Anda di halaman 1dari 17

KATA PENGANTAR

Assallamuallaikum Wr.Wb
Puji syukur kehadirat Tuhan YME atas limpaan ramat hidayan serta taufiknya maka
makalah yang berjudul PERAWATAN ASKEP PERSONAL HYGIENE RAMBUT DAN
HIDUNG ini bisa teselesaikan dengan lancar. Tidak lupa shalawat serta salam kepada
Rasullalah kita yang membawa zaman kebodohan ke jalan yang terang benderang ini dan
yang kita nantikan syafaatnya di yaumul akhir nanti.
Kita tidak lupa mengucapkan banyak terimakasih kepada
1. KH.MUTAWAKKIL ALLAH SH.MM,(Selaku pe ngasuh Ponpes ZAHA)

2. NS.TITIK SUHARTINI M.KEP (Selaku ketua hafhawaty ZAHA dan


selaku dosen pembimbing)

3. NS.IIN AINI ISNAWATI M.KES (Selaku KAPRODI S1 Kep)

Makalah ini berisi tentang bagaimana perawat bisa melakukan personal hygein
kepada pasien terutama yang di bahas di sii adalah perawatan pada mulut dan rambut. Yang
nantinya di harakan kami semuanya bisa mengerti dan bisa mengaplikasikanya kepada pasein
kita nanti.

Kami menyadari makalah ini jauh dari sempurna maka kritik dan saran yang
membangun sangat kami butuhkan untuk perbaikan dan dalam pembuatan makalah
selanjutnya. Terima Kasih
Wassalalmuallaikum Wr.Wb
Situbondo,15 April 2014

Penyusun
DAFTAR ISI
Kata pengantar .................................................................................................

Daftar isi...........................................................................................................

BAB I PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang..............................................................................

1.2 Tujuan penulisan...........................................................................

1.3 Metode penulisan.........................................................................

1.4 Sistematika penulisan...................................................................

BAB II TINJAUAN TEORI

2.1 Definisi Distosia...........................................................................

2.2 Patofisiologi..................................................................................

2.3 Etiologi.........................................................................................

2.4 Faktor Penyebab Distosia.............................................................

2.5 Komplikasi Distosia......................................................................

2.6 Penatalaksanaan............................................................................

Asuhan Keperawatan

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan ...................................................................................

B. Saran..............................................................................................

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Persalinan merupakan kejadian fisiologis yang normal. Persalinan normal adalah proses
pengeluaran bayi yang terjadi pada kehamilan cukup bulan (37-40 minggu), letak bujur atau sejajar
sumbu badan ibu, dengan presentasi belakang kepala terdapat keseimbangan antara diameter
kepala bayi dan panggul ibu, lahir spontan dengan kekuatan tenaga ibu sendiri, dan proses kelahiran
berlangsung kurang lebih 18 jam, tanpa komplikasi baik pada ibu maupun janin. Sebagian besar
persalinan adalah persalinan normal, hanya 12-15% merupakan persalinan patologis, seperti
distosia. Distosia sendiri dapat disebabkan oleh beberapa faktor yang salah satunya disebabkan oleh
kelainan tenaga.

Distosia karena kelainan tenaga (HIS) adalah HIS yang tidak normal, sehingga dapat
menimbulkan penyulit pada saat persalinan, dan pada beberapa kasus dapat mengakibatkan
kematian pada janin maupun ibu.

Angka kejadian distosia bahu tergantung pada kriteria diagnosa yang digunakan. Salah
satu kriteria diagnosa distosia bahu adalah bila dalam persalinan pervaginam untuk melahirkan bahu
harus dilakukan maneuver khusus seperti traksi curam bawah dan episiotomi.

Gross dkk (1987) Dengan menggunakan kriteria diatas menyatakan bahwa dari 0.9%
kejadian distosia bahu yang tercatat direkam medis, hanya 0.2% yang memenuhi kriteria diagnosa
diatas.

