TUGAS KHUSUS
PT. Asahimas Chemical merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri kimia
dan memiliki beberapa unit plant terpadu (integrated plants) dengan salah satu produk berupa
PVC. PVC diproduksi pada PVC plant dengan menggunakan reaktor batch, untuk mendapatkan
produk yang sesuai dengan spesifikasi dan untuk menjaga kulaitas dari produk yang dihasilkan
maka kondisi di dalam reaktor seperti suhu dan tekanan harus dijaga agar sesuai dengan setting
point yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada reaktor polimerisasi PVC, suhu dari reaktor pada
awal reaksi dinaikkan sampai mencapai suhu polimerisasi yang sesuai, lalu setelah polimerisasi
terjadi suhu dijaga konstan untuk menjaga kualitas dari PVC yang dihasilkan, karena reaksi
polimerisasi ini bersifat eksotermis, maka cara agar suhu pada reaktor tetap konstan ialah dengan
cara mengalirkan air pendingin ke dalam jacket reaktor
Perbedaan pada suhu awal air pendingin dan suhu reaksi pada reaktor untuk setiap waktu
mengakibatkan jumlah suplai air pendingin yang dibutuhkan juga berbeda sehingga diperlukan
pengontrolan terhadap suhu reaktor setiap proses polimerisasi dijalankan, salah satu indikator yang
dapat ditinjau untuk mengontrol suhu reaktor adalah koefisien perpindahan panas antara air
pendingin dengan suhu reaksi pada reaktor. Maka diharapkan perhitungan koefisien transfer panas
pada reaktor di plant IV ini dapat menjadi bahan pertimbangan mengenai proses reaksi yang
berjalan pada masing masing reaktor.
36
37
4.3. Tujuan
Tujuan dari penulisan tugas khusus ini adalah untuk mengevaluasi koefisien perpindahan
panas yang terjadi pada masing masing reaktor pada plant PVC IV
perbedaan suhu. Jadi ketika kalor mengalir dari benda yang bersuhu tinggi menuju benda yang
bersuhu rendah, sebenarnya energi yang berpindah dari benda yang bersuhu tinggi menuju benda
yang bersuhu rendah. Perpindahan energi terhenti setelah benda-benda yang bersentuhan mencapai
suhu yang sama atau setimbang secara termal. Istilah caloric pertama kali diperkenalkan oleh
A.L.Lavoiser seorang ahli kimia dari Perancis.
Oleh para ahli kimia dan fisika, kalor dianggap sebagai sejenis zat alir yang tidak terlihat
oleh manusia. Satu kalori didefinisikan sebagai banyaknya kalor yang diperlukan untuk
memanaskan 1 gram air sehingga suhunya naik 10C. Jika suatu benda melepaskan kalor pada benda
lain maka kalor yang diterima benda lain sama dengan kalor yang dilepas benda itu. Pernyataan
ini disebut juga sebagai Asas Black, yaitu jumlah kalor yang dilepas sama dengan jumlah kalor
yang diterima.
perpindahan panas konveksi diklasifikasikan menjadi dua, yakni konveksi bebas (free convection)
dan konveksi paksa (forced convection). Bila gerakan fluida disebabkan karena adanya perbedaan
kerapatan karena perbedaan suhu, maka perpindahan panasnya disebut sebagai perpindahan panas
yang tergolong dalam konveksi bebas (free/natural convection).
Bila gerakan fluida disebabkan oleh gaya pemaksa/eksitasi dari luar, misalkan dengan
pompa atau kipas yang menggerakkan fluida sehingga fluida mengalir di atas permukaan, maka
perpindahan panas disebut sebagai konveksi paksa (forced convection). Konveksi berasal dari
bahasa latin yang artinya bersama dan vehere yang memiliki arti membawa, jadi konveksi dapat
diartikan sebagai perpindahan energi termal bulk bersama fluida. Konveksi merupakan
perpindahan panas antara permukaan solid dan berdekatan dengan fluida yang bergerak atau
mengalir dan itu melibatkan pengaruh konduksi dari material dan juga aliran fluida.
