Anda di halaman 1dari 43

LEMBAR PENGESAHAN

Nama : dr. Vindy

Jabatan : Dokter Internsip

Periode Internsip : November 2016 – November 2017

Topik : Stroke Non Hemoragic

Wahana : RSUD Cilegon

TELAH DIPERIKSA DAN DISETUJUI TANGGAL :

………………………………………………

Dokter Pembimbing

dr. Mukhdiar, SpS

Dokter Pendamping Dokter Pendamping

dr. Dian Arissanthy dr. H. Kamal Sumardin

1
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur saya panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa. Karena berkat
rahmat-Nya, saya selaku penuyusun laporan kasus ini, dapat menyelesaikan laporan kasus ini,
yang berjudul “Stroke non hemoragic”. Dimana laporan kasus ini disusun sebagai salah satu
syarat tugas dalam menyelesaikan Program Internsip Dokter Indonesia selama satu tahun di
wahana terpilih, yakni RSUD Cilegon.

Tidak lupa, saya mengucapkan terima kasih kepada berbagai pihak yang telah
mendukung saya, sehingga saya dapat menyelesaikan laporan kasus ini. Khususnya untuk
dokter pembimbing dalam kasus saya ini, yakni dr. Mukhdiar, SpS yang bersedia untuk
meluangkan waktunya untuk membimbing saya. Tidak lupa, saya mengucapkan terima kasih
kepada dokter pendamping wahana RSUD Cilegon, yang sudah memberikan bantuan, dan
kesempatan pada saya, sehingga laporan kasus ini dapat terselesaikan, dan dapat
dipresentasikan Ucapan terima kasih saya ucapkan kepada teman-teman sejawat dokter
internsip yang telah mendukung saya, sehingga laporan kasus ini dapat terselesaikan.

Saya menyadari bahwa dalam penyusunan laporan kasus ini terdapat banyak
kekurangan di dalamnya. Oleh karena itu, saya dengan terbuka menerima segala kritik, dan
saran dalam penulisan laporan kasus ini, sehingga penulisan laporan selanjutnya, dapat lebih
baik lagi kedepannya. Saya mohon maaf apabila terdapat kesalahan-kesalahan penulisan, di
dalam laporan kasus ini.

Akhir kata, semoga laporan kasus ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak, dan para
pembaca tentunya. Terima kasih.

Cilegon, Januari 2017

Penyusun

2
DAFTAR ISI

Lembar Pengesahan ................................................................................................... 1

Kata Pengantar ........................................................................................................... 2

Daftar Isi .................................................................................................................... 3

Borang Portofolio....................................................................................................... 4

Laporan Kasus ........................................................................................................... 4

Bab I Status Pasien................................................................................................ 4

Bab II Tinjauan Pustaka ........................................................................................ 21

2.1 Anatomi.................................................................................................... 21

2.2 Definisi ..................................................................................................... 25

2.3 Epidemiologi ............................................................................................ 26

2.4 Faktor Resiko ........................................................................................... 26

2.5 Etiologi ..................................................................................................... 27

2.6 Klasifikasi ................................................................................................ 28

2.7 Patofisiologi ............................................................................................. 29

2.8 Manifestasi Klinis .................................................................................... 30

2.9 Diagnosis.................................................................................................. 31

2.10 Tatalaksana ............................................................................................ 36

2.11 Preventif ................................................................................................. 40

2.12 Prognosis ................................................................................................ 41

2.13 Kesimpulan ............................................................................................ 43

3
Borang Portofolio

Nama Wahana: RSUD Kota Cilegon


Topik: Stroke non hemoragic
Tanggal (kasus) : 10 Januari 2017
Nama Pasien : Tn. ADP No. RM : 3979**
Tanggal presentasi : 14 Februari 2017 Pendamping: dr. Kamal Sumardin, dr.
Dian Arissanthy
Tempat presentasi: RSUD Kota Cilegon
Obyek presentasi :
√ Keilmuan ☐Keterampilan ☐Penyegaran ☐Tinjauan pustaka
√ Diagnostik √ Manajemen ☐Masalah ☐Istimewa

☐Neonatus ☐Bayi ☐Anak ☐Remaja ☐Dewasa √ Lansia ☐Bumil

Deskripsi: Membahas tentang jenis – jenis stroke dan penatalaksanaan yang tepat untuk stroke
non hemoragic
Tujuan: mengetahui tentang jenis – jenis stroke; mengetahui tentang penatalaksaan yang tepat
untuk stroke non hemoragic
Bahan √Tinjauan ☐ Riset √ Kasus ☐ Audit
bahasan: pustaka
Cara √ Diskusi √Presentasi ☐ E-mail ☐ Pos
membahas:

Data Pasien: Nama: Tn. ADP No.Registrasi: 3979**


Nama klinik RSUD Kota Cilegon
Data utama untuk bahan diskusi:
Gambaran klinis:
Pasien datang ke IGD RSU Kota Cilegon dengan keluhan anggota gerak sebelah kiri lemah
sehingga sulit berjalan sendiri. Keluhan dirasakan sejak 2 hari SMRS secara tiba – tiba saat
sedang istirahat. Lemah yang berlangsung pada tangan dan kaki dirasakan muncul bersamaan
dan tidak menjalar.

Keluhan lemah disertai dengan bicara pelo. Bicara pelo dirasakan muncul bersamaan
dengan lemah pada anggota gerak kiri. Pasien menyangkal adanya nyeri kepala, pingsan, mual
dan muntah, serta demam. Pasien juga menyangkal adanya rasa kesemutan, nyeri pada leher,
atau punggung serta pinggang, atau kejang. BAK dan BAB menurut pasien masih normal. Pasien
belum berobat untuk keluhan pasien saat ini.

1. Riwayat pengobatan: Pasien belum berobat untuk mengatasi keluhan kali ini.
2. Riwayat kesehatan/penyakit: Diabetes mellitus (+), Hipertensi (+) tidak minum obat
hipertensi secara teratur, Riwayat stroke (+) pada sisi kanan tahun 2012, penyakit jantung
(-), Riwayat vertigo (-), tb paru (-), asma (-), alergi (-), riwayat trauma dan jatuh (-).

4
Riwayat keluarga: Riwayat DM (-); Riwayat hipertensi (+) ayah pasien; Riwayat penyakit
jantung (-); Riwayat vertigo (-)

3. Riwayat pekerjaan: os saat ini sudah tidak bekerja, saat ini sebagai pensiunan PNS
4. Kondisi lingkungan sosial dan fisik: Os tidak merokok maupun minum minuman alkohol.
Sehari – hari pasien jarang berolahraga, lebih suka makan makanan berlemak seperti
jeroan, kikil.
5. Riwayat imunisasi: os tidak mengingat riwayat imunisasinya
6. Lain-lain (Pemeriksaan Fisik dan Penunjang):
Primary Survey:
 Airway & breathing : Jalan nafas bebas,sesak (-), trakea di tengah,suara napas
+/+, RR: 20 x/menit
 Circulation:
Tekanan darah : 180/100 mmHg
Nadi : 82 x/menit
Suhu : 36,2o C, akral hangat (+)
GCS : 15 (E4M6V5)
Secondary Survey:
a. Kepala : normosefali, tidak ada kelainan
b. Mata : OS : pupil bulat, ø 4mm, refleks cahaya langsung (+), RCTL (+)
OD : pupil bulat, ø 4mm, refleks cahaya langsung (+), RCTL (+)

c. THT : rhinorea (-), otorhea (-)


d. Mulut : Mukosa tidak tampak hiperemis
e. Leher : pembesaran KGB (-), tiroid tidak teraba membesar
f. Paru : SN vesikuler, wheezing -/-, rhonki -/-
g. Jantung : BJ I-II regular, murmur (-), gallop (-)
h. Abdomen : datar, supel, timpani, BU (+) normal, hepar & lien tidak teraba
i. Kelamin : tidak dilakukan pemeriksaan

2. Status psikis

a. Cara berpikir : baik


b. Perasaan hati : baik
c. Tingkah laku : baik
d. Ingatan : baik, amnesia (-)
e. Kecerdasan : baik
3. Status neurologikus

a. Kepala
i. Bentuk : normosefali
ii. Nyeri tekan : negatif
iii. Simetris : simetris
iv. Pulsasi : negatif

