan keju, setelah air susu diperoleh, susu kemudian di


pasteurisasi. Susu dipanaskan agar bakteri asam laktat, yaitu Streptococcus
and Lactobacillus dapat tumbuh. Bakteri-bakteri ini memakan laktosa pada
susu dan merubahnya menjadi asam laktat. Saat tingkat keasaman meningkat,
zat-zat padat dalam susu (protein kasein, lemak, beberapa vitamin dan
mineral) menggumpal dan membentuk dadih. Ada pula beberapa produsen
yang membuat keju dari susu “mentah”, dengan pemanasan 40 °C berulang-
ulang, namun banyak produsen yang menyangsikan proses ini karena alasan
higiene. Jika non-pasteurisasi susu yang digunakan, keju harus dimatangkan
(dengan cara diperam) paling sedikit selama 60 hari pada suhu tidak kurang
dari 4 °C untuk memastikan keamanan melawan organisme yang
membahayakan (patogen). Pasteurisasi harus cukup untuk membunuh bakteri
yang dapat mempengaruhi kualitas keju, misalnya coliforms, yang bisa
membuat “blowing” (perusakan tekstur) lebih dini dan rasa tidak enak.
Pateurisasi reguler pada 72 – 73°C selama 15 – 20 detik paling sering
dilakukan.
Meskipun demikian, mikroorganisme pembentuk spora (spore-forming
microorganism) yang dalam bentuk spora, tahan terhadap pasteurisasi dan
dapat menyebabkan masalah serius selama proses pematangan. Salah satu
contohnya adalah Clostridium tyrobutyricum, yang membentuk asam butirat
dan volume gas hidrogen yang besar dengan memfermentasi asam laktat. Gas
ini menghancurkan tekstur keju sepenuhnya (“blowing”), selain itu asam
butirat juga tidak enak rasanya. Perlakuan panas yang lebih sering akan
mengurangi risiko seperti tersebut di atas, tetapi juga akan merusak sifat-sifat
umum keju yang terbuat dari susu. Secara tradisional, bahan-bahan kimia
tertentu telah ditambahkan dalam susu keju sebelum produksi. Hal ini untuk
mencegah “blowing” dan perkembangan rasa tidak enak yang disebabkan
oleh bakteri tahan panas dan pembentuk spora (terutama Clostridium
tyrobutyricum). Bahan kimia yang paling sering digunakan adalah sodium
nitrat (NaNO3), tetapi pada produksi keju Emmenthal , hidrogen peroksida
(H2O2) juga digunakan. Meskipun demikian, karena penggunaan bahan kimia
telah banyak dikritik, maka cara mekanis untuk mengurangi jumlah
mikroorganisme yang tidak diinginkan telah diadopsi, terutama di negara-
negara dimana penggunaan inhibitor kimia dilarang.

b. Pengentalan

Bakteri rennet ditambahkan ke dalam susu yang dipanaskan yang kemudian


membuat protein menggumpal dan membagi susu menjadi bagian cair (air
dadih) dan padat (dadih). Setelah dipisahkan, air dadih kadang-kadang dipakai
untuk membuat keju seperti Ricotta dan Cypriot hallumi namun biasanya air
dadih tersebut dibuang.Dengan bantuan sebuah alat yang berbentuk seperti
kecapi, dadih keju dihancurkan menjadi butiran-butiran.Semakin halus dadih
tersebut maka semakin banyak air dadih yang dikeringkan dan nantinya akan
menghasilkan keju yang lebih keras. Rennet mengubah gula dalam susu
menjadi asam dan protein yang ada menjadi dadih.Jumlah bakteri yang
dimasukkan dan suhunya sangatlah penting bagi tingkat kepadatan
keju.Proses ini memakan waktu antara 10 menit hingga 2 jam, tergantung
kepada banyaknya susu dan juga suhu dari susu tersebut. Sebagian besar keju
menggunakan rennet dalam proses pembuatannya. Namun zaman dahulu
ketika keju masih dibuat secara tradisional, getah daun dan ranting pohon ara
digunakan sebagai pengganti rennet. susu dibagi menjadi dadih keju (bagian
padat dari susu) dan air dadih (bagian cair dari susu). Dengan bantuan sebuah
alat yang berbentuk seperti kecapi, dadih keju dihancurkan menjadi butiran-
butiran. Semakin halus dadih tersebut maka semakin banyak air dadih yang
dikeringkan dan nantinya akan menghasilkan keju yang lebih keras.

c. Persiapan sebelum Pematangan

 Pencetakan

Saat dadih mencapai ukuran optimal maka ia harus dipisahkan


dan dicetak.Untuk keju-keju kecil, dadihnya dipisahkan dengan sendok dan
dituang ke dalam cetakan. Untuk keju yang lebih besar, pengangkatan dari
tangki menggunakan bantuan sehelai kain. Sebelum dituang ke dalam
cetakan, dadih tersebut dikeringkan terlebih dahulu kemudian dapat ditekan
lalu dibentuk atau diiris.