Konveksi sangat erat kaitannya dengan mekanika fluida. Bahkan secara termodinamika,
konveksi itu dianggap bukan sebagai aliran kalor, tetapi sebagai fluks entalpi. Contoh konveksi
ialah pada kasus perpindahan entalpi oleh pusaran-pusaran (eddy) dimana aliran turbulen yang
tercipta dan juga arus udara panas yang mengalir melintasi dan akhirnya menjauhi radiator
(pemanas) biasa ke lingkungan.
b. Radiasi
Perpindahan panas radiasi adalah proses di mana panas mengalir dari benda yang bersuhu
tinggi ke benda yang bersuhu rendah bila benda-benda itu terpisah di dalam ruang, bahkan jika
terdapat ruang hampa di antara benda- benda tersebut. Radiasi, merupakan perpindahan energi
karena emisi gelombang elektromagnet (atau photons). Jika radiasi melalui ruang kosong, ia tidak
ditranformasikan menjadi kalor atau bentuk-bentuk lain energi, dan ia tidak pula kan terbelok dari
lintasannya. Tetapi sebaliknya, bila terdapat zat pada lintasannya, radiasi itu akan mengalami
transmisi (diteruskan), refleksi (dipantulkan), dan absorpsi (diserap).
Hanya energi yang diserap itu saja yang muncul sebagai kalor, dan transformasi itu bersifat
kuantitatif. Sebagai contoh, kuarsa lebur akan meneruskan hampir semua radiasi yang
menimpanya, permukaan buram, mengkilap atau cermin memantulkan sebagian besar radiasi yang
jatuh padanya, sedangkan permukaan hitam atau yang tidak mengkilap akan menyerap
kebanyakan radiasi yang diterimanya, dan mengubah energi yang diserpanya itu secara kuatitatif
menjadi kalor. Energi radiasi dikeluarkan oleh benda karena temperatur, yang dipindahkan melalui
ruang antara, dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Bila energi menimpa bahan, sebagian
40
cair bergantung pada keadaan suhu zat cair tersebut, tetapi tidak peka terhadap tekanan.
Konduktivitas termal kebanyakan zat cair berkurang bila suhu makin tinggi, kecuali air dimana k
bertambah sampai 300oF dan berkurang pada suhu yang lebih tinggi dari suhu normal air tersebut.
Air mempunyai konduktivitas termal yang paling tinggi diantara semua zat-cair yang biasa
digunakan terkecuali logam cair yang memiliki konduktivitas termal lebih tinggi dari air, logam
cair sendiri merupakan suatu logam pada suhu tertentu memiliki temperatur tertentu untuk berubah
menjadi zat padat.
b. Konduktivitas termal gas
Pada suhu yang semakin tinggi pada tekanan disekitar tekanan atmosfir, maka
konduktivitas termal akan semakin bertambah. Hampir tidak dipengaruhi oleh tekanan jika berada
pada tekanan tinggi yaitu pada saat tekanan mendekati kritis atau lebih tinggi lagi. Adapun gas
yang terpenting pada konduktivitas termal ini ialah udara dan uap air. Proses perpindahan panas
jika panas mengalir dari tempat yang mempunyai suhu lebih tinggi ke tempat yang suhunya lebih
rendah.
dapat digunakan dalam beberapa situasi tertentu; tetapi pada umumnya, dalam zat cair dan zat
padat terdapat banyak sekali masalah yang masih memerlukan penjelasan.
4.4.4. Neraca Massa dan Energi Pada Sistem Alat Perpindahan Panas
Karakteristik perpindahan panas ditentukan oleh beberapa faktor, seperti:
1. Jenis fluida yang akan dipertukarkan panasnya
2. Laju alir fluida
3. Tipe aliran yang dipakai (co-current atau counter-current)
4. Letak fluida panas dan dingin, di dalam atau di luar alat penukar panas tersebut.
Dalam neraca entalpi, pendingin dan pemanas didasarkan pada asumsi bahwa dalam
penukar kalor tidak terjadi kerja poros. Sedangkan energi mekanik, energi potensial, dan energi
kinetik semuanya kecil dibandingkan dengan faktor faktor lain dalam persamaan neraca energi.