Spong dkk (1995) menggunakan sebuah kriteria objektif untuk menentukan adanya
distosia bahu yaitu interval waktu antara lahirnya kepala dengan seluruh tubuh. Nilai normal interval
waktu antara persalinan kepala dengan persalinan seluruh tubuh adalah 24 detik , pada distosia
bahu 79 detik. Mereka mengusulkan bahwa distosia bahu adalah bila interval waktu tersebut lebih
dari 60 detik.

American College of Obstetrician and Gynecologist (2002) : angka kejadian distosia bahu
bervariasi antara 0.6 – 1.4%.
B. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Agar mahasiswi dapat mengetahui dan memahmi dengan jelas tentang distosia karena kelainan HIS.

2. Tujuan Khusus

a) Mahasiswi mengerti dan memahami pengertian HIS dan Distosia.

b) Mahasiswi mengerti dan memahami etiologi distosia karena kelaian HIS.

c) Mahasiswi mengerti dan memahami komplikasi yang disebabkan oleh distosia karena kelainan
HIS.

d) Mahasiswi dapat memberikan intervensi yang tepat pada kasus distosia karena kelainan HIS.
BAB II

TINJAUAN TEORI

A. PENGERTIAN DISTOSIA KARENA KELAINAN HIS

Distosia adalah kesulitan dalam jalannya persalinan. Distosia dapat disebabkan karena
kelainan HIS (HIS hipotonik dan hipertonik), karena kelainan mbesar anak, bentuk anak
(Hidrocefalus, kembar siam, prolaps tali pusat), letak anak (letak sungsang dan lintang), serta karena
kelainan jalan lahir.

B. PATOFISIOLOGI

Setelah kelahiran kepala, akan terjadi putaran paksi luar yang menyebabkankepala berada
pada sumbu normal dengan tulang belakang bahu pada umumnya akanberada pada sumbu miring
(oblique) di bawah ramus pubis. Dorongan pada saat ibumeneran akan meyebabkan bahu depan
(anterior) berada di bawah pubis, bila bahugagal untuk mengadakan putaran menyesuaikan dengan
sumbu miring dan tetapberada pada posisi anteroposterior, pada bayi yang besar akan terjadi
benturan bahudepan terhadap simfisis sehingga bahu tidak bisa lahir mengikuti kepala.

2.3 ETIOLOGI

Distosia bahu terutama disebabkan oleh deformitas panggul, kegagalan bahuuntuk “melipat”
ke dalam panggul (misal : pada makrosomia) disebabkan oleh faseaktif dan persalinan kala II yang
pendek pada multipara sehingga penurunan kepalayang terlalu cepat menyebabkan bahu tidak
melipat pada saat melalui jalan lahir atau kepala telah melalui pintu tengah panggul setelah
mengalami pemanjangan kala IIsebelah bahu berhasil melipat masuk ke dalam panggul.

2.4 FAKTOR PENYEBAB DISTOSIA

1. Distosia Karena Kelainan His

Kelainan his dapat berupa inersia uteri hipotonik atau inersia uteri hipertonik.

A. Inersia Uteri Hipotonik.

Adalah kelainan his dengan kekuatan yang lemah / tidak adekuat untuk melakukan
pembukaan serviks atau mendorong anak keluar. Di sini kekuatan his lemah dan frekuensinya
jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan umum kurang baik seperti anemia,
uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidramnion atau kehamilan kembar atau makrosomia,
grandemultipara atau primipara, serta pada penderita dengan keadaan emosi kurang baik.

Dapat terjadi pada kala pembukaan serviks, fase laten atau fase aktif, maupun pada kala
pengeluaran.
Inersia uteri hipotonik terbagi dua, yaitu :

1) Inersia uteri primer

Terjadi pada permulaan fase laten. Sejak awal telah terjadi his yang tidak adekuat ( kelemahan his
yang timbul sejak dari permulaan persalinan ), sehingga sering sulit untuk memastikan apakah
penderita telah memasuki keadaan inpartu atau belum.

2) Inersia uteri sekunder

Terjadi pada fase aktif kala I atau kala II. Permulaan his baik, kemudian pada keadaan selanjutnya
terdapat gangguan / kelainan.

