PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
2. Tujuan
Tujuan yang ingin dicapai dari penulisan laporan ini adalah mengetahui
perjalanan penyakit salah seorang pasien, sehingga dapat menilai kondisi
pasien dari awal terjadinya penyakit hingga post diberikan tindakan.
3. Manfaat
2
BAB II
PEMBAHASAN
1. Definisi
2. Epidemiologi
Menurut WHO sepertiga penduduk dunia telah tertular TB, tahun 2000
lebih dari 8 juta penduduk dunia menderita TB aktif. Penyakit TB bertanggung
jawab terhadap kematian hampir 2 juta penduduk setiap tahun, sebagian
3
besar terjadi di negara berkembang. World Health Organization
memperkirakan bahwa TB merupakan penyakit infeksi yang paling banyak
menyebabkan kematian pada anak dan orang dewasa. Kematian akibat TB
lebih banyak daripada kematian akibat malaria dan AIDS. Pada wanita
kematian akibat TB lebih banyak dari pada kematian karena kehamilan,
persalinan, dan nifas. Menurut perkiraan antara tahun 2000–2020 kematian
karena TB meningkat sampai 35 juta orang. Setiap hari ditemukan 23.000
kasus TB aktif dan TB menyebabkan hampir 5000 kematian.
4
3. Etiologi
4. Faktor Resiko
A. Kepadatan Hunian
B. Usia
5
Infeksi TB sering terjadi pada masa kanak-kanak dan anak dengan infeksi TB
berisiko tinggi sakit TB, yang paling rentan anak usia <5 tahun. Dalam
penelitian yang pernah dilakukan, didapatkan anak usia <5 tahun memiliki
persentase yang lebih tinggi dibandingkan usia >5 tahun, meskipun
perbedaan antara kasus dan kontrol tidak bermakna. Anak usia <5 tahun
mempunyai risiko lebih besar mengalami progresi infeksi menjadi sakit TB
karena imunitas selular yang belum sempurna. Penelitian Shinfield
menunjukkan bahwa anak yang terpajan kontak dengan BTA (+) 60%-80%
terinfeksi TB. Risiko kejadian sakit TB pada anak lebih tinggi pada usia <5
tahun. 5
C. Imunisasi BCG
Dari hasil penelitian ini didapatkan tidak ada hubungan antara status
imunisasi BCG dengan sakit TB pada anak. Didapatkan sebagian besar
subyek sudah imunisasi BCG, skar BCG pada kelompok kasus 32 (80%) dan
kelompok kontrol 37 (92,5%) anak. Di Pakistan, Zafar melaporkan bahwa
skar BCG bukan merupakan faktor risiko independen untuk terinfeksi atau
sakit TB. Efektifitas imunisasi BCG untuk mencegah TB primer bervariasi
antara 0%–80%. Vaksin BCG tidak dapat memproteksi secara penuh
kemungkinan terjadi infeksi TB, sekitar 68,6% yang diimunisasi BCG
terinfeksi TB. Data meta-analisis dari 14 penelitian prospektif dan 12 studi
kasus-kontrol tentang efektifitas imunisasi BCG menunjukkan bahwa BCG
secara bermakna mengurangi risiko TB, dengan rata-rata 50%. Michelsen
dkk mendapatkan temuan yang sama bahwa BCG mengurangi risiko TB
dengan efektifitas 50%. Imunitas yang terbentuk tidaklah menjamin tidak
terjadi infeksi TB pada seseorang, tetapi bila terjadi infeksi tidak progresif dan
tidak menimbulkan komplikasi yang berat. 6
6
5. Klasifikasi
6. Gejala Klinis
A. Anamnesis
Gambaran klinis pada TB laring adalah suara serak, terjadi biasanya ringan
dan dapat progresif menjadi disfonia atau afonia. Selain suara serak, keluhan
lain seperti disfagia, odinofagia, nyeri alih otalgia, batuk, dan kadang dapat
menyebabkan sesak nafas.10
B. Pemeriksaan fisik
Pada pemeriksaan fisik, tampak sakit berat, demam, terdapat stridor
inspirasi, sianosis, sesak nafas yang ditandai dengan nafas cuping hidung
dan/atau retraksi dinding dada, frekuensi nafas dapat meningkat, dan adanya
takikardi yang tidak sesuai dengan peningkatan suhu badan merupakan
tanda hipoksia. Secara klinis manifestasi laringitis tuberkulosis terdiri dari 4
7
stadium yaitu: Stadium Infiltrasi: Mukosa laring bagian posterior mengalami
pembengkakan dan hiperemis pada bagian posterior, kadang-kadang dapat
mengenai pita suara. Kemudian di daerah submukosa terbentuk tuberkel,
sehingga mukosa tidak rata, tampak bintik berwarna kebiruan. Tuberkel
makin membesar dan beberapa tuberkel yang berdekatan bersatu, sehingga
mukosa diatasnya meregang. Pada suatu saat, karena sangat meregang,
maka akan pecah dan terbentuk ulkus 10
Stadium Ulserasi: Ulkus yang timbul pada akhir stadium infiltrasi membesar.
