Anda di halaman 1dari 19

KELAYAKAN DAN EFEKTIFITAS DARI DELIRIUM PREVENTION

BUNDLE (DPB) PASIEN YANG SEDANG SAKIT KRITIS

Latar belakang strategi untuk pencegahan delirium termasuk identifikasi dini dan
menghindari atau mengubah kebiasaan pasien, lingkungan, dan faktor iatrogenik.
Penelitian minimal yang dilakukan pada perskripsi bundel pencegahan delirium yang
unsur-unsurnya detail atau strategi untuk setiap komponen bundle. Bahkan kurang
penelitian telah difokuskan pada intervensi dan komponen perawatan.
Tujuan untuk mengevaluasi efektivitas dari bundel pencegahan delirium dalam
penurunan insidensi delirium di 2 unit medis-bedah ICU di sebuah pusat medis besar
di Texas.
Metode penelitian menggunakan metode penilaian confusion untuk Unit Perawatan
Intensif dalam menilai insidensi delirium dengan menggunakan desain kohort dengan
477 delirium-negatif pasien sakit kritis. Komponen bundel terdiri dari penghentian
sedasi, manajemen nyeri, stimulasi sensasi, mobilisasi dini, dan promosi tidur.
Hasil pada intervensi, dianalisis menggunakan model regresi logistic, menurunkan
odds dari delirium 78% (rasio odds, 0,22; P= 0,001).
Kesimpulan bundel pencegahan delirium efektif dalam mengurangi delirium pada
pasien sakit kritis medis-bedah. Studi validasi lebih lanjut sementara dilakukan.

1
Delirium adalah kondisi medis yang harus dicegah karena ini merupakan
gejala dari disfungsi otak akut. Hal ini terjadi pada 60%-80% dari pasien sakit kritis
yang mendapatkan ventilasi mekanik dan pada 20%-50% dari pasien sakit kritis yang
tidak mendapatkan ventilasi mekanik. Persentase ini berarti lebih dari 40.000 pasien
yang mendapatkan ventilasi mekanik di Unit Perawatan Intensif (ICU) di Amerika
Serikat mengalami delirium setiap harinya. Pasien yang mendapatkan ventilasi
mekanik menyajikan perbedaan yang tampak dari faktor resiko untuk berkembangnya
delirium; faktor-faktornya termasuk penyakit multi-sistem, kondisi komorbitas, dan
pengobatan. Delirium ada yang jangka pendek dan jangka panjang dan kedua nya
memiliki efek buruk pada pasien dari fungsional dan kognitifnya.
Delirium terus mengganggu pasien selama perawatan kontinum, sering
meningkatkan morbiditas dan mortilitas dan lama rawat di rumah sakit, sebagai 1 dari
6 penyebab utama cedera yang dapat dicegah pada pasien berumur 65 tahun atau
lebih, delirium menambahkan sekitar 10 hari lama rawat di rumah sakit. Setiap hari
tambahan yang dilalui pada delirium secara langsung berhubungan dengan 20%
resiko perawatan lebih lama, dan 10% peningkatan kematian. Delirium juga
berkembang pada pasien yang memiliki 2 sampai 6 penyebab multiaktorial dan
biasanya berkembang pada pasien sakit kritis yang lebih tua karena usia lanjut,
penyakit kritis, dan penanganan multipel bedah medis. Pada penelitian ini, insidensi
delirium diartikan sebagai perubahan pada penilaian pasien delirium dari negatif
delirium sampai positif delirium.
Delirium masih tidak diketahui pada 66% sampai 84% dari pasien di Unit
Perawatan Intensif, perawatan akut, dan departemen gawat darurat dan tidak didata
dan tidak ditangani. pemerintah mungkin terlalu meremehkan, sehingga hasilnya
berdampak buruk bagi pasien, harga yang mahal dan kekurangan petugas. Sebagai
pelayan kesehatan untuk mengantisipasi peningkatan pasien lanjut usia, insidensi dari
delirium diketahui melonjak. Biaya perawatan terus meningkat, dan diprediksi bahwa
biaya perawatan pasien delirium meningkat duakali dan akan meningkatkan biaya

