Anda di halaman 1dari 31

BAB IV

TUGAS KHUSUS

KOEFISIEN PERPINDAHAN PANAS PADA REAKTOR POLIMERISASI


PLANT PVC-IV

4.1. Latar Belakang

PT. Asahimas Chemical merupakan perusahaan yang bergerak dalam bidang industri kimia
dan memiliki beberapa unit plant terpadu (integrated plants) dengan salah satu produk berupa
PVC. PVC diproduksi pada PVC plant dengan menggunakan reaktor batch, untuk mendapatkan
produk yang sesuai dengan spesifikasi dan untuk menjaga kulaitas dari produk yang dihasilkan
maka kondisi di dalam reaktor seperti suhu dan tekanan harus dijaga agar sesuai dengan setting
point yang telah ditetapkan sebelumnya. Pada reaktor polimerisasi PVC, suhu dari reaktor pada
awal reaksi dinaikkan sampai mencapai suhu polimerisasi yang sesuai, lalu setelah polimerisasi
terjadi suhu dijaga konstan untuk menjaga kualitas dari PVC yang dihasilkan, karena reaksi
polimerisasi ini bersifat eksotermis, maka cara agar suhu pada reaktor tetap konstan ialah dengan
cara mengalirkan air pendingin ke dalam jacket reaktor
Perbedaan pada suhu awal air pendingin dan suhu reaksi pada reaktor untuk setiap waktu
mengakibatkan jumlah suplai air pendingin yang dibutuhkan juga berbeda sehingga diperlukan
pengontrolan terhadap suhu reaktor setiap proses polimerisasi dijalankan, salah satu indikator yang
dapat ditinjau untuk mengontrol suhu reaktor adalah koefisien perpindahan panas antara air
pendingin dengan suhu reaksi pada reaktor. Maka diharapkan perhitungan koefisien transfer panas
pada reaktor di plant IV ini dapat menjadi bahan pertimbangan mengenai proses reaksi yang
berjalan pada masing masing reaktor.

36
37

4.2. Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang yang telah dijelaskan, maka permasalahan dari tugas khusus
ini adalah berapa nilai dari koefisien perpindahan panas yang terjadi pada masing masing reaktor
pada plant PVC IV

4.3. Tujuan
Tujuan dari penulisan tugas khusus ini adalah untuk mengevaluasi koefisien perpindahan
panas yang terjadi pada masing masing reaktor pada plant PVC IV

4.4. Tinjauan Pustaka


4.4.1 Perpindahan Panas
Perpindahan panas adalah pertukaran energi panas antara sistem. Laju perpindahan panas
tergantung pada perbedaan suhu dari sistem dan sifat dari medium yang melakukan pertukaran
panas. Perpindahan panas diklasifikasikan menjadi konduktivitas termal, konveksi termal, radiasi
termal, dan perpindahan panas melalui perubahan fasa. Secara alami, kalor atau panas dengan
sendirinya berpindah dari benda yang bersuhu tinggi menuju benda yang bersuhu rendah.
Perpindahan kalor cenderung menyamakan suhu benda yang saling bersentuhan. Pada abad ke-18,
para fisikawan menduga bahwa aliran kalor merupakan gerakan suatu fluida, suatu jenis fluida
yang tidak kelihatan (fluida adalah zat yang dapat mengalir). Fluida meliputi zat cair dan zat gas.
Air (zat cair) termasuk fluida karena dapat mengalir. Udara juga termasuk fluida karena dapat
mengalir. Fluida tersebut dinamakan caloric. Teori mengenai caloric tidak digunakan lagi karena
berdasarkan hasil percobaan, keberadaan caloric ini tidak bisa dibuktikan oleh karena itu teori ini
ditinggalkan.
Pada abad ke-19, seorang fisikawan Inggris bernama James Prescott Joule (1818-1889)
mempelajari cara memanaskan air dalam sebuah wadah menggunakan roda pengaduk.
Berdasarkan hasil percobaannya, Joule membuat perbandingan dengan air yang dipanaskan
menggunakan api. Ketika nyala api dan wadah yang berisi air bersentuhan, kalor berpindah dari
api (suhu tinggi) menuju air (suhu rendah). Setelah membuat perbandingan antara meningkatnya
suhu air karena bersentuhan dengan api dan meningkatnya suhu air akibat adanya usaha yang
dilakukan oleh kerja pengaduk maka dapat disimpulkan terjadi perpindahan kalor.
Kalor disimpulkan merupakan energi yang berpindah dari benda bersuhu tinggi menuju
benda bersuhu rendah. Kalor bukan energi (kalor bukan suatu jenis energi tertentu, seperti energi
kinetik, energi potensial, energi kimia dan lain-lain). Kalor adalah energi yang berpindah akibat
38

perbedaan suhu. Jadi ketika kalor mengalir dari benda yang bersuhu tinggi menuju benda yang
bersuhu rendah, sebenarnya energi yang berpindah dari benda yang bersuhu tinggi menuju benda
yang bersuhu rendah. Perpindahan energi terhenti setelah benda-benda yang bersentuhan mencapai
suhu yang sama atau setimbang secara termal. Istilah caloric pertama kali diperkenalkan oleh
A.L.Lavoiser seorang ahli kimia dari Perancis.
Oleh para ahli kimia dan fisika, kalor dianggap sebagai sejenis zat alir yang tidak terlihat
oleh manusia. Satu kalori didefinisikan sebagai banyaknya kalor yang diperlukan untuk
memanaskan 1 gram air sehingga suhunya naik 10C. Jika suatu benda melepaskan kalor pada benda
lain maka kalor yang diterima benda lain sama dengan kalor yang dilepas benda itu. Pernyataan
ini disebut juga sebagai Asas Black, yaitu jumlah kalor yang dilepas sama dengan jumlah kalor
yang diterima.