5
b. Leher
i. Sikap : normal
ii. Pergerakan : luwes, tidak terganggu
iii. Kaku kuduk : negatif
iv. Kernig : negative
v. Laseque : negative
vi. Brudzinski I : negative
vii. Brudzinski II : negatif
c. Pemeriksaan saraf kranial
i. N. olfaktorius
Penciuman: tidak dilakukan
ii. N. Optikus
Kanan Kiri

Tajam penglihatan Dalam batas normal Dalam batas normal

Pengenalan warna Dalam batas normal Dalam batas normal

Lapang pandang Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Fundus okuli Tidak dilakukan Tidak dilakukan

iii. N. Okulomotorius
Kanan Kiri

Kelopak mata Terbuka Terbuka

Gerakan mata:

Superior Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Inferior Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Medial Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Endoftalmus Tidak ada Tidak ada

Eksoftalmus Tidak ada Tidak ada

Pupil Kanan Kiri


Diameter 4 mm 4 mm

Bentuk Bulat Bulat

Posisi Sentral Sentral

Refleks cahaya langsung + +

6
Refleks cahaya tidak langsung + +

Strabismus - -

Nistagmus - -

iv. N. trochlearis
Gerak mata ke lateral
Bawah Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Strabismus - -

Diplopia - -

v. N. trigeminus
Membuka mulut Baik

Sensibilitas atas Baik

Sensibilitas bawah Baik

Refleks kornea Tidak dilakukan

Refleks masseter Tidak dilakukan

vi. N. abdusens
Gerak mata ke lateral Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan

Strabismus divergen - -

Diplopia - -

vii. N. fasialis Kanan Kiri


Mengerutkan dahi Simetris Simetris

Kerutan kulit dahi Simetris Simetris

Menutup mata Dalam batas normal Dalam batas normal

Lipatan nasolabial Simetris Simetris

Sudut mulut Simetris Simetris

Meringis Simetris Simetris

7
Memperlihatkan gigi Dalam batas normal Dalam batas normal

Bersiul Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Perasaan lidah bagian 2/3 Tidak dilakukan Tidak dilakukan


depan

viii. N. vestibulokoklearis Kanan Kiri


Mendengar suara Tidak ada kelainan Tidak ada kelainan
berbisik
Test Rinne Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Test Weber Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Test Shwabach Tidak dilakukan Tidak dilakukan

ix. N. glosofaringeus
Arkus faring Simetris

Daya mengecap 1/3 belakang Tidak dilakukan

Refleks muntah Tidak dilakukan

Sengau (-)

Tersedak (-)

x. N. vagus
Bicara Lancar

Menelan Gag refleks +

xi. N. asesorius
Menoleh kanan, kiri, bawah Tidak ada kelainan

Angkat bahu Tidak ada kelainan

Trofi otot bahu Tidak ada kelainan

xii. N. hipoglosus
Sikap lidah dalam mulut Mencong ke kiri

Julur lidah Deviasi ke kiri

8
Tremor Tidak ada kelainan

Artikulasi Disatria

d. Badan dan anggota gerak


Ekstremitas atas
Kanan Kiri

Simetris Simetris Simetris

Trofik Eutrofik Eutrofik

Tonus Normotonus Normotonus

Kekuatan 5555 2222

Refleks bisep ++ ++

Refleks trisep ++ ++

Refleks H.Trommer - -

Sensibilitas
Raba + +

Nyeri + +

Suhu Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Vibrasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Badan

R. abdomen atas Tidak dilakukan

R. abdomen bawah Tidak dilakukan

R. anus Tidak dilakukan

9
Ekstremitas bawah
Kanan Kiri

Bentuk Simetris Simetris

Trofik Eutrofik Eutrofik

Tonus Normotonus Normotonus

Kekuatan 5555 2222

Refleks patella ++ ++

Refleks Achilles ++ ++

Refleks patologis:

Babinski - -

Chaddock - -

Openheim - -

Gordon - -

Schaeffer - -

Sensibilitas:
Raba + +

Nyeri + +

Suhu Tidak dilakukan Tidak dilakukan

Vibrasi Tidak dilakukan Tidak dilakukan

e. Koordinasi, gait, dan keseimbangan


 Cara berjalan : sulit dinilai
 Test Romberg : tidak dilakukan
 Dismetria : tidak dilakukan
 Nistagmus test : tidak dilakukan

f. Gerakan-gerakan abnormal
 Tremor : (-)
 Miokloni : (-)
 Khorea : (-)

10
g. Alat vegetative
 Miksi : normal
 Defekasi : normal

Pemeriksaan Penunjang
Tanggal 10 Januari 2017

DARAH RUTIN

Hb : 13,5 g/dl

Leukosit : 7.090 /mm3

Ht : 39,8 %

Trombosit : 259 ribu/mm3

MCV : 90,7 fL

MCH : 30,8 pg

MCHC : 33.9 g/dl

KIMIA DARAH

Gula darah sewaktu : 243 mg/dl

SGOT/ASAT :10 U/L

SGPT/ALAT : 10 U/L

ELEKTROLIT

Natrium : 140,5 MEQ/L

Kalium : 3,60 MEQ/L

Chlorida : 109,4 MEQ/L

Ureum : 35 mg/dl

Creatinin : 1.59 mg/dl

EKG :

Tak tampak kelainan

11
HASIL PEMERIKSAAN RADIOLOGI

X-FOTO THORAX

Kesan : Bronchitis

CT Scan Kepala Non Kontras ( Tanggal 11 Januari 2017)

Perifer cortical sulci tampak melebar

Sistem ventrikel dan sisterna tidak melebar

Tampak lesi hipodens berbatas tidak tegas pada parenchym cerebri ganglia basalis dan corona
radiata kanan

Tak tampak midline shift

Tak tampak lesi pada pons cerebellum dan daerah CPA

Tak tampak kelainan pada sella dan parasella

Sinus paranasal cerah

Tulang – tulang calvaria baik

Tampak proses kalsifikasi di daerah falks cerebri anterior, glandula pinealis dan pleksus
khoroideus bilateral.
Kesan: Infark pada parenkim cerebri ganglia basalis dan corona radiata kanan; atrofi cerebri
senilis

12
Daftar Pustaka:
a. McPhee SJ, Ganong WF. Patophysiology of disease: an introduction to clinical medicine.
Edisi 5.USA: McGraw-Hill Companies; 2005. Hal 582-4.
b. Gofir A., 2009. Klasifikasi Stroke dan Jenis Patologi Stroke, Dalam : Manajemen Stroke.
Yogyakarta : Pustaka Cendekia Press hal.45-9.
c. Misbach J., Jannis J. Diagnosis Stroke, Dalam : Stroke, Aspek Diagnostik, Patofisiologi,
Manajemen. Jakarta : FKUI,2011. hal.62-9.
d. Junadi,Purnawan, Kapita selekta kedokteran, Jilid ke II, Penerbit FKUI, Jakarta. 2005.h.
17-26.
e. Aliah A, Kuswara F.F, Limoa RA, Wuysang. Gangguan Peredaran Darah Otak. Dalam:
Kapita Selekta Neurologi. Gadjah Mada University Press, Yogyakarta, 2003, h.79-102.
f. Price SA, Wilson LM . Patofisiologi: konsep klinis proses-proses penyakit. Volume 2.
Edisi 6. Jakarta: EGC; 2005. Hal.966-71.
g. Clarke C, Howard R, Rossor M, Shorvon SD. Neurology: a queenshare textbook.
USA:John Wiley and Sons;2011.Hal 125-43.
h. Brust JCM. Current diagnosis and treatment in neurology. : McGraw-Hill Companies;
2006. Hal 107-41.
i. McPhee SJ, Papadakis MA. Current medical diagnosis and treatment. International
Edition. USA: McGraw-Hill Companies; 2008. Hal 975-80.
j. Fauci AS, et al. Harrison’s principles of internal medicine.Edisi 18. USA: McGraw-Hill
Companies; 2011. Hal. 3270-99.
k. Burnside JW, McGlynn TJ. Diagnosis fisik. Edisi 17. Jakarta:EGC;2003.hal. 267-83.
l. Welsby PD. Pemeriksaan fisik dan anamnesis klinis. Jakarta:EGC;2009.hal.77-89.
m. Bickley LS, Szilagyi PG. Bates buku ajar pemeriksaan fisik dan riwayat kesehatan.edisi
8. Jakarta:EGC;2009. Hal. 166-290.
n. Nasissi, Denise. Non Hemorrhagic Stroke Emedicine. Medscape, 2010. Diunduh dari:
http://emedicine.medscape.com/article/793821-overview .
o. Algoritma Kegawatdaruratan Stroke menurut American Heart Association. Diunduh dari
http://ummc-acls.org/mod/resource/view.php?id=14.
Hasil pembelajaran:
1. Mampu mengetahui manifestasi klinis stroke

2. Mampu menegakkan diagnosis Stroke non hemoragic

3. Memberikan penatalaksanaan awal untuk stroke non hemoragic di instalasi gawat darurat

Rangkuman hasil pembelajaran portofolio:


1. Subyektif:
Pasien laki – laki usia 62 tahun datang ke IGD RSU Kota Cilegon dengan keluhan
anggota gerak sebelah kiri lemah sehingga sulit berjalan sendiri sejak 2 hari SMRS secara
tiba – tiba saat sedang istirahat. Keluhan lemah disertai dengan bicara pelo. Bicara pelo
dirasakan muncul bersamaan dengan lemah pada anggota gerak kiri. BAK dan BAB menurut
pasien masih normal. Pasien belum berobat untuk keluhan pasien saat ini.