2
perawatan kesehatan di Amerika Serikat antara 6 miliar dolar sampai 20 miliar dolar.
Pada Unit Perawatan Intensif, insidensi delirium biayanya meningkat perkasus
sampai 9000 dolar atau lebih per pasien.
Pencegahan delirium melebihi pilihan penanganan delirium yang tersedia.
Strategi kunci untuk mencegah delirium dan menurunkan durasinya termasuk
identifikasi dini dan menghindari atau memodifikasi gaya hidup pasien, lingkungan
dan faktor iatrogenik. Jika petugas rumah sakit mampu secara konsisten menerapkan
langkah-langkah pencegahan dasar secara terus-menerrus, insidensi delirium
mungkin menurun, sehingga meningkatkan hasil untuk pasien dan rumah sakit.
Meskipun beberapa penelitian telah menguji kelayakan perawat Unit Perawatan
Intensif untuk menilai delirium, penelitian kecil telah menguji kelayakan dari perawat
yang konsisten mengikuti semua komponen dari bundel pencegahan delirium (DPB).
Tujuan dari penelitian ini adalah untuk melaporkan hasil penemuan dari sebuah
penelitian kohort intervensi terkontrol yang menguji efektivitas dari perskripsi,
nonfarmakologis, kepala perawat DPB pada penurunan insidensi delirium pada
pasien sakit kritis di Unit Perawatan Intensif medis bedah.
Pertanyaan untuk penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Apakah penggunaan konsisten dari bundel intervensi yang terdiri dari
penghentian sedasi, manajemen nyeri, stimulasi sensoris, mobilisasi dini
dan promosi tidur dapat mengurangi insiden delirium pada pasien sakit
kritis?
2. Apakah setiap komponen dari bandel intervensi bermasalah untuk
dicapai?
3. Manakah komponen dari bundel intevensi yang memiliki peran sangat
signifikan untuk mengurangi delirium pada pasien sakit kritis?

3
Kerangka Teori
Kerangka teori dari penelitian adalah Virginia Henderson’s Theory of Need.
Henderson menjelaskan fungsi unik dari perawat sebagai seorang yang membantu
pasien sakit atau tidak untuk melakukan aktifitas yang biasanya mereka lakukan
sendiri, jika mereka memiliki kekuatan, keinginan, atau pengetahuan untuk
melakukan hal itu. Dikatakan aktifitas jika mereka yang berkontribusi dalam
kesehatan pasien, pemulihan atau kematian yang damai sedemikian rupa untuk
mambantu pasien mendapatkan hak mereka. Perawat berusaha membantu setiap
pasien agar mandiri secepat mungkin, sehingga mengurangi pasien yang
membutuhkan bantuan dari perawat.
Pada intinya, perawat menggunakan campur tangan DPB untuk memberikan
asuhan keperawatan pada 5 domain spesifik yang berkontribusi untuk pemulihan
pasien. Selama pasien tinggal di ICU, kebanyakan tidak memiliki kemampuan
ataupun keinginan untuk melakukan kegiatan secara mandiri. DPB berhubungan
dengan banyak komponen Handerson dari asuhan keperawatan dasar, yang
membentuk Theory of Need. Ruang lingkup dari DPB termasuk penghentian sedasi,
kontrol nyeri, stimulasi sensoris, mobilitas dini, dan promosi tidur. Komponen dari
teori Handerson yang tercermin pada DPB termasuk pasien butuh bernapas secara
normal, bergerak dan mempertahankan posisi yang diinginkan, tidur dan istirahat,
menghindari bahaya lingkungan dan cedera lainnya, komunikasi dengan orang lain
dalam mengekspresikan emosi, kebutuhan, rasa rakut, atau pendapat; dan partisipasi
dari berbagai bentuk rekreasi. (Tabel 1)

4
Tabel 1
Komponen dari teori Handerson yang berkaitan dengan komponen DPB.
Komponen dari Teori Handerson Komponen Bundel
Bernapas secara normal Penghentian obat sedasi
Berpartisipasi dalam berbagai bentuk rekreasi Manajemen nyeri
Komunikasi dengan orang lain dalam mengekspresikan Stimulasi sensorik
emosi, kebutuhan, rasa takut, atau pendapat
Bergerak dan mempertahankan posisi yang diinginkan Mobilitas dini
Tidur dan istirahat Promosi tidur
Menghindari bahaya sekitar dan cedera lainnya