 Penekanan

Keju haruslah ditekan sesuai dengan tingkat kekerasan


yang diinginkan.Untuk keju lunak, penekanan biasanya tidak dilakukan
karena berat dari keju tersebut sudah cukup berat untuk melepaskan air dadih.
Begitupun halnya dengan keju iris, berat dari keju tersebut menentukan
tingkat kepadatan yang diinginkan. Meskipun demikian, sebagian besar keju
melewati proses penekanan. Waktu dan intensitas berbeda-beda pada setiap
keju.

 Pengasinan

Setelah keju dibentuk,dilakukan penambahan garam agar keju tidak


terasa tawar.Keju dapat diasinkan dengan empat cara yang berbeda. Bagi
beberapa keju, garam ditambahkan langsung ke dalam dadih. Cara yang kedua
adalah dengan menggosokkan atau menaburkan garam pada bagian kulit keju.
Hal ini menyebabkan kulit keju terbentuk dan melindungi bagian dalam keju
agar tidak matang terlalu cepat. Beberapa keju-keju yang berukuran besar
diasinkan dengan cara direndam dalam air garam. Perendaman keju bisa
menghabiskan waktu berjam-jam hingga berhari-hari. Cara yang terakhir
adalah dengan mencuci bagian permukaan keju dengan larutan garam. Selain
memberikan rasa, garam juga membantu menghilangkan air berlebih,
mengeraskan permukaan, melindungi keju agar tidak mengering serta
mengawetkan dan memurnikan keju ketika memasuki proses maturasi.
d. Pematangan

Pematangan (ripening) adalah proses yang mengubah dadih-dadih segar


menjadi keju yang penuh dengan rasa.Pematangan disebabkan oleh bakteri
atau jamur tertentu yang digunakan pada proses produkso. Karakter akhir dari
keju banyak ditentukan dari jenis pematangannya. Selama proses pematangan,
keju dijaga agar berada pada temperatur dan tingkat kelembaban tertentu
hingga keju siap dimakan. Waktu pematangan ini bervariasi mulai dari
beberapa minggu untuk keju lunak hingga beberapa hari untuk keju keras
seperti Parmigiano-Reggiano

5. Teknik Khusus

 Peregangan
Dadih diusung dan lalu diadoni dalam air panas untuk menghasilkan tekstur
yang berserabut.Contoh keju yang melewati proses ini adalah keju
MozzarelladanProvolone.
 Cheddaring
Dadih yang sudah dipotong kemudian ditumpuk untuk menghilangkan
kelembaban. Dadih tersebut lalu digiling untuk waktu yang cukup lama.
Contoh keju yang mengalami proses ini adalahkeju Cheddar dan Keju Inggris
lainnya.

 Pencucian
Dadih dicuci dalam air hangat untuk menurunkan tingkat keasamannya dan
menjadikannya keju yang rasanya lembut. Contoh keju melewati proses
pencucian adalah keju Edam, Gouda, dan Colby.

 Pembakaran
Bagi beberapa keju keras, dadih dipanaskan hingga suhu 35 °C(95 °F)-56
°C(133 °F) yang kemudian mengakibatkan butiran dadih kehilangan air dan
membuat keju menjadi lebih keras teksturnya. Proses ini sering disebut
dengan istilah pembakaran (burning). Contoh keju yang dipanaskan ulang
adalah Emmental, Appenzell dan Gruyer.

7. Factor yang berperan :

Bakteri asam laktat, yaitu Streptococcus dan Lactobacillus.


1. Nama produk bioteknologi : Yoghurt

2. Gambar

3. Jenis bioteknologi : Bioteknologi Konvensional

4. Tempat observasi : Supermarket Laris Muntilan

5. Tanggal observasi : 14 November 2015

6. Cara pembuatan :

7. a. Susu segar dipanaskan sampai suhu 90°C dan selalu


diaduk supaya proteinnya tidak mengalami koagulasi. Pada
suhu tersebut dipertahankan selama 1 jam. Apabila
dilakukan pasteurisasi maka suhu pemanasannya adalah
70–75°C . Jika hal ini yang dilakukan, maka pemanasan
dilakukan sebanyak dua kali.
8.
9. b. Setelah dipanaskan, selanjutnya dilakukan pendinginan
sampai suhunya 37- 45°C. Pendinginan tersebut dilakukan
dalam wadah tertutup.