Ulkus ini dangkal, dasarnya ditutupi perkijuan dan dirasakan sangat nyeri
oleh pasien. 10
Stadium Perikondritis: Ulkus makin dalam sehingga mengenai kartilago
laring terutama kartilago aritenoid dan epiglottis. Dengan demikian terjadi
kerusakan tulang rawan, sehingga terbentuk nanah yang berbau, proses ini
akan melanjut dan terbentuk sekuester. Pada stadium ini pasien sangat
buruk dan dapat meninggal dunia. Bila pasien dapat bertahan maka proses
penyakit berlanjut dan masuk dalam stadium terakhir yaitu fibrotuberkulosis.
Stadium Fibrotuberkulosis: Pada stadium ini terbentuk fibrotuberkulosis
pada dinding posterior, pita suara dan subglotik. 11
7. Langkah Diagnosis
8
A. Anamnesis
b. Berat badan sulit naik, menetap, atau malah turun (kemungkinan masalah
gizi sebagai penyebab harus disingkirkan dulu dengan tata laksana yang
adekuat selama minimal 1 bulan).
e. Keluhan respiratorik berupa batuk kronik lebih dari 2 minggu atau nyeri
dada.
9
j. Limfadenopati multipel di daerah colli, aksila, atau inguinal.
B. Pemeriksaan Fisis
1. Keadaan Umum : Konjungtiva mata atau kulit yang pucat karena anemia,
suhu demam ( subfebris ), badan kurus, berat badan menurun .9
Pemeriksaan Paru
Perkusi yang redup dan auskultasi suara nafas bronkial. Akan didapatkan
juga suara nafas tambahan seperti ronki basah, kasar dan nyaring. Tetapi
apabila infiltrat ini ditutupi oleh penebalan pleura, suara nafasnya menjadi
vesikuler melemah. Bila terdapat kavitas yang cukup besar, perkusi dapat
memberikan suara hipersonor atau tympani dan auskultasi suara nafas
amforik
C. PEMERIKSAAN PENUNJANG
10
Pemeriksaan Laboratorium
Darah : Lekosit yang sedikit meninggi, Jumlah limfosit masih dibawah
normal. Laju endap darah mulai meningkat.
Sputum : Pemeriksaan sputum untuk mengetahui keaktivan BTA
Pada pemeriksaan ini dilakukan biopsi kelenjar, kulit, jaringan lain yang
dicurigai terkena infeksi tuberkulosis, biasannya ditemukan tuberkel dan basil
tahan asam. Pemeriksaan mikrobiologi Pemeriksaan langsung BTA secara
mikroskopis dari dahak.9
11
Gambar 3. Sistem scoring TB anak
12
Gambar 4. Alur Diagnosis TB paru pada Anak
13
Penjelasan
a. pemeriksaan bakteriologis tetap merupakan pemeriksaan utama untuk
konfirmasi diagnosis TB pada anak, berbagai upaya dapat dilakukan untuk
memperoleh specimen dahak, di antaranya induksi sputum. Pemeriksaan
mikroskopis dilakukan 2 kali, dan dinyatakan positif jika satu specimen
diperiksa memberikan hasil positif.
b.observasi persistensi gejala selama 2 minggu dilakukan jika anak bergejala
namun tidak ditemukan cukup bukti adanya penyakit TB. Jika gejala
menetap, maka anak dirujuk untuk pemeriksaan lebih lengkap. Pada kondisi
tertentu dimana rujukan tidak memungkinkan, dapat dilakukan penilaian klinis
untuk menentukan diagnosis TB anak.
c. Berkontak dengan pasien TB paru dewasa adalah kontak serumah
ataupun kontak erat, misalnya di sekolah, pengasuh, tempat bermain, dan
sebagainya.
d. pada anak yang pada evaluasi bulan kedua tidak menunjukan perbaikan
klinis sebaiknya diperiksa lebih lanjut, adanya kemungkinan faktor penyebab
lain, misalnya kesalahan diagnosis, adanya penyakit penyerta, gizi buruk, TB
resisten obat, maupun masalah dengan kepatuhan berobat dari pasien.