Metode
Penelitian telah disetujui oleh dewan penelitian keperawatan dan papan riview
kelembagaan di lokasi penelitian. Penelitian menggunakan penelitian kohort
intervensi terkontrol pada 2 ICU medis bedah serupa di salah satu pusat kesehatan
besar di Houston, Texas. Pasien masuk kamar 18 ICU medis bedah sebagai grup
kontrol dan menerima pelayanan standar ICU. Pasien yang masuk kamar 10 ICU
medis bedah sebagai grup intervensi, yang dirawat petugas yang konsisten
melaksanakan seluruh DPB.
Menggunakan kedua metode didaktik dan praktikal, peneliti mengajarkan
petugas berlisensi pada kedua grup untuk mengelolah Confusion Assessment Method
untuk ICU (CAM-ICU) dan Richmond Agitation- Sedation Scale (RASS) setidaknya
sekali per shift. Reabilitas telah diperkirakan. Petugas berlisensi dan tidak,
mendapatkan pelatihan tentang DPB pada unit intervensi. Tim peneliti menunda
pengambilan data selama kurang lebih 4 minggu untuk melatih petugas agar lebih
lancar menggunakan CAM-ICU dan untuk memastikan pengambilan setidaknya 4
dari 5 kategori yang diambil.

5
Perawat pada grup kontrol memberikan perawatan ICU standar. Grup dari
penelitian memiliki syarat pasien yang sama, lama perawatan di ICU, dan kondisi
komorbiditas (Tabel 2). Perawat mengumpulkan data pasien (N = 447) setiap shift
selama pasien dirawat di ICU, jangan sampai melebihi 30 hari. Perawat menilai
pasien delirium setidaknya dua kali sehari, sehingga hasilnya 1533 observasi.pasien
dianggap positif delirium jika dinilai positif untuk delirium sekurang-kurangnya
sekali selama periode 24 jam.
Karena beberapa pasien pada grup kontrol menerima ventilasi mekanik,
peneliti berteori bahwa sensus pada unit yang lebih besar akan mengimbangi
persentasi yang lebih kecil dari pasien yang tergantung ventilator. Kedua grup
dibentuk serupa, termasuk kombinasi medis dan bedah pasien. Pemimpin pendukung
penelitian, staf perawat yang bersedia, dan campuran pasien yang serupa dengan
proyeksi angka delirium lebih tinggi.
Penelitian dilakukan secara acak oleh grup bukan oleh peserta karena
kemungkinan bahwa intervensi akan menyeberang ke perawatan peserta grup kontrol.
Ketika skoring CAM-ICU “tidak dapat dinilai” terdiri dari pasien dewasa yang tidak
bisa berbahasa inggris, pasien dengan gangguan pendengaran sehingga tidak dapat
mendengar arahan perawat, dan pasien dengan skor RASS -4 sampai -5.
Pengumpulan data pada pasien yang menerima DPB, tetapi gagal untuk
memenuhi kriteria inklusi dan eksklusi, dikeluarkan dari penilaian. Penyingkiran
pasien termasuk pasien ICU yang positif delirium saat masuk, tinggal di ICU selama
4 bulan atau lebih, atau yang dipindahkan ke tingkat perawatan lebih rendah atau
secara langsung dipindahkan dari grup intervensi ke grup kontrol.

6
Tabel 2
Karakteristik dari pasien masuk tanpa delirium oleh unit
No. (%) dari pasien
Karakteristik Grup kontrol Grup intervensi P
Total 298 (66,7) 149 (33,3) .79
Wanita 145 (49,0) 75 (50,3) .62
Ras
Putih, non-Hispanic 150 (51,4) 76 (52,8)
Afrika Amerika 99 (33,9) 42 (29,2)
Hispanic 32 (11,0) 21 (14,6)
Lainnya 11 (3,8) 5 (3,5)
Kategori umur, y .14
<45 52 (17,4) 26 (17,4)
45-64 116 (38,9) 66 (44,3)
65-74 67 (22,5) 21 (14,1)
75-84 40 (13,4) 28 (18,8)
≥85 23 (7,7) 8 (5,4)
Kondisi komorbid .63
<3 124 (41,6) 55 (36,9)
3-5 117 (39,3) 63 (42,3)
>5 57 (19,1) 31 (20,8)
Kasus indeks campuran 2,92 3,07
Hari pada unit perawatan intensif, rata-rata 3,12 3,88

7
Metode Statistik
Perangkat lunak statistic STATA (versi 11,2 Stata Corp) yang digunakan
untuk analisis data. Ukuran sampel yang didukung setidaknya 80% (2-sided α of
0,05) untuk ukuran efek medium. Koefisien Phi yang digunakan untuk membangun
reabilitas dengan CAM-ICU, dimana terdiri dari level data nominal. Data demografis
dan komorbiditas dari kedua grup pasien yang dibandingkan menggunakan uji T dan
kontingensi analisis tabel x2. Regresi logistik multivariat longitudinal digunakan
untuk mendapatkan odds rasio dan untuk model dari efek intervensi pada
perkembangan delirium, bersama dengan variabel yang dipilih lainnya.
Analisis statistic yang dilakukan pada pasien negatif delirium ketika masuk ke
ICU. Status pasien delirium dan karakteristik lainnya yang dipantau setiap hari untuk
jangka waktu maksimal 30 hari atau sampai pasien dipulangkan dari penelitian di
ICU.

