1. SUJUD SAHWI
Sujud sahwi ialah sujud yang dilakukan karena adanya perbuatan yang terlupakan dalam
shalat, cara mengerjakan sama dengan sujud biasa, artinya dengan takbir diantara dua sujud
dan dikerjakan setelah tasyahud akhir, sebelum salam.
Adapun sebab-sebab sujud sahwi:
1. Tidak melakukan tasyahud awla
Membaca tasyahud awal adalah sunnat muakad, karena itu apabila seseorang lupa tidak
melakukannya, kemudian ia sadar atas perbuatannya itu, maka harus melakukan sujud
sahwi.
2. Kelebihan rakaat, termasuk rukuk dan sujud
Apabila seseorang menyadari bahwa shalat yang dilakukan itu lebih atau kurang, maka
hendaknya ia melakukan sujud sahwi, jika ia sadar setelah selesai shalat, maka ia
melakukan sujud sahwi setelah salam, dengan cara yang sama.
3. Ragu dalam bilangan rakaat
Apabila seseorang sedang shalat ragu, maka shalat yang telah dilakukan itu tiga rakaat
atau empat rakaat, maka hendaknya ia mengambil bilangan yang meyakinkan , yaitu
tiga rakaat, kemudian ia meneruskan menjadi empat rakaat, ditambah dengan sujud
sahwi.
4. Kekurangan rakaat karena lupa
Apabila seseorang telah mengucapkan salam, padahal bilangan rakaatnya belum
disempurna, maka hendaknya ia menyempurnakan bilangan rakaat itu, kemudian setelah
salam ia melakukan sujud sahwi.
2. SUJUD TILAWAH
Sujud Tilawah artinya sujud bacaan. Sujud Tilawah adalah sujud yang dikerjakan ketika
bertemu dengan ayat-ayat “sajadah” dalam bacaan Al-Qur’an. Hukum sujud tilawah adalah
sunat.
Cara mengerjakan adalah jika mendengar atau membaca ayat sajdah dalam shalat, hendaklah
sujud sekali, kemudian berdiri kembali meneruskan bacaan ayat tersebut dan meneruskan
shalat.
Bacaan sujud tilawah:
Boleh membaca bacaan yang biasa dibaca saat sujud shalat yaitu ( )سبحان ربي األعلىSubhana
Robbiyal A'la sebanyak 3x.
Dapat juga ditambah dengan bacaan berikut (berdasarkan hadits riwayat Tirmidzi):
.() روالترمذى.ص َرهُ ِب َح ْو ِل ِه َوقُ َّوتِ ِه ْ س َجدَ َوجْ ِهى ِللَّ ِذ
َ ى َخلَقَهُ َوش ََّق
َ َس ْم َعهُ َوب َ
Rukun Sujud Tilawah
Rukun sujud tilawah yang dilakukan diluar shalat, yaitu: (1) Niat, (2) takbiratul ihram, (3)
sujud, (4) memberi salam sesudah duduk.
Syarat sujud tilawah
Syarat sujud tilawah sebagaimana syarat salat, seperti suci dari hadas dan najis, menghadap
ke kinlat serta menutup aurat.
Ini pendapat sebagian ulama. Mereka mendasarkan keadaan sujud itu sebagaimana keadaan
dalam salat. Sebagian ulama yang lain berpendapat tidak disyaratkan suci dari hadas dan
tidak pula diharuskan suci pakaian dan tempat.
Ayat-ayat Sajdah:
Ulama ahli fiqih sepakat bahwa ayat sajadah terdapat dalam 10 ayat dalam Al-Quran.
Berikut ayat-ayat sajadah yang sunnah melakukan sujud tilawah setelah selesai membaca
ayat tersebut.