10. c. Setelah suhu mencapai 37-45°C maka dilakukan


inokulasi / penambahan bakteri ke dalam susu tersebut
sejumlah 50 – 60 ml/liter susu. Penambahan bakteri
dilakukan dengan teknik aseptic (di dekat api).
11. d. Setelah ditambah bakteri, selanjutnya diperam pada
ruangan hangat (30-40°C), dalam keadaan tertutup rapat
selama 3 hari.
12. e. Tahap selanjutnya adalah filtrasi. Hal ini dilakukan
untuk memisahkan bagian yang padat / gel dengan bagian
yang cair. Pada waktu pemisahan ini diusahakan dilakukan
di dekat api sehingga bagian yang cair (sebagai stater
berikutnya) terhindar dari kontaminasi. Bagian yang padat
inilah yang siap dikonsumsi (yoghurt). Bagian yang cair
berisi bakteri Lactobacillus sp yang dapat digunakan untuk
menginokulasi susu yang segar.
13.
14.f. Supaya yogurt lebih lezat rasanya dapat ditambah
dengan potongan buah – buahan yang segar, cocktail, nata
de coco atau dibekukan menjadi es, dapat pula dicampur
dengan berbagai buah-buahan untuk dibuat juice (minuman
segar).
7. Faktor yang berperan :
bakteri Lactobacillus sp.

8. Mekanisme bakteri :Yoghurt adalah salah satu produk susu


terkoagulasi (mengental), diperoleh dari fermentasi asam laktat melalui
aktifitas bakteri Lactobacillus bulgaricus dan Streptococcus thermophilus,
dimana mikroorganisme ini dalam produk akhir harus hidup aktif dan
berlimpah.Kerja bakteri asam laktat memfermentasikan susu ternyata
meningkatkan kandungan gizi yoghurt. Khususnya vitamin B-kompleks, di
antaranya vitamin B1 (tiamin), vitamin B2 (riboflavin), vitamin B3 (niasin),
vitamin B6 (piridoksin), asam folat, asam pantotenat, dan biotin. Sederet
vitamin tersebut membantu meningkatkan kesehatan sistem reproduksi,
kekebalan tubuh, dan ketajaman fungsi berpikir. Dengan rajin minum yoghurt,
terutama yang murni/polos, dapat merangsang tubuh mempercepat proses
peremajaan sel. Pembuatan yoghurt menggunakan bakteri L. bulgaricus dan S.
thermophilus. Kedua bakteri itu mengurai laktosa (gula susu) menjadi asam
laktat dan berbagai komponen aroma dan citarasa. L. bulgaricus lebih
berperan pada pembentukan aroma, sedangkan S. thermophilus lebih berperan
pada pembentukan citarasa. Yoghurt dibuat dengan memasukkan bakteri
spesifik ke dalam susu di bawah temperatur dan kondisi lingkungan yang
dikontrol. Bakteri L. bulgaricus dan S. thermophlillus merombak gula susu
alami dan melepaskan asam laktat sebagai produk sisa. Keasaman yang
meningkat menyebabkan protein untuk membuat susu menjadi menggumpal.
Campuran atau kombinasi dari Lactobasillus bulgaricus dan Streptococcus
thermophilus sering digunakan pada beberapa macam produksi yoghurt.
Walaupun kedua mikroorganisme tersebut dapat digunakan secara terpisah,
namun penggunaan keduanya dalam kultur starter yoghurt secara bersama-
sama terbukti telah bersimbiosis dan meningkatkan efisiensi kerja kedua
bakteri tersebut. Selain menyebabkan tingkat produksi asam yang lebih tinggi,
Streptococcus thermophilus tumbuh lebih cepat dan menghasilkan asam dan
karbondioksida.

