Anda di halaman 1dari 8

PENGOLAHAN AIR LIMBAH SECARA KIMIA

A. Pengertian Air Limbah

Air limbah adalah air yang telah digunakan manusia dalam berbagai aktivitasnya. Air
limbah tersebut dapat berasal dari aktivitas rumah tangga, perkantoran, pertokoan, fasilitas
umum, industri maupun dari tempat-tempat lain. Atau, air limbah adalah air bekas yang tidak
terpakai yang dihasilkan dari berbagai aktivitas manusia dalam memanfaatkan air bersih.

Teknologi pengolahan air limbah adalah kunci dalam memelihara kelestarian


lingkungan. Berbagai teknik pengolahan air limbah untuk menyisihkan bahan polutannya
telah dicoba dan dikembangkan selama ini. Teknik-teknik pengolahan air buangan yang telah
dikembangkan tersebut secara umum dapat dibagi menjadi tiga metode pengolahan, yaitu
pengolahan secara fisika, pengolahan secara kimia, dan pengolahan secara biologi.

B. Proses Pengolahan Kimia

Pengolahan limbah cair secara kimia yang sering diterapkan adalah disinfeksi,
pengendapan materi terlarut (presipitasi), koagulasi (destabilisasi) koloid, oksidasi dan ion
exchange. Proses disinfeksi pada industri, umumnya untuk menghambat pertumbuhan
micro-organisme dalam pipa-pipa, pada industri makanan untuk menghambat
pertumbuhan bakteri. Proses presipitasi pada industri untuk pelunakan air, penghilangan
besi dan penghilangan ion terlarut seperti PO4-3 dan logam berat. Koagulasi diterapkan
untuk destabilisasi partikel koloid yang umumnya juga terdapat pada air limbah.
Oksidasi kimia seperti khlorinasi dan ozonisasi, diterapkan untuk menghilangkan atau
+2 +2 -
memecah ion-ion seperti Fe , Mn dan CN .

1. Netralisasi pada pengolahan limbah cair

Sebagian besar limbah cair dari industri mengandung bahan bahan yang bersifat asam
(Acidic) ataupun Basa (alkaline) yang perlu dinetralkan sebelum dibuang kebadan air
maupun sebelum limbah masuk pada proses pengolahan, baik pengolahan secara biologic
maupun secara kimiawi, proses netralisasi tersebut bisa dilakukan sebelum atau sesudah
proses equalisasi.

Untuk mengoptimalkan pertumbuhan micro organisme pada pengolahan secara


biologi, pH perlu dijaga pada kondisi antara pH 6,5 – 8,5, karena sebagian besar mikroba

1
aktif atau hidup pada kondisi pH tersebut. Proses koagulasi dan flokulasi juga akan lebih
efisien dan efektif jika dilakukan pada kondisi pH netral.

Netralisasi adalah penambahan Basa (alkali) pada limbah yang bersifat asam (pH 7).
Pemilihan bahan untuk proses netralisasi banyak ditentukan oleh harga/biaya dan praktis-nya,
Bahan (reagen) yang biasa digunakan tersebut adalah :

Asam : Basa :

o Sulfuric acid ( H2SO4 ) Caustic soda (NaOH) Ammonia

o Hydrochloric acid ( HCI ) Soda Ash (Na2CO3)

o Carbon dioxide ( CCG2 ) Limestone (CaCO3)

o Sulfur dioxide

o Nitric acid

2. Koagulasi dan Flokulasi

Koagulasi adalah proses destabilisasi partikel koloid dengan cara penambahan


senyawa kimia yang disebut koagulan. Koloid mempunyai ukuran tertentu sehingga gaya
tarik menarik antara partikel lebih kecil dari pada gaya tolak menolak akibat muatan
listrik. Melalui proses koagulasi terjadi destabilisasi, sehingga partikel-partikel koloid
bersatu dan menjadi besar. Dengan demikian partikel-partikel koloid yang pada awalnya
sukar dipisahkan dari air, setelah proses koagulasi akan menjadi kumpulan partikel yang
lebih besar sehingga mudah dipisahkan dengan cara sedimentasi, filtrasi atau proses
pemisahan lainnya yang lebih mudah.

2
Bahan kimia yang sering digunakan untuk proses koagulasi umumnya
diklasifikasikan menjadi tiga golongan, yakni Zat Koagulan, Zat Alkali dan Zat
Pembantu Koagulan. Zat koagulan digunakan untuk menggumpalkan partikel-partikel
padat tersuspensi, zat warna, koloid dan lain-lain agar membentuk gumpalan partikel yang
besar (flok). Sedangkan zat alkali dan zat pembantu koagulan berfungsi untuk mengatur
pH agar kondisi air baku dapat menunjang proses flokulasi, serta membantu agar
pembentukan flok dapat berjalan dengan lebih cepat dan baik.