Teknik informasi: Instrumen


RASS adalah sistem penilaian dikotomus dengan 4 skor agitasi pada satu
ujung skala dan 4 skor sedasi diujung lainnya. Skor akan nol, bila berada ditengah,
berarti “waspada dan tenang”. Penilaian untuk agitasi atau gairah pasien merupakan
langkah awal untuk penilaian delirium. Salah satu yang tidak dapat dinilai
“perhatian” dan “pikiran tidak teratur” ciri-ciri dari CAM-ICU jika pasien dalam
kondisi dangat sedasi. RASS adalah instrument yang sangat valid dan dapat
diandalkan untuk mengukur gairah dan kestabilan dari waktu ke waktu.
CAM-ICU adalah sebuah alat valid dan realibel yang digunakan untuk
menilai pasien sakit kritis dengan ada atau tidaknya delirium. Sangat mudah
digunakan dan sangat ccepat untuk diolah dan hanya membutuhkan waktu kira-kira 2
menit. Peralatan digunakan untuk menilai 4 perubahan kriteria inti: perubahan akut
dari garis dasar atau kelayakan saja, kurang perhatian, berpikir tidak teratur, dan
penurunan tingkat kesaadaran.

8
Perawat menggunakan alat pengumpulan data pasien untuk dokumentasi
demografi, kondisi komorbiditas, faktor resiko, dan peristiwa klinis yang signifikan.
Tim penelitian dikonfirmasi dan dicatat kepatuhan setiap hari dengan komponen DPB
melalui penilai acak mingguan. Kepatuhan secara teratur berkisar antara, 80% - 88%.

Komponen dari DPB


Pencegahan saat ini merupakan metode terbaik untuk menangani delirium.
DPB terdiri dari 5 komponen, dimana setiap komponen berisi intervensi keperawatan
dasar berbasis. Etiologi dari delirium itu multifactor; oleh karena itu, peneliti
menggunakan strategi pencegahan multifaset. Ada 5 komponen dari DPB yaitu (1)
penghentian sedasi untuk pasien yang mendaapatkan ventilasi mekanik, (2)
manajemen nyeri, (3) stimulasi sensorik, (4) mobilisasi dini, dan (5) promosi
kesehatan. Peneliti mengadakan DPB untuk meniru arus dari keperawatan selama di
ICU (tabel 3). Melaksanan semua komponen lebih mengarah ke hasil yang positif
dibandingkan melaksanakan komponen secara mandiri. Praktek yang konsisten untuk
semua bagian dari komponen sangat penting untuk menurunkan insiden delirium.
Tabel 3
Arus harian dari asuhan keperawatan ketika DPB digunakan
1. Penghentian sedasi
2. Kontrol nyeri
3. Stimulasi sensorik
4. Morbiditas dini
5. Prmosi tidur
Diulangi:
1. Penghentian obat sedasi
2. Kontrol nyeri ….

9
Penghentian sedasi pada pasien yang menerima ventilator mekanik.
Delirium terjadi pada pasien yang pulih dari sedasi atau stasus sangat sedasi. Lama
dari sedasi sangatlah berhubungan erat dengan durasi penggunaan ventilator mekanik,
mortalitas di rumah sakit, dan 180 hari jumlah kematian. Penghentian sedasi
merupakan protocol manajemen ventilasi dasar untuk pasien yang sedang
menggunakan ventilator mekanik. Ini membangkitkan kesadaran spontan yang akan
dilakukan setiap hari pada pasien yang tidak disingkirkan dari penelitian. Untuk
memenuhi syarat pasien, perawat menghentikan pemberian sedasi untuk satu jam.
Jika pasien membuka matanya dengan stimulus verbal tanpa mencoba kriteria apapun
yang dapat menggagalkan kesadaran spontan, maka terapi respirasi dilakukan untuk
mencoba pernapasan spontan. Kriteria gagal dari percobaan pernapasan spontan
termasuk skor RASS yaitu +2 sampai +4 selama penghentian sedasi, kecepatan
respirasi lebih tinggi dari 35/menit untuk 5 menit atau lebih, disaritmia akut, atau 2
dari hal berikut: denyut jantung lebih dari 100 atau kurang dari 60 kali permenit;
menggunakan aksesoris otot, gerakan perut paradoksi, diaphoresis; atau dikatakan
dyspnue. Dalam kasus yang gagal, perawat mengulangi sedasi pada setengah
pemberian awal dan memberitahukan kepada ahli.
Manajemen nyeri. Nyeri adalah ingatan yang paling umum dialami pasien
selama di ICU, dan sedasi dan analgesi merupakan obat yang paling umum dierikan
di ICU. Konsekuensi jangka pendek dari nyeri yang tidak berhenti adalah
pengeluaran energy yang tinggi dan imodulasi. Nyeri tak henti ini mengarah pada
kelainan stress setelah trauma jangka panjang. Perawat secara rutin menilai dan
mencatat nyeri menggunakan skala penilaian numeric dari 0 samapi 10. Perawat
mencatat tingkat kenyamanan pasien (0-10), skor nyeri yang dialami pasien (0-10),
waktu pemberian analgesic, dan meninjau skor nyeri pasien satu jam kemudian. Hasil
kenyamanan pasien dibandingkan dengan skor peninjauan nyeri untuk menilai
manajemen nyeri. Nyeri dangat dapat ditangani jika tingkat kenyamanan berada di
atara 1 unti level dari peninjauan.