13
Pasien memiliki riwayat diabetes melitus (+), hipertensi (+), riwayat stroke sisi kanan
(+) tahun 2012. Sehari – hari pasien jarang berolahraga, dan lebih suka makan makanan
berlemak.

2. Obyektif:
Keadaan umum : Tampak Sakit Sedang

Kesadaran : Compos mentis dengan GCS : 15 (E4M6V5)

Tekanan darah : 180/100 mmHg

Nadi : 82 x/menit

Napas : 20 x/menit

Suhu : 36,2o C

Sistem motorik

i. Inspeksi : atrofi (-), gerak abnormal (-)


ii. Kekuatan : 5-5-5-5 2-2-2-2
5-5-5-5 2-2-2-2
iii. Tonus otot : normal
Sistem sensorik : tidak ada gangguan.

Reflek fisiologis: ++ ++ Refleks patologis: - -

++ ++ - -

Saraf Kranialis

N. XII (N. Hipoglossus)

Sikap lidah dalam mulut Mencong ke kiri

Julur lidah Deviasi ke kiri

Tremor Tidak ada kelainan

Artikulasi Disatria

Pemeriksaan Penunjang:
CT Scan Kepala Non Kontras ( Tanggal 11 Januari 2017)

Kesan: Infark pada parenkim cerebri ganglia basalis dan corona radiata kanan; atrofi cerebri
senilis

14
3. Assesment
Berdasarkan hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, dan penunjang, pasien ini dapat
didiagnosis dengan hemiparese sinistra ec stroke non hemoragic dengan hipertensi
emergency dan DM tipe 2. Hal ini dapat dilihat dari anamnesa yaitu pasien mengeluh sulit
berjalan dikarenakan anggota gerak sisi kiri sulit digerakan karena terasa lebih lemah. Selain
itu muncul juga keluhan bicara menjadi pelo. Os sebelumnya mempunyai riwayat DM dan
hipertensi yang tidak dikontrol. Selain itu pada pemeriksaan fisik ditemukan adanya
hemiparese sinistra disertai dengan parese nervus XII yang menyebabkan disatria dan juga
dijumpainya hasil ct scan yang mendukung ke arah stroke non hemoragic. Riwayat hipertensi
dan DM pada pasien dapat menjadi faktor resiko terjadinya stroke non hemoragic.

4. Plan:
Suportif:
 IVFD RL 16 tpm makro
 Bedrest
 Fisioterapi : gerak tangan dan kaki
Causatif:
 Ranitidine 2 x 1 ampul
 Citicoline 2x 500 mg injeksi
 Tromboaspilet 1x1 tab
 Clopidogrel 1x1 tab
 Amlodipin 1x5mg
 Slidinng scale Novorapid sesuai GDS
Edukatif:
 Gaya hidup sehat
 Rutin latihan pergerakan tangan dan kaki jika telah lepas rawat
 Rutin minum obat antihipertensi dan DM

FOLLOW UP

11 Januari 2017

S Kaki dan tangan sebelah kiri lemas, bicara pelo (+), sakit kepala (-), muntah (-)

O KU: Tampak sakit sedang Kesadaran: CM (GCS 15)

TD: 180/90 Nadi: 84 x/menit

RR: 20 x/menit Suhu: 36,80C

Motorik 5 – 5 – 5 – 5 2–2–2–2

5–5–5–5 2–2–2–2

Sensorik: dbn

15
N. cranialis:

N. II: RCL +/+, RCTL +/+

N.III, IV, VI: gerak bola mata dalam batas normal

N.VII: dalam batas normal

N. IX, X: dalam batas normal

N.XII: deviasi lidah ke kiri, disatria

Refleks fisiologis: Refleks patologis

Biceps : ++/ ++ Babinski -/-

Triceps: ++/ ++ Chaddoch -/-

Achillles: ++/ ++ Openheim -/-

Patella : ++/ ++ Hoffman tromer -/-

A Hemiparese sinistra ec stroke non hemoragic

P IVFD Ringer laktat 16 tpm makro

Ranitidine 2x1 amp

Citicoline 3x 500 mg iv

Tromboaspilet 1x80 mg

Clopidogrel 1x75mg

Amlodipin 1x5mg

12 Januari 2017

S Kaki dan tangan sebelah kiri masih lemas, bicara pelo (+), sakit kepala (-), muntah
(-)

O KU: Tampak sakit sedang Kesadaran: CM (GCS 15)

TD: 160/90 Nadi: 80 x/menit

RR: 18 x/menit Suhu: 36,40C

Motorik 5 – 5 – 5 – 5 2–2–2–2

16
5–5–5–5 2–2–2–2

Sensorik: dbn

N. cranialis:

N. II: RCL +/+, RCTL +/+

N.III, IV, VI: gerak bola mata dalam batas normal

N.VII: dalam batas normal

N. IX, X: dalam batas normal

N.XII: deviasi lidah ke kiri, disatria

Refleks fisiologis: Refleks patologis

Biceps : ++/ ++ Babinski -/-

Triceps: ++/ ++ Chaddoch -/-

Achillles: ++/ ++ Openheim -/-

Patella : ++/ ++ Hoffman tromer -/-

A Hemiparese sinistra ec stroke non hemoragic

P IVFD Ringer laktat 16 tpm makro

Ranitidine 2x1 amp

Citicoline 3x 500 mg iv

Tromboaspilet 1x80 mg

Clopidogrel 1x75mg

Amlodipin 1x5mg stop

13 Januari 2017

S Kaki dan tangan sebelah kiri masih lemas, bicara pelo (+), sakit kepala (-), muntah
(-)

O KU: Tampak sakit sedang Kesadaran: CM (GCS 15)

TD: 180/90 Nadi: 84 x/menit

RR: 20 x/menit Suhu: 36,50C

17
Motorik 5 – 5 – 5 – 5 2–2–2–2

5–5–5–5 2–2–2–2

Sensorik: dbn

N. cranialis:

N. II: RCL +/+, RCTL +/+

N.III, IV, VI: gerak bola mata dalam batas normal

N.VII: dalam batas normal

N. IX, X: dalam batas normal

N.XII: deviasi lidah ke kiri, disatria

Refleks fisiologis: Refleks patologis

Biceps : ++/ ++ Babinski -/-

Triceps: ++/ ++ Chaddoch -/-

Achillles: ++/ ++ Openheim -/-

Patella : ++/ ++ Hoffman tromer -/-

A Hemiparese sinistra ec stroke non hemoragic

P IVFD Ringer laktat 16 tpm makro

Ranitidine 2x1 amp

Citicoline 3x 500 mg iv

Tromboaspilet 1x80 mg

Clopidogrel 1x75mg

Fisioterapi

14 Januari 2017

S Kaki dan tangan sebelah kiri masih lemas, bicara pelo (+), sakit kepala (-), muntah
(-)

O KU: Tampak sakit sedang Kesadaran: CM (GCS 15)

TD: 160/90 Nadi: 82 x/menit

18
RR: 20 x/menit Suhu: 36,830C

Motorik 5 – 5 – 5 – 5 2–2–2–2

5–5–5–5 2–2–2–2

Sensorik: dbn

N. cranialis:

N. II: RCL +/+, RCTL +/+

N.III, IV, VI: gerak bola mata dalam batas normal

N.VII: dalam batas normal

N. IX, X: dalam batas normal

N.XII: deviasi lidah ke kiri, disatria

Refleks fisiologis: Refleks patologis

Biceps : ++/ ++ Babinski -/-

Triceps: ++/ ++ Chaddoch -/-

Achillles: ++/ ++ Openheim -/-

Patella : ++/ ++ Hoffman tromer -/-

A Hemiparese sinistra ec stroke non hemoragic

P IVFD Ringer laktat 16 tpm makro

Ranitidine 2x1 tab

Citicoline 3x 500 mg iv stop

Citicoline 2x1000 mg tablet

Tromboaspilet 1x80 mg

Clopidogrel 1x75mg

19
15 Januari 2017

S Kaki dan tangan sebelah kiri masih lemas, bicara pelo (+), sakit kepala (-), muntah
(-)