Pemilihan zat koagulan harus berdasarkan pertimbangan, antara lain jumlah dan
kualitas air yang akan diolah, kekeruhan air baku, metode filtrasi serta sistem
pembuangan lumpur endapan. Koagulan yang sering dipakai antara lain Aluminium
Sulfat (alum), Ferry Chloride dan Poly Aluminium Chloride (PAC). Di samping itu ada
senyawa polimer tertentu yang dapat dipakai bersama-sama dengan senyawa koagulan
lainnya.

Pada saat kekeruhan air baku tinggi, misalnya setelah hujan, pada saat musim
dingin ataupun pada saat permintaan produksi meningkat, maka jika memakai zat
koagulan saja sering kali pembentukan flok kurang baik. Untuk mengatasi hal tersebut
yaitu dengan memakai koagulan pembantu sehingga pembentukan flok berjalan dengan
lebih baik.

Pemilihan jenis zat koagulan pembantu harus dapat menghasilkan flok yang baik /
stabil dan tidak berbahaya ditinjau dari segi kesehatan. Disamping itu juga harus
ekonomis serta pengerjaannya mudah. Sebagai bahan koagulan pembantu yang sering
dipakai, yakni silika aktif (activated silic acid) dan sodium alginat (sodium alginic acid).
Pada keadaan biasa/normal dosis silika aktif yakni 1 - 5 ppm sebagai SiO2 dan untuk
sodium alginat yakni antara 0,2 - 2 ppm.

3
Flokulasi adalah proses pengendapan pencemar dalam limbah cair dengan
penambahan bahan koagulan utama dan koagulan pendukung sehingga terjadi gumpalan
sebelum mencapai dasar tangki pengendap. Flokulasi dikenal pula sebagai pencampuran
(mixing), namun kecepatan pencampuran sangat lambat, dan tangki flokulasi dilengkapi
dengan pengaduk bentuk pedal, dan baffle atau sirip di dinding tangki flokulasi. Limbah cair
yang diberi koagulan dengan dosis tertentu diaduk dalam tangki flokulasi kemudian
pengaduk dimatikan dan didiamkan, maka akan terbentuk endapan di bagian bawah.

Nilai pH untuk koagulasi harus diperhatikan, misal garam-garam besi bekerja pada
nilai pH antara 4,50 sampai 5,50. Sebaliknya, garam alumunium bekerja pada nilai pH antara
5,50 sampai 6,30. Limbah cair pada perlakuan primer terdiri atas senyawa organik dalam
bentuk suspensi dan senyawa organik terlarut kemudian mengalir masuk ke dalam tangki
sedimentasi dan didiamkan selama 2 sampai 3 jam sehingga terbentuk air limbah relatif
bersih dengan campuran padatan dan limbah cair atau lumpur primer (primary sludge).

Proses koagulasi dibagi menjadi dua tahap. Pertama yaitu koagulasi partikel-
partikel kotoran menjadi flok-flok yang masih halus/kecil dengan cara pengadukan cepat
segera setelah koagulan dibubuhkan. Tahap ini disebut dengan pencampuran cepat dan
prosesnya dilakukan pada bak pencampur cepat (mixing basin). Tahap selanjutnya adalah
proses pertumbuhan flok agar menjadi besar dan stabil, yaitu dengan cara pengadukan
lambat pada bak flokulator. Proses tersebut dinamakan flokulasi. Dengan demikian untuk
proses koagulasi-flokulasi diperlukan dua buah bak yakni untuk bak pencampur cepat dan
bak flokulator.

4
3. Adsorpsi
Proses adsorpsi dengan menggunakan adsorben digunakan untuk memisahkan
senyawa pencemar dalam limbah cair. Proses adsorpsi adalah kumpulan senyawa kimia
dipermukaan adsorben, padat sebaliknya absorpsi adalah penetrasi kumpulan senyawa kimia
ke dalam senyawa padat. Jika kedua peristiwa terjadi simultan maka peristiwa ini disebut
sorpsi. Karbon aktif digunakan sebagai adsorben untuk menghilangkan kontaminan. Karbon
aktif terbuat dari kayu, batu bara, lignit, tempurung kepala, dan tulang ternak serta limbah
sayuran kemudian dipanaskan tanpa adanya oksigen sehingga terbentuk arang utuh.