1. Quran Surat Al-A'raf ayat 206
2. QS Ar-Ra'd ayat 15
3. QS An-Nahl ayat 49
4. QS Al-Isra ayat 107
5. QS Maryam ayat 58
6. QS Al-Haj ayat 18
7. QS An-Naml ayat 25
8. QS As-Sajadah ayat 15
9. QS Al-Furqan ayat 60
10. QS Fussilat ayat 38
11. QS Al-Haj ayat 77
12. QS An-Najm ayat 62
13. QS Al-Insyiqaq ayat 21
14. QS Al-Alaq ayat 19
15. QS Shad ayat 28
WAKTU MAKRUH MELAKUKAN SUJUD TILAWAH
Sujud tilawah makruh dilakukan pada waktu-waktu yang makruh melakukan shalat sunnah
yaitu:
1. Setelah shalat subuh sampai terbit matahari.
2. Saat terbit matahari sampai naik setinggi panah atau sekitar 25 detik.
3. Saat matahari tepat berada di atas yakni sekitar 3 detik.sebelum masuk waktu dhuhur.
4. Sepertiga jam sebelum terbenam matahari.
5. Ketika terbenam matahari
3. Sujud Syukur
Sujud syukur artinya sujud terima kasih karena mendapat nikmat (keuntungan)atau karena
terhindar dari bahaya kesusahan yang besar.
Syarat-syarat sujud syukur/sujud tilawah:
1. Suci dari segala najis, baik badan, pakaian maupun tempat.
2. Menutup aurat.
3. Menghadap kearah kiblat.
4. Masuk waktu sujud, artinya dikerjakan ketika mendengar atau menerima nikmat dari
Allah.
Perbandingan sujud tilawah dan sujud syukur:
1. Syarat dan rukun keduaya sama, tetapi para ulama berselisih pendapat dalam hal syarat
dan rukun kedua macam sujud itu.
2. Kedua sujud itu hanya dilakukan satu kali.
3. Sujud tilawah disunatkan dalam salat dan diluar salat, sedangkan sujud syukur hanya
disunatkan diluar salat, tidak boleh dilakukan dalam salat.
Salat Sunah Rawatib ialah salat sunnah yang dikerjakan mengiringi salat fardu lima waktu.
Salat ini dikerjakan sebelum mengerjakan salat fardu atau sesudahnya.
Artinya: “Tidak ada salat fardu pun kecuali di antara keduanya ada dua rakaat (salat sunah).”
(H.R. Ibnu Hibban).
Salat yang dikerjakan sebelum pelaksanaan salat fardu disebut salat sunah qabliyah, sedang salat
yang dikerjakan sesudah pelaksanaan salat fardu disebut salat sunah bakdiyah. Hukum
melaksanakan salat sunah rawatib ini dibagi menjadi dua yaitu sunah muakkad dan sunah gairu
muakad.
Dari Aisyah, “Tidak ada salat sunah yang lebih dipentingkan oleh Nabi saw. Selain dari dua
rakaat subuh (H.R. Bukhari dan Muslim).
b. Salat dua rakaat sebelum Zuhur (Qabliyah Zuhur).
c. Salat dua rakaat sesudah Zuhur (Bakdiyah Zuhur).
d. Salat dua rakaat sesudah Magrib (Bakdiyah Magrib).
e. Salat dua rakaat sesudah Isya’ (Bakdiyah Isya’).
“Dari Ibnu Umar, ia berkata, “Saya ingat dari Rasulullah saw. Dua rakaat sebelum Zuhur, dua
rakaat sesudah Zuhur, dua rakaat sesudah Magrib, dua rakaat sesudah Isya’, dan dua rakaat
sebelum Subuh” (H.R. Bukhari dan Muslim)
Salat sunah rawatib yang dikerjakan sebelum Zuhur maupun sesudahnya ada empat rakaat.
Adapun masing-masing terbagi menjadi dua yaitu dua rakaat di antaranya adalah sunah muakad,
sedang dua rakaat lagi adalah sunah gairu muakkad.
Dari Ummu Habibah, “Nabi saw. Berkata: “Barang siapa mengerjakan salat empat rakaat
sebelum Zuhur dan empat rakaat sesudahnya, Allah mengharamkan api neraka baginya (H.R.
Tirmizi).