1. Nama produk bioteknologi : Nata de coco


2. Gambar

3. Jenis bioteknologi : Bioteknologi Konvensional


4. Tempat observasi : Supermarket Laris Muntilan
5. Tanggal observasi : 14 November 2015
6. Proses pembuatan :
a. Saring air kelapa dengan saringan plastik/tapisan agar
bersih dari kotoran lain.
b. Siapkan loyang/cetakan dalam keadaan kering dan
sterium dengan cara memanaskan loyang dengan jarak
kurang lebih 15-20 cm di atas api hingga 2-3 kali ulangan
dan setelah
selesai. letakkan dalam posisi telungkup.
c. Siapkan tutup loyang/cetakan yaitu kertas Koran yang
disterilkan di atas api dengan cara yang sama seperti
mensterilkan loyang di atas.
d. Rebus air kelapa diatas kompor.
e. Buang busa yang keluar dari rebusan air kelapa dengan
saringan/tapisan sampai bersih.
f. Setelah air kelapa mulai mendidih kurang lebih
90oCelcius masukkan Za dan biang cuka, tunggu sampai
mendidih (1OOoC) selama lebih kurang 5 menit.
g. Tuangkan ke dalam loyang/cetakan yang sudah
disediakan dengan ketebalan 1,5 cm (1,2 liter), kemudian
tutup dengan koran dan ikat dengan tali karet.
h. Letakkan ditempat yang aman/tidak boleh tergoyang dan
biarkan satu malam atau sampai benar-benar dingin.
i. Tambahkan starter/bibit sebanyak 20-30 ml untuk satu
loyang dengan membuka sedikit salah satu penutup ujung
loyang dan tidak perlu diaduk, selanjutnya tutup dan
diamkan selama 7-10 hari.
j. Setelah kurang lebih satu minggu, air kelapa telah
berubah menjadi nata de coco dan siap dipanen (diangkat
dari loyang/cetakan).
k. Buang lapisan kulit yang berada di bagian bawah nata de
coco, selanjutnya dipotong kecil- kecil berbentuk kubus.
l. Potongan nata tersebut dicuci beberapa kali dan direndam
dalam air selama 1-2 malam, guna menghilangkan bau
asam. Air rendaman diganti setiap hari.
m. Pada hari ketiga nata direbus dalain air bersih sainpai
mendidih dan tiriskan.
n. Buat rebusan air gula dan pandan di dalam panci yang
manisnya sesuai selera masing-masing. Masukkan nata
yang telah ditiriskan dan tutup, biarkan kurang lebih 1 jam
supaya manisnya meresap ke dalam nata. Selanjutnya nata
siap dihidangkan atau bisa juga dicampur lagi dengan sari
buah lainnya.
7. Factor yang berperan :
Bakteri Acetobacter xylinum.
8. Mekanisme bakteri : Nata decoco merupakan selulosa
bakteri yang terbentuk sebagai aktifitas bakteri acetobacter xylinum terhadap
air kelapa. Selulosa ini merupakan produk bakteri untuk membentuk slime
(menyerupai kapsul) yang pada akhirnya bakteri tersebut terperangkap di
dalam masa fibrilar selulosa tersebut.

Acetobacter xylinum merupakan suatu model sistem untuk


mempelajari enzim dan gen yang terlibat dalam biosintesis selulosa.
Selanjutnya selulosa tersebut membentuk matrik yang dikenal sebagai
nata. Ketebalan jalinan selulosa sebagai hasil dari proses fermentasi
meningkat seiring dengan meningkatnya jumlah bekatul yang ditambahkan
pada medium fermentasi. Ketersediaan nutrien yang cukup pada medium
tumbuh menyebabkan bakteri mampu melakukan metabolisme dan reproduksi
yang cukup tinggi, sehingga produk metabolismenya pun semakin banyak.

Monomer-monomer selulosa hasil sekresi Acetobacter xylinum terus


berikatan satu dengan yang lainnya membentuk lapisan-lapisan yang terus
menerus menebal seiring dengan berlangsungnya metabolisme Acetobacter
xylinum. Semakin banyak hasil sekresi Acetobacter xylinum, maka semakin
tebal pula selulosa yang dihasilkan dari proses fermentasi.

Berat selulosa yang dihasilkan semakin besar seiring dengan


meningkatnya jumlah nutrien yang ditambahkan pada medium tumbuh.
Semakin banyak nutrien yang tersedia, maka semakin banyak pula jalinan-
jalinan selulosa yang dihasilkan sebagai produk metabolit sekunder. Jalinan-
jalinan selulosa tersebut terus berikatan membentuk ikatan yang kokoh dan
kompak.,berat sellulosa yang dihasilkan selain dipengaruhi oleh tebal tipisnya
selulosa, juga dipengaruhi oleh kekompakan ikatan. Semakin kompak
ikatannya akan semakin bertambah beratnya.

Kadar serat selulosa hasil fermentasi menunjukkan semakin besar


konsentrasi bekatul pada medium, semakin besar pula kadar serat yang
dihasilkan. Hal ini mengindikasikan semakin besar pula
kemampuan Acetobacter xylinummenghasilkan metabolit sekunder, yang
berupa jalinan serabut selulosa yang termasuk serat kasar.