4.4.2. Mekanisme Perpindahan Panas


Ada tiga bentuk mekanisme perpindahan panas yang diketahui, yaitu konduksi, konveksi,
dan radiasi. Konduksi merupakan suatu perpindahan panas dengan media perantara seperti besi
dan bahan konduktor lainnya, sedangkan konveksi perpindahan panas melalui aliran material yang
ada. Panas dapat berpindah melalui radiasi, konveksi dan konduksi. Media yang digunakan dalam
perpindahan panas bisa berupa zat padat, cair maupun udara (gas). Ketika suatu objek material
atau fluida berada pada keadaan dengan temperatur yang berbeda dengan lingkungannya atau
benda lain disekitanya, perpindahan energi termal atau lebih dikenal dengan perpindahan panas
akan terjadi, sampai terjadi kesetimbangan panas antara objek tersebut dengan lingkungan atau
benda lainnya tersebut. Ketika ada perbedaan temperatur antara dua objek yang berdekatan,
perpindahan panas antara keduanya tidak akan bisa dihentikan, hanya bisa diperlambat.
Perpindahan panas terjadi dari daerah yang memiliki temperatur yang lebih tinggi ke temperatur
yang rendah, hal ini dapat terjadi secara spontan. Perpindahan energi termal klasik dapat
berlangsung melalui konduksi, konveksi dan radiasi atau kombinasinya. Perpindahan panas yang
terjadi bersamaan dengan panas karena adanya perubahan fase dari suatu substansi (seperti steam
yang membawa heat of boiling) dapat disebut variasi dari heat transfer secara konveksi.
a. Konveksi
Konveksi adalah perpindahan panas karena adanya gerakan atau aliran ataupun
pencampuran fluida dari bagian panas ke bagian yang dingin. Contohnya adalah kehilangan panas
dari radiator mobil, pendinginan dari secangkir kopi, dll. Menurut cara menggerakkan alirannya,
39

perpindahan panas konveksi diklasifikasikan menjadi dua, yakni konveksi bebas (free convection)
dan konveksi paksa (forced convection). Bila gerakan fluida disebabkan karena adanya perbedaan
kerapatan karena perbedaan suhu, maka perpindahan panasnya disebut sebagai perpindahan panas
yang tergolong dalam konveksi bebas (free/natural convection).
Bila gerakan fluida disebabkan oleh gaya pemaksa/eksitasi dari luar, misalkan dengan
pompa atau kipas yang menggerakkan fluida sehingga fluida mengalir di atas permukaan, maka
perpindahan panas disebut sebagai konveksi paksa (forced convection). Konveksi berasal dari
bahasa latin yang artinya bersama dan vehere yang memiliki arti membawa, jadi konveksi dapat
diartikan sebagai perpindahan energi termal bulk bersama fluida. Konveksi merupakan
perpindahan panas antara permukaan solid dan berdekatan dengan fluida yang bergerak atau
mengalir dan itu melibatkan pengaruh konduksi dari material dan juga aliran fluida.
Konveksi sangat erat kaitannya dengan mekanika fluida. Bahkan secara termodinamika,
konveksi itu dianggap bukan sebagai aliran kalor, tetapi sebagai fluks entalpi. Contoh konveksi
ialah pada kasus perpindahan entalpi oleh pusaran-pusaran (eddy) dimana aliran turbulen yang
tercipta dan juga arus udara panas yang mengalir melintasi dan akhirnya menjauhi radiator
(pemanas) biasa ke lingkungan.
b. Radiasi
Perpindahan panas radiasi adalah proses di mana panas mengalir dari benda yang bersuhu
tinggi ke benda yang bersuhu rendah bila benda-benda itu terpisah di dalam ruang, bahkan jika
terdapat ruang hampa di antara benda- benda tersebut. Radiasi, merupakan perpindahan energi
karena emisi gelombang elektromagnet (atau photons). Jika radiasi melalui ruang kosong, ia tidak
ditranformasikan menjadi kalor atau bentuk-bentuk lain energi, dan ia tidak pula kan terbelok dari
lintasannya. Tetapi sebaliknya, bila terdapat zat pada lintasannya, radiasi itu akan mengalami
transmisi (diteruskan), refleksi (dipantulkan), dan absorpsi (diserap).
Hanya energi yang diserap itu saja yang muncul sebagai kalor, dan transformasi itu bersifat
kuantitatif. Sebagai contoh, kuarsa lebur akan meneruskan hampir semua radiasi yang
menimpanya, permukaan buram, mengkilap atau cermin memantulkan sebagian besar radiasi yang
jatuh padanya, sedangkan permukaan hitam atau yang tidak mengkilap akan menyerap
kebanyakan radiasi yang diterimanya, dan mengubah energi yang diserpanya itu secara kuatitatif
menjadi kalor. Energi radiasi dikeluarkan oleh benda karena temperatur, yang dipindahkan melalui
ruang antara, dalam bentuk gelombang elektromagnetik. Bila energi menimpa bahan, sebagian
40

dipantulkan, sebagian diserap dan sebagian diteruskan.


c. Konduksi
Perpindahan kalor secara konduksi adalah proses perpindahan kalor dimana kalor mengalir
dari daerah yang bertemperatur tinggi ke daerah yang bertemperatur rendah dalam suatu medium
(padat, cair atau gas) atau antara medium-medium yang berlainan yang bersinggungan secara
langsung sehingga terjadi pertukaran energi dan momentum.
Konduksi panas bisa dianalogikan langsung dengan difusi partikel ke dalam fluida, pada
fluida yag diam. Difusi panas tipe ini berbeda dengan difusi massa, hanya pada materialnya,
dimana konduksi dapat terjadi pada solid, sedangkan difusi massa hanya terjadi pada cairan.
Logam (terutama tembaga) biasanya adalah konduktor energi panas terbaik. Hal ini disebabkan
oleh karena metal terikat secara kimia dengan ikatan logam yang ada (berbeda dengan ikatan
kovalen maupun ikatan ion). Dimana ikatan logam ini memiliki elektron-elektron bebas dan
akhirnya membentuk struktur kristal, yang akan membantu perpindahan panas yang besar.
Fluida (kecuali liquid dan gas logam) bukanlah konduktor yang bagus. Hal ini disebabkan jarak
antara atom yang sangat besar pada gas. Semakin sedikit tabrakan antar atom berarti konduksi
makin sulit terjadi. Ketika densitas suatu benda menurun, maka konduksi pun menurun.
Kondukstivitas gas naik dengan naiknya temperatur tapi hanya sedikit naik pada tekanan
mendekati dan diatas tekanan atmosferik. Konduksi tidak dapat terjadi pada kondisi vakum
sempurna.

4.4.3. Konduktivitas Termal


Konduktivitas termal adalah proses untuk memindahkan energi dari bagian yang panas
kebagian yang dingin dari substansi oleh interaksi molekular. Dalam fluida, pertukaran energi
utamanya dengan tabrakan langsung. Pada solid, mekanisme utama adalah vibrasi molekular.
Konduktor listrik yang baik juga merupakan konduktor panas yang baik pula. Konduktivitas
tergantung pada sifat bahan yang berbeda – beda, sifat sifat tersebut beberapa diantaranya antara
lain:
a. Konduktivitas termal zat padat
Konduktivitas termal logam dalam fase padat yang diketahui komposisinya bergantung
terutama pada suhu saja. Konduktivitas termal logam dalam jangkau suhu. Konduktivitas termal
bahan yang homogen biasanya sangat bergantung pada densitas lindak semu (aparent bulk
density), yaitu massa bahan dibagi dengan volume total.Dalam hal ini (K) konduktivitas termal zat
41