Dari Abdullah bin Mugaffal, “Nabi saw. berkata Salatlah kamu sebelum Magrib, salatlah kamu
sebelum Magrib, kemudian beliau berkata pada yang ketiga kalinya, “Bagi orang yang
menghendakinya” (H.R. Bukhari).
Dalam hadis lain yang diriwayatkan oleh Ibnu Hibban, diriwayatkan yang artinya: “Bahwa
Rasulullah saw. salat sebelum Magrib dua rakaat”
Dasar Hukum: Diriwayatkan dari Usamah bin Zaid R.a, dia berkata, “Sesungguhnya
Rasulullah Saw selalu berpuasa pada hari Senin dan Kamis, mana kala beliau ditanya tentang hal
tersebut, beliau menjawab:
اإلثْ َني ِْن َو ْالخ َِمي ِْس ُ إِ َّن أَ ْع َما َل اْل ِعبَا ِد ت ُ ْع َر
ِ ض يَ ْو َم
“Sesungguhnya amal-amal hamba dihadapkan (kepada Allah) pada hari Senin dan Kamis."
Sebagai dasar hukum dari puasa sunnah 6 hari di bulan syawal adalah berdasarkan hadits
Rasulullah Saw, dari Abu Ayyub Ra, bahwa Nabi Shallallahu ‘Alaihi Wa Sallam Bersabda,
ِ ضانَ ث ُ َّم أَتْ َب َعهُ ِستًّا ِم ْن ش ََّوا ٍل َكانَ ك
َص َي ِام الدَّ ْه ِر َ ام َر َم
َ صَ َم ْن
“Barangsiapa berpuasa Ramadhan dan meneruskannya dengan puasa 6 hari di
bulan Syawal, berarti dia telah berpuasa selama setahun.”(Hr. Muslim)[3]
Rasulullah Saw biasa puasa Syawal 6 hari berturut-turut, tapi sebagian ulama
memperbolehkan tidak harus berturut-turut 6 hari, namun pahalanya insya allah sama dengan
yang berturut-turut.
namun, menurut pendapat beberapa ulama termasuk Syaikh Utsaimin, mengerjakannya dengan
berurutan, itu lebih utama karena menunjukkan sikap bersegera dalam melaksanakan kebaikan,
dan tidak menunda-nunda amal yang bisa menyebabkan tidak jadi beramal
ار ْال َمالَئِ َكةَ ِم ْن يَ ْو ِم َع َرفَةَ َوإِنَّهُ لَيَدْنُو ث ُ َّم يُبَاهِى بِ ِه ُم َّ ََما ِم ْن َي ْو ٍم أ َ ْكث َ َر ِم ْن أ َ ْن يُ ْعتِق
ِ ََّّللاُ فِي ِه َع ْبدًا ِمنَ الن
َفيَقُو ُل َما أ َ َرادَ هَؤُ الَ ِء
“Di antara hari yang Allah banyak membebaskan seseorang dari neraka adalah hari Arofah.
Dia akan mendekati mereka lalu akan menampakkan keutamaan mereka pada para malaikat.
Kemudian Allah berfirman: Apa yang diinginkan oleh mereka?” (HR. Muslim)
Ibnu Rajab Al Hambali mengatakan, “Hari Arofah adalah hari pembebasan dari api
neraka. Pada hari itu, Allah akan membebaskan siapa saja yang sedang wukuf di Arofah dan
penduduk negeri kaum muslimin yang tidak melaksanakan wukuf. Oleh karena itu, hari setelah
hari Arofah –yaitu hari Idul Adha- adalah hari ‘ied bagi kaum muslimin di seluruh dunia. Baik
yang melaksanakan haji dan yang tidak melaksanakannya sama-sama akan mendapatkan
pembebasan dari api neraka dan ampunan pada hari Arofah.” (Lathoif Al Ma’arif, 482)
Mengenai keutamaan puasa Arafah disebutkan dalam hadits Abu Qotadah,
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda,
ورا َء
َ ش ِ سنَةَ الَّتِى َب ْعدَهُ َو
ُ ص َيا ُم َي ْو ِم َعا َّ سنَةَ الَّتِى قَ ْبلَهُ َوال
َّ َّللاِ أ َ ْن يُك َِف َر ال
َّ ص َيا ُم َي ْو ِم َع َر َفةَ أَحْ تَسِبُ َعلَىِ
ُسنَةَ الَّ ِتى َق ْب َله
َّ َّللاِ أ َ ْن يُك َِف َر ال
َّ أَحْ تَسِبُ َعلَى
“Puasa Arofah dapat menghapuskan dosa setahun yang lalu dan setahun akan datang. Puasa
Asyuro (10 Muharram) akan menghapuskan dosa setahun yang lalu.” (HR. Muslim).