Maka, untuk satu arus dalam penukar kalor dapat dicari dengan menggunakan persamaan umum
yang ada di bawah ini:
Q= m ( Hb - Ha ) ...(2.7.1)
Penggunaan laju perpindahan kalor dapat lebih disederhanakan dengan asumsi salah satu
dari fluida dapat mengambil kalor dan melepaskan kalor ke udara sekitar jika fluida itu lebih dingin
dari udara. Perpindahan kalor dari atau ke udara sekitar dibuat sekecil mungkin dengan isolasi
yang baik sehingga kehilangan kalor tersebut diabaikan terhadap perpindahan kalor yang melalui
dinding tabung yang memisahkan udara panas dan udara dingin sehingga persamaan menjadi
sederhana.
termohidraulik. Perhitungan koefisien pindah panas dapat diperkirakan dengan hanya membagi
konduktivitas termal dari fluida dengan satuan panjang, namun untuk perhitungan yang lebih
akurat seringkali digunakan bilangan Nusselt, yaitu satuan tak berdimensi yang menunjukkan rasio
pindah panas konvektif dan konduktif normal terhadap bidang batas. Koefisien
perpindahan panas total didefinisikan sebagai koefisien hambatan termal total menuju perpindahan
panas diantara dua fluida. Koefisien perpindahan panas total juga didefinisikan sebagai hasil
gabungan proses konduksi dan konveksi dengan memperhitungkan hambatan diantara fluida yang
dipisahkan oleh lapisan pemisah seperti permuakaan heat exchanger ataupun dinding jacket.
4.4.6. Reaktor
Reaktor adalah suatu bejana tempat berlangsungnya reaksi kimia. Rancangan dari reaktor
ini tergantung dari banyak variabel. Perancangan suatu reaktor kimia harus mengutamakan
efisiensi kinerja reaktor, sehingga didapatkan hasil produk dibandingkan masukan (input) yang
besar dengan biaya yang minimum, baik itu biaya modal maupun operasi. Tentu saja faktor
keselamatan pun tidak boleh dikesampingkan. Biaya operasi biasanya termasuk besarnya energi
yang akan diberikan atau diambil, harga bahan baku, upah operator, dll. Perubahan energi dalam
suatu reaktor kimia bisa karena adanya suatu pemanasan atau pendinginan, penambahan atau
pengurangan tekanan, gaya gesekan (pengaduk dan cairan), dll.
Ada dua jenis utama reaktor kimia yaitu, reaktor tangki atau bejana dan reaktor pipa. Kedua
jenis reaktor dapat dioperasikan secara kontinyu maupun batch. Biasanya, reaktor beroperasi
dalam keadaan steady namun kadang-kadang bisa juga beroperasi secara transien. Biasanya
keadaan reaktor yang transien adalah ketika reaktor pertama kali dioperasikan (mis: setelah
perbaikan atau pembelian baru) di mana komponen produk masih berubah terhadap waktu.
Biasanya bahan yang direaksikan dalam reaktor kimia adalah cairan dan gas, namun kadang-
kadang ada juga padatan yang diikutkan dalam reaksi misalnya katalisator, reagent, inert. Ada tiga
model utama rekator yang dapat digunakan untuk mengestimasi proses proses pada industri kimia,
yaitu
1. Batch reactor model (batch)
2. Continuous stirred-tank reactor model (CSTR)
3. Plug flow reactor model (PFR).
Dalam reaktor, jaket pemanas atau pendingi digunakan untuk menghilangkan panas dari
reaksi eksotermik atau menyediakan panas yang dibutuhkan untuk reaksi endotermik yang
diinginkan. Fluida untuk perpindahan panas melewati jaket atau kumparan untuk menambah atau
mengurangi kalor pada reaktor. Biasanya pada reaktor yang dilengkapi dengan jaket, disertai
juga baffle untuk mengoptimalkan perpindahan panas dan mencegah terjadinya vortex oleh
proses pengadukan. Dalam industri kimia, jaket pendingin eksternal umumnya lebih disukai
karena membuat reaktor lebih mudah dibersihkan. Kinerja jaket pada reaktor tergantung pada 3
parameter:
1. waktu respon untuk mengubah suhu jaket
2. keseragaman suhu jaket
3. stabilitas suhu jaket.