Penanganan :

1. Keadaan umum penderita harus diperbaiki. Gizi selama kehamilan harus diperhatikan.

2. Penderita dipersiapkan menghadapi persalinan, dan dijelaskan tentang


kemungkinan-kemungkinan yang ada.

3. Teliti keadaan serviks, presentasi dan posisi, penurunan kepala / bokong


bila sudah masuk PAP pasien disuruh jalan, bila his timbul adekuat
dapat dilakukan persalinan spontan, tetapi bila tidak berhasil maka akan
dilakukan sectio cesaria.

B. Inersia Uteri Hipertonik

Adalah kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai melebihi normal)
namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan bawah uterus, sehingga tidak
efisien untuk membuka serviks dan mendorong bayi keluar.

Disebut juga sebagai incoordinate uterine action. misalnya "tetania uteri" karena obat uterotonika
yang berlebihan. Pasien merasa kesakitan karena his yang kuat dan berlangsung hampir terus-
menerus. Pada janin dapat terjadi hipoksia janin karena gangguan sirkulasi uteroplasenter.

Faktor yang dapat menyebabkan kelainan ini antara lain adalah rangsangan pada uterus, misalnya
pemberian oksitosin yang berlebihan, ketuban pecah lama dengan disertai infeksi, dan sebagainya.

Penanganan :

Dilakukan pengobatan simtomatis untuk mengurangi tonus otot, nyeri, mengurangi ketakutan.
Denyut jantung janin harus terus dievaluasi.
Bila dengan cara tersebut tidak berhasil, persalinan harus diakhiri dengan sectio cesarea.
2. Distosia Karena Kelainan Letak

A. Letak Sungsang

Letak sungsang adalah janin terletak memanjang dengan kepala di fundus uteri dan bokong
dibawah bagian cavum uteri.

Macam –Macam Letak Sungsang :

1) Letak bokong murni ( frank breech )

Letak bokong dengan kedua tungkai terangkat ke atas.

2) Letak sungsang sempurna (complete breech)

Kedua kaki ada disamping bokong dan letak bokong kaki sempurna.

3) Letak sungsang tidak sempurna ( incomplete breech )

Selain bokong sebagian yang terendah adalah kaki atau lutut.

Etiologi Letak Sungsang :

1. Fiksasi kepala pada PAP tidak baik atau tidak ada ; pada panggul sempit, hidrocefalus,
anencefalus, placenta previa, tumor.

2. Janin mudah bergerak ; pada hidramnion, multipara, janin kecil (prematur).

3. Gemelli

4. Kelainan uterus ; mioma uteri

5. Janin sudah lama mati

6. Sebab yang tidak diketahui.

Diagnosis Letak Sungsang :

1. Pemeriksaan luar, janin letak memanjang, kepala di daerah fundus uteri

2. Pemeriksaan dalam, teraba bokong saja, atau bokong dengan satu atau dua kaki.

Syarat Partus Pervagina Pada Letak Sungsang :

1. janin tidak terlalu besar

2. tidak ada suspek CPD

3. tidak ada kelainan jalan lahir

Jika berat janin 3500 g atau lebih, terutama pada primigravida atau multipara dengan
riwayat melahirkan kurang dari 3500 g, sectio cesarea lebih dianjurkan.
B. Prolaps Tali Pusat

Yaitu tali pusat berada disamping atau melewati bagian terendah janin setelah ketuban
pecah. Bila ketuban belum pecah disebut tali pusat terdepan.
Pada keadaan prolaps tali pusat ( tali pusat menumbung ) timbul bahaya besar, tali pusat terjepit
pada waktu bagian janin turun dalam panggul sehingga menyebabkan asfiksia pada janin.

Prolaps tali pusat mudah terjadi bila pada waktu ketuban pecah bagian terdepan janin masih berada
di atas PAP dan tidak seluruhnya menutup seperti yang terjadi pada persalinan ; hidramnion, tidak
ada keseimbangan antara besar kepala dan panggul, premature, kelainan letak.