10
Stimulus sensorik. Stimulus sensorik termasuk ketajaman dan keakuratan
jam dan kalender, jam untuk menutup tirai jendela selama siang dan malam hari, dan
mengajarkan pasien tantang jam, tempat dan tanggal. Menggunakan penglihatan dan
pendengaran personal dapat meningkatkan kemampuan sensorik pasien. Penyesuaian
dengan umur untuk program TV dan radio sangat penting untuk kepribadian pasien,
yang santai, memutar music untuk mengurangi nyeri dan kecemasan, relaksasi, dan
meningkatkan mood dan gerakan.
Mobilisasi dini. Kelemahan dan penyusutan otot sering terjadi pada pasien
ICU karena kurang melakukan aktifitas, sehingga hasilnya terdapat konsekuensi.
Pasien ICU kemungkinan kehilangan hingga 20% kekuatan otot selama seminggu
dirawat. Keefektifan dari prtokol mobilisasi ICU dalam pencegahan delirium belum
diteliti.; bagaimanapun, program mobilitas untuk pasien lanjut usia yang tidak di ICU
diketahui 40% penurunan delirium.
Kondisi klinis pasien menentukan jumlah dan je is latihan yang
diperkenalkan. Mobilisasi awal ICU termasuk mengubah psisi tidur pasien,
melakukan latihan gerakan aktif dan pasif, mengajar pasien menjuntaikan kakinya ke
sudut tempat tidur dengan merapatkan kedua kaki, aktifitas memindahkan pasien ke
kursi, dan mengajak pasien berjalan. Perawat dan staf yang tak berlisensi paling
utama bertanggung jawab untuk melaksanakan mobilisasi dini. Ketidakstabilan klinis
biasanya menghalangi perkembangan mobilisasi latihan tingkat gerakan pasif.
Mobilisasi dini, sebuah komponen DPB, termasuk mobilisasi pasien yang sedang
menggunakan ventilator mekanik dengan fraksi oksigen yang iinspirasi kurang dari
70% dan positif saat akhir tekanan ekspirasi yaitu 10 cm H2O atau kurang; pasien
dengan kateter dobel, tabung, kabel, dan saluran air, termasuk pasien intubasi oral;
dan pasien yang sedang dalam terapi pengganti ginjal. Mobilisasi dini membutuhkan
tim perawat berlisensi dan tidak berjalan dengan kedisiplinan non perawatan lainnya.
Promosi tidur. Kurang tidur masalah yang sering I ICU yang apat
menyebabkan delirium rata-rata jam tidur dari setiap pasien di ICU tidak labih dari 1

11
samapi 2 jam perhari, dimana kurang dari 6 % pasien yang bisa menutup mata
kemudian tidur dengan cepat. Faktor lingkungan seperti keributan, kondisi sesak, dan
cahaya yang terang berpengaruh menyebabkan kurang tidur. DPB mempromosikan
tidur tidak terganggu dengan mengelompokkan pasien perawatan intensif (contoh,
menilai tanda vital, radiografi dan plebotomi) selama periode tidur yang ditentukan
(tengah malam sampai jam 4 subuh); tidak memasukkan agen hiptotik setelah jam 2
subuh; meredupkan lampu yang terang; menutup tirai jendela; dan meminimalkan
keributan (<80 desibel) dengan mematikan tv dan radio. Sebuah pengukur gelombang
suara (RadioShack) digunakan untuk memantau tingkat keributan. Promosi tidur
tercapai jika 4 sampai 5 intervensi didokumentasi.