Hal ini dapat dikatakan bahwa koefisien perpindahan panas juga merupakan parameter
penting. Akan tetapi pada reaktor batch yang besar dengan jaket pendingin eksternal memiliki
kendala pada perpindahan panas yang tergantung pada desain. Perpindahan panas pada reaktor
batch sulit untuk mencapai yang lebih dari dari 100 Watt / liter bahkan dengan kondisi perpindahan
panas yang ideal. Sebaliknya, reaktor kontinu dapat memberikan kapasitas pendinginan lebih dari
10.000 W / liter . Untuk proses dengan beban panas yang sangat tinggi, reaktor batch kurang
direkomendasikan.
Respon cepat terhadap kontrol suhu dan keseragaman jaket pada pemanasan dan
pendinginan sangat penting untuk proses kristalisasi atau operasi di mana produk atau proses yang
berjalan sangat sensitif terhadap perubahan suhu. Ada beberapa jenis jaket pendingin reaktor
batch, yaitu
1. Jaket eksternal tunggal
2. Jaket setengah coil
3. Jaket pendingin dengan fluks konstan
45
Sebuah contoh kasus tertentu yang menggunakan LMTD adalah kondensor dan reboilers,
di mana panas laten terkait dengan perubahan fasa. Untuk kondensor, panas suhu inlet fluida setara
dengan temperatur keluar fluida panas.
46
4.5.3. Data Suhu dan Flowrate Air Pendingin Masuk dan Keluar, dan Suhu Reaksi pada
Masing-masing Reaktor
Tabel 4.1. Data Suhu dan Flowrate Air Pendingin Masuk dan Keluar, dan Suhu Reaksi Reaktor O
Jacket dan Baffle
Reaktor O Suhu Reaksi
Jam Flowrate Suhu masuk Suhu keluar
( 18 Januari 2017 )
(TI-1711) (FI-1111) (TI-1615) ( TI-1713)
Normal Reaksi 4:14 55.7 208 27.4 38.9
1 jam setelah Reaksi 5:14 56.1 1052 28.2 30.9
2 jam setelah Reaksi 6:14 56 1035 28.1 30.5
3 jam setelah Reaksi 7:14 56 1518 29.1 31
4 jam setelah Reaksi 8:14 56.6 1981 28.8 30.8
5 jam setelah Reaksi 9:14 58 913 28.5 32.2
Tabel 4.2. Data Suhu dan Flowrate Air Pendingin Masuk dan Keluar, dan Suhu Reaksi Reaktor P
Jacket dan Baffle
Reaktor P Suhu Reaksi
Jam Flowrate Suhu masuk Suhu keluar
( 18 Januari 2017 )
(TI-1711) (FI-1111) (TI-1615) ( TI-1713)
Normal Reaksi 23:08 53.9 132 28.8 40.7
1 jam setelah Reaksi 0:08 56.2 869 29 32.2
2 jam setelah Reaksi 1:08 56.1 640 28.6 31.9
3 jam setelah Reaksi 2:08 56.2 1026 28.8 31.7
4 jam setelah Reaksi 3:08 56.2 1223 28 30.6
5 jam setelah Reaksi 4:08 61.6 744 27.4 31.7
Tabel 4.3. Data Suhu dan Flowrate Air Pendingin Masuk dan Keluar, dan Suhu Reaksi Reaktor Q
Tabel 4.4. Data Suhu dan Flowrate Air Pendingin Masuk dan Keluar, dan Suhu Reaksi Reaktor R
Reaktor R Jam Jacket dan Baffle
48
keterangan:
ṁ = laju alir massa air pendingin ( Kg/h )
ρ = densitas pendingin ( Kg/m³ )
V = Volumetric flowrate ( m³/h )
keterangan:
dT lmtd = Log mean temperature difference ( °C )
T = Suhu sistem reaksi ( °C )
49
Peristiwa perpindahan panas dari atau ke dalam sistem dapat terjadi melalui aliran air
pendingin di baffle dan jacket reactor. Kecepatan transfer panas ( Qc ) aliran air pendingin yang
masuk kedalam sistem dirumuskan sebagai berikut:
Qc = U . Ac . dT lmtd ...(3.1)
Qc = W . Cpc ( Tc in – Tc out ) ...(3.2)
Keterangan:
2. Menghitung dT lmtd
50
(55.7−27.4)− ( 55.7−38.9 )