cair bergantung pada keadaan suhu zat cair tersebut, tetapi tidak peka terhadap tekanan.
Konduktivitas termal kebanyakan zat cair berkurang bila suhu makin tinggi, kecuali air dimana k
bertambah sampai 300oF dan berkurang pada suhu yang lebih tinggi dari suhu normal air tersebut.
Air mempunyai konduktivitas termal yang paling tinggi diantara semua zat-cair yang biasa
digunakan terkecuali logam cair yang memiliki konduktivitas termal lebih tinggi dari air, logam
cair sendiri merupakan suatu logam pada suhu tertentu memiliki temperatur tertentu untuk berubah
menjadi zat padat.
b. Konduktivitas termal gas
Pada suhu yang semakin tinggi pada tekanan disekitar tekanan atmosfir, maka
konduktivitas termal akan semakin bertambah. Hampir tidak dipengaruhi oleh tekanan jika berada
pada tekanan tinggi yaitu pada saat tekanan mendekati kritis atau lebih tinggi lagi. Adapun gas
yang terpenting pada konduktivitas termal ini ialah udara dan uap air. Proses perpindahan panas
jika panas mengalir dari tempat yang mempunyai suhu lebih tinggi ke tempat yang suhunya lebih
rendah.

c. Konduktivitas termal zat cair


Dalam hal ini k ( konduktivitas termal ) bergantung pada temperatur, tetapi tidak peka
terhadap tekanan. Konduktivitas termal kebanyakan zat cair berkurang bila suhu makin tinggi,
kecuali air dimana k bertambah sampai 300oF dan berkurang pada suhu yang lebih tinggi. Air
mempunyai konduktivitas termal paling tinggi diantara semua zat-cair, kecuali logam cair ataupun
campuran logam logam cair.
Pada fluida, pertukaran energi utamanya dengan tabrakan langsung. Pada solid, mekanisme
utama adalah vibrasi molekular. Konduktor listrik yang baik juga merupakan konduktor panas
yang baik pula. Persamaan yang berlaku untuk aliran panas konduksi, pertama kali dapat
dinyatakan dengan hukum Fourier berikut :
perbedaan suhu
Aliran panas konduksi = Luas permukaan dinding x
tebal dinding
Persamaan diatas merupakan persamaan dasar tentang konduktivitas termal. Berdasarkan
rumusan itu maka kita dapat melaksanakan pengukuran dalam percobaan untuk menentukan
konduktivitas termal berbagai bahan. Untuk gas-gas pada suhu agak rendah, pengolahan analitis
teori kinetika gas dapat dipergunakan untuk meramalkan secara teliti nilai-nilai yang diamati
dalam percobaan. Untuk meramalkan konduktivitas termal zat cair dan zat padat, ada teori yang
42

dapat digunakan dalam beberapa situasi tertentu; tetapi pada umumnya, dalam zat cair dan zat
padat terdapat banyak sekali masalah yang masih memerlukan penjelasan.

4.4.4. Neraca Massa dan Energi Pada Sistem Alat Perpindahan Panas
Karakteristik perpindahan panas ditentukan oleh beberapa faktor, seperti:
1. Jenis fluida yang akan dipertukarkan panasnya
2. Laju alir fluida
3. Tipe aliran yang dipakai (co-current atau counter-current)
4. Letak fluida panas dan dingin, di dalam atau di luar alat penukar panas tersebut.
Dalam neraca entalpi, pendingin dan pemanas didasarkan pada asumsi bahwa dalam
penukar kalor tidak terjadi kerja poros. Sedangkan energi mekanik, energi potensial, dan energi
kinetik semuanya kecil dibandingkan dengan faktor faktor lain dalam persamaan neraca energi.
Maka, untuk satu arus dalam penukar kalor dapat dicari dengan menggunakan persamaan umum
yang ada di bawah ini:
Q= m ( Hb - Ha ) ...(2.7.1)

Keterangan : m = Laju aliran massa dalam arus tersebut


Q
q= = Laju perpindahan kalor ke dalam arus
t
Ha & Hb = Entalpi/satuan massa arus pada waktu masuk dan keluar

Penggunaan laju perpindahan kalor dapat lebih disederhanakan dengan asumsi salah satu
dari fluida dapat mengambil kalor dan melepaskan kalor ke udara sekitar jika fluida itu lebih dingin
dari udara. Perpindahan kalor dari atau ke udara sekitar dibuat sekecil mungkin dengan isolasi
yang baik sehingga kehilangan kalor tersebut diabaikan terhadap perpindahan kalor yang melalui
dinding tabung yang memisahkan udara panas dan udara dingin sehingga persamaan menjadi
sederhana.

4.4.5. Koefisien Perpindahan Panas


Koefisien perpindahan panas adalah koefisien proporsionalitas antara fluks panas dan
perbedaan temperatur, yang menjadi penggerak utama perpindahan panas. Satuan SI dari koefisien
pindah panas adalah W/(m2°K). Koefisien pindah panas berkebalikan dengan insulasi termal.
Terdapat beberapa metode untuk mengkalkulasi koefisien pindah panas dalam berbagai jenis
kondisi pindah panas yang berbeda, seperti fluida yang berlainan, jenis aliran, dan dalam kondisi
43

termohidraulik. Perhitungan koefisien pindah panas dapat diperkirakan dengan hanya membagi
konduktivitas termal dari fluida dengan satuan panjang, namun untuk perhitungan yang lebih
akurat seringkali digunakan bilangan Nusselt, yaitu satuan tak berdimensi yang menunjukkan rasio
pindah panas konvektif dan konduktif normal terhadap bidang batas. Koefisien
perpindahan panas total didefinisikan sebagai koefisien hambatan termal total menuju perpindahan
panas diantara dua fluida. Koefisien perpindahan panas total juga didefinisikan sebagai hasil
gabungan proses konduksi dan konveksi dengan memperhitungkan hambatan diantara fluida yang
dipisahkan oleh lapisan pemisah seperti permuakaan heat exchanger ataupun dinding jacket.