Apabila fasilitas tidak memungkinkan pasien dirujuk ke rumah sakit. Yang
dimaksud perbaikan klinis adalah perbaikan gejala awal yang ditemukan
pada anak tersebut pada saat diagnosis. 9
8. Penatalaksanaan
A. Tujuan Pengobatan
1. Menyembuhkan penderita
2. Mencegah kekambuhan
3. Mencegah kematian
14
B. Non medikmentosa
Mengistirahatkan pita suara dengan cara pasien tidak banyak
berbicara.
Menghindari iritan yang memicu nyeri tenggorokan atau batuk
misalnya goreng-gorengan, makanan pedas.
Konsumsi cairan yang banyak. 11
C. Medikamentosa
b. Aktivitas Obat
- Aktivitas bakterisid :Obat bersifat membunuh kuman-kuman
yang sedang tumbuh (metabolismenya masih aktif) sehingga
pada pembiakan akan didapatkan hasil yang negatif (2 bulan
dari permulaan pengobatan).
- Aktivitas sterilisasi: Obat bersifat membunuh kuman-kuman
yang pertumbuhannya lambat (metabolismenya kurang aktif).
Aktivitas sterilisasi diukur dari angka kekambuhan setelah
pengobatan dihentikan. 11
c. Jenis dan Dosis OAT
1. Obat primer (obat antituberkulosis tingkat satu)
- Rifampicin (R): Sifatnya bakterisid, dan dapat membunuh
kuman semi dormant yang tidak dapat dibunuh oleh INH.
- Isoniazid (H): Sifatnya bakterisid dan dapat membunuh 90%
populasi kuman dalam beberapa hari pertama pengobatan.
Obat ini sangat efektif untuk kuman yang sedang dalam
metabolik aktif, yaitu kuman yang sedang berkembang.
- Pirazinamid (Z): Bersifat bakterisid, dapat membunuh kuman
yang berada dalam sel dengan suasana asam.
- Etambutol (E): Bersifat bakteriostatik.11
15
2. Obat sekunder (obat antituberkulosis tingkat dua)
- Kanamisin
- PAS (Para Amino Salicyl acid)
- Tiasetazon
- Etionamid
- Sikloserin
- Siprofloksasin
d. Prinsip Pengobatan
WHO telah mengeluarkan pernyataan dalam pengobatan
tuberkulosis paru sebagai berikutnya. Pengobatan dibagi dalam 2
tahap, yakni :
1. Tahap intensif (initial phase), dengan memberikan 3 macam
obat antituberkulosis per hari dengan tujuan :
- Mendapatkan konversi sputum dengan cepat (efek bakterisidal)
- Menghilangkan keluhan dan mencegah efek penyakit lebih
lanjut
- Mencegah timbulnya resistensi obat, khususnya rifampisin
2. Tahap lanjutan (continuation phase), dengan hanya
memberikan 2 macam obat per-hari atau secara intermitten
dengan tujuan : menghilangkan bakteri yang tersisa (efek
sterilisasi) dan mencegah kekambuhan (relaps).