Hasil
Perbandingan dari karakteristik demografis, morbiditas dan komobiditas
pasien menunjukan tidak ada perbedaanyang signifikan antara kelompok grup kontrol
dan grup intervensi (tabel 2). Konsisten dengan laporan publikasi, model regresi
logistic yang disesuaikan menunjukkan bahwa delirium lebih mudah berkembang
pada pasen yang menerima ventilasi mekanik, berada dalam perawatan, umur lebih
dari 64 tahun, atau seseorang yang menghabiskan waktu dirawat dalam ICU lebih
dari hari (tabel 4). Jumlah dari pasien yang tidak dapat dinilai tidak memberikan
perbedaan yang signikan antara kedua grup. Skor RASS rata-rata adalah 1 pada
kelompok intervensi dan 2 pada kelompok kontrol.

12
Tabel 4
Analisis status delirium pada semua pasien yang masuk tanpa delirium
Tanpa delirium ≥ 1 delirium
Variable Insiden (n=369) Insiden (n=78) P
Lama penggunaan ventilasi mekanik, 0,18 (0,58) 3,79 (7,07) <.001
rata-rata (SD)
Lama perawatan, rata-rata (SD) 0,02 (0,21) 2,32 (4,87) <.001
Di ICU > 3 hari 107 (29) 56 (72) <.001
Kondisi komorbid .02
<3 157 (42) 22 (28)
3-5 147 (40) 33 (42)
>5 65 (18) 23 (29)
Wanita 181 (49) 39 (50) .82
Kategori umur, y <.001
<45 74 (20) 4 (5)
45-64 156 (42) 26 (33)
65-74 68 (18) 20 (26)
75-84 53 (14) 15 (19)
≥85 18 (5) 13 (17)
Lama panggunaan ventilasi mekanik >0 43 (12) 33 (42) <.001
Lama perawatan >0 6 (2) 29 (37) <.001
Nilai pada kolom kedua dan ketiga adalah angka (persentase) dari pasien dari
kelompok yang lain dari kolom pertama.

Longitudinal (pengukuran berulang) regresi logistik multivariate (tabel 5)


mengindikasikan bahwa pasien pada grup intervensi mengalami penurunan yang
sangat signifikan (78%) dari resiko relative delirium (radio odd, 0,22; 95% Cl, 0.08-
0.56; P = .001). selain itu, peningkatan usia lama tinggal di ICU, dan penggunaan

13
ventilasi mekanik dan perawatan sangat berhubungan signifikan pada resiko relative
dari delirium. Ras pasien, jumlah kondisi komorbid, dan jenis kelamin tdiak
signifikan ikut menimbulkan resiko.
Petugas perawat dari kelompok kontrol berpindah ke kelompok intervensi
untuk 6 shift selama 244 hari (488 shift) dari pengumpulan data 9 januari sampai
agustus 2012), dan perawat kelompok intervensi berpindah ke kelompok kontrol
untuk 7 shift. Hal ini menghasilkan 2,7% (13/488) kemungkinan perpindahan,

Tabel 5
Hasil model regresi logistic longitudinal dari elemen bundel
No. dari pasien Rasio odda
Variable (observasi) (95% Cl) P
Model tidak dapat disesuaikanb
(p<.001)
Unit intervensic 447 (1578) 0,21 (0.08-0.53) .001
Total model disesuaikanb ( p <.001)
Unit intervensic 433 (1533) 0,22 (0,08-0,56) .001
Kategori umur,d y
45-64 3.38 (0.77-14.8) .11
65-74 5.58 (1.16-26.9) .03
75-84 7.34 (1.41-38.4) .02
>85 17.9 (3.0-108.2) .002
Rase
Afrika Amerika 1.79 (0.81-3.96) .15
Hispanik 1.28 (0.34-4.80) .72
Lainnya 1.85 (0.35-9.89) .47
Jumlah dari kondisi komorbidf
3-5 1.26 (0.54-2.98) .59

14
>5 1.72 (0.64-4.65) .28
Wanita 1.22 (0.59-2.52) .59
Ventilasi mekanik 3.15 (1.67-5.97) <.001
Perawatan 2.82 (1.48-5.35) .002
>3 hari di ICU 3.02 (1.35-6.80) .007
a. Rasio odd didefinisikan sebagai rasio kemungkinan dari insiden delirium pada
kelompok uji dari insiden delirium pada kelompok perbandingan, juga disebut
sebagai “resiko relative”
b. Termasuk penyesuaian dengan istilah “lama tinggal” dan interaksi istilah hari x
unit ICU”
c. Unit intervensi menggunakan kategori “unit kontrol” sebagai kemlompok
pembanding.
d. Odd rasio usia menggunakan kategori “<45” sebagai kelompok pembanding.
e. Odd rasio ras menggunakan kategori “puti, non Hispanik” sebagai kelompok
pembanding.
f. Odd rasio kondisi komorbiditas menggunakan kategori “<3” sebagai kelompok
pembanding