4.4.6. Reaktor
Reaktor adalah suatu bejana tempat berlangsungnya reaksi kimia. Rancangan dari reaktor
ini tergantung dari banyak variabel. Perancangan suatu reaktor kimia harus mengutamakan
efisiensi kinerja reaktor, sehingga didapatkan hasil produk dibandingkan masukan (input) yang
besar dengan biaya yang minimum, baik itu biaya modal maupun operasi. Tentu saja faktor
keselamatan pun tidak boleh dikesampingkan. Biaya operasi biasanya termasuk besarnya energi
yang akan diberikan atau diambil, harga bahan baku, upah operator, dll. Perubahan energi dalam
suatu reaktor kimia bisa karena adanya suatu pemanasan atau pendinginan, penambahan atau
pengurangan tekanan, gaya gesekan (pengaduk dan cairan), dll.
Ada dua jenis utama reaktor kimia yaitu, reaktor tangki atau bejana dan reaktor pipa. Kedua
jenis reaktor dapat dioperasikan secara kontinyu maupun batch. Biasanya, reaktor beroperasi
dalam keadaan steady namun kadang-kadang bisa juga beroperasi secara transien. Biasanya
keadaan reaktor yang transien adalah ketika reaktor pertama kali dioperasikan (mis: setelah
perbaikan atau pembelian baru) di mana komponen produk masih berubah terhadap waktu.
Biasanya bahan yang direaksikan dalam reaktor kimia adalah cairan dan gas, namun kadang-
kadang ada juga padatan yang diikutkan dalam reaksi misalnya katalisator, reagent, inert. Ada tiga
model utama rekator yang dapat digunakan untuk mengestimasi proses proses pada industri kimia,
yaitu
1. Batch reactor model (batch)
2. Continuous stirred-tank reactor model (CSTR)
3. Plug flow reactor model (PFR).

4.4.7. Jaket Reaktor


44

Dalam reaktor, jaket pemanas atau pendingi digunakan untuk menghilangkan panas dari
reaksi eksotermik atau menyediakan panas yang dibutuhkan untuk reaksi endotermik yang
diinginkan. Fluida untuk perpindahan panas melewati jaket atau kumparan untuk menambah atau
mengurangi kalor pada reaktor. Biasanya pada reaktor yang dilengkapi dengan jaket, disertai
juga baffle untuk mengoptimalkan perpindahan panas dan mencegah terjadinya vortex oleh
proses pengadukan. Dalam industri kimia, jaket pendingin eksternal umumnya lebih disukai
karena membuat reaktor lebih mudah dibersihkan. Kinerja jaket pada reaktor tergantung pada 3
parameter:
1. waktu respon untuk mengubah suhu jaket
2. keseragaman suhu jaket
3. stabilitas suhu jaket.
Hal ini dapat dikatakan bahwa koefisien perpindahan panas juga merupakan parameter
penting. Akan tetapi pada reaktor batch yang besar dengan jaket pendingin eksternal memiliki
kendala pada perpindahan panas yang tergantung pada desain. Perpindahan panas pada reaktor
batch sulit untuk mencapai yang lebih dari dari 100 Watt / liter bahkan dengan kondisi perpindahan
panas yang ideal. Sebaliknya, reaktor kontinu dapat memberikan kapasitas pendinginan lebih dari
10.000 W / liter . Untuk proses dengan beban panas yang sangat tinggi, reaktor batch kurang
direkomendasikan.
Respon cepat terhadap kontrol suhu dan keseragaman jaket pada pemanasan dan
pendinginan sangat penting untuk proses kristalisasi atau operasi di mana produk atau proses yang
berjalan sangat sensitif terhadap perubahan suhu. Ada beberapa jenis jaket pendingin reaktor
batch, yaitu
1. Jaket eksternal tunggal
2. Jaket setengah coil
3. Jaket pendingin dengan fluks konstan
45

Gambar 4.1. Reaktor Berpengaduk dengan Jaket dan Baffle


(Sumber: Pugliesi, 2009)

4.4.8. Beda Suhu Rata-rata Logaritmik ( LMTD )


Pada peralatan yang memiliki proses perpindahan panas menggunakan fluida, maka proses
perpindahan panas dapat diketahui dengan menggunakan beda suhu rata rata logaritmik (LMTD).
Dengan kata lain LMTD ialah beda suhu pada satu ujung alat penukar panas dikurangi beda suhu
pada ujung yang satu lagi dibagi dengan logaritma alamiah dari perbandingan keda suhu tersebut
Penurunan dari persamaan LMTD didasarkan pada asumsi
1. Kalor Spesifik fluida tidak berubah menurut suhu
2. Koefisien perpindahan kalor konvekso tetap, untuk seluruh perpindahan panas
∆𝑇𝑎− ∆𝑇𝑏
LMTD = ∆𝑇𝑎
ln( )
∆𝑇𝑏

Sebuah contoh kasus tertentu yang menggunakan LMTD adalah kondensor dan reboilers,
di mana panas laten terkait dengan perubahan fasa. Untuk kondensor, panas suhu inlet fluida setara
dengan temperatur keluar fluida panas.
46

4.5. Pengumpulan Data Informasi


Dalam tugas ini, data yang diambil berupa Suhu dan flowrate air pendingin masuk dan
keluar, suhu reaksi, luas area permukaan transfer panas jacket dan baffle.
Data-data yang digunakan dalam perhitungan diperoleh dari :
1. Data mengenai sifat sifat fisik air pendingin yang diperlukan diperoleh dari literatur
bersangkutan
2. Data luas area permukaan transfer panas jacket dan baffle diperoleh dari spesifikasi design
reaktor.
3. Suhu dan flowrate air pendingin masuk dan keluar dan suhu reaksi diperoleh dari
Distributed Control System pada lapangan.
Data yang didapat sebagai berikut
4.5.1. Data mengenai sifat fisik air pendingin
1. Densitas air pendingin
a. pada 26°C = 996.78 kg/m3
b. pada 27°C = 996.51 kg/m3
c. pada 28°C = 996.23 kg/m3
d. pada 29°C = 995.94 kg/m3
e. pada 30°C = 995.65 kg/m3
f. pada 31°C = 995.34 kg/m3
g. pada 32°C = 995.03 kg/m3
h. pada 39°C = 992.60 kg/m3
i. pada 40°C = 992.22 kg/m3
2. Kapasitas panas air
(26°C - 40°C tidak berubah secara signifikan) = 0.999 Kcal/Kg°C

4.5.2. Data Luas Perpindahan Panas Masing-masing Reaktor


1. Luas permukaan perpindahan panas pada jaket = 97.5 m2
2. Luas permukaan perpindahan panas pada baffle = 81.7 m2
3. Luas permukaan perpindahan panas total = 179.2 m2
47

4.5.3. Data Suhu dan Flowrate Air Pendingin Masuk dan Keluar, dan Suhu Reaksi pada
Masing-masing Reaktor
Tabel 4.1. Data Suhu dan Flowrate Air Pendingin Masuk dan Keluar, dan Suhu Reaksi Reaktor O
Jacket dan Baffle
Reaktor O Suhu Reaksi
Jam Flowrate Suhu masuk Suhu keluar
( 18 Januari 2017 )
(TI-1711) (FI-1111) (TI-1615) ( TI-1713)
Normal Reaksi 4:14 55.7 208 27.4 38.9
1 jam setelah Reaksi 5:14 56.1 1052 28.2 30.9
2 jam setelah Reaksi 6:14 56 1035 28.1 30.5
3 jam setelah Reaksi 7:14 56 1518 29.1 31
4 jam setelah Reaksi 8:14 56.6 1981 28.8 30.8
5 jam setelah Reaksi 9:14 58 913 28.5 32.2