Ini menunjukkan bahwa puasa Arafah adalah di antara jalan untuk mendapatkan
pengampunan di hari Arafah. Hanya sehari puasa, bisa mendapatkan pengampunan dosa untuk
dua tahun. Luar biasa fadhilahnya ...
Hari Arafah pun merupakan waktu mustajabnya do’a s ebagaimana disebutkan dalam hadits,
َّ َّاء د ُ َعا ُء يَ ْو ِم َع َرفَةَ َو َخي ُْر َما قُ ْلتُ أَنَا َوالنَّبِيُّونَ ِم ْن قَ ْب ِلى الَ إِلَهَ إِال
َُّللا ِ َخي ُْر الدُّ َع
ش ْىءٍ قَدِير َ َوحْ دَهُ الَ ش َِريكَ لَهُ لَهُ ْال ُم ْلكُ َولَهُ ْال َح ْمد ُ َوه َُو َعلَى ُك ِل
“Sebaik-baik do’a adalah do’a pada hari Arofah. Dan sebaik-baik yang kuucapkan, begitu pula
diucapkan oleh para Nabi sebelumku adalah ucapan “Laa ilaha illallah wahdahu laa syarika
lah, lahul mulku walahul hamdu wa huwa ‘ala kulli sya-in qodiir (Tidak ada sesembahan yang
berhak disembah kecuali Allah semata, tidak ada sekutu bagi-Nya. Miliki-Nya segala kerajaan,
segala pujian dan Allah yang menguasai segala sesuatu)”.” (HR. Tirmidzi, hasan)
Zakat merupakan salah satu rukun Islam yang lima pada urutan yang ketiga. Dalam salah
satu hadits, Rasulullah saw bersabda:
شهادة ان الاله االهللا وان محمد ارسول هللا واقام الصالة والتاءالزكاةوصوم رمضان وحج:بني االسالم على خمسى
البيت من استطاع اليه سبيال
Artinya: “Islam dibangun atas 5 (lima) dasar, yaitu: pengakuan bahwa tidak ada Tuhan
selain Allah dan Muhammad adalah Rasulullah, mendirikan salat, membayar zakat,
melaksanakan haji, berpuasa pada bulan Ramadan”. (HR. Bukhari Muslim)
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka, dengan zakat itu, kamu
membersihkan dan mensucikan mereka “. (QS. At-Taubah: 103)
Ayat-ayat yang berkaitan dengan zakat, pada umumnya berbentuk perintah. Menurut
Ilmu Ushul Fiqih, pada prinsipnya setiap perintah menunjukkan pada kewajiban,
sedangkan kewajiban apabila dilaksanakan akan mendapatkan pahala dan apabila
ditinggalkan (tidak dilaksanakan) akan mendapat siksa. Jadi, zakat merupakan kewajiban
setiap muslim yang harus dilaksanakan sesuai dengan ketentuan yang ditetapkan syariat.
Adapun hukum yang berkaitan dengan waktu pelaksanaan (mengeluarkan)
zakat fitrah, akan dikemukakan pada pembahasan selanjutnya.
