Anda di halaman 1dari 5

DETERMINAN EKOLOGI PADA KASUS GIZI BURUK BALITA

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pangan dan gizi merupakan unsur yang penting dalam membentuk


kualitas sumber daya manusia. Gizi seseorang sangat tergantung dari
kualitas dan kuantitas pangan yang dikonsumsinya. Indonesia hingga saat
ini belum terlepas dari masalah gizi, hal ini terlihat dari masih tinginya
kasus gizi buruk. Di Indonesia masih terdapat 1,3 juta balita yang
mengalami gizi buruk (Liputan6, 2011).

Ketahanan pangan suatu individu atau rumah tangga berada dalam


keadaan tahan apabila kebutuhan pangannya setiap saat dapat dipebuhi
baik secara kuantitas dan kualitas. Namun hal itu belum sepenuhnya
terwujud di Indonesia, karena masih terdapat kasus gizi buruk terjadi di
Provinsi Sumatera Utara, terdapat 375 kasus gizi buruk pada tahun 2011
(Kustinah,2012). Masalah Gizi merupakan masalah ekologi karena
adanya interaksi antara berbagai faktor lingkungan, baik fisik, sosial,
ekonomi, budaya maupun politik (Jelliffe & Jelliffe,1989). Beberapa faktor
resiko penyebab gizi buruk adalah pengetahuan ibu tentang gizi, penyakit
infeksi, kualitas air bersih, pengetahuan ibu terhadap pengolahan
makanan dan status ekonomi keluarga.

Menurut Williams (1993), masalah yang menyebabkan malnutrisi


adalah rendahnya pengetahuan ibu tentang gizi anak dan kurangnya
pengertian tentang kebiasaan makan yang baik. Ibu merupakan
penunjang tumbuh kembangnya anak hingga dewasa. Pengetahuan ibu
yang tinggi terhadap gizi anak mendukung terwujudnya sikap dan
tindakan yang tinggi terhadap gizi anak. Kustinah (2012) pada medan
bisnis menyatakan bahwa pada, pendidikan mengenai gizi yang rendah
masih menjadi faktor terjadinya kasus gizi buruk di kepulauan Nias.

Penyakit penyerta merupakan faktor pemberat terjadinya kasus gizi


buruk. Berdasarkan data yang diperoleh, kasus gizi buruk yang terjadi di
Sumatera Utara, penderita gizi buruk umumnya diikuti dengan penyakit
penyerta seperti TB Paru, Hepatomegali, anemia berat dan diare berat
(Kustinah,2011). Scrimshaw, selama bertugas di Gorgas Hospital,
Panama pada kurun waktu 1945-1946, mengamati bahwa tuberkolosa
adalah penyakit yang leibh banyak diderita anak-anak atau dewasa yang
menderita kurang gizi dari pada anak-anak atau dewasa yang status
gizinya lebih baik. Scrimshaw (2003) juga mengemukakan bahwa terdapat
kaitan antara kekurangan gizi tingkat sedang dan buruk pada awal
penyakit infeksi.

Air bersih yang memenuhi syarat kesehatan merupakan motor


penggerak untuk mendukung kehidupan manusia yang sehat.
Pengonsumsian air yang bersih dan bebas dari zat-zat pencemar
sangatlah penting untuk menunjang kesehatan tubuh. Seperti diketahui,
air yang tercemar selain dapat merusak ginjal juga dapat menimbulkan
berbagai penyakit, di antaranya diare, tifus, dan kolera. Di dalam gizi
seimbang air merupakan zat gizi esensial dan komponen utama. Air
berperan penting bagi tubuh manusia, berfungsi sebagai zat pembangun,
pelarut, pengangkut zat gizi, zat buangan, pengatur suhu tubuh, pelumas,
dan penahan guncangan selain menjaga keseimbangan air, masyarakat
juga harus memperhatikan kebersihan air yang dikonsumsi agar terhindar
dari berbagai penyakit (Hardinsyah, 2012)

Pengetahuan ibu terhadap pengolahan makanan mendukung


tesedianya pangan yang berkualitas. Makanan harus diolah dengan cara
yang benar. Hal ini bertujuan agar kandungan zat gizinya tidak hilang.
Setiap jenis makanan harus diolah sesuai dengan sifat-sifatnya.
Pengolahan makanan dengan baik yaitu dengan prinsip hygiene sanitasi
makanan dapat mencegah terjadinya kontaminasi makanan dari
komponen pencemar. Makanan yang tidak terkontaminasi mendukung
tersedianya pangan yang berkualitas.