O KU: Tampak sakit sedang Kesadaran: CM (GCS 15)

TD: 160/90 Nadi: 84 x/menit

RR: 20 x/menit Suhu: 36,80C

Motorik 5 – 5 – 5 – 5 2–2–2–2

5–5–5–5 2–2–2–2

Sensorik: dbn

N. cranialis:

N. II: RCL +/+, RCTL +/+

N.III, IV, VI: gerak bola mata dalam batas normal

N.VII: dalam batas normal

N. IX, X: dalam batas normal

N.XII: deviasi lidah ke kiri, disatria

Refleks fisiologis: Refleks patologis

Biceps : ++/ ++ Babinski -/-

Triceps: ++/ ++ Chaddoch -/-

Achillles: ++/ ++ Openheim -/-

Patella : ++/ ++ Hoffman tromer -/-

A Hemiparese sinistra ec stroke non hemoragic

P Boleh pulang

Ranitidine 2x1 tab

Citicoline 2x1000 mg tablet

Tromboaspilet 1x80 mg

Clopidogrel 1x75mg

20
TINJAUAN PUSTAKA

Otak merupakan organ yang menjadi pusat dari tubuh manusia. Bagian tertentu otak
mernpunyai fungsi khusus, fungsi luhur dalam keadaan normal merupakan fungsi integritas
tertinggi otak yang dapat dinilai.

Hemisfer serebri
Kedua hemisfer serebri, yang membentuk bagian otak yang terbesar, dipisahkan oleh
fisura longitudinalis serebri yang dalam. Permukaan hemisfer serebri terdapat alur-alur atau
parit-parit yang dikenal sebagai fisura dan sulkus. Bagian otak yang terletak di antara alur-
alur ini dinamakan konvolusi atau girus. Fisura lateralis serebri (fissura Sylvii) memisahkan
lobus temporalis dari lobus frontalis.
Bagian-bagian serebri yang utama:
1. Lobus Frontalis, sangat banyak berhubungan dengan fungsi luhur dan kognitif serta
pusat bicara motorik. Pada keadaan stroke, daerah yang sering terkena adalah pusat
bicara motorik (girus frontalis inferior) maka gejala yang didapat berupa gangguan
bicara motorik (afasi motorik/afasi broca).
2. Lobus Parietalis, merupakan pusat sensorik tubuh, pada stroke gejala yang terkena
adalah gangguan sensoris dan dapat timbul rasa nyeri (central pain).
3. Lobus Oksipitalis, pusat penglihatan, bila daerah ini terkena pasien mengalami buta
sentral (central blindness).
4. Lobus Temporalis, berhubungan dengan pusat bicara sensorik (girus temporalis
superior/wernicke), gejala yang didapat adalah afasia sensorik.

Gambar 1. Anatomi Hemisfer Serebri


Diensefalon
Bagian ini mencakup talamus dengan korpus genikulatum, epitalamus, subtalamus
dan hipotalamus. Talamus merupakan struktur penentu bagi persepsi beberapa tipe sensasi.
Hipotalamus yang terletak di sebelah ventral talamus dan membentuk lantai serta dinding

21
inferior lateral dari ventrikel III. Kerusakan pada regio hipotalamus dapat menghasilkan
berbagai macam gejala termasuk diabetes insipidus, obesitas, distrofi seksual, somnolen,
kehilangan nafsu seks dan kehilangan pengendalian temperatur.

Gambar 2. Anatomi Diensefalon


Batang Otak
1. Mesensefalon
Merupakan bagian otak yang pendek dan terletak di antara pons dan hemisfer serebri.
di sisi terletak nukleus saraf kranialis okulomotorius (N.III) dan troklearis (N.IV)
yang berperan dalam gerakan bola mata.
2. Pons
Terletak di sebelah ventral serebelum dan anterior medula. Pada pons ini terletak inti
dari saraf kranialis trigeminus (N.V), abdusens (N.VI), fasialis (N.VII), dan
vestibularis-koklearis (N.VIII). Lesi di daerah batang otak dapat menyebabkan gejala
yang dapat dihubungkan dengan terlibatnya lintasan motorik dan sensorik yang
melewati lesi tersebut, terutama dengan terlibatnya nuklei saraf kranialis yang berada
dalam daerah lesi.
3. Medula Oblongata
Merupakan bagian batang otak yang berbentuk piramid di antara medula spinalis dan
pons. Pada medula oblongata terletak nukleus saraf kranialis glossofaringeus (N.IX),
vagus (N.X), assesorius (N.XI), dan hipoglossus (N.XII).

22
Gambar 3. Anatomi Batang Otak

Serebelum
Terletak pada fossa posterior tengkorak di belakang pons dan medulla, dipisahkan
dengan serebrum yang berada di bagian superior oleh perluasan duramater yaitu tentorium
serebeli. Fungsi serebelum ini antara lain mempertahankan posisi tubuh, mengendalikan otot-
otot anti gravitasi dari tubuh, dan mengerem pada gerakan di bawah kemauan, terutama
gerakan yang memerlukan pengawasan dan penghentian serta gerakan halus dari tangan.

Gambar 4. Anatomi Serebelum

Vaskularisasi Otak

Suplai darah ke otak dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri vertebralis dan arteri
karotis interna, yang cabang-cabangnya beranastomosis membentuk sirkulus arteriosus
serebri Willisi. Otak menerima darah yang dipompakan dari jantung melalui arkus aorta yang
terdiri atas 3 cabang, yaitu arteri brakhiosefalik (arteri innominata), arteri karotis komunis kiri
dan arteri subklavia kiri. Arteri brakhiosefalik dan arteri karotis komunis kiri berasal dari
bagian kanan arkus aorta. Arteri brakhiosefalik selanjutnya bercabang dalam arteri karotis
komunis kanan dan arteri subklavia kanan. Arteri karotis komunis kiri dan kanan masing-
masing bercabang menjadi arteri karotis interna dan eksterna (kiri dan kanan), arteri

23
subklavia kiri dan kanan masing-masing mempunyai salah satu cabang yaitu vertebralis kiri
dan kanan.

Aliran darah ke otak yang melalui arteri vertebralis berserta cabang-cabangnya


disebut sistem vertebrobasiler, sedangkan aliran yang melalui arteri karotis interna beserta
cabang-cabangnya disebut sistem karotis. Sistem karotis terdiri dari tiga arteri mayor, yaitu
arteri karotis komunis, karotis interna, dan karotis eksterna.

Anatomi Sistem Karotis

Sistem karotis memperdarahi mata, ganglia basalis, sebagian besar hipotalamus, dan
lobus frontalis, lobus parietalis, serta sebagian besar lobus temporal serebrum. Pada tingkat
kartilago tiroid, arteri karotis komunis terbagi menjadi arteri karotis eksterna dan interna.

Pada bagian akhir arteri karotis interna terdapat:

a. Arteri serebri anterior, memperdarahi korteks orbitalis, frontalis dan parietalis serta
cabang sentralis. Cabang-cabang dari arteri serebri anterior yaitu :
1. Arteri striate medial / arteri rekuren Heubner, mengurus bagian rostroventral nukleus
kaudatus, putamen dan kapsula interna.
2. Arteri komunikans anterior, yang menghubungkan arteri serebri anterior kedua sisi
satu dengan lain.
3. Arteri frontopolaris, memperdarahi korpus kalosum, lobus frontalis pada permukaan
median dan superior dan superior permukaan lateral.
4. Arteri kallosomarginalis, Arteri perikallosal, memperdarahi permukaan dorsal
korpuskalosum.
5. Arteri parietalis, mengurus bagian permukaan medial lobusparietalis.
b. Arteri serebri media, memperdarahi korteks orbitalis, lobus frontalis, parietal dan
temporal serta cabang sentralis. Cabang-cabang dari arteri serebri media yaitu. :
1. Arteri lentikulostriata dengan cabang kecil ke ganglia basalis.
2. Arteri orbitofrontalis lateralis, memperdarahi girus frontalis inferior dan bagian lateral
girus-girus orbitalis.
3. Arteri pre-rolandika (arteri sulkus presentralis) arterir olandika (arteri sulkus sentralis).
Kedua arteri ini mangurus vaskularisasi girus frontalis inferior, girus frontalis medius,
dan girus presentralis.