Banyaknya kandungan nutrien pada medium ini berpengaruh terhadap


kadar serat yang dihasilkan. Hal ini disebabkan karena selama proses
fermentasi, nutrien terus menerus dipakai oleh Acetobacter xylinum untuk
membentuk produk metabolisme. Nutrien yang dibutuhkan oleh bakteri
selama proses kehidupannya adalah makanan yang mengandung unsur C, H,
O dan N yang berguna untuk menyusun protoplasma. Nitrogen yang
diperlukan berguna untuk pembentukan protein yang penting pada
pertumbuhan sel dan pembentukan enzim. Kekurangan nitrogen menyebabkan
sel kurang tumbuha dengan baik dan menghambat pembentukan enzim yang
diperlukan sehingga proses fermentasi dapat mengalami kegagalan atau tidak
sempurna. Nutrien yang berperan utama dalam proses fermentasi
oleh Acetobacter xylinum adalah karbohidrat sebagai sumber energi dan untuk
perbanyakan sel.
Pada proses metabolismenya, selaput selulosa ini terbentuk oleh
aktivitasAcetobacter xylinum terhadap glukosa. Karbohidrat pada medium
dipecah menjadi glukosa yang kemudian berikatan dengan asam lemak
(Guanosin trifosfat) membentuk prekursor penciri selulosa oleh enzim
selulosa sintetase. kemudian dikeluarkan ke lingkungan membentuk jalinan
selulosa pada permukaan medium.

Selama metabolisme karbohidrat oleh Acetobacter xylinum terjadi


proses glikolisis yang dimulai dengan perubahan glukosa menjadi glukosa 6-
posfat yang kemudian diakhiri dengan terbentuknya asam piruvat. Glukosa 6-
P yang terbentuk pada proses glikolisis inilah yang digunakan
oleh Acetobacter xylinumuntuk menghasilkan selulosa.

Selain metabolit sekunder, Acetobacter xylinum juga menghasilkan


metabolit primer berupa asam asetat, air dan energi yang digunakan kembali
dalam siklus metabolismenya. Asam asetat dimanfaatkan oleh Acetobacter
xylinum sebagai substrat agar tercipta kondisi yang optimum untuk
pertumbuhannya dan untuk membentuk CO2 dan H2O.
bakteri Acetobacter xylinum bersifat “overoxidizer” yaitu dapat
mengubah asam asetat dalam medium fermentasi menjadi CO2 dan H2O,
apabila gula dalam medium fermentasi telah habis dimetabolisir.
1. Nama produk bioteknologi : Kecap
2. Gambar