Ekonomi merupakan suatu modal atau kekuatan bagi keluarga


untuk mendapatkan ketahanan pangan yang maksimal. Dengan ekonomi
yang tinggi, individu maupun keluarga dapat memenuhi kebutuhan
pangannya. Golongan ekonomi yang rendah lebih banyak menderita gizi
kurang dibandingkan golongan menengah ke atas (Suparyanto, 2011).

Kabupaten Nias Selatan merupakan salah satu kabupaten di


Sumatera Utara yang terletak di kepulauan Nias. Nias Selatan merupakan
wilayah prevalensi kasus gizi buruk di Sumatera Utara. Terdapat 10 kasus
gizi buruk di Kabupaten Nias Selatan pada tahun 201 (Kustinah,2012).
Dengan tingginya kasus gizi buruk ini, maka peneliti tertarik untuk
mengadakan penelitian mengenai determinan ekologi pada kasus gizi
buruk di kecamatan X Kabupaten Nias Selatan.

B. Rumusan Masalah
Dari penjelasan latar belakang diatas dapat dirumuskan masalah
masalah sebagai berikut ; Apakah determinan ekologi berpengaruh pada
kasus gizi buruk balita di kecamatan x Kabupaten Nias Selatan pada
tahun 2011

C. Tujuan Penelitian

1. Tujuan Umum
Tujuan umum dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh determinan ekologi pada kasus gizi buruk balita di
Kecamatan X Kabuupaten Nias Selatan tahun 2011.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu tentang gizi
dengan gizi buruk pada Kecamatan X Kabuupaten Nias
Selatan tahun 2011.
b. Untuk mengetahui hubungan penyakit infeksi dengan gizi buruk
pada Kecamatan X Kabuupaten Nias Selatan tahun 2011.
c. Untuk mengetahui hubungan kualitas air bersih dengan gizi
buruk pada Kecamatan X Kabupaten Nias Selatan tahun 2011.
d. Untuk mengetahui hubungan pengetahuan ibu terhadap
pengolahan makanan dengan gizi buruk pada Kecamatan X
Kabuupaten Nias Selatan tahun 2011.
e. Untuk mengetahui hubungan status ekonomi keluarga dengan
gizi buruk pada Kecamatan X Kabuupaten Nias Selatan tahun
2011.
DAFTAR PUSTAKA

Hardinsyah, 2012, Lima Prinsip Gizi Seimbang. Diakses dari http://koran-jakarta.com.


Juni 2012

Jelliffe,1989, Community Nutritional Assessment . Oxoford University Press,oxoford

Kustinah, 2011. Pulau Nias Tertinggi Kasus Gizi Buruk Di Sumut. Diakses dari
http://www.nias-bangkit.com, Juni 2012

Kustinah, 2012. Tercatat 375 Kasus Gizi Buruk Di Sumut. Diakses dari
http://www.medanbisnisdaily.com. Juni 2012

Liputan 6, 2011. Di Indonesia Sebanyak 4,7 Juta Balita Menderita Gizi Kurang . Diakses
dari http://pkmsungaiayak.wordpress.com/2011/03/25/di-indonesia-sebanyak-47-
juta-balita-menderita-gizi-kurang/,Juni 2012

Scrimshaw NS (2003) Historical concepts of interactions ,synergism, and antagonism


between nutrition and infection . J nutr 133 : 316 S-321 S

Suprayanto, 2012. Konsep Status Gizi . Diakses dari http://dr-suparyanto.blogspot.coml.


Juni 2012

Anda mungkin juga menyukai