24
4. Arteri parietalis posterior, memperdarahi girus post sentralis, lobulus parietalis
superior dan lobulus parietalis inferior.
5. Arteri angularis, memperdarahi girus angularis.
6. Arteri parieto temporalis, memperdarahi kulit kepala dan regio parietal.
7. Arteri temporalis posterior dan anterior memperdarahi kortek permulaan lateral dari
lobus temporalis.
Meskipun sistem karotis dan sistem vertebrobasiler disatukan oleh pembuluh-
pembuluh anastomosis yang membentuk sirkulus arteriosus Willisi. Arteri serebri posterior
dihubungkan dengan arteri serebri media (dan arteri serebri anterior) lewat arteri komunikan
posterior. Kedua arteri serebri anterior dihubungkan oleh arteri komunikan anterior sehingga
terbentuk lingkaran yang lengkap. Dalam keadaan normal, aliran darah dalam arteri
komunikan hanya sedikit. Arteri ini merupakan penyelamat bila terjadi perubahan tekanan
arteri yang dramatis.

Gambar 5. Sirkulus Arteriosus Willisi dan Cabang

STROKE

Definisi

WHO mendefinisikan stroke sebagai gangguan saraf baik fokal maupun global
(menyeluruh) yang disebabkan gangguan aliran darah otak, yang mengakibatkan kerusakan
pembuluh darah di otak, yang berlangsung selama 24 jam atau lebih.

25
Epidemiologi

Stroke adalah penyebab kecacatan nomor satu dan penyebab kematian nomor tiga di
dunia. Penyakit ini telah menjadi masalah kesehatan yang mendunia dan semakin penting,
dengan dua pertiga stroke sekarang terjadi di negara-negara yang sedang berkembang.
Menurut taksiran Organisasi Kesehatan Dunia (WHO), sebanyak 20,5 juta jiwa di dunia
sudah terjangkit stroke pada tahun 2001. Dari jumlah itu 5,5 juta telah meninggal dunia.
Penyakit tekanan darah tinggi atau hipertensi menyumbangkan 17,5 juta kasus stroke di
dunia.

Di Amerika Serikat, stroke menempati posisi ketiga sebagai penyakit utama yang
menyebabkan kematian. Posisi di atasnya dipegang penyakit jantung dan kanker. Setiap
tahun terdapat laporan 700.000 kasus stroke. Sebanyak 500.000 diantaranya kasus serangan
pertama, sedangkan 200.000 kasus lainnya berupa stroke berulang. Sebanyak 75 % penderita
stroke menderita lumpuh dan kehilangan pekerjaan.

Di Indonesia penyakit ini menduduki posisi ketiga setelah jantung dan kanker. Sebanyak
28,5 % penderita stroke meninggal dunia. Sisanya menderita kelumpuhan sebagian maupun
total. Hanya 15 % saja yang dapat sembuh total dari serangan stroke dan kecacatan.

Faktor Risiko

Yang dimaksud dengan faktor risiko disini adalah faktor-faktor atau keadaan yang
memungkinkan terjadinya stroke. Faktor-faktor tersebut dikelompokkan menjadi:3,5,6,8

Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi:

o Usia
o Jenis Kelamin
o Heriditer
o Ras / etnik
Faktor risiko yang dapat dimodifikasi :

o Riwayat stroke
o Hipertensi
o Penyakit jantung
o Diabetes mellitus
o Transient ischemic attack

26
o Hiperkolesterol
o Penggunaan kontrasepsi oral
o Obesitas
o Merokok

Etiologi

Ada beberapa etiologi yang menyebabkan terjadinya stroke non hemorrhagik, antara lain:

 Hipertensi
Hipertensi merupakan faktor risiko utama terhadap serangan stroke, terutama stroke
iskemik baik pada pria maupun wanita. Menurut perhitungan statistik dengan variabel
usia, hipertensi, dan normotensi mempunyai mempunyai risiko stroke sebesar 3:1
untuk pria dan 2,9:1 untuk wanita.

 Diabetes Melitus
Diabetes diketahui dapat meningkatkan kemungkinan aterosklerosis karena gangguan
metabolisme lipid pada arteri koroner, arteri femoral, dan arteri serebral. Apabila gula
darah diatas 150mg/100ml akan terjadi infark otak aterotrombotik.

 Fibrilasi atrium
Fibrilasi atrium merupakan gangguan irama yang banyak menyerang pria dewasa,
dibrilasi atrium ditemukan pada 1-1,5% populasi di negara barat dan merupakan salah
satu risiko independen stroke.

 Dislipidemia
Serum kolesterol total merupakan variabel independen dan bermakna terhadap
timbulnya penyakit jantung koroner dan stroke. Insidensi tersebut diperlihatkan oleh
peningkatan ratio kolesterol total berbanding dengan HDL kolesterol yang
menyebabkan aterosklerosis.

 Merokok
Merokok merupakan faktor risiko kuat terjadinya infark miokard dan kematian
mendadak. Merokok meningkatkan risiko stroke trombotik dan perdarahan
subarakhnoid akibat kandungan nikotin dalam rokok yang menyebabkan
vasokonstriksi pada arteri, mengurangi deformitas eritrosit, meningkatkan agregasi

27
trombosit, meningkatkan konsentrasi kolesterol, trigliserida dan LDL serta
menurunkan kadar HDL dan vitamin C.

 Kontrasepsi oral
Pemakaian kontrasepsi oral akan meningkatkan risiko stroke terutama pada wanita
berusia >35tahun. Peningkatan ini akan lebih nyata pada orang yang menderita
penyakit kardiovaskular, perokok dan hipertensi. Infark serebri yang terjadi
disebabkan oleh gangguan trombotik dan bukan karena aterosklerosis.

 Obesitas
Obesitas abdomen adalah sebuah faktor risiko independen dan potensial untuk stroke
iskemik. Merupakan faktor risiko yang lebih kuat daripada BMI dan memiliki efek
yang lebih kuat daripada orang yang lebih muda.

Klasifikasi

Banyak aspek yang dipertimbangkan dalam menetapkan pembagian stroke.


Berdasarkan kausanya, stroke terbagi dua yaitu hemoragik dan iskemik:
1. Jenis perdarahan (stroke hemoragik)
Disebabkan pecahnya pembuluh darah otak, baik intrakranial maupun subaraknoid.
Pada perdarahan intrakranial, pecahnya pembuluh darah otak dapat terjadi karena
berry aneurysm akibat hipertensi tak terkontrol yang mengubah morfologi arteriol
otak atau pecahnya pembuluh darah otak karena kelainan kongenital pada pembuluh
darah otak tersebut. Perdarahan subaraknoid dapat disebabkan pecahnya aneurisma
kongenital pembuluh darah arteri otak di ruang subaraknoidal.
2. Jenis oklusif (stroke iskemik)
Dapat terjadi karena emboli yang lepas dari sumbernya, biasanya berasal dari jantung
atau pembuluh arteri otak baik intrakranial maupun ekstrakranial atau
trombotik/arteriosklerotik fokal pada pembuluh arteri otak yang berangsur-angsur
menyempit dan akhirnya tersumbat.
Berdasarkan perjalanan klinisnya, stroke non hemorrhagic dikelompokkan menjadi:

 TIA (Transient Ischemic Attack)


Stroke tipe ini disebut juga stroke sepintas karena
kejadiannya berlangsung sementara waktu, beberapa detik hingga beberapa jam, tapi
tidak lebih dari 24 jam.

28
 RIND (Reversible Ischemic Neurologic Deficit)
Gejala neurologik yang timbul akan menghilang dalam waktu lebih lama dari 24 jam,
tapi tidak lebih dari seminggu.
 Progessive stroke (Stroke in Evolution)
Deficit neurology yang berlangsung secara bertahap dari ringan sampai makin lama
makin berat
 Completed Stroke (Permanent Stroke)
Kelainan neurologis sudah menetap dan tidak bisa berkembang lagi.