Diskusi
Statistic deskriptif menvalidasi pengacakan dari sampel penelitian. Temuan
studi konsisten dengan hasil publikasi bahwa insiden delirium sangat tinggi pada
pasien yang mendapatkan ventilasi mekanik disbanding pasien yang tiak
mendapatkan ventilasi mekanik. Temuan dari studi ini mengindikasikan bahwa odd
dari perkembangan delirium lebih dari 3 kali (P <.001) lebih tinggi pada pasien yang
menerima ventilasi mekanik disbanding yang tidak. Demikian juga, temuan studi
lebih lanjut menunjukkan bahwa pasien masa perawatan itu 2,82 kali lebih mungkin
terjadi delirium (P=.002) dibanding pasien yang bebas. Meskipun bukan tujuan dari
penelitian, satu faktor predisposisi lain dari delirium muncul dari analisis. Pasien

15
yang dirawat di ICU lebih dari 3 hari, 3 kali lebih besaar kemungkinan mengalami
delirium disbanding pasien yang dirawaat singkat. Variabel yang berkontribusi dalam
menurunkan odd dari delirium termasuk DPB dan umur kurang dari 64 tahun, dan
variable yang memungkinkan peningkatan odd dari terjadinya delirium termasuk
peralatan untuk penangana yang spesifik, seperti penggunaan ventilator mekanik dan
lama perawatan dan di ICU lebih dari 3 hari. Ras pasien, jumlah dari kondisi
komorbid, dan jenis kelamin tidak memiliki pengaruh yang signifikan.
DPB sangat efektif untuk menurunkan insidensi delirium dan mencegah
delirium. Beberapa komponen DPB, bagaimanapun, sangat sulit untuk dicapai karena
faktor keterbatasan. Stimulus sensorik sangat sulit karena banyak anggota keluarga
yang menolak untuk melepaskan alat bantu pendengaran dan kacamata di dalam
ruangan pasien dengan alasan takut kehilangan. Perawat menuliskan pada formulir
pendataan pasien untuk memvalidasi keterbatassan dalam penelitian, “Pasien dan
anggota keluarga enggan untuk membawa atau melepaskan kacamata dan alat bantu
pendengaran delangan alsan takut kehilangan alat mahal mereka”. Hasilnya, pasien
yang sudah biasa dengan alat tersebut sulit untuk mendapatkan stimulus sensorik.
Meskipun ada upaya untuk meyakinkan pasien agar memberikan perangkat sensorik
pasien, beberapa juga bersedia bagi pasien untuk digunakan. Pengguaan alat bantu
pribadi adalah strategi yang mendasar untuk meningkatkan rangsangan sensorik
dalam pencegahan delirium.
Pengehentian obat sedasi, merupakan langka pertama dari bundel pencegahan
delirium, sangat sulit untuk dicapai karena dokter jarang menggunakan protocol
penghentian sedasi. Sebuah protocol yang dipimpin oleh perawat atau terapis
pernapasan mungkin membuat penghentian obat sedasi bisa lebih tercapai.
Penghentian sedasi sangat sering dihunakan untuk mengurangi lamanya penggunaan
ventilator mekanik, lama tinggal di ICU, dan tingkat kematian pasien.
Meskipun promosi tidur di ICU pada malam hari dengan mengurangi
kebisingan lingkungan dan tingkat perawatan pasien, komponen DPB ini sulit untuk