4. Dialisis
Proses membran adalah proses pemisahan senyawa dari larutan yang berisi senyawa
dengan menggunakan membran permiabel selektif. Proses membran terdiri atas proses
dialisis, elektrodialisis, dan reverse osmosis. Dialisis adalah proses pemisahan solute dari
berbagai ionik atau ukuran molekul dalam larutan oleh membran permiabel selektif.

5
5. Perpindahan oksigen dan pencampuran

Pada perlakuan lumpur aktif, lagon teraerasi, dan proses digesi diperlukan adanya
oksigen dalam proses aerobik dan proses pencampuran dengan hasil padatan tersuspensi.
Perpindahan oksigen dan proses pencampuran dilakukan dengan aerasi dari alat kompresor.
Sistem aerobik menggunakan bak terbuka yang berisi limbah cair kemudian dipasok oksigen
dalam udara untuk proses metabolisme sehingga mampu mendegradasi senyawa organik
dalam limbah cair dengan nilai BOD yang tidak terlalu tinggi.

6. Ozonisasi
20.0 Pendekatan bioteknologi ramah lingkungan terhadap limbah pestisida dan
limbah senyawa organik lainnya merupakan pendekatan yang sangat dianjurkan untuk
diterapkan meskipun proses ozonisasi lebih lama jika dibandingkan dengan proses kimia.
Ozonisasi adalah salah satu pendekatan proses kimia untuk mendegradasi limbah pestisida
dalam limbah cair dan limbah senyawa organik meskipun limbah pestisida merupakan
residu yang permanen. Residu pestisida organofosfor sangat sensitif terhadap ozonisasi
misalnya parathion, malathion, fosalon, dimefox, dan lain-lain. Tujuan ozonisasi adalah
mengeliminasi bakteri patogen dalam air maupun limbah cair. Ozon adalah oksidator
kuat yang sangat efisien untuk disinfeksi. Sebagaimana oksigen, kelarutan ozon dalam
air cukup rendah dan karena sifatnya yang tidak stabil maka disinfeksi dengan ozon
tidak memberikan residu (sisa).

6
7. Khlorin Dioksida

Khlorinasi banyak digunakan pada pengolahan dan penyediaan air domestik,


disamping itu sering pula digunakan pada air limbah yang telah diolah. Zat khlor
merupakan zat pengoksidasi, oleh karena itu jumlah khlor yang dibutuhkan tergantung
pada konsentrasi organik dan zat NH3-N dalam air yang diolah. Kebutuhan zat khlor
untuk air limbah rata-rata 40 hingga 60 mgr/l. Pada umumnya zat khlor dimasukkan ke
dalam air dalam bentuk gas Cl2, khlor dioksida (ClO2), sodium hipokhlorit (NaOCl)
dan calsium hipokhlorit Ca(OCl)2. Khlor bentuk calcium hipokhlorit lebih banyak
digunakan dari pada bentuk gas, karena penanganannya lebih mudah.
Metode penambahan khlorin ke limbah cair untuk mengoksidasi senyawa ammonia
menjadi gas nitrogen dipengaruhi oleh: waktu kontak reaksi, suhu reaksi, dan nilai pH reaksi.
Kerugian dengan melakukan metode ini adalah:

 Diperlukan sistem pengendalian nilai pH.


 Diperlukan biaya operasi mahal karena jumlah larutan NaOH dan khlorin cukup besar
dan mahal serta merupakan bahan berbahaya dan beracun (B-3).
 Diperlukan dekhlorinasi.
 Adanya senyawa karsinogen hidrokarbon terkhlorinasi.
 Sangat peka terhadap perubahan suhu untuk menghilangkan senyawa ammonia-
nitrogen sampai konsentrasi 0,10 mg/L.

7
Daftar Pustaka

Alaert,G. 1984. diterjemahkan oleh Santika, S. Metoda Penelitian Air. Surabaya: Usaha
Nasional.

Budi Supriyatno. 2000. Pengelolaan Air Limbah Yang Berwawasan Lingkungan Suatu
Strategi Dan Langkah Penanganannya. Jurnal Teknologi Lingkungan. Vol.1, No. 1.

Nugroho, P. 2002. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri. Jakarta: Pusat Pengkajian
dan Penerapan Teknologi Lingkungan.

Siregar, S.A. 2005. Instalasi Pengolahan Air Limbah. Yogyakarta: Kanisius.

Suharto.2010. Limbah Kimia Dalam Pencemaran Air dan Udara. Yogyakarta: Andi.

Susana, Eni, and Tri Suyaningsih. 2010. Teknologi Pengolahan Limbah Cair Industri Rambut
Palsu Dengan Cara Kimia dan Biologi Aerob. Teknik Kimia: UNDIP.

Anda mungkin juga menyukai