Berdasarkan etiologinya stroke non hemorrhagic dikelompokkan menjadi:

o Aterotrombotik, yaitu penyumbatan pembuluh darah otak karena plaque


o Kardioemboli, yaitu penyumbatan pembuluh darah otak karena pecahan plaque dari
pembuluh darah jantung
o Arteritis, yaitu pembuluh darah yang mengalami infeksi
Patofisiologi

Iskemik cerebri sangat erat hubungannya dengan aterosklerosis. Aterosklerosis dapat


menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinis dengan cara:

 Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah


 Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya trombus dan perdarahan ateroma
 Dapat terbentuk trombus yang kemudian terlepas sebagai emboli
 Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau menjadi lebih
tipis sehingga dapat dengan mudah robek.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak :

 Keadaan pembuluh darah


 Keadaan darah: viskositas darah menngkat, aliran darah ke otak jadi lebih lambat,
anemia berat hematokrit meningkat oksigenasi otak menurun.
 Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak yaitu
kemampuan intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar pembuluh darah otak
tetap konstan walaupun ada perubahan tekanan perfusi otak.
 Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena lepasnya
embolus sehingga menimbulkan iskemia otak.

29
Manifestasi klinis

Gejala neurologik yang timbul akibat gangguan peredaran darah di otak


bergantung pada berat ringannya gangguan pembuluh darah dan lokasinya. Gejala utama
stroke iskemik akibat trombosis cerebri adalah timbulnya defisit neurologik yang mendadak,
didahului dengan gejala prodromal, terjadi saat istirahat atau bangun pagi dengan kesadaran
yang menurun.

Gejala-gejala penyumbatan sistem karotis

Gejala penyumbatan arteri karotis interna:

 Buta mendadak
 Disfasia jika gangguan pada sisi yang dominan
 Hemiparesis kontralateral
Gejala penyumbatan arteri cerebri anterior:

 Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan tungkai lebih menonjol


 Gangguan mental
 Gangguan sensibilitas pada tungkai yang lumpuh
 Inkontinensia
 Kejang-kejang
Gejala penyumbatan arteri cerebri media:

 Hemiparesis kontralateral dengan kelumpuhan lengan lebih dominan


 Hemihipestesia
 Gangguan fungsi luhur pada korteks hemisfer dominan yang terserang afasia sensorik/
motorik.
Gangguan pada kedua sisi:

 Hemiplegia dupleks
 Sukar menelan
 Gangguan emosional, mudah menangis
Gejala-gejala ganguan sistem Vertebro-basiler

Gangguan pada arteri cerebri posterior:

 Hemianopsia homonim kontralateral dari sisi lesi

30
 Hemiparesis kontralateral
 Hilangnya rasa sakit, suhu, sensorik propioseptif kontralateral (hemianestesia)
Gangguan pada arteri vertebralis:

 Vertigo, muntah, disertai cegukan


 Analgesis dan termoanestesi wajah homolatearl dan pada badan dan anggota pada sisi
kontralateral
Gangguan pada arteri cerebri posterior inferior

 Disfagia
 Nistagmus
 Hemihipestesia
Diagnosis

Pemeriksaan fisik
i. Status generalis: Tanda vital, keadaan gizi/habitus, irama jantung, bising kardial.
ii. Fungsi kognitif: Tingkat kesadaran, tingkah laku, orientasi, perhatian, fungsi bahasa
(kelancaran, komprehensi, repetisi), gangguan memori jangka pendek (3 kata dalam 5
menit).
iii. Pemeriksaan tanda rangsang meningeal
iv. Pemeriksaan saraf otak: Ptosis, refleks cahaya pupil, konfrontasi lapangan pandang,
gerakan okuler, nistagmus, paralisis fasial dan sensasi, eviasi lidah dan palatum,
disartria.
v. Pemeriksaan motorik: inspeksi, palpasi, gerak pasif dan gerak aktif.
vi. Pemeriksaan sensorik: karena bangunan anatomik yang terpisah, gangguan motorik
berat dapat disertai gangguan sensorik ringan atau gangguan sensorik berat disertai
dengan gangguan motorik ringan.
vii. Pemeriksaan refleks fisiologis dan patologis: pada fase akut refleks fisiologis pada sisi
yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari refleks fisiologis akan muncul
kembali yang didahului dengan refleks patologis.
viii. Pemeriksaan koordinasi (tidak dapat dilakukan pada pasien hemiparese)
a. Tes kesimbangan: Tes Romberg, berjalan digaris lurus, jalan di tempat
b. Tes non keseimbangan (disemetri: tes tunjuk hidung, tes telunjuk-telunjuk, tes
tumit-lutut, disgrafia dan disdiadokokinesia: melakukan gerak cepat secara
berselingan).

31
Pemeriksaan Penunjang

Pemeriksaan Laboratorium
a. Hitung darah lengkap
b. Elektrolit serum
c. Kimia darah : GDS, ureum, kreatinin, asam urat, SGOT, SGPT, albumin,
globulin, protein total, profil lipid (trigliserid, LDH cholesterol, HDL cholesterol
, lipid total)
d. Analisis Gas Darah
e. Pemeriksaan hemostasis: INR, Prothrombin time (PT), aktifasi waktu
tromboplastin parsial (aPTT), kadar fibrinogen, D-dimer, viskositas darah
f. C-reactive protein (CRP), laju endap darah (LED)
g. Pemeriksaan tambahan atas indikasi: protein S, protein C, ACA, AT III,
homosistein, enzim jantung (CK, CK-MB, tingkat troponin), vaskulitis
screening (ANA, Lupus AC)
Pemeriksaan radiologi
a. CT scan nonkontras
CT scan memiliki sensitivitas lebih dari 95% bila digunakan dalam identifikasi
perdarahan intrakranial dalam 24 jam pertama onset serangan, jadi dapat
digunakan untuk menyingkirkan atau menegakkan diagnosis perdarahan
intracranial sebelum dimulainya tindakan selanjutnya pada pasien stroke.
Kelemahan CT scan termasuk sensitivitas rendah untuk iskemia awal (6-8 jam
setelah serangan). Kematian sel dan edema akan memperlihatkan daerah
hipodens akibat infark jaringan yang diganti oleh cairan serebrospinal.
b. Transcranial Doppler (TCD)
TCD digunakan dalam evaluasi penyakit serebrovaskular, tetapi sering tidak
akurat. Tidak adanya sinyal dalam pemeriksaan awal tidak selalu berarti
oklusi. TCD sangat membantu untuk tujuan tindak lanjut setelah evaluasi awal
menunjukkan lesi.
c. Magnetic Resonance Imaging (MRI) dan magnetic resonance angiography
(MRA)
MRI kadang dapat menunjukkan adanya iskemia cerebri pada stadium awal,
sebelum dapat terlihat pada CT Scan. MRI dan magnetic resonance
angiography (MRA) sangat membantu dalam menemukan lesi oklusif pada

32
infark di batang otak, serebelum, atau lobus temporalis yang tidak terlihat
pada CT Scan.. MRA memiliki sensitivitas hingga 97% dan spesifisitas
hingga 98% bila digunakan untuk mengidentifikasi oklusi vertebrobasilar.
Namun CT scan tetap lebih baik dibanding MRI pada fase akut stroke bila
sasaran utama adalah mencari perdarahan .
d. Arteriografi
Prosedur ini memberikan pandangan arteri di dalam otak tidak biasanya
terlihat dalam sinar-X. Dokter memasukkan tabung tipis, fleksibel (kateter)
melalui sayatan kecil, biasanya di pangkal paha. Kateter dimanipulasi melalui
arteri utama dan ke dalam arteri karotis atau vertebralis. Kemudian dokter
menyuntikkan pewarna melalui kateter untuk menyediakan X-ray dari arteri.
e. Rontgen thorax
Dapat memperlihatkan keadaan jantung, apakah terdapat pembesaran ventrikel
kiri yang merupakan salah satu tanda hipertensi kronis pada penderita stroke
dan adakah kelainan lain pada jantung. Selain itu dapat mengidentifikasi
kelainan paru yang potensial mempengaruhi proses manajeman dan
memperburuk prognosis.
Pemeriksaan neurokardiologi
a. Elektrokardiografi
Electrocardiography harus dilakukan pada semua pasien pada evaluasi awal.
Perubahan iskemik dalam EKG harus diselidiki lebih lanjut dengan serum
creatine kinase, isoenzim jantung, dan tingkat troponin karena sampai dengan
20% pasien dengan stroke akut memiliki aritmia, juga serangan jantung terjadi
pada 2-3% pasien.
b. Echocardiografi (transthoracic/transesofagial)
Teknologi USG ini menciptakan gambar jantung, memungkinkan dokter untuk
melihat apakah bekuan (embolus) dari jantung meuju ke otak dan
menyebabkan stroke. Prosedur tambahan dengan menggunakan
transesophageal echocardiography (TEE) untuk melihat jantung dengan jelas
dan memungkinkan pandangan yang lebih baik dari bekuan darah yang
mungkin tidak terlihat jelas dalam ujian ekokardiografi tradisional.