e. Panduan OAT di Indonesia
- Kategori 1 (2RHZ/4R3H3)
Fase intensif (2RHZE) menggunakan 3 macam obat yang
diminum setiap hari selama 2 bulan. Sedangkan fase lanjutan
(4R3H3) menggunakan 2 macam obat, diminum 3 kali
seminggu selama 4 bulan. Obat ini diberikan untuk 11:
Penderita baru TB Paru BTA (+)
16
Penderita TB Paru BTA (-) Rontgen (+) yang sakit berat
Penderita TB Ekstra Paru berat
- Kategori 2 (2RHZES/1RHZE/5H3R3E3)
Fase intensif diberikan selama 3 bulan, yang terdiri dari 2 bulan
dengan RHZE ditambah dengan suntikan streptomisin (S)
setiap hati di UPK, dan dilanjutkan 1 bulan dengan RHZE setiap
hari. Fase lanjutan selama 5 bulan dengan RHE yang diberikan
tiga kali dalam seminggu. Obat ini diberikan untuk 11:
Penderita kambuh (relaps)
Penderita gagal (failure)
Penderita dengan pengobatan setelah lalai (after default)
- OAT Sisipan (RHZE)
Bila pada akhir tahap intensif dari pengobatan kategori 1 atau 2,
hasil pemeriksaan dahak masih positif, diberikan obat sisipan
(RHZE) setiap hari selama 1 bulan. 11
17
trombositopeni
a, peningkatan
enzim hati
Pirazinamid 35 (30-40)mg - Toksisitas
(Z) Hepar
Etambutol (E) 20(15-25)mg - Neuritis Optik,
ketajaman
mata
berkurang
3. Kortikosteroid
a.TB meningitis
b. Sumbatan jalan nafas akibat TB kelenjar (endobronkhial TB)
c. Perikarditis TB
d. TB milier dengan gangguan nafas berat
e. Efusi Pleura TB
f. TB abdomen dengan Ascites
obat yang sering digunakan adalah prednisone dengan dosis
2mg/kgBB/hari dengan dosis Maksimal 60mg/hari selama 4 minggu.
Tappering off dilakukan secara bertahap setelah 2 minggu pengobatan.11
4. Piridoksin
Isoniazid dapat menyebabkan defisiensi piridoksin simptomatik, terutama
pada anak dengan malnutrisi berat dan anak dengan HIV. Dosis 5-
10mg/hari. 11
18
5. Dukungan Nutrisi yang adekuat
D. Operatif
Tindakan operatif dilakukan dengan tujuan untuk pengangkatan
sekuester. Trakeostomi diindikasikan bila terjadi obstruksi laring.
Trakeostomi: tindakan membuat lubang pada dinding depan/anterior
trakea untuk bernafas. Trakeostomi pada kasus laringitis tuberkulosis
dilakukan atas indikasi yaitu jika terjadi obstruksi laring dan mengurangi
ruang rugi di saluran napas bagian atas seperti daerah rongga mulut,
sekitar lidah, dan faring. 11
9. Komplikasi
Komplikasi dini : pleuritis, efusi pleura, empiema, Laringitis, usus.
Komplikasi lanjut.
Hemoptisis berat (perdarahan dari saluran nafas bawah)
Obstruksi jalan nafas sehingga dapat menyebabkan kematian.
Fibrosis pada paru
Pneumotoraks spontan karena kerusakan jaringan paru
Kor pulmonale
Pada laringitis akibat peradangan yang terjadi dari daerah lain maka dapat
terjadi inflamasi yang progresif dan dapat menyebabkan kesulitan bernafas.
Kesulitan bernafas ini dapat disertai stridor baik pada periode inspirasi,
ekspirasi atau keduanya. Pada laringitis tuberkulosis dapat terjadi sekuele, di
antaranya stenosis glotis posterior, stenosis subglotis, paralisis plika vokalis,
dan persisten disfonia 12
19
10. Prognosis
50% meninggal
25% akan sembuh sendiri dengan daya tahan tubuh yang tinggi
5% tidak sembuh 12
20
Daftar Pustaka
6. Michelsen SW, Soborg B , Koch A , Carstensen L, Hoff ST, Agger EM, dkk.
The effectiveness of BCG vaccination in preventing Mycobacterium
tuberculosis infection and disease in Greenland. Thorax 2014;69:851-6
21
12. Price. A,Wilson. L. M. Tuberkulosis Paru. Dalam: Patofisiologi Konsep
Klinis Proses-Proses Penyakit, bab 4, Edisi VI. Jakarta: EGC, 2014
22
Bagian Ilmu Kesehatan Anak REFERAT
Fakultas Kedokteran Universitas Tadulako 24 Februari 2018
Rumah Sakit Umum Anutapura
TB PADA ANAK
Disusun Oleh:
Muhammad Iqbal
N111 17 062
Pembimbing:
PALU 2018
23
Halaman Pengesahan
Nama: Muhammad Iqbal
Fakultas : Kedokteran
Universitas: Tadulako
Pembimbing Mahasiswa
24