3. Jenis bioteknologi : Bioteknologi Konvensional


4. Tempat observasi : Pasar tradisional Muntilan
5. Tanggal observasi : 14 November 2015
6. Proses pembuatan :
a. Pencucian dan perendaman. Kedelai dibersihkan dan dicuci
sampai bersih. Kemudian kedelai direndam di dalam air
bersih selama 12 jam. Setelah itu, kedelai dimasukkan ke
dalam karung dan diinjak-injak sehingga biji terbelah dua.
Pemecahan biji juga dapat dilakukan dengan menggunakan
mesin penggiling tipe cakram. Biji kedelai yang telah
terbelah ini kemudian dicuci sampai bersih.
b. Perebusan. Kedelai direbus di dalam air mendidih selama
40-60 menit. Tiap kg kedelai memerlukan 2 liter air
perebus. Setelah itu kedelai ditiriskan dan didinginkan. Air
perebus tidak dibuang, tapi akan digunakan untuk
pembuatan larutan garam.
c. Fermentasi menjadi tempe. Kedelai ditaburi laru tempe (1
gram untuk 1 kg kedelai), dan diaduk-aduk sampai rata.
Setelah itu kedelai dihamparkan di atas tampah setebal 2-3
cm dan ditutup dengan daun pisang. Tampah diletakkan di
atas para-para yang terhindar dari serangga dan cahaya
matahari langsung selama 4-5 hari sampai kapang cukup
tebal menutupi tempe kedelai.
d. Penjemuran tempe. Biji tempe dipisah-pisahkan dengan
tangan, kemudian dijemur atau dikeringkan dengan alat
pengering sampai biji tempe agak kering (kadar air
dibawah 18%).
e. Penyiapan larutan garam 20%. Untuk tiap 1 liter air bekas
perebus ditambah dengan 2 liter air segar dan garam 600
gram. Campuran ini diaduk-aduk agar garam larut dengan
sempurna.
f. Fermentasi garam untuk kecap no. 1. Biji tempe kering
dimasukkan ke dalam larutan garam. Tiap 1 kg butiran
tempe kering membutuhkan 4 liter larutan garam.
Perendaman di lakukan di dalam wadah perendam selama
10-15 minggu. Pada siang hari manakala langit tidak
tertutup awan, atau tidak hujan, wadah dipindahkan ke
udara terbuka, dan penutup wadah dibuka. Setelah
fermentasi di dalam larutan garam selesai, saluran di
bagian dasar wadah dibuka, dan cairan yang keluar
ditampung. Cairan ini disebut sebagai kecap nomor 1.
g. Fermentasi garam untuk kecap no. 2. Ampas yang
tertinggal pada wadah perendam ditambah lagi dengan
larutan garam 20% (tiap 1 kg butiran tempe ditambah
dengan 3 liter larutan garam). Selanjutnya perendaman
dilakukan selama 8-10 minggu dengan cara yang sama
dengan cara pengolahan No. 6. Setelah fermentasi selesai,
cairan dikeluarkan dan cairan ini disebut sebagai kecap
nomor 2. Ampas direndam di dalam air bersih kemudian
diperas atau dipress, dan dapat dijadikan bahan pakan
ternak.
h. Penyiapan bumbu kecap manis,
i. Gula merah diiris-iris, dan digiling sampai halus (tiap liter
kecap membutuhkan 500 gram gula merah),
j. Jahe dikupas, dicuci, kemudian digiling sampai hancur
(tiap 1 liter cairan kecap membutuhkan 40 gram jahe),
k. Lengkuas dicuci, kemudian digiling sampai hancur (tiap 1
liter cairan keca membutuhkan 40 gram lengkuas), dan
l. Kayu manis dipotong kecl-kecil (tiap liter cairan kecap
membutuhkan 20 gram kayu manis). Gula merah dan
bumbu tersebut dibungkus dengan 2 lapis kain, diikat dan
diberi tali.
m. Pembumbuan dan pemasakan kecap manis. Cairan kecap
(yang nomor 1 atau nomor 2) ditambah dengan air (tiap
liter cairan kecap ditambah dengan 1,5 liter air). Cairan
direbus sampai mendidih. Setelah itu api dikecilkan
sekadar menjaga agar cairan tetap mendidih. Bumbu kecap
manis yang telah dibungkus di atas dicelupkan ke dalam
cairan yang mendidih dan digoyang – goyangkan. Cairan
diaduk terus menerus selama 2-3 jam sampai volume
menjadi setengah dari semula. Sampai pemanasan selesai
dilakukan, bumbu yang terbungkus kain kasa tadi tetap
berada di dalam cairan yang sedang dimasak. Kecap yang
dihasilkan adalah kecap manis. Ketika masih panas, kecap
manis ini disaring dengan 2 lapis kain saring.