Tabel 4.2. Data Suhu dan Flowrate Air Pendingin Masuk dan Keluar, dan Suhu Reaksi Reaktor P
Jacket dan Baffle
Reaktor P Suhu Reaksi
Jam Flowrate Suhu masuk Suhu keluar
( 18 Januari 2017 )
(TI-1711) (FI-1111) (TI-1615) ( TI-1713)
Normal Reaksi 23:08 53.9 132 28.8 40.7
1 jam setelah Reaksi 0:08 56.2 869 29 32.2
2 jam setelah Reaksi 1:08 56.1 640 28.6 31.9
3 jam setelah Reaksi 2:08 56.2 1026 28.8 31.7
4 jam setelah Reaksi 3:08 56.2 1223 28 30.6
5 jam setelah Reaksi 4:08 61.6 744 27.4 31.7

Tabel 4.3. Data Suhu dan Flowrate Air Pendingin Masuk dan Keluar, dan Suhu Reaksi Reaktor Q

Jacket dan Baffle


Reaktor Q Suhu Reaksi
Jam Flowrate Suhu masuk Suhu keluar
( 29 Januari 2017 )
(TI-1711) (FI-1111) (TI-1615) ( TI-1713)
Normal Reaction 1:48 55.4 40 27.5 39.3
1 jam setelah Reaksi 2:48 56 757 27.8 31.8
2 jam setelah Reaksi 3:48 56 525 28 31.6
3 jam setelah Reaksi 4:48 56 624 28.6 32.1
4 jam setelah Reaksi 5:48 56 1194 28.3 30.7
5 jam setelah Reaksi 6:48 62.5 1011 28.9 31.8

Tabel 4.4. Data Suhu dan Flowrate Air Pendingin Masuk dan Keluar, dan Suhu Reaksi Reaktor R
Reaktor R Jam Jacket dan Baffle
48

( 18 Januari 2017 ) Suhu Reaksi Flowrate Suhu masuk Suhu keluar


(TI-1711) (FI-1111) (TI-1615) ( TI-1713)
Normal Reaction 2:34 55.4 65 28.1 35
1 jam setelah Reaksi 3:34 56 828 28.1 35
2 jam setelah Reaksi 4:34 55.9 578 27.5 35
3 jam setelah Reaksi 5:34 56 881 28.2 35
4 jam setelah Reaksi 6:34 56 1688 26.3 35
5 jam setelah Reaksi 7:34 62.6 361 28.4 35

4.6. Metode Pengolahan Data


Prosedur perhitungan dalam laporan ini menggunakan persamaan neraca energi, dan
persamaan koefisien perpindahan panas.

4.6.1. Laju alir massa air pendingin


Untuk mendapat nilai dari koefisien perpindahan panas diperlukan laju alir massa air
pendingin, yang dapat dicari dari data volumetric flowrate air pendingin dengan cara:
ṁ=ρ.V

keterangan:
ṁ = laju alir massa air pendingin ( Kg/h )
ρ = densitas pendingin ( Kg/m³ )
V = Volumetric flowrate ( m³/h )

4.6.2. Log mean temperature difference ( dT lmtd)


Untuk mendapatkan nilai dari koefisien perpindahan panas diperlukan dT lmtd, yang
dapat dicari dari dengan cara:

dT lmtd = [( T – Tc in ) – ( T – Tc out)] / ln [( T – Tc in ) – ( T – Tc out)]

keterangan:
dT lmtd = Log mean temperature difference ( °C )
T = Suhu sistem reaksi ( °C )
49

Tc in = Suhu pendingin masuk ( °C )


Tc out = Suhu pendingin out ( °C )

4.6.3. Neraca Energi


Neraca energi reactor batch system dapat dinyatakan dengan persamaan
( laju panas masuk ) – ( laju panas keluar ) + ( laju panas reaksi ) = laju akumulasi panas

Peristiwa perpindahan panas dari atau ke dalam sistem dapat terjadi melalui aliran air
pendingin di baffle dan jacket reactor. Kecepatan transfer panas ( Qc ) aliran air pendingin yang
masuk kedalam sistem dirumuskan sebagai berikut:

Qc = U . Ac . dT lmtd ...(3.1)
Qc = W . Cpc ( Tc in – Tc out ) ...(3.2)

Dari kedua persamaan tersebut dapat diperoleh persamaan untuk U, yaitu:

U= ṁ . Cpc (Tc in – Tc out ) / ( Ac . dT lmtd )

Keterangan:

U = Koefisien perpindahan panas overall (Kcal/h . m², °C)


Ac= Luas perpindahan panas jacket dan baffle (m²)
dT lmtd = Log mean temperature difference ( °C )
T = Suhu ( °C )
ṁ = Laju alir massa air pendingin ( Kg/h)
Cpc = Kapasitas panas pendingin ( Kcal/kg.°C )
Untuk mencari koefisien perpindahan panas, terlebiih dahulu mencari Log mean rata rata

4.7. Pengolahan Data


4.7.1. Perhitungan pada reaktor O
- Normal Reaksi
1. Menghitung laju alir massa air pendingin ( ṁ )
ṁ = 1000 kg/m³ . 208 m³/h
= 208.000 kg/h

2. Menghitung dT lmtd
50

(55.7−27.4)− ( 55.7−38.9 )
dT lmtd = °C
ln(( 55.7−27.4 )–( 55.7−38.9 ))

= 22.0525 °C
3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )
𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
208000 . 1.00035 . ( 27.4−38.9 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 22.0525 °𝐶
U = 607.411 Kcal/Kg.h °C

- 1 Jam setelah Reaksi


1. Menghitung laju alir massa air pendingin ( ṁ )
ṁ = 1000 kg/m³ . 1052 m³/h
= 1052.000 kg/h

2. Menghitung dT lmtd
(56.1−28.2)− ( 56.1−30.9 )
dT lmtd = °C
ln(( 56.1−28.2 )–( 56.1−30.9 ))

= 26.5271 °C
3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )
𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
1052000 . 1.00035 . ( 28.2−30.9 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 26.5271 °𝐶
U = 599.61 Kcal/Kg.h °C

- 2 jam setelah reaksi


1. Menghitung laju alir massa air pendingin ( ṁ )
ṁ = 1000 kg/m³ . 1035 m³/h
= 1.035.000 kg/h

2. Menghitung dT lmtd
(56−28.1)− ( 56−30.5 )
dT lmtd = °C
ln(( 56−28.1 )–( 56−30.5 ))

= 26.68201 °C
3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )
51

𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
1035000 . 1.00035 . ( 28.1−30.5 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 26.6201 °𝐶
U = 105.73521.3306 Kcal/Kg.h °C