Berkenaan dengan waktu dan hukum membayar zakat fitrah ini, Rasulullah saw
bersabda:
فرض رسول هللا ص م زكاةالفطر طهرة للصإم وطعمة للمساكين فمن اداهاقبل الصالةفهي زكاة مقبولة ومن اداهابعد
الصالة فهي صدقة من الصد قاة
Artinya: “Rasulullah saw telah mewajibkan zakat fitrah untuk pembersih (dosa) bagi
orang yang berpuasa dan pemberi makan bagi orang-orang miskin. Barangsiapa yang
menunaikannya sebelum salat hari raya, maka zakat tersebut diterima (sah). Dan
barangsiapa yang metnbayarnya setelah salat (hari raya), maka hal itu hanya merupakan
sedekah dari berbagai jenis sedekah”. (HR. Abu Daud dan Ibnu Majah).
Artinya: “(Yaitu) mereka yang beriman kepada yang gaib, mendirikan shalat, dan
menafkahkan sebagian harta (rezeki) yang Kami anugerahkan kepada mereka”. (QS. A1-
Baqarah: 3)
Berdasarkan ayat tersebut di atas, terdapat 8 golongan (asnaf) yang ditetapkan oleh Allah
Swt. berhak untuk menerima zakat atau menjadi mustahiq, yaitu sebagai berikut:
1. Fakir, yaitu orang yang hidupnya sengsara, tidak mempunyai harta dan tenaga untuk
rnemenuhi kebutuhan hidupnya.
2. Miskin, yaitu orang yang kehidupannya tidak cukup dan hanya mampu memenuhi
sebagiannya saja serta masih berada dalam kekurangan.
3. Amilin, yaitu kelompok orang atau badan tertentu yang bertugas mengumpulkan,
menerima titipan, dan membagikan zakat.
4. Muallaf, yaitu orang yang harapannya besar untuk masuk Islam atau orang yang baru
masuk Islam, sedangkan kondisi imannya masih lemah.
5. Riqab, yaitu orang yang berusaha keras untuk membebaskan budak atau untuk
membebaskan tawanan orang Islam yang disandera oleh orang-orang kafir.
6. Gharim, yaitu orang yang pailit, bangkrut, dan terbebani hutang untuk kepentingan
yang bukan untuk maksiat, sedangkan ia tidak sanggup untuk membayarnya.
7. Sabilillah, yaitu orang yang berjuang untuk kepentingan tegaknya kekuatan Islam dan
kaum muslimin. Termasuk di dalamnya adalah kepentingan sarana kaum muslimin,
seperti masjid, sekolah, rumah sakit, dan sebagainya.
8. Ibnu Sabil, yaitu orang yang sedang dalam perjalanan (musafir) dan bukan untuk
maksiat. Orang tersebut kekurangan dan kehabisan biaya dalam perjalanannya.
Artinya: “Ambillah zakat dari sebagian harta mereka. Dengan zakat itu kamu
membersihkan dan menyucikan mereka dan berdoalah untuk mereka. Sesungguhnya doa
kamu itu (menjadi) ketenteraman bagi jiwa mereka. Dan Allah Maha Mendengar lagi
Maha Mengetahui”. (QS. At-Taubah: 103)
2. Membersihkan diri dari sifat tercela
Orang yang mengeluarkan zakat, berarti telah berusaha menjadi seorang dermawan dan
melepaskan diri dari sifat kikir (bakhil) yang merupakan sifat tercela. Hal ini sesuai
dengan firman Allah Swt. dalam Al-Quran surat Ali Imran ayat 180:
Artinya: “Sekali-kali, janganlah orang-orang bakhil dengan harta yang Allah berikan
kepada mereka dan karunia-Nya menyangka bahwa kebakhilan itu baik bagi mereka.
Sebenarnya kebakhilan itu buruk bagi mereka”. (QS. Ali Imran: 180)
3. Merupakan salah satu wujud rasa syukur
Setiap orang mampu mewujudkan rasa syukur sesuai dengan kemampuannya. Ada yang
mewujudkan dengan lisan, perbuatan, dan anggota badan. Zakat, infak, dan sadaqah
merupakan salah satu wujud ungkapan rasa syukur kepada Allah Swt. atas anugerah harta
yang diberikan kepada seseorang. Mereka akan memperoleh pahala di sisi Allah dan
tidak akan memperoleh kekhawatiran dan kesedihan.
