Anda di halaman 1dari 5

Kawans,

Di-ilhami dari paparan


Atok Subiakto tentang
USAHA KEBUN KAYU
DENGAN JENIS CEPAT
TUMBUH yang
dilaksanakan Jumat
yang lalu di Aula R.
Sudiarto, maka dengan
berbekal SPT dari
Kapuskonser
no.67/2013 mulai tanggal 2 s/d 6 Maret 2012 saya berangkat
untuk ikut meninjau salah satu tegakan cepat tumbuh andalan
kita yaitu Duabanga moluccana di sekitar Gunung Tambora,
Bima-Dompu, Nusa
Tenggara Barat.

Seperti biasa,
perjalanan dimulai
jam 04.30 pagi dari
Cengkareng dengan
pesawat JT, karena
hanya JT itulah yg
terbang langsung dari
Jakarta ke Bima.
Transit dulu di
bandara Ngurah Rai
yang walaupun sedang dalam renovasi besar-besaran tetapi
suasana Nyepi sudah terasa.
Destinasi akhir adalah
bandara Sultan Muhammad
Salahuddin di Bima.
Mendarat sekitar jam 10.30
wita, berarti perjalanan dari
Jakarta memakan waktu
lebih dari 5 jam termasuk
waktu menunggu (transit) di
Ngurah Rai. Dengan waktu
sepanjang itu, dari Jakarta biasanya saya sudah bisa mendarat di
bandara Svarnabhumi Bangkok.

Ternyata Raju Mas, demikian pohon Duabanga ini disebut oleh


masyarakat, sudah sangat dikenal oleh masyarakat NTB,
terutama disekitar lereng barat Gunung Tambora. Dilereng arah
barat inilah curah hujan terbesar, karena uap air yg mengendap
dipuncak Tambora, kebanyakan memang jatuh didaerah ini.
Karena itu, tidak heran, jika tanah dilokasi ini relatif subur, dan
iklimnya agak basah.

Karena kesuburan tanah ini,


banyak masyarakat yang
mencampur tanaman Raju
Mas nya dengan
empon-empon,
kebanyakan kunyit.
Kunyit adalah salah
satu bahan baku
kuliner daerah Dompu
dan Bima.

Adalah Haji Munir yang


pertama kami temui,
beliau menceritakan
bahwa sudah sejak
lama membangun persemaian
Raju Mas ini, sejak sebelum
diperkenalkan program
Gerhan. Bahkan tawaran dana
KBR yg baru-baru ini
diluncurkan oleh Kemhut
ditolaknya, “ribet” katanya.
Dengan usaha mandiri, Haji
Munir mengembangkan
persemaian Raju Mas dengan konsumen masyarakat sekitar.

Melihat pertumbuhannya, jenis kayu ini memang luar biasa. Saya


kira bisa lebih cepat dari sengon bahkan dari Anthocephalus sp.
Dalam dua tahun saja (tidak dipelihara) pertumbuhannya saya
kira sudah lebih dari 10 cm (lihat gambar).

Ada “ilmu baru” yang saya dapat dari hasil diskusi dengan Haji
Munir ini. Ternyata Raju Mas ini ada tiga jenis, yaitu putih, kuning
dan hitam. Tiga2nya namanya
sama, yaitu Raju Mas
(Duabanga moluccana). Yang
putih paling ringan dan yang
kuning agak berat. Sedangkan
yang hitam (saya lihat kayunya
tidak betul2 hitam, tapi agak
berwarna gelap, dibandingkan
dengan dua jenis lainnya) adalah kelas kayu tenggelam. Kayu
duabanga yang hitam ini
yang banyak dicari orang.

Tugas para penelitilah saya


kira untuk membedakan
nama ilmiah dari tiga jenis
duabanga ini. Tidak mungkin
tiga2nya bernama sama
bukan?

Petani Raju Mas membedakan yang putih dan yang kuning dari
penampakan luar kulit kayunya. Bagi orang awam seperti saya,
terus terang saja tidak bisa membedakan. Tapi haji Munir dengan
sekilas saja, sudah bisa menunjukkan mana duabanga putih dan
mana yang kuning. Sedangkan duabanga hitam dicirikan dari
warna pucuk daunnya yang berwarna merah agak gelap, seperti
warna daun jengkol. Sepintas, daun duabanga ini memang
seperti daun jabon tapi lebih kecil.

Nah, demam menanam kayu ini di masyarakat sudah meluas.


Biarkanlah mereka yang bergerak untuk menanam.
Apa yg bisa kita lakukan sebagai rimbawan peneliti? Yang perlu
dilakukan oleh peneliti, adalah memberikan bimbingan ilmiah
tentang tata cara penanaman yang baik, pemeliharaan,
pemupukan, dsb. Termasuk juga bagaimana cara pemanfaatan
kayunya dengan baik. Terutama perbedaan penggunaan dari
masing2 jenis yg tiga tadi. Tentunya harus didahului dengan
penelitian2 ilmiah tentang sifat2 kayu, ketahanan, hama penyakit,
dsb. Kegiatan penelitian pertumbuhan duabanga sudah banyak
dilakukan oleh Balai Penelitian di KHDTK Rarung.

Salam, afm

Anda mungkin juga menyukai