7. Factor yang mempengaruhi : bakteri Aspergilus wentii


8. Mekanisme bakteri : Dengan cara fermentasi akan dihasilkan kecap
tradisional dan taoco yang memiliki cita rasa yang khas. proses fermentasi atau peragian
merupakan suatu perubahan yang terjadi terhadap bahan pangan yang disebabkan oleh
aktivitas mikroba jenis tertentu yang memiliki kemampuan yang sesuai sehingga bahan
menjadi berubah. Proses fermentasi yang terjadi dalam pembuatan kecap meliputi dua
tahap, yaitu:
Ø Fermentasi I (penjamuran)
Penjamuran merupakan fermentasi tahap awal dalam pembuatan kecap. Tujuan
utama dari penjamuran ini adalah untuk mengembangbiakkan jamur dan menghasilkan
enzim proteolitik dan amilolitik. Penjamuran ini berlangsung selama 3 hari dengan suhu 20
- 30 ˚C. Hasil penjamuran ini biasa disebut koji. Proses penajmuran ini hampir sama
dengan proses pembutan tempe dan biasanya digunakan jamur tempe (Rhizopus
oligosporus).
Pada fermentasi pertama (penjamuran) dihasilkan enzim protease yang
menghidrolisis komponen protein 65-90% menjadi bentuk terlarut, aktivitas protease
optimal pada suhu 20,5 ˚C selama 5 hari. Selain enzim protease juga terdapat enzim
amilase yang merombak pati (polisakarida) menjadi glukosa sehingga terjadi kenaikan gula
reduksi. Selama penjamuran terjadi kenaikan pH karena adanya aktivitas enzim proteolitik
dan menghidrolis protein menjadi komponen peptida, pepton, dan asam-asam amino.
Peningkatan mutu gizi dikarenakan aktivitas mikroba selama pengolahan dan fermentasi,
karena kapang menghidrolisis sebagian selulosa menjadi bentuk yang lebih mudah dicerna.
Protein dihidrolisis menjadi dipeptida, peptida dan asam-asam amino. Lemak dipecah oleh
enzim lipase menjadi asam lemak dan gliserol. Dan terjadinya peningkatan kadar vitamin
B12, asam fitatterutai sehingga fosfor dan biotin dapat dimanfaatkan tubuh.
Ø Fermentasi II (perendaman dalam larutan garam)
Fermentasi dalam larutan garam dilakukan setelah proses penjamuran, dengan
perbandingan koji dengan larutan garam 1 : 2. Mikroba utama pada fermentasi ini
adalah Aspergilus oryzae dan Aspergilus soyae, bakteri-bakteri asam laktat dan yeast
yang toleran terhadap kadar garam tinggi. Mekanisme fermentasi pada tahap ini meliputi:
a. Fermentasi asam laktat oleh BAL (Bakteri Asam Laktat) Terjadi pada 3-6
bulan pertama, protein dan karbohidrat oleh enzim yang berasal dari Aspergillus oryzae.
Proses hidrolisis protein terhambat pada saat terjadi pencampuran kedelai dengan larutan
garam dan mulai meningkat setelah fermentasi berlangsung 2 minggu. Pada konsentrasi
garam tinggi (20%) BAL terutama Pediococcus soyae masih bisa tumbuh baik dan
menghasilkan asam laktat sehingga pH turun sampai 4,5. Bakteri ini berperan dalam
pembentukan aroma dan flavor spesifik pada kecap.
b. Fermentasi alcohol oleh khamir osmofilik (Saccaromyces rouxii) Setelah
fermentasi oleh BAL dimana pH turun menjadi 4,5 akan mendorong pertumbuhan
yeast (Saccaromyces rouxii). Yeast ini akan mengubah glukosa dan maltose
menjadi etanol dan gliserol yang merupakan komponen penyedap aroma dan flavor pada
kecap. Perubahan ini terjadi setelah bulan ke-6 perendaman.
c. Fermentasi Akhir Fermentasi akhir merupakan penyempurnaan dimana
khamir dan bakteri melanjutkan fermentasi, dengan pH akhir 4,7 – 4,8 dengan kadar garam
akhir 18% sehingga menurunkan bahaya bakteri pembusuk. Selama fermentasi kedua
(penggaraman) berlangsung terjadi perubahan-perubahan senyawa protein, lemak, dan
karbohidrat menjadi senyawa yang sederhana. Dalam fermentasi kecap hidrolisis protein
menjadi senyawa yang lebih sederhana disebabkan oleh aktivitas beberapa enzim,
diantaranya enzim proteolitik yang akan merubah protein menjadi asam-asam amino
selanjutnya diubah menjadi amin, asam keton, NH3, dan CO2.
1. Nama produk bioteknologi : Tape singkong
2. Gambar