dT lmtd = °C
ln(( 55.7−27.4 )–( 55.7−38.9 ))
= 22.0525 °C
3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )
𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
208000 . 1.00035 . ( 27.4−38.9 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 22.0525 °𝐶
U = 607.411 Kcal/Kg.h °C
2. Menghitung dT lmtd
(56.1−28.2)− ( 56.1−30.9 )
dT lmtd = °C
ln(( 56.1−28.2 )–( 56.1−30.9 ))
= 26.5271 °C
3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )
𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
1052000 . 1.00035 . ( 28.2−30.9 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 26.5271 °𝐶
U = 599.61 Kcal/Kg.h °C
2. Menghitung dT lmtd
(56−28.1)− ( 56−30.5 )
dT lmtd = °C
ln(( 56−28.1 )–( 56−30.5 ))
= 26.68201 °C
3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )
51
𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
1035000 . 1.00035 . ( 28.1−30.5 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 26.6201 °𝐶
U = 105.73521.3306 Kcal/Kg.h °C
2. Menghitung dT lmtd
(56−29.1)− ( 56−31 )
dT lmtd = °C
ln(( 56−29.1 )–( 56−31 ))
= 25.9384 °C
3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )
𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
1518000 . 1.00035 . ( 29.1−31 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 25.9384 °𝐶
U = 622.675 Kcal/Kg.h °C
2. Menghitung dT lmtd
(56.6−28.8)− ( 56.6−30.8 )
dT lmtd = °C
ln(( 56.6−28.8 )–( 56.6−30.8 ))
= 26.78756 °C
3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )
𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
1981000 . 1.00035 . ( 28.8−30.8 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 26.78756 °𝐶
U = 828.2469 Kcal/Kg.h °C
2. Menghitung dT lmtd
(58−28.5)− ( 58−32.2 )
dT lmtd = °C
ln(( 58−28.5 )–( 58−32,2 ))
= 27.60869 °C
3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )
𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
913000 . 1.00035 . ( 28.5−32.2 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 27.60869 °𝐶
U = 685.182 Kcal/Kg.h °C
- Normal Reaksi
= 132.000 kg/h
2. Menghitung dT lmtd
(53.9−28.8)− ( 53.9−40.7 )
dT lmtd = °C
ln(( 53.9−28.8 )–( 53.9−40.7 ))
= 18.51705 °C
U = 475.038 Kcal/Kg.h °C
= 869.000 kg/h
2. Menghitung dT lmtd
(56.2−29)− ( 56.2−32.2 )
dT lmtd = °C
ln(( 56.2−29 )–( 56.2−32.2))
= 25.56663 °C
U = 609.082 Kcal/Kg.h °C
= 640.000 kg/h
2. Menghitung dT lmtd
(56.1−28.6)− ( 56.1−31.9)
dT lmtd = °C
ln(( 56.1−28.6 )–( 56.1−31.9 ))
= 25.81486 °C
U = 458.146 Kcal/Kg.h °C
= 1.026.000 kg/h
2. Menghitung dT lmtd
(56.2−28.8)− ( 56.2−31.7 )
dT lmtd = °C
ln(( 56.3−28.8 )–( 56.2−31.7 ))
= 25.92297 °C
U = 642.747 Kcal/Kg.h °C
= 1.223.000 kg/h
2. Menghitung dT lmtd
(56.2−28)− ( 56.2−30.6 )
dT lmtd = °C
ln(( 56.2−28 )–( 56.2−30.6 ))
= 26.87905 °C
U = 662.469 Kcal/Kg.h °C
= 744.000 kg/h
55
2. Menghitung dT lmtd
(61.6−27.4)− ( 61.6−31.7 )
dT lmtd = °C
ln(( 61.6−27.4 )–( 61.6−31.7 ))
= 32.00187 °C
U = 559.816 Kcal/Kg.h °C
- Normal Reaksi
1. Menghitung laju alir massa air pendingin ( ṁ )
= 40.000 kg/h
2. Menghitung dT lmtd
(55.4−27.5)− ( 55.4−39.3 )
dT lmtd = °C
ln(( 55.4−27.5 )–( 55.4−39.3 ))