Allah Swt. berfirman dalam surat Al-Baqarah ayat 277:
Zakat
A. Zakat Fitrah
1. Pengertian zakat fitrah
Adalah zakat yang berupa makanan pokok yang ditunaikan setahun sekali oleh setiap jiwa.
Besarnya zakat 2,5kg/per jiwa, baik laki-laki maupun perempuan, anak-anak maupun dewasa.
B. Zakat Mal
1. Pengertian dan Hukum Zakat Mal
Menurut terminologi bahasa (lughat), harta adalah segal sesuatu yang diinginkan sekali oleh
manusia untuk dimiliki, dimanfaatkan dan disimpan. Pengertian zakat mal secara istilah adalah
mengeluarkan sebagian harta yang dimiliki seseorang karena sudah sampai nisab atau batas
mengeluarkan zakat kepada orang-orang tertentu dengan ketentuan yang telah ditentukan syara’.
Tujuan zakat mal adalah untuk membersihkan atau menyucikan harta. Hukum mengeluarkan
zakat mal adalah wajib bagi orang yang telah memenuhi syarat.
Definisi puasa (saum) menurut bahasa adalah menahan atau meninggalkan diri dari sesuatu.
Sedangkan pengertian dari puasa menurut istilah adalah menahan diri dari kegiatan makan,
minum dan juga bersetubuh yang di mulai dari fajar sampai dengan waktu magrib dengan syarat
tertentu karena mengharap rida Allah SWT dan menyiapkan diri untuk bertakwa kepada-Nya.
Puasa Wajib : Pengertian, Syarat, Rukun dan Macam Puasa Wajib (Materi Pelajaran Agama
Kelas 8)
Rukun Puasa
Pengertian rukun puasa adalah sesuatu yang wajib (harus) dilakukan pada saat berpuasa. Rukun
berpuasa terdiri atas:
a. Islam
b. Niat.
c. Menahan diri dari makan, minum, bersetubuh, dan hal lain yang membatalkan puasa ari terbit
fajar hingga terbenam matahari.
Artinya: “Wahai orang-orang yang beriman! Diwajibkan atas kamu berpuasa sebagaimana
diwajibkan atas orang sebelum kamu agar kamu bertakwa.” (Q.S. Al-Baqarah 183)
b. Puasa Nazar
Pengertian Puasa Nazar adalah puasa yang dilaksanakan karena memiliki janji kepada Allah swt.
Sebagai contoh saya akan berpuasa selama 7 hari apabila saya menjadi juara 1 di kelas. Jika
benar-benar juara 1 kelas maka wajib melakukan puasa 7 hari tersebut. Maksud janji di sini
adalah janji yang baik yang tidak melanggar syari’at agama.
c.Puasa Qada
Pengertian Puasa Qada adalah puasa yang wajib dijalankan karena berbuka dalam bulan
Ramadan karena ada uzur syar’i, seperti bepergian jauh, sakit, haid, nifas, atau dengan sebab
lain.
d. Puasa Kafarat
Pengertian Puasa Kafarat adalah puasa yang dilaksanakan karena adanya pelanggaran terhadap
sesuatu tatanan syari’at. kika dilanggar maka yang bersangkutan wajib berpuasa selama hari
yang telah ditentukan. Contohnya membunuh dengan tidak sengaja, mengerjakan sesuatu yang
diharamkan dalam haji serta tidak sanggup menyembelih binatang sebagai denda, merusak
sumpah, dan berzihar dengan istri. Maka orang yang melakukan hal-hal di atas wajib berpuasa.
Dengan demikian, puasa kafarat adalah puasa sebagai pengganti, karena melakukan larangan-
larangan tertentu. Lamanya waktu puasa kafarat adalah dua bulan berturut-turut dan hukumnya
wajib.