33
Tabel 1. Perbedaan stroke iskemik dan hemoragik secara klinis

Stroke Hemoragik Stroke Non Hemoragik


(iskemik)

Gejala defisit lokal Berat Berat/ringan

Permulaan (onset) Menit/jam Pelan (jam/hari)

Nyeri kepala Hebat Ringan/tak ada

Muntah pada awalnya Sering Tidak, kecuali lesi di batang


otak

Hipertensi Hampir selalu Seringkali

Kesadaran Dapat hilang Dapat hilang

Kaku kuduk Ada Tidak ada

Hemiparesis Sering sejak awal Sering dari awal

Gangguan bicara Sering Sering

Stroke Hemoragik Stroke Non Hemoragik


(iskemik)

Gejala defisit lokal Berat Berat/ringan

Permulaan (onset) Menit/jam Pelan (jam/hari)

Tabel 2. Perbedaan antara lesi di korteks dan subkorteks

GEJALA/TANDA KORTIKA SUBKORTIKA


L L
Afasia ++ -
Astereognosis ++ -
2 point tactil discrimination terganggu ++ -
Graphesthesi terganggu ++ -

34
Extinction phenomenon ++ -
Loss of body image ++ -
Kelumpuhan lengan dan tungkai tak sama ++ -
Dystonic posture - ++
Gangguan sensibilitas nyeri + raba - ++
Kedua mata melihat ke hidung - ++

Penegakkan diagnosis stroke didasarkan pada anamnesis yang cermat, pemeriksaan


fisik-neurologik dan pemeriksaan penunjang. Sedang untuk membedakan jenis stroke
iskemik dengan stroke hemoragik dilakukan pemeriksaan radiologi Computed Tomography
Scanning (CT – Scan) otak.

Tabel 3. Klasifikasi stroke berdasarkan Siriraj Stroke Score

No. Gejala / Tanda Penilaian Indeks Skor

1. Kesadaran (0) Kompos mentis


(1) Mengantuk X 2,5 +
(2) Semi koma / koma
2. Muntah (0) Tidak X2 +
(1) Ya
3. Nyeri kepala (0) Tidak X2 +
(1) Ya
4. Tekanan darah Diastolik X 10% +

5. Ateroma
a. DM (0) Tidak X (-3) -
b. Angina pectoris (1) Ya
Klaudikasio intermiten
6. Konstanta -12 -12

Interpretasi

(1) SS> 1 : Stroke Hemoragik

-1 < SS < 1 : perlu konfirmasi CT Scan

SS < -1 : Stroke Non Hemoragik

35
Klasifikasi stroke berdasarkan algoritma stroke Gajah Mada

Gambar 8. Algoritma stroke Gajah Mada

Penatalaksanaan

Penatalaksanaan stroke iskemik


Konsep tentang area penumbra merupakan dasar dalam penatalaksanaan stroke
iskemik. Jika suatu arteri mengalami oklusi, maka bagian otak yang mengalami infark akan
dikelilingi oleh area penumbra. Aliran darah ke area ini berkurang sehingga fungsinya pun
akan terganggu, akan tetapi kerusakan yang terjadi tidak seberat area infark dan masih
bersifat reversible jika aaliran darah ke area ini cukup adekuat selama masa kritis, maka area
ini dapat diselamatkan.

36
Terapi Umum
i. Stabilisasi jalan nafas dan pernafasan
a. Observasi status neurologis, nadi, tekanan darah, suhu, dan saturasi oksigen
b. Perbaikan jalan nafas dengan pemasangan pipa orofaring/ ETT, bila >2minggu
dianjurkan trakeostomi
c. Pada pasien hipoksia saturasi O2 <95%, diberi suplai oksigen
d. Pasien stroke iskemik akut yang non hipoksia tidak perlu terapi O2
ii. Stabilisasi hemodinamik
a. Berikan cairan kristaloid atau koloid intravena (hindari cairan hipotonik)
b. Optimalisasi tekanan darah
c. Bila tekanan darah sistolik < 120mmHg dan cairan sudah mencukupi, dapat
diberikan obat-obat vasopressor titrasi dengan target TD sistolik 140mmHg.
d. Pemantauan jantung harus dilakukan selama 24 jam pertama.
e. Bila terdapat CHF, konsul ke kardiologi.

Pengobatan terhadap hipertensi pada stroke iskemik akut


Tekanan darah diturunkan 15% (sistolik maupun diastolic) dalam 24 jam pertama
setelah awitan apabila tekanan darah sistolik (TDS) >220 mmHg atau tekanan darah
diastolic (TDD) >120 mmHg. Pada pasien yang akan diberi terapi trombolitik (rtPA),
tekanan darah diturunkan sehingga TDS 185mmHg dan TDD <110mmHg. Selanjutnya
tekanan darah harus dipantau sehingga TDS <180 dan TDD <105mmHg selama 24 jam
setelah pemberian rtPA.
Penurunan tekanan darah tidak boleh drastis. Obat anti hipertensi yang dianjurkan
adalah captopril 6.25-12.5 mg/ 6.5-25 mg peroral ARB peroral, klonidin 0.1-0.2 mg peroral,
labetolol 20-80 mg iv, nikardipin 5-25 mg/jam iv, diltiazim 5-40 mg/kgbb/menit, esmolol
200-500 ug/kgbb/menit, hindari calcium channel blocker terutama nifedipin.

Terapi spesifik stroke iskemik akut


Trombolisis menggunakan trombolitik rt-PA intravena merupakan pengobatan stroke
iskemik akut satu-satunya yang disetujui oleh FDA sejak tahun 1996 karena terbukti efektif
membatasi kerusakan otak akibat stroke iskemik. Terapi ini meningkatkan keluaran stroke
pada kelompok penderita yang telah diseleksi ketat dan terapi diberikan dalam waktu 3 jam
sejak onset stroke. Komplikasi terapi ini adalah perdarahan intraserebral (hanya ditemukan
pada 6,4% pasien bila menggunakan protokol NINDS secara ketat).

37
Karakteristik pasien yang dapat diterapi dengan trombolisis rt-PA intravena
i. Kriteria inklusi:
a. Stroke iskemik akut dengan onset tidak lebih dari 3 jam
b. Usia >18tahun
c. Defisit neurologik yang jelas
d. Pemeriksaan CT Scan, tidak ditemukan perdarahan intracranial
e. Pasien dan keluarganya menyetujui tindakan tersebut dan mengerti resiko dan
keuntungannya
ii. Kriteria eksklusi:
a. Defisit neurologis yang cepat membaik
b. Defisit neurologik ringan dan tunggal seperti ataksia atau gangguan sensorik
saja, disartria saja atau kelemahan minimal
c. CT Scan menunjukkan perdarahan intracranial
d. Gambaran hipodensitas >1/3 hemisfer serebri pada CT Scan
e. Riwayat perdarahan intrakranial sebelumnya atau perkiraan perdarahan
subarachnoid
f. Kejang pada saat onset stroke
g. Riwayat stroke sebelumnya atau trauma kapitis dalam waktu 3 bulan
sebelumnya
h. Operasi besar dalam waktu 14 hari
i. Pungsi lumbal dalam 1 minggu
j. Perdarahan saluran cerna atau urin dalam 21hari
k. Infark miokard akut dalam 3 bulan
l. TD sistolik sebelum terapi >185 mmHg atau TD diastolik >110 mmHg
m. Gula darah < 50 mg/dL atau > 400 mg/Dl
n. Penggunaan obat antikoagulan oral atau waktu protrombin >15 detik, INR
>1,7
o. Penggunaan heparin dalam 48 jam sebelumnya dan masa tromboplastin parsial
memanjang
p. Trombosit <100.000/mm3

Protocol penggunaan trombolitik rt-PA intravena:


1. Infus 0,9 mg/kgBB (maksimum 90 mg), 10% dari dosis diberikan bolus pada menit
pertama, 90% sisanya infus kontinyu selama 60 menit.