3. Jenis bioteknologi : Bioteknologi Konvensional


4. Tempat observasi : Pasar tradisional Muntilan
5. Tanggal observasi : 14 November 2015
6. Proses pembuatan :
a. Siapkan semua bahan.
b. Kupas singkong dan kikis bagian kulit arinya hingga kesat.
c. Potong singkong yang telah dikupas sesuai keinginan.
d. Cuci hingga bersih singkong yang telah dipotong.
e. Sementara menunggu singkong kering, masukkan air ke
dalam panci samapai kira – kira terisi seperempat lalu
panaskan hingga mendidih.
f. Setelah air mendidih masukkan singkong ke dalam panci
kukus, lalu kukus hingga singkong ¾ matang, kira – kira
ketika ‘daging’ singkong sudah bisa ditusuk dengan garpu.
g. Setelah matang, angkat singkong yang telah ¾ masak lalu
taruh di suatu wadah, kemudian didinginkan
h. Sambil mengipas – ngipas, teman satu kelompok kami
menyiapkan wadah sebagai tempat untuk mengubah
singkong menjadi tape. Wadah itu terdiri dari baskom yang
bawahnya dilapisi dengan daun pisang.
i. Setelah singkong benar – benar dingin, masukkan singkong
ke dalam wadah lalu taburi dengan ragi yang telah
dihaluskan dengan menggunakan saringan
j. Singkong yang telah diberi ragi ini kemudian ditutup
kembali dengan daun pisang. Singkong ini harus benar –
benar tertutup agar mendapatkan hasil yang maksimal.
k. Setelah singkong ditutupi dengan daun pisang, diamkan
selama 1-2 hari hingga sudah terasa lunak dan manis. Saat
itulah singkong telah menjadi tape.
7. Factor yang mempengaruhi : bakteri Saccharomyces cereviceae.
8. Mekanisme bakteri : Salah satu pemanfaatan bioteknologi
dalam pembuatan tape siongkong adalah saat ditambahkannya ragi
sebagai bahan dalam pembuatan tape siongkong. Ragi adalah
mikroorganisme hidup yang dapat ditemukan dimana-mana. Ragi
berasal dari keluarga Fungus bersel satu (sugar fungus) dari
genus Saccharomyces, species cereviciae, dan memilki ukuran sebesar
6-8 mikron.Saccharomyces cereviciae merupakan genom eukariotik
yang pertama kali disekuensi secara penuh. Dalam satu gram ragi
padat (compressed yeast) terdapat kurang lebih 10 milyar sel hidup.
Ragi ini berbentuk bulat telur, dan dilindungi oleh dinding membran
yang semi berpori (semipermeable), melakukan reproduksi dengan
cara membelah diri (budding), dan dapat hidup di lingkungan tanpa
oksigen (anaerob). Untuk bertahan hidup, ragi membutuhkan
air, makanandan lingkungan yang sesuai. Ragi memiliki sifat dan
karakter yang sangat penting dalam industri pangan. Ragi akan
berkembang dengan baik dan cepat bila berada pada temperatur antara
25o – 30oC. Dalam keadaan tidak terpakai, ragi membutuhkan suasana
hangat agar sel - sel nabatinya tetap hidup untuk mengaktifkan
kerjanya. Maka ragi-ragi ini memerlukan penyimpanan yang
teliti. Ragi padat dalam keadaan normal lebih cepat rusak dan akan
kehilangan daya peragiannya. Ragi padat harus selalu disimpan
ditempat dingin (lemari es). Ragi kering yang terbentuk seperti butiran
halus ini umumnya terbungkus dalam kemasan timah yang
mengandung nitrogen agar tetap awet. Untuk penyimpanan tidak perlu
disimpan di tempat yang dingin (lemari es), tetapi bila keadaan
memungkinkan, menyimpan ragi ditempat dingin akan menambah
kegunaan ragi. Suhu ideal untuk menyimpan ragi kering agar awet
dalam jangka waktu yang panjang adalah 7 0C, dan perlu diperhatikan
sesering mungkin. Yang perlu diingat pada saat membeli ragi, teliti
tanggal kadaluwarsa pada kemasan dan pastikan kemasan dalam
keadaan utuh dan kering. Khusus ragi kering, perhatikan jika kemasan
sobek maka ragi sudah tidak hidup lagi dan tidak aktif dalam proses
fermentasi.
Selain itu ragi merupakan sumber utama penyediaan enzim-enzim,
yang memegang peranan penting dalam dunia industri, termasuk
dalam pembuaan tape siongkong. Enzim yang berperan dalam
memperbaiki sifat-sifat fungsional tape siongkong adalah
enzim amylase dan zymase. Saccharomyces cereviciae yang penting
dalam pembuatan tape singkong memiliki sifat dapat
memfermentasikan maltosa secara cepat (lean dough yeast),
memperbaiki sifat osmotolesance (sweet dough yeast), rapid
fermentation kinetics, freeze, thaw tolerance, dan memiliki
kemampuan memetabolisme substrat. Pemakaian ragi dalam
pembuatan tape singkong sangat penting karena enzim dari ragi
tersebutlah yang nantinya berperan dalam proses fermentasi, serta
memberi aroma (alkohol). Kesterilan ragi dan bahan dasar pembuatan
tape ketika akan digunakan amat penting. Hal ini dimaksudkan agar
tidak dicemari bakteri lain. Jika hal ini terjadi maka proses fermentasi
akan terhambat. Bakteri yang sering mengeluarkan racun berbahaya
bagi kesehatan manusia akan ada dalam tape singkong.Agar dihasilkan
tape singkong yang manis, selain lama fermentasi, pemberian ragi
secukupnya, serta penutupan yang sempurna selama proses fermentasi
berlangsung harus diperhatikan. Lamanya proses fermentasi ini
sebaiknya jangan lebih dari tiga hari. Jika lewat batas maksimum dan
pemberian ragi terlalu banyak, mengakibatkan tape singkong akan
lembek dan terasa masam. Rasa masam disebabkan pati yang diubah
oleh enzim amylase menjadi gula
(sukrosa).Enzim invertase mengubahnya lagi menjadi glukosa.
Hasilnya berupa alkohol.

Anda mungkin juga menyukai