Diagnosa prolaps tali pusat ditegakkan bila tampak tali pusat keluar dari liang senggama atau
bila ada pemeriksaan dalam teraba tali pusat dalam liang senggama atau teraba tali pusat di
samping bagian terendah janin.

Pencegahan Prolaps Tali Pusat :

Menghindari pecahnya ketuban secara premature akibat tindakan kita.

Penanganan Tali Pusat Terdepan ( Ketuban belum pecah ) :

a. Usahakan agar ketuban tidak pecah

b. Ibu posisi trendelenberg

c. Posisi miring, arah berlawanan dengan posisi tali pusat

d. Reposisi tali pusat

Penanganan Prolaps Tali Pusat :

a. Apabila janin masih hidup , janin abnormal, janin sangat kecil harapan hidup Tunggu partus
spontan.

b. Pada presentasi kepala apabila pembukaan kecil, pembukaan lengkap


Vacum ekstraksi, porcef.

c. Pada Letak lintang atau letak sungsang Sectio cesaria

3. Distosia Karena Kelainan Jalan Lahir

Distosia karena kelainan jalan lahir dapat disebabkan adanya kelainan pada jaringan keras /
tulang panggul, atau kelainan pada jaringan lunak panggul.
A. Distosia karena kelainan panggul/bagian keras Dapat berupa :

1. Kelainan bentuk panggul yang tidak normal gynecoid, misalnya panggul jenis Naegele, Rachitis,
Scoliosis, Kyphosis, Robert dan lain-lain.

2. Kelainan ukuran panggul.

Panggul sempit (pelvic contaction) Panggul disebut sempit apabila ukurannya 1 – 2 cm kurang
dari ukuran yang normal.

Kesempitan panggul bisa pada :

1. Kesempitan pintu atas panggulInlet dianggap sempit apabila cephalopelvis kurang dari 10 cm
atau diameter transversa kurang dari 12 cm. Diagonalis (CD) maka inlet dianggap sempit bila CD
kurang dari 11,5 cm.

2. Kesempitan midpelvis

a) Diameter interspinarum 9 cm

b) Kalau diameter transversa ditambah dengan diameter sagitalis posterior kurang dari 13,5 cm.

Kesempitan midpelvis hanya dapat dipastikan dengan RO – pelvimetri.

Midpelvis contraction dapat member kesulitan sewaktu persalinan sesudah kepala melewati pintu
atas panggul.

3. Kesempitan outlet

Kalau diameter transversa dan diameter sagitalis posterior kurang dari 15 cm.

Kesempitan outlet, meskipun mungkin tidak menghalangi lahirnya janin, namun dapat
menyebabkan rupture perineal yang hebat. Karena arkus pubis sempit, kepala janin terpaksa
melalui ruang belakang.

Ukuran rata-rata panggul wanita normal

1) Pintu atas panggul (pelvic inlet) :

Diameter transversal (DT) + 13.5 cm. Conjugata vera (CV) + 12.0 cm. Jumlah rata-rata kedua
diameter minimal 22.0 cm.

2) Pintu tengah panggul (midpelvis) :

Distansia interspinarum (DI) + 10.5 cm. Diameter anterior posterior (AP) + 11.0 cm. Jumlah rata-rata
kedua diameter minimal 20.0 cm.

3) Pintu bawah panggul (pelvic outlet) :


Diameter anterior posterior (AP) + 7.5 cm. Distansia intertuberosum + 10.5 cm. Jumlah rata-rata
kedua diameter minimal 16.0 cm. Bila jumlah rata-rata ukuran pintu-pintu panggul tersebut kurang,
maka panggul tersebut kurang sesuai untuk proses persalinan pervaginam spontan.

B. Kelainan jalan lahir lunak

Adalah kelainan serviks uteri, vagina, selaput dara dan keadaan lain pada jalan lahir yang
menghalangi lancarnya persalinan.