= 21.46206 °C
U = 122.7678 Kcal/Kg.h °C
= 757.000 kg/h
2. Menghitung dT lmtd
(56−27.8)− ( 56−31.8 )
dT lmtd = °C
ln(( 56−27.8 )–( 56−31.8 ))
= 26.14903 °C
U = 646.4192 Kcal/Kg.h °C
= 525.000 kg/h
2. Menghitung dT lmtd
(56−28)− ( 56−31.6 )
dT lmtd = °C
ln(( 56−28 )–( 56−31.6 ))
= 26.15872 °C
U = 403.3287 Kcal/Kg.h °C
= 624.000 kg/h
57
2. Menghitung dT lmtd
(56−28.6)− ( 56−32.1 )
dT lmtd = °C
ln(( 56−28.6 )–( 56−32.1 ))
= 25.61015 °C
U = 476.0521 Kcal/Kg.h °C
= 1.194.000 kg/h
2. Menghitung dT lmtd
(56−28.3)− ( 56−30.7 )
dT lmtd = °C
ln(( 56−28.3 )–( 56−320.7 ))
= 26.48187 °C
U = 604.661 Kcal/Kg.h °C
= 1.011.000 kg/h
2. Menghitung dT lmtd
58
(62.5−28.9)− ( 62.5−31.8 )
dT lmtd = °C
ln(( 62.5−28 .9)–( 62.5−31.8))
= 32..12818°C
U = 509.421 Kcal/Kg.h °C
- Normal Reaksi
1. Menghitung laju alir massa air pendingin ( ṁ )
= 65.000 kg/h
2. Menghitung dT lmtd
(55.4−28.1)− ( 55.4−35.0 )
dT lmtd = °C
ln(( 55.4−28.1 )–( 55.4−35.0 ))
= 23.68271 °C
𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
65000 . 1.00035 . ( 28.1−35.0 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 23.68271 °𝐶
U = 106.05 Kcal/Kg.h °C
= 828.000 kg/h
2. Menghitung dT lmtd
(56−28.1)− ( 56−35.0 )
dT lmtd = °C
ln(( 56−28.1 )–( 56−35.0 ))
= 24.28686 °C
𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
828000 ℎ . 1.00035𝐾𝑔°𝐶 . ( 28.1−35.0 )°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 24.6886 °𝐶
U = 1317.31 Kcal/Kg.h °C
= 578.000 kg/h
2. Menghitung dT lmtd
(55.9−27.5)− ( 55.9−35.0 )
dT lmtd = °C
ln(( 55.9−27.5 )–( 55.9−35.0 ))
= 24.45865 °C
U = 992.513 Kcal/Kg.h °C
= 881.000 kg/h
2. Menghitung dT lmtd
(56−28.2)− ( 56−35.0 )
dT lmtd = °C
ln(( 56−28.2 )/( 56−35.0 ))
= 24.24125 °C
U = 1383.91 Kcal/Kg.h °C
= 1.688.000 kg/h
2. Menghitung dT lmtd
(56−26.3)− ( 56−35.0 )
dT lmtd = °C
ln(( 56−26.3 )–( 56−35.0 ))
= 25.0992 °C
U = 3276.51 Kcal/Kg.h °C
= 361.000 kg/h
2. Menghitung dT lmtd
(62.6−28.4)− ( 62.6−35.0 )
dT lmtd = °C
ln(( 62.6−28.4 )–( 62.6−35.0 ))
= 30.78216 °C
U = 433.442 Kcal/Kg.h °C
4.7.5. Perhitungan Nilai Rata-rata Koefisien Perpindahan Panas pada Masing-masing Reaktor
1. Reaktor O
= 3864.46 Kcal/h.m2°C
= 644.076 Kcal/h.m2°C
2. Reaktor P
= 3407.3 Kcal/h.m2°C
= 567.883 Kcal/h.m2°C
3. Reaktor Q
= 2762.05 Kcal/h.m2°C
= 460.342 Kcal/h.m2°C
4. Reaktor R
= 7509.74 Kcal/h.m2°C
= 1251.62 Kcal/h.m2°C
Reaktor O Reaktor P
Waktu dT lmtd U dT lmtd U
°C Kcal/h.m2°C °C Kcal/h.m2°C
63
600
500 599.6102583
521.3295895
400
300
200
100
0
0 1 2 3 4 5 6
Waktu ( jam )
500 458.1456725
U (Kcal/h.m2°C)
400 475.0381638
300
200
100
0
0 1 2 3 4 5 6
Waktu ( jam )
400
300
200
100 122.7678235
0
0 1 2 3 4 5 6
Waktu ( Jam )
3000
U (Kcal/h.m2°C) 2500
2000
1317.308337 1383.914231
1500
992.5125263
1000
433.4423573
500
106.0499421
0
0 1 2 3 4 5 6
Waktu ( jam )
4.9. Pembahasan
Untuk menjaga kualitas dari PVC yang dihasilkan agar sesuai dengan spesifikasi yang
diinginkan salah satu caranya adalah dengan menjaga suhu reaktor agar konstan berada pada suhu
polimerisasi yang sesuai dengan grade PVC yang diinginkan pada proses dengan cara dialirkan air