- 3 jam setelah reaksi


1. Menghitung laju alir massa air pendingin ( ṁ )
ṁ = 1000 kg/m³ . 1518 m³/h
= 1.518.000 kg/h

2. Menghitung dT lmtd
(56−29.1)− ( 56−31 )
dT lmtd = °C
ln(( 56−29.1 )–( 56−31 ))

= 25.9384 °C
3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )
𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
1518000 . 1.00035 . ( 29.1−31 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 25.9384 °𝐶
U = 622.675 Kcal/Kg.h °C

- 4 jam setelah reaksi


1. Menghitung laju alir massa air pendingin ( ṁ )
ṁ = 1000 kg/m³ . 1981 m³/h
= 1.981.000 kg/h

2. Menghitung dT lmtd
(56.6−28.8)− ( 56.6−30.8 )
dT lmtd = °C
ln(( 56.6−28.8 )–( 56.6−30.8 ))

= 26.78756 °C
3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )
𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
1981000 . 1.00035 . ( 28.8−30.8 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 26.78756 °𝐶
U = 828.2469 Kcal/Kg.h °C

- 5 jam setelah reaksi


1. Menghitung laju alir massa air pendingin ( ṁ )
ṁ = 1000 kg/m³ . 913 m³/h
= 913.000 kg/h
52

2. Menghitung dT lmtd
(58−28.5)− ( 58−32.2 )
dT lmtd = °C
ln(( 58−28.5 )–( 58−32,2 ))

= 27.60869 °C
3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )
𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
913000 . 1.00035 . ( 28.5−32.2 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 27.60869 °𝐶
U = 685.182 Kcal/Kg.h °C

4.7.2. Perhitungan pada reaktor P

- Normal Reaksi

1. Menghitung laju alir massa air pendingin ( ṁ )

ṁ = 1000 kg/m³ . 132 m³/h

= 132.000 kg/h

2. Menghitung dT lmtd

(53.9−28.8)− ( 53.9−40.7 )
dT lmtd = °C
ln(( 53.9−28.8 )–( 53.9−40.7 ))

= 18.51705 °C

3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )


𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
132000 . 1.00035 . ( 28.8−40.7 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 18.51705 °𝐶

U = 475.038 Kcal/Kg.h °C

- 1 Jam setelah Reaksi


1. Menghitung laju alir massa air pendingin ( ṁ )
53

ṁ = 1000 kg/m³ . 869 m³/h

= 869.000 kg/h

2. Menghitung dT lmtd

(56.2−29)− ( 56.2−32.2 )
dT lmtd = °C
ln(( 56.2−29 )–( 56.2−32.2))

= 25.56663 °C

3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )


𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
869000 . 1.00035 . ( 29−32.2 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 25.56663 °𝐶

U = 609.082 Kcal/Kg.h °C

- 2 jam setelah reaksi


1. Menghitung laju alir massa air pendingin ( ṁ )

ṁ = 1000 kg/m³ . 640 m³/h

= 640.000 kg/h

2. Menghitung dT lmtd

(56.1−28.6)− ( 56.1−31.9)
dT lmtd = °C
ln(( 56.1−28.6 )–( 56.1−31.9 ))

= 25.81486 °C

3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )


𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
640000 . 1.00035 . ( 28.6−31.9 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 25.81486 °𝐶

U = 458.146 Kcal/Kg.h °C

- 3 jam setelah reaksi


1. Menghitung laju alir massa air pendingin ( ṁ )

ṁ = 1000 kg/m³ . 1026 m³/h


54

= 1.026.000 kg/h

2. Menghitung dT lmtd

(56.2−28.8)− ( 56.2−31.7 )
dT lmtd = °C
ln(( 56.3−28.8 )–( 56.2−31.7 ))

= 25.92297 °C

3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )


𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
1026000 . 1.00035 . ( 28.8−31.7 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 25.92297 °𝐶

U = 642.747 Kcal/Kg.h °C

- 4 jam setelah reaksi


1. Menghitung laju alir massa air pendingin ( ṁ )

ṁ = 1000 kg/m³ . 1223 m³/h

= 1.223.000 kg/h

2. Menghitung dT lmtd

(56.2−28)− ( 56.2−30.6 )
dT lmtd = °C
ln(( 56.2−28 )–( 56.2−30.6 ))

= 26.87905 °C

3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )


𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
1223000 . 1.00035 . ( 28−30.6 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 26.87905 °𝐶

U = 662.469 Kcal/Kg.h °C

- 5 jam setelah reaksi


1. Menghitung laju alir massa air pendingin ( ṁ )

ṁ = 1000 kg/m³ . 744 m³/h

= 744.000 kg/h
55

2. Menghitung dT lmtd

(61.6−27.4)− ( 61.6−31.7 )
dT lmtd = °C
ln(( 61.6−27.4 )–( 61.6−31.7 ))

= 32.00187 °C

3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )


𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
744000 . 1.00035 . ( 27.4−31.7 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 32.00187 °𝐶

U = 559.816 Kcal/Kg.h °C

4.7.3. Perhitungan pada reaktor Q

- Normal Reaksi
1. Menghitung laju alir massa air pendingin ( ṁ )

ṁ = 1000 kg/m³ . 40 m³/h

= 40.000 kg/h

2. Menghitung dT lmtd

(55.4−27.5)− ( 55.4−39.3 )
dT lmtd = °C
ln(( 55.4−27.5 )–( 55.4−39.3 ))

= 21.46206 °C

3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )


𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
40.000 . 1.00035 . ( 27.5−39.3 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 21.46206 °𝐶

U = 122.7678 Kcal/Kg.h °C

- 1 Jam setelah Reaksi


1. Menghitung laju alir massa air pendingin ( ṁ )

ṁ = 1000 kg/m³ . 757 m³/h


56

= 757.000 kg/h

2. Menghitung dT lmtd

(56−27.8)− ( 56−31.8 )
dT lmtd = °C
ln(( 56−27.8 )–( 56−31.8 ))

= 26.14903 °C

3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )


𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
757000 . 1.00035 . ( 27.8−31.8 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 26.14903 °𝐶

U = 646.4192 Kcal/Kg.h °C

- 2 jam setelah reaksi


1. Menghitung laju alir massa air pendingin ( ṁ )

ṁ = 1000 kg/m³ . 525 m³/h

= 525.000 kg/h

2. Menghitung dT lmtd

(56−28)− ( 56−31.6 )
dT lmtd = °C
ln(( 56−28 )–( 56−31.6 ))

= 26.15872 °C

3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )


𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
525000 . 1.00035 . ( 28−31.6 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 26.15872 °𝐶