1) Distosia Servisis

Adalah terhalangnya kemajuan persalinan disebabkan kelainan pada servik uteri. Walaupun harus
normal dan baik, kadang – kadang permukaan servik menjadi macet karena ada kelainan yang
menyebabkan servik tidak mau membuka.

Ada 4 jenis kelainan pada servik uteri :

 Servik kaku (rigid cervix)

 Servik gantung (hanging cervix)

 Servik konglumer (conglumer cervix)

 Edema servik

2) Kelainan selaput darah dan vagina

 Selaput dara yang kaku, tebal

 Penanganannya : dilakukan eksisi selaput dara (hymen)

 Septa vagina

 Sirkuler Anteris–posterior

Penanganan :

 Dilakukan eksisi sedapat mungkin sehingga persalinan berjalan Lancar

 Kalau sulit dan terlalu lebar, dianjurkan untuk melakukan sectio Cesaria

3) Kelainan – kelainan lainnya

 Tumor – tumor jalan lahir lunak : kista vagina ; polip serviks, mioma
uteri, dan sebagainya.

 Kandung kemih yang penuh atau batu kandung kemih yang besar.

 Rectum yang penuh skibala atau tumor.

 Kelainan letak serviks yang dijumpai pada multipara dengan perut


gantung.
 Ginjal yang turun ke dalam rongga pelvis.

 Kelainan – kelainan bentuk uterus : uterus bikorvus, uterus septus,


uterus arkuatus dan sebagainya

B. ETIOLOGI DISTOSIA KARENA KELAINAN HIS

Distosia karena kelainan HIS dapat disebabkan oleh berbagai faktor, antara lain:

1. Primigravida, multigravida dan grandemultipara.

2. Herediter, emosi dan ketakutan memegang peranan penting.

3. Salah pimpinan persalinan, atau salah dalam pemberian obat-obatan.

4. Bagian terbawah janin tidak berhubungan rapat dengan segmen bawah rahim.

Ini dijumpai pada kelainan letak janin dan disproporsi sefalopelvik.

5. Kelainan uterus, misalnya uterus bikornis unikolis.

6. Kehamilan postmatur.

C. KOMPLIKASI YANG DISEBABKAN KARENA KELAINAN HIS

Kelainan his (insersia uteri) dapat menimbulkan kesulitan, yaitu :

1. Kematian atau jejas kelahiran

2. Bertambahnya resiko infeksi

3. Kelelahan dan dehidrasi dengan tanda-tanda : nadi dan suhu meningkat, pernapasan cepat,
turgor berkurang, meteorismus dan asetonuria.

D. PENATALAKSANAAN PADA KELAINAN HIS

Kelainan his dapat diatasi dengan :

1. Pemberian infus pada persalinan lebih 18 jam untuk mencegah timbulnya gejala-
gejala atau penyulit diatas.

2. Insersia uteri hipotoni : jika ketuban masih ada maka dilakukan amniotomi dan
memberikan tetesan oksitosin (kecuali pada panggul sempit, penanganannya di-
seksio sesarea)
ASUHAN KEPEREWATAN
Pengkajian

1. Identitas Klien
2. Riwayat Kesehatan

 Riwayat Kesehatan Dahulu


 Riwayat Kesehatan Sekarang
 Riwayat Kesehatan Keluarga

1. Riwayat Kesehatan Dahulu

A Kepala : rambut tidak rontok, kulit kepala bersihtidak ada ketombe

B Mata : Biasanya konjungtiva anemis

C Thorak : Inpeksi pernafasan : Frekuensi, kedalam, jenis pernafasan,

D Abdomen : Kaji his (kekuatan, frekuensi, lama), biasanya his kurang semenjak awal
persalinan atau menurun saat persalinan, biasanya posisi, letak, presentasi dan sikap anak
normal atau tidak, raba fundus keras atau lembek, biasanya anak kembar/ tidak, lakukan
perabaab pada simpisis biasanya blas penuh/ tidak untuk mengetahui adanya distensi usus
dan kandung kemih.