pendingin pada jaket reaktor. Parameter yang dapat ditinjau untuk melihat kinerja dan detail dari
jaket pendingin dan baffle reaktor adalah keofisien perpindahan panas yang terjadi pada reaktor
antara panas dari reaksi polimerisasi dengan air yang digunakan sebagai media pendingin. Untuk
dapat mengetahui koefisien perpindahan panas pada jaket dan baffle reaktor diperlukan parameter
parameter seperti laju alir air pendingin, suhu dari air pendingin yang masuk ke dalam reaktor, dan
suhu keluar air pendingin dari reaktor.
Nilai dari koefisien transfer panas ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk melihat proses
polimerisasi yang berjalan pada batch tersebut sesuai dengan kualitas PVC yang telah ditentukan
atau tidak. Berdasarkan pada data perhitungan nilai dari transfer panas pada reaktor polimerisasi
66
pada 5 jam setelah normal reaction dimulai mengalami penurunan, hal ini dikarenakan laju air
pendingin yang telah dihentikan dengan tujuan agar reaktor mengalami self-heating untuk
menaikkan total konversi VCM menjadi PVC.
Pada saat normal reaction nilai dari koefisien transfer panas pada reaktor polimerisasi
cenderung lebih kecil dibandingkan dengan nilai koefisien transfer panas sesudahnya, hal ini
dikarenakan jumlah suplai dari air pendingin yang masih sedikit saat titik normal reaction dicapai,
dan kemudian meningkat sesudahnya. Hal ini dapat diamati pada grafik yang telah disajikan
sebelumnya
Besarnya nilai dari koefisien perpindahan panas ini juga dipengaruhi oleh suhu air
pendingin yang masuk, dimana semakin dingin suhu air pendingin yang masuk maka perbedaan
suhu antara air pendingin dan suhu reaksi polimerisasi semakin besar dan menyebabkan jumlah
kalor yang dapat dibawa oleh air menjadi semakin besar, hal ini berarti meningkatnya koefisien
perpindahan panas pada reaktor dan air pendingin
Pada reaktor R ditemui suhu keluaran air pendingin dari reaktor yang stagnan yaitu 35°C
dari mulainya normal reaction sampai 5 jam setelah normal reaction, hal ini mengindikasikan
adanya masalah pada alat pendeteksi suhu pada aliran keluar air pendingin sehingga tidak dapat
menunjukkan suhu aktual dari air pendingin, hal ini akan membuat tidak valid-nya perhitungan
secara teori dari koefisien pertukaran panas pada reaktor R, seperti contohnya ialah terlalu kecilnya
koefisien perpindahan panas pada normal reaction dibandingkan dengan reaktor reaktor lainnya,
yaitu 106.05 Kcal/h.m2°C dan juga nilai dari rata rata koefisien perpindahan panas yang sangat
besar dibandingkan dengan reaktor reaktor lainnya yaitu sebesar 1501.95 Kcal/h.m2°C, nilai ini
dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan reaktor reaktor lainnya.
Grafik pada masing masing reaktor menunjukkan trendline yang meningkat, hal ini
menunjukkan bahwa koefisien perpindahan panas pada reaksi polimerisasi meningkat seiring
dengan berjalannya waktu reaksi, hal ini menandakan peningkatan jumlah kalor yang dibawa oleh
air pendingin untuk menjaga suhu reaksi tetap konstan seiring dengan berjalannya reaksi, sampai
akhir reaksi dicapai.