U = 403.3287 Kcal/Kg.h °C

- 3 jam setelah reaksi


1. Menghitung laju alir massa air pendingin ( ṁ )

ṁ = 1000 kg/m³ . 624 m³/h

= 624.000 kg/h
57

2. Menghitung dT lmtd

(56−28.6)− ( 56−32.1 )
dT lmtd = °C
ln(( 56−28.6 )–( 56−32.1 ))

= 25.61015 °C

3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )


𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
624000 . 1.00035 . ( 28.6−32.1 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 26.61015 °𝐶

U = 476.0521 Kcal/Kg.h °C

- 4 jam setelah reaksi


1. Menghitung laju alir massa air pendingin ( ṁ )

ṁ = 1000 kg/m³ . 1194 m³/h

= 1.194.000 kg/h

2. Menghitung dT lmtd

(56−28.3)− ( 56−30.7 )
dT lmtd = °C
ln(( 56−28.3 )–( 56−320.7 ))

= 26.48187 °C

3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )


𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
1194000 . 1.00035 . ( 28.3−30.7 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 26.48187 °𝐶

U = 604.661 Kcal/Kg.h °C

- 5 jam setelah reaksi


1. Menghitung laju alir massa air pendingin ( ṁ )

ṁ = 1000 kg/m³ . 1011 m³/h

= 1.011.000 kg/h

2. Menghitung dT lmtd
58

(62.5−28.9)− ( 62.5−31.8 )
dT lmtd = °C
ln(( 62.5−28 .9)–( 62.5−31.8))

= 32..12818°C

3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )


𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
1011000 . 1.00035 . ( 28.9−31.8 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 32.12818 °𝐶

U = 509.421 Kcal/Kg.h °C

4.7.4. Perhitungan pada reaktor R

- Normal Reaksi
1. Menghitung laju alir massa air pendingin ( ṁ )

ṁ = 1000 kg/m³ . 65 m³/h

= 65.000 kg/h

2. Menghitung dT lmtd

(55.4−28.1)− ( 55.4−35.0 )
dT lmtd = °C
ln(( 55.4−28.1 )–( 55.4−35.0 ))

= 23.68271 °C

3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )

𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
65000 . 1.00035 . ( 28.1−35.0 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 23.68271 °𝐶

U = 106.05 Kcal/Kg.h °C

- 1 Jam setelah Reaksi


1. Menghitung laju alir massa air pendingin ( ṁ )
59

ṁ = 1000 kg/m³ . 828 m³/h

= 828.000 kg/h

2. Menghitung dT lmtd

(56−28.1)− ( 56−35.0 )
dT lmtd = °C
ln(( 56−28.1 )–( 56−35.0 ))

= 24.28686 °C

3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )

𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
828000 ℎ . 1.00035𝐾𝑔°𝐶 . ( 28.1−35.0 )°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 24.6886 °𝐶

U = 1317.31 Kcal/Kg.h °C

- 2 jam setelah reaksi


1. Menghitung laju alir massa air pendingin ( ṁ )

ṁ = 1000 kg/m³ . 578 m³/h

= 578.000 kg/h

2. Menghitung dT lmtd

(55.9−27.5)− ( 55.9−35.0 )
dT lmtd = °C
ln(( 55.9−27.5 )–( 55.9−35.0 ))

= 24.45865 °C

3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )


𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
578000 . 1.00035 . ( 27.5−35.0 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 24.45865 °𝐶

U = 992.513 Kcal/Kg.h °C

- 3 jam setelah reaksi


1. Menghitung laju alir massa air pendingin ( ṁ )
60

ṁ = 1000 kg/m³ . 881 m³/h

= 881.000 kg/h

2. Menghitung dT lmtd

(56−28.2)− ( 56−35.0 )
dT lmtd = °C
ln(( 56−28.2 )/( 56−35.0 ))

= 24.24125 °C

3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )


𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
881000 . 1.00035 . ( 28.2−35.0 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 24.24125 °𝐶

U = 1383.91 Kcal/Kg.h °C

- 4 jam setelah reaksi


1. Menghitung laju alir massa air pendingin ( ṁ )

ṁ = 1000 kg/m³ . 1.688 m³/h

= 1.688.000 kg/h

2. Menghitung dT lmtd

(56−26.3)− ( 56−35.0 )
dT lmtd = °C
ln(( 56−26.3 )–( 56−35.0 ))

= 25.0992 °C

3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )


𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
1688000 . 1.00035 . ( 26.3−35.0 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 25.0992 °𝐶

U = 3276.51 Kcal/Kg.h °C

- 5 jam setelah reaksi


1. Menghitung laju alir massa air pendingin ( ṁ )

ṁ = 1000 kg/m³ . 361 m³/h


61

= 361.000 kg/h

2. Menghitung dT lmtd

(62.6−28.4)− ( 62.6−35.0 )
dT lmtd = °C
ln(( 62.6−28.4 )–( 62.6−35.0 ))

= 30.78216 °C

3. Menghitung koefisien perpindahan panas ( Kcal/Kg.h °C )


𝐾𝑔 𝐾𝑐𝑎𝑙
361000 . 1.00035 . ( 28.4−35.0 )°𝐶
ℎ 𝐾𝑔°𝐶
U=
179.2 𝑚² . 30.78216 °𝐶

U = 433.442 Kcal/Kg.h °C

4.7.5. Perhitungan Nilai Rata-rata Koefisien Perpindahan Panas pada Masing-masing Reaktor

1. Reaktor O

Total U = ( 607. 411 + 599.61 + 521.33 + 622.675 + 828.249 + 685.182 )


Kcal/h.m2°C

= 3864.46 Kcal/h.m2°C

Rata-rata U = 3864.46 Kcal/h.m2°C / 6

= 644.076 Kcal/h.m2°C

2. Reaktor P

Total U = ( 475.038 + 609.082 + 458.146 + 642.747 + 662.469 + 559.816 )


Kcal/h.m2°C

= 3407.3 Kcal/h.m2°C

Rata-rata U = 3407.3 Kcal/h.m2°C / 6


62

= 567.883 Kcal/h.m2°C

3. Reaktor Q

Total U = ( 122.768 + 646.419 + 403.329 + 476.052 + 604.061 + 509.421 )


Kcal/h.m2°C

= 2762.05 Kcal/h.m2°C

Rata-rata U = 2762.05 Kcal/h.m2°C /6

= 460.342 Kcal/h.m2°C

4. Reaktor R

Total U = (106.05 + 1317.31 + 992.513 + 1383.91 + 3276.51 + 433.442 )