E Vulva dan Vagina : Lakukan VT, biasanya ketuban sudah pecah atau belum, edem pada
vulva/ servik, biasanya teraba promantorium, ada/ tidaknya kemajuan persalinan, biasanya
teraba jaringan plasenta untuk mengidentifikasi adanya plasenta previa.

F Panggul : Lakukan pemeriksaan panggul luar, biasanya ada kelainan bentuk panggul dan
kelainan tulang belakang

3.2Diagnosa Keperawatan

1 Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d tekanan kepala pada servik, partus lama, kontraksi tidak
efektif.

2 Resiko tinggi cedera janin b/d penekanan kepala pada panggul, partus lama, CPD.

3 Resiko tinggi kekurangan cairan b/d hipermetabolisme, muntah, pembatasan masukan


cairan.

4 Resiko tinggi cedera maternal b/d kerusakan jaringan lunak karena persalinan lama.

5 Resiko tinggi infeksi b/d rupture membrane, tindakan invasive.

6 Cemas b/d persalinan lama

3.3Intervensi
1 Gangguan rasa nyaman : nyeri b/d tekanan kepala pada servik, partus lama, kontraksi tidak
efektif.

Tujuan : Kebutuhan rasa nyaman terpenuhi/ nyeri berkurang.

Kriteria : - Klien tidak merasakan nyeri lagi.

- Klien tampak rilek

- Kontraksi uterus efektif

- Kemajuan persalinan baikI

Intervensi :

a) Tentukan sifat, lokasi dan durasi nyeri, kaji kontraksi uterus, hemiragic dan nyeri
tekan abdomen

Rasional : Membantu dalam mendiagnosa dan memilih tindakan, penekanan kepala


pada servik yang berlangsung lama akan menyebabkan nyeri.

b) Kaji intensitas nyeri klien dengan skala nyeri

Rasional : Setiap individu mempunyai tingkat ambang nyeri yang berbeda, denga
skala dapat diketahui intensitas nyeri klien.

c) Kaji stress psikologis/ pasangan dan respon emosional terhadap kejadian

Rasional : Ansietas sebagai respon terhadap situasi darurat dapat memperberat


derajat ketidaknyamanan karena sindrom ketegangan takut nyeri.

d) Berikan lingkungan yang nyaman, tenang dan aktivitas untuk mengalihkan nyeri,
Bantu klien dalam menggunakan metode relaksasi dan jelaskan prosedur

Rasional :Teknik relaksasi dapat mengalihkan perhatian dan mengurangi rasa nyeri.

e) Kuatkan dukungan social/ dukungan keluarga.

Rasional : Dengan kehadiran keluarga akan membuat klien nyaman, dan dapat
mengurangi tingkat kecemasan dalam melewati persalinan, klien merasa diperhatikan
dan perhatian terhadap nyeri akan terhindari.
2 Resiko tinggi cedera janin b/d penekanan kepala pada panggul, partus lama, CPD.

Tujuan : Cedera pada janin dapat dihindari

Kriteria : - DJJ dalam batas normal

- Kemajuan persalinan baik

Intervensi :

 Melakukan manuver Leopold untuk menentukan posis janin dan presentasi

Rasional : Berbaring tranfersal atau presensasi bokong memerlukan kelahiran sesarea.


Abnormalitas lain seperti presentasi wajah, dagu, dan posterior juga dapat
memerlukan intervensi khusus untuk mencegah persalinan yang lama

 Dapatkan data dasar DJJ secara manual dan atau elektronik, pantau dengan sering
perhatikan variasi DJJ dan perubahan periodic pada respon terhadap kontraksi uterus.

Rasional : DJJ harus direntang dari 120-160 dengan variasi rata-rata percepatan
dengan variasi rata-rata, percepatan dalam respon terhadap aktivitas maternal, gerakan
janin dan kontraksi uterus.

 Catat kemajuan persalinan.