16
tercapai. Promosi kesehatan didapatkan dari besarnya jumlah data yang terlewatkan
pada pemberian agen hipnotik yang dimasukkan setelah jam 2 subuh. Tujuan dari
komponen promosi tidur adalah untuk memastikan pasien tidur minimal 4 jam
permalam. Pasien memiliki masalah tidak hanya tertidur, tetapi juga tetap tertidur
karena cahaya dan suara di ICU.
Demikian juga, data yang terlewatkan pada item manajemen nyeri yang
ditemukan hamper pada 70% pasien. Kehilangan elemen data termasuk untuk
kenyamanan pasien, laporan tingkat nyeri, waktu pemberian analgesic, dan jumlah
dosis relatif analgesik untuk pasien yang mengeluh nyeri.
Mobilisasi pasien juga sangat sulit karena tantangan penugasan,
ketidaksesuaian antara terapi fisik dan pedoman mobilisasi, dan kurangnya peralatan
mobilisasi yang tepat. Usaha mobilisasi yang dilakukan petugas perawatan pada
kelompok intervnsi sangat megesankan,, hasilnya signifikan. Manajer dari perawat
dan petugas unit mencapai mobilisasi agresif tanpa penambahan alat atau sumber aya
personal. Manajer perawat mengahiskan kira-kira 30% hari kerja untuk mendampingi
perawat memobilisasi pasien dan mengamankan penambahan alat yang diperlukan.

Keterbatasan
Salah satu pertimbangan desain penelitian sebagai keterbatasan karena
penelitian secara acak pada pasien unit perawatan,bukan berdasarkan individual
pasien. Penelitian sengaja diacak unit untuk meminimalisir perpindahan DPB ke
kelompok kontrol. Walaupun usaha dilakukan untuk meminimalkan perpindahan,
perawat pada kelompok kontrol kadang ditarik untuk bekerja di kelompok intervensi,
dimana mereka dipertemukan DPB. Situasi ini meningkatkan kemungkinan bahwa
DPB mungkin bisa mempengaruhi praktek keperawatan setelah kembali bekerja di
kelompok kontrol.
Kekurangan protocol penghentian sedasi untuk pasien yang menerima
ventilasi mekanik yang dipimpin leh perawat atau terapis pernapasan merupakan

17
keterbatasan penelitian, seperti pada kegagalan untuk mengoleksi data pada saat
mengawasi manajemen nyeri. Tidak tersedianya alat bantu sensori pasien membatasi
penemuan penelitian, dan akhirnya, kebutuhan klinis dari pasien sakit kritis dibuatkan
kepatuhan untuk menentukan waktu tidur.

Implikasi penelitian
Desain penelitian tidak memungkinkan untuk meneliti kontribusi relative dari
elemen bundel individu untuk menurunkan resiko delirium. Pada penelitian
kedepannya, satu yang harus dipertimbangkan untuk meninjau kontribusi dari setiap
elemen untuk menghindari kelebihan beban perawat. Revisi dari elemen data
manjemen nyeri lebih kaya, lebih bermakna, lebih terdata, setelah satau satu harus
dipertimabngkan untuk direplikasi dan memvalidasi temuan penelitian. Penelitian
kedepannya harus termasuk penyaringan DPB untuk menyertakan pekerja tanpa isin
yang bukan merupakan bagian dari petugas keperawatan untuk mendukung
perawatan secara langsung dan petugas pendukung tanpa izin pada mobilisasi dini
pasien sakit kritis. Peneliti merencanakan untuk menerapkan strategi strategi
tambahan untuk promosi tidur di penelitian kedepannya. Penelitian pencegahan
delirium terjadi terutama di pusat akademis medik. Peneliti harus mempertimbangkan
desain multisite yang termasuk rumah sakit umum. Mereplikasi studi pada unit
perawatan kritis khusus (contoh, ICU bedah kardiovaskular, ICU pulmonal, ICU
neurosains) merupakan area lain untuk penelitian yng akan datang, seperti
penggunaan DPB sebagai standar perawatan saat uji coba DPB direvisi.

Implikasi klinis
Mobilisasi efektif berat bagi unit petugas untuk dicapai, terutama untuk pasien
yang mendapatkan ventilasi mekanik, yang mungkin memiliki kateter lebih dari satu,
kabel, tabung, dan saluran air. Terapi fisik tidak selalu berpartisipasi dalam mobilisasi
dari pasien karena kurangnya keterampilan yang diperlukan dalam penagihan

18
pelayanan mereka. Keterlibatan dari pelatihan petugas non perawat untuk
memfasilitasi kekuatan pembangunan, ketahanan, dan mobilisasi dapat memberikan
pendekatan preskriptif lebih individual untuk mobilisasi dini.
Hal ini layak untuk petugas perawatan untuk menggunakan CAM-ICU untuk
menilai pasien delirium. Penggunaan DPB adalah strategi yang efektif dan layak
untuk mencegah delirium pada pasien ICU medis bedah. Rumah sakit harus
mempertimbangkan penerapan model inti dari perawatan pencegahan delirium yang
dikombinasikan dengan strategi evidence based dengan intervensi perawatan yang
mengarah pada perawatan rutin ICU.

19

Anda mungkin juga menyukai