Kcal/h.m2°C

= 7509.74 Kcal/h.m2°C

Rata-rata U = 7509.74 Kcal/h.m2°C / 6

= 1251.62 Kcal/h.m2°C

4.8. Hasil Perhitungan

Tabel 4.5. Hasil Perhitungan pada Reaktor O dan P

Reaktor O Reaktor P
Waktu dT lmtd U dT lmtd U
°C Kcal/h.m2°C °C Kcal/h.m2°C
63

Normal Reaction 22.05249606 607.4111973 18.51704843 475.0381638


Normal Reaction +1 jam 26.52710285 599.6102583 25.56663187 609.0817797
Normal Reaction + 2 jam 26.68201278 521.3295895 25.81485539 458.1456725
Normal Reaction + 3 jam 25.93840305 622.6751151 25.92297041 642.7468635
Normal Reaction + 4 jam 26.78755757 828.2486284 26.87904518 662.4686625
Normal Reaction + 5 jam 27.60869083 685.1821803 32.00186625 559.8161934

Tabel 4.6. Hasil Perhitungan pada Reaktor Q dan R


Reaktor Q Reaktor R
Waktu dT lmtd U dT lmtd U
°C Kcal/h.m2°C °C Kcal/h.m2°C
Normal Reaction 21.46206042 122.7678235 23.68270925 106.0499421
Normal Reaction +1 jam 26.14903009 646.4192144 24.28685939 1317.308337
Normal Reaction + 2 jam 26.15872661 403.3287462 24.45864968 992.5125263
Normal Reaction + 3 jam 25.61015191 476.0520621 24.24125038 1383.914231
Normal Reaction + 4 jam 26.48187688 604.0609726 25.09919895 3276.507794
Normal Reaction + 5 jam 32.1281893 509.4210358 30.78216483 433.4423573

Grafik U Terhadap Waktu pada Reaktor O


900
828.2486284
800
685.1821803
700 607.4111973 622.6751151
U (Kcal/h.m2°C)

600
500 599.6102583
521.3295895
400
300
200
100
0
0 1 2 3 4 5 6
Waktu ( jam )

Gambar 4.2. Grafik U vs Waktu pada Reaktor O


64

Grafik U Terhadap Waktu pada Reaktor P


700
609.0817797 642.7468635 662.4686625
600 559.8161934

500 458.1456725
U (Kcal/h.m2°C)

400 475.0381638

300

200

100

0
0 1 2 3 4 5 6
Waktu ( jam )

Gambar 4.3. Grafik U vs Waktu pada Reaktor P

Grafik U Terhadap Waktu pada Reaktor Q


700 646.4192144
604.0609726
600
509.4210358
476.0520621
500
403.3287462
U (Kcal/h.m2°C)

400

300

200

100 122.7678235

0
0 1 2 3 4 5 6
Waktu ( Jam )

Gambar 4.4. Grafik U vs Waktu pada Reaktor Q


65

Grafik U Terhadap Waktu pada Reaktor R


3500 3276.507794

3000
U (Kcal/h.m2°C) 2500

2000
1317.308337 1383.914231
1500
992.5125263
1000
433.4423573
500
106.0499421
0
0 1 2 3 4 5 6
Waktu ( jam )

Gambar 4.5. Grafik U vs Waktu pada Reaktor R

4.9. Pembahasan
Untuk menjaga kualitas dari PVC yang dihasilkan agar sesuai dengan spesifikasi yang
diinginkan salah satu caranya adalah dengan menjaga suhu reaktor agar konstan berada pada suhu
polimerisasi yang sesuai dengan grade PVC yang diinginkan pada proses dengan cara dialirkan air
pendingin pada jaket reaktor. Parameter yang dapat ditinjau untuk melihat kinerja dan detail dari
jaket pendingin dan baffle reaktor adalah keofisien perpindahan panas yang terjadi pada reaktor
antara panas dari reaksi polimerisasi dengan air yang digunakan sebagai media pendingin. Untuk
dapat mengetahui koefisien perpindahan panas pada jaket dan baffle reaktor diperlukan parameter
parameter seperti laju alir air pendingin, suhu dari air pendingin yang masuk ke dalam reaktor, dan
suhu keluar air pendingin dari reaktor.
Nilai dari koefisien transfer panas ini dapat dijadikan sebagai acuan untuk melihat proses
polimerisasi yang berjalan pada batch tersebut sesuai dengan kualitas PVC yang telah ditentukan
atau tidak. Berdasarkan pada data perhitungan nilai dari transfer panas pada reaktor polimerisasi
66

pada 5 jam setelah normal reaction dimulai mengalami penurunan, hal ini dikarenakan laju air
pendingin yang telah dihentikan dengan tujuan agar reaktor mengalami self-heating untuk
menaikkan total konversi VCM menjadi PVC.
Pada saat normal reaction nilai dari koefisien transfer panas pada reaktor polimerisasi
cenderung lebih kecil dibandingkan dengan nilai koefisien transfer panas sesudahnya, hal ini
dikarenakan jumlah suplai dari air pendingin yang masih sedikit saat titik normal reaction dicapai,
dan kemudian meningkat sesudahnya. Hal ini dapat diamati pada grafik yang telah disajikan
sebelumnya
Besarnya nilai dari koefisien perpindahan panas ini juga dipengaruhi oleh suhu air
pendingin yang masuk, dimana semakin dingin suhu air pendingin yang masuk maka perbedaan
suhu antara air pendingin dan suhu reaksi polimerisasi semakin besar dan menyebabkan jumlah
kalor yang dapat dibawa oleh air menjadi semakin besar, hal ini berarti meningkatnya koefisien
perpindahan panas pada reaktor dan air pendingin
Pada reaktor R ditemui suhu keluaran air pendingin dari reaktor yang stagnan yaitu 35°C
dari mulainya normal reaction sampai 5 jam setelah normal reaction, hal ini mengindikasikan
adanya masalah pada alat pendeteksi suhu pada aliran keluar air pendingin sehingga tidak dapat
menunjukkan suhu aktual dari air pendingin, hal ini akan membuat tidak valid-nya perhitungan
secara teori dari koefisien pertukaran panas pada reaktor R, seperti contohnya ialah terlalu kecilnya
koefisien perpindahan panas pada normal reaction dibandingkan dengan reaktor reaktor lainnya,
yaitu 106.05 Kcal/h.m2°C dan juga nilai dari rata rata koefisien perpindahan panas yang sangat
besar dibandingkan dengan reaktor reaktor lainnya yaitu sebesar 1501.95 Kcal/h.m2°C, nilai ini
dua kali lipat lebih besar dibandingkan dengan reaktor reaktor lainnya.
Grafik pada masing masing reaktor menunjukkan trendline yang meningkat, hal ini
menunjukkan bahwa koefisien perpindahan panas pada reaksi polimerisasi meningkat seiring
dengan berjalannya waktu reaksi, hal ini menandakan peningkatan jumlah kalor yang dibawa oleh
air pendingin untuk menjaga suhu reaksi tetap konstan seiring dengan berjalannya reaksi, sampai
akhir reaksi dicapai.

Anda mungkin juga menyukai