Rasional : Persalinan lama/ disfungsional dengan perpanjangan fase laten dapat


menimbulkan masalah kelelahan ibu, stress berat, infeksi berat, haemoragi karena
atonia/ rupture uterus. Menempatkan janin pada resiko lebih tinggi terhadap hipoksia
dan cedera

 Infeksi perineum ibu terhadap kutil vagina, lesi herpes atau rabas klamidial

Rasional : Penyakit hubungan kelamin didapat oleh janin selama proses melahirkan
karena itu persalinan sesaria dapat diidentifikasi khususnya klien dengan virus herpes
simplek tipe II

 Catat DJJ bila ketuban pecah setiap 15 menit.

Rasional : Perubahan pada tekanan caitan amnion dengan rupture atau variasi
deselerasi DJJ setelah robek dapat menunjukkan kompresi tali pusat yang
menurunkan transfer oksigen kejanin

 Posisi klien pada posisi punggung janin

Rasional :Meningkatkan perfusi plasenta/ mencegah sindrom hipotensif telentang.


GAMBAR DISTOSIA
BAB III
PENUTUP

 Implementasi

Setelah rencana tindakan keperawatan disusun secara sistemik. Selanjutnya rencana tindakan
tersebut diterapkan dalam bentuk kegiatan yang nyata dan terpadu guna memenuhi kebutuhan
dan mencapai tujuan yang diharapkan.

 Evaluasi

Akhir dari proses keperawatan adalah ketentuan hasil yang diharapkan terhadap perilaku dan
sejauh mana masalah klien dapat teratasi. Disamping itu perawat juga melakukan umpan
balik atau pengkajian ulang jika tujuan ditetapkan belum berhasil/ teratasi.

 Kesimpulan

Persalinan tidak selalu berjalan lancar, terkadang ada kelambatan dan kesulitan yang
dinamakan distosia. Salah satu penyebab distosia itu adalah karena kelainan his yaitu suatu
keadaan dimana his tidak normal, baik kekuatannya maupun sifatnya sehingga menghambat
kelancaran persalinan. Kelainan his dapat diklasifikasikan menjadi Insersia uteri hipotoni
(disfungsi uteri hipotonik) yaitu kontraksi uterus terkoordinasi tetapi tidak adekuat. Disini
kekuatan his lemah dan frekuensinya jarang. Sering dijumpai pada penderita dengan keadaan
umum kurang baik seperti anemia, uterus yang terlalu teregang misalnya akibat hidroamnion
atau kehamilan kembar atau makrosomia, grandemultipara atau primipara, serta pada
penderita dengan keadaan emosi kurang baik. dan Insersia uteri hipertoni (disfungsi uteri
hipertonik / disfungsi uteri inkoordinasi) yaitu kontraksi uterus tidak terkoordinasi, kuat tetapi
tidak adekuat, kelainan his dengan kekuatan cukup besar (kadang sampai melebihi normal)
namun tidak ada koordinasi kontraksi dari bagian atas, tengah dan bawah uterus, sehingga
tidak efisien untuk membuka serviks dan mendorong bayi keluar.

 Saran

1 Ibu Hamil.

Diharapkan kepada ibu selama dalam masa kehamilan agar melakukan kunjungan /
pemeriksaan kehamilan, untuk mengetahui perubahan berat badan pada ibu dan bayi
bertambah atau tidak sesuai dengan usia kehamilan ataupun ibu yang mengalami riwayat
penyakit sistematik. Agar nantinya bisa didiagnosa apakah ibu bisa bersalin dengan normal
atau tidak.

2 Petugas Kesehatan

Diharapkan kepada tenaga kesehatan agar mampu menekan AKI/AKB dengan cara
mengurangi komplikasi-komplikasi yang terjadi pada ibu hamil.
DAFTAR PUSTAKA

Mochtar,MPH, Rustam.1998.Sinopsis Obstetri jilid 1. Jakarta : EGC.

Wiknjosastro, Hanifa.2007.Ilmu Kebidanan.Jakarta:Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo.

http://hidayat2.wordpress.com/2009/05/16/distosia/

http://hayackg.wordpress.com/2013/12/09/asuhan-keperawatan-pada-ibu-hamil-dengan-distosia/

Anda mungkin juga menyukai