38
2. Pemantauan dilakukan di ICU atau unit stroke
3. Lakukan analisa neurologik setiap 15 menit selama infus rt-PA dan setiap 30 menit
dalam 6 jam, selanjutnya setiap jam sampai 24 jam pertama
4. Jika timbul sakit kepala hebat, hipertensi akut, nausea atau vomiting, hentikan infus
dan segera lakuan pemeriksaan CT Scan
5. Ukur TD setiap 15 menit dalam 2 jam pertama, tiap 30 menit dalam 6 jam
berikutnya, tiap 60 menit sampai 24 jam pertama
6. Lakukan pengukuran TD lebih sering jika TD sistolik >180 mmHg atau diastolik
>105 mmHg.
7. Jika TD sistolik 180-230 mmHg atau diastolic 105-120 mmHg pada 2 atau lebih
pembacaan selang 5-10 menit, berikan Labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit. Dosis
dapat diulangi atau digandakan tiap 10-20 menit sampai dosis total 300 mg atau
berikan bolus pertama diikuti labetolol drip 2-8mg/menit. Pantau TD tiap 15 menit
dan perhatikan timbulnya hipotensi.
8. Jika TD sistolik > 230 mmHg atau diastolic 121-140 mmHg pada 2 atau lebih
pembacaan selang 5-10 menit, berikan labetolol 10 mg IV selama 1-2 menit. Dosis
dapat diulangi atau digandakan tiap 10 menit sampai dosis total 300 mg atau berikan
bolus pertama diikuti labetolol drip 2-8 mg/menit. Jika TD tidak terkontrol dapat
dipertimbangkan infus sodium nitroprusid.
9. Bila TD diastolik >140 mmHg pada 2 atau lebih pembacaan selang 5-10 menit, infus
sodium nitroprusid 0,5 ug/kgBB/menit.
10. Tunda pemasangan NGT dan kateter
11. Jangan lakukan pungsi arteri, prosedur invasif atau suntikan IM selama 24 jam
pertama

Terapi perdarahan pasca trombolisis rt-PA intravena


1. Hentikan infus trombolitik.
2. Lakukan pemeriksaan hemoglobin, hematokrit, fibrinogen, masa protrombin/INR,
masa tromboplastin parsial dan trombosit.
3. Pasien dipuasakan.
4. Siapkan tranfusi darah (PRC), FFP, kriopresipitat atau trombosit atau darah segar.
Bila perdarahan banyak (lebih dari 30 % volume sirkulasi), transfusi darah perlu
dilakukan.

39
5. Pasang NGT dan lakukan irigasi dengan air es tiap 6 jam sampai perdarahan
berhenti.
6. Pemberian PPI secara iv dengan dosis 80 mg bolus, kemudian diikuti pemberian
infuse 8 mg /jam selama 72 jam berikutnya.

Pemberian antiplatelet
1. Aspirin dosis awal 325mg dalam 24-48jam setelah awitan stroke iskemik akut
dianjurkan bila tidak diterapi dengan trombolitik rt-PA intravena, namun tidak boleh
sebagai pengganti rt-PA.
2. Klopidogrel tunggal atau kombinasi dengan aspirin tidak dianjurkan kecuali pada
pasien dengan indikasi spesifik, misalnya angina pectoris tidak stabil, non-Q-wave
MI, atau recent stenting, pengobatan harus diberikan sampai 9 bulan setelah kejadian.

Pemberian neuroprotektan
Belum menunjukkan hasil yang efektif, sehingga sampai saat ini belum dianjurkan.
Namun, citicolin sampai saat ini masih memberikan manfaat pada stroke akut. Penggunaan
citicolin pada stroke iskemik akut dengan dosis 2x1000 mg iv 3 hari dan dilanjutkan dengan
oral 2x1000mg selama 3 minggu dilakukan dalam penelitian ICTUS (International
Citicholine Trial in Acute Stroke, ongoing).

Preventif

Pencegahan Primer, untuk mencegah terjadinya ateroma, yaitu:

 Mengatur tekanan darah baik sistoli maupun diastolic


 Mengurangi makan asam lemak jenuh
 Berhenti merokok
 Minum aspirin dua hari sekali (16), 300 mg/hari, pada :
o Individu dengan anamnesis keluarga dengan penyakit vaskuler
o Umur lebih dari 50 tahun
o Tidak ada ulkus lambung
o Tidak ada penyakit mudah berdarah
o Tidak ada alergi aspirin

40
Penggunaan aspirin setelah mengalami TIA, dapat mengurangi kematian dan dapat
meningkatkan kemungkinan untuk sembuh.

Pencegahan sekunder

Kontrol terhadap penyakit vaskular, seperti :

1. Hipertensi

Hipertensi harus diatasi untuk mencegah terjadinya serangan ulang stroke. Menurut
Canadian Hypertension Education Program (CHEP), target tekanan darah untuk pencegahan
stroke adalah <140/90mmHg (135/85mmHg untuk pengukuran di rumah).

2. Diabetes Melitus

Pada penderita diabetes, tekanan darah tetap kita kontrol dan nilainya <130/80mmHg.
Selain itu, kontrol yang paling penting adalah kontrol terhadap kadar glukosa dan dianjurkan
mencapai nilai hampir normal untuk mengurangi komplikasi vaskular. Menurut Canadian
Diabetes Association, target untuk kadar gula darah adalah 4.0-7.0mmol/L saat puasa dan
5.0-10.0mmol/L 2 jam setelah makan.

3. Kolesterol

Pasien dengan kadar Low Density Lipoproteins-Cholesterol (LDL-C) >2.0 mmol/L


harus dilakukan modifikasi gaya hidup, diet, dan pengobatan dengan statin. Hal ini dilakukan
sampai didapati kadar LDL-C <2.0 mmol/L.

Prognosis

1. Prognosis bervariasi tergantung dari keparahan stroke, lokasi dan volume perdarahan.
2. Semakin rendah nilai GCS maka prognosis semakin buruk dan tingkat mortalitasnya
tinggi.
3. Semakin besar volume perdarahan maka prognosis semakin buruk, dan adanya darah
di dalam ventrikel berhubungan dengan angka mortalitas yang tinggi.
4. Adanya darah di dalam ventrikel meningkatkan angka kematian sebanyak 2 kali lipat
(Nassisi, 2009). Hal ini mungkin diakibatkan oleh obstructive hydrocephalus atau
efek massa langsung dari darah ventrikular pada struktur periventrikular, yang mana

41
berhubungan dengan hipoperfusi global korteks yang didasarinya. Darah ventrikular
juga mengganggu fungsi normal dari CSF dengan mengakibatkan asidosis laktat
lokal.
5. Prognosis ad vitam tergantung berat stroke dan komplikasi yang timbul, sementara
prognosis ad functionam dapat dinilai dengan parameter Activity Daily Living
(Barthel Index) dan NIH Stroke Scale (NIHSS). Risiko kecacatan dan ketergantungan
fisik/kognitif setelah 1 tahun adalah 20-30%.
National Institute of Health Stroke Scale (NIHSS)

Tabel 9. NIHSS

Keunggulan NIHSS dapat dilakukan dengan cepat, kurang lebih 15 menit, telah
banyak dipergunakan dan telah divalidasi, berguna untuk kondisi stroke akut, mudah
dipelajari dan skor yang dipakai sederhana., tingkat reabilitinya tinggi. Kelemahannya kurang

42
baik untuk stroke karena gangguan sirkulasi posterior, oleh karena di dalam skoring terdapat
penilaian kemampuan berbahasa dan untuk gangguan di batang otak, nilai yang diperoleh
tidak sesuai dengan beratnya defisit yang signifikan.

Berdasarkan penelitian, terdapat korelasi antara nilai NIHSS masuk dengan kondisi
saat keluar, yaitu :

NIHSS saat masuk Keluaran

0-8 Pulang dengan berobat jalan

9-17 Perawatan rehabilitasi

18+ Perawatan di fasilitas rehabilitasi, perawatan khusus


dirumah, perawatan subakut atau perawatan khusus disuatu
rumah rehabilitasi

Kesimpulan

Stroke merupakan penyakit kegawatdaruratan neurologi karena tingginya angka


mortalitas dan angka kecacatan. Beratnya defisit neurologis dalam hal defisit fungsi motorik,
sensorik, gangguan fungsi luhur, tergantung luas dan letak lesi di otak. Penanganan stroke
perlu dilakukan sedini dan setepat mungkin karena prognosis stroke tergantung pada golden
hour dimana dilakukan penanganan yang adekuat.

43

Anda mungkin juga menyukai