Anda di halaman 1dari 7

Ilmu Sastra

Ilmu sastra adalah ilmu yang menyelidiki sastra secara ilmiah. Ilmu sastra menyelidiki karya
sastra secara ilmiah.
Dalam Kamus Istilah Sastra Indonesia, Eddy (1991:96) memberikan pengertian bahwa ilmu
sastra adalah segala bentuk dan cara pendekatan terhadap karya sastra dan gejala sastra. Dalam
Kamus Sastra, Eneste (1994:47) memberikan pengertian bahwa ilmu sastra adalah bidang
keilmuan yang obyek utamanya karya sastra. Dalam Eksiklopedia Sastra Indonesia, Hasanuddin
mengemukakan bahwa ilmu sastra adalah semua pendekatan ilmiah terhadap gejala sastra.
Dalam 9 Jawaban Sastra Indonesia, Mahayanan (2003:223) memberikan pengertian bahwa ilmu
sastra adalah ilmu yang menyelidiki kesusastraan dengan berbagai masalahnya secara ilmiah.
Ilmu sastra adalah ilmu yang mempelajari karya sastra.
Dalam Pemandu di Dunia Sastra, Hartoko dan Rahmanto memberikan pengertian ilmu sastra
bahwa ilmu sastra meliputi semua pendekatan ilmiah terhadap gejala sastra. Objek ilmu sastra
adalah unsur kesustraan yang menyebabkan sebuah ungkapan bahasa termasuk sastra. Di
samping unsur-unsur bahasa (struktur, gaya, fungsi, politik) faktor-faktor historiko pragmatik
dan psikososial juga memainkan peranan (misalnya unsur rekaan dalam komunikasi bahasa,
perkembangan antara pengertian sastra dan sebagainya).
Ilmu Sastra adalah ilmu yang menyelidiki tentang karya sastra secara ilmiah dengan berbagai
gejala dan masalah sastra

Teori Sastra
Teori sastra dalam arti sempit adalah studi sistematis mengenai sastra dan metode untuk
menganalisis sastra. Akan tetapi, kata "teori" telah menjadi istilah umum untuk berbagai
pendekatan ilmiah untuk membaca teks.
Praktek teori sastra menjadi sebuah profesi di abad ke-20, tetapi telah memiliki akar sejarah
hingga Yunani Kuno (karya Aristoteles Poetics sering dikutip, misalnya), India kuno (karya
Bharata Muni Natya Shastra), Romawi Kuno (karya Longinus On the Sublime) dan Irak abad
pertengahan (karya Al-Jahiz al-Bayan wa-'l-tabyin dan al-Hayawan, dan karya ibn al-Mu'tazz
Kitab al-Bad), dan teori-teori estetika filsuf dari filsafat kuno selama abad 18 dan 19
berpengaruh penting pada studi sastra saat ini. Teori dan kritik sastra, tentu saja, juga terkait erat
dengan sejarah sastra.
Meski demikian, pengertian modern "teori sastra" bertanggal kira-kira tahun 1950-an, ketika
linguistik strukturalis Ferdinand de Saussure mulai berpengaruh kuat terhadap kritik sastra
bahasa Inggris. Penyeru Kritik Baru dan berbagai formalis Eropa (terutama kaum formalisme
Rusia) telah menjelaskan beberapa upaya yang lebih abstrak mereka sebagai "teoritis" juga. Tapi
itu tidak berdampak seluas strukturalisme di dunia akademik berbahasa Inggris bahwa "teori
sastra" dianggap sebagai domain terpadu.

Seni Sastra
Menurut Kamus Besar Bahasa Indonesia atau KBBI, sastra adalah bahasa (kata-kata, gaya
bahasa) yang dipakai dalam kitab-kitab (bukan bahasa sehari-hari). Definisi kedua menurut
kamus ini adalah karya tulis, yang jika dibandingkan dengan tulisan lain, memiliki berbagai ciri
keunggulan seperti keaslian, keartistikan, keindahan dalam isi dan ungkapannya. Istilah sastra
sendiri, berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti ”tulisan” atau ”karangan”. Sastra biasanya
diartikan sebagai karangan dengan bahasa yang indah dan isi yang baik.
Bahasa yang indah artinya bisa menimbulkan kesan dan menghibur pembacanya. Isi yang baik
artinya berguna dan mengandung nilai pendidikan. Bentuk fisik dari sastra disebut karya sastra.
Penulis karya sastra disebut sastrawan. Dalam Bahasa Indonesia, kata ini biasa digunakan untuk
merujuk kepada ”kesusastraan” atau sebuah jenis tulisan yang memiliki arti atau keindahan
tertentu. Tetapi kata ”sastra” bisa pula merujuk kepada semua jenis tulisan, apakah ini indah atau
tidak.

Selain itu dalam arti kesusastraan, sastra bisa dibagi menjadi sastra tertulis atau sastra lisan
(sastra oral). Di sini, sastra tidak banyak berhubungan dengan tulisan, tetapi dengan bahasa yang
dijadikan wahana untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu. Biasanya,
kesusastraan dibagi menurut daerah geografis atau bahasa lokal. Misalnya, kamu yang
bersekolah di Yogyakarta dan Jawa Tengah akan mempelajari sastra Jawa, teman-temanmu yang
bersekolah di Jawa barat akan mempelajari sastra Sunda, dan seterusnya. Dari ketiga sumber di
atas, arti kata sastra selalu mengarah pada inti yang sama berikut ini.
a. Sastra berupa bahasa, untaian kata-kata, gaya bahasa, ungkapan.
b. Sastra tercurah dalam bentuk kitab, karya tulis, tulisan, karangan, lisan.
c. Sastra bernilai seni, indah, artistik, asli sastra berisi ajaran, pendidikan, instruksi, dan
pedoman.

Bidang Seni Sastra

Seni sastra tidak hanya berhubungan dengan tulisan tetapi dengan bahasa yang dijadikan wahana
untuk mengekspresikan pengalaman atau pemikiran tertentu. Oleh karena itu, seni sastra bisa
dibagi menjadi dua, yaitu:
a) Seni Sastra Tulis
Sesuai namanya, seni sastra tulis adalah bentuk karya sastra yang dituangkan dalam bentuk
tulisan, yaitu kombinasi huruf yang mempunyai makna atau arti. Banyak sekali jenis seni sastra
tulisan yang berkembang di masyarakat, misalnya dalam bentuk prosa, puisi, cerita fiksi, dan
essai.
b) Seni Sastra Lisan
Seni sastra lisan adalah seni sastra disampaikan dengan bahasa lisan, yaitu dengan dituturkan
secara langsung kepada pendengar, dengan atau tanpa iringan musik tertentu.

Fungsi Seni Sastra

Seni sastra yang diwujudkan dalam bentuk karya sastra memiliki beberapa fungsi penting dalam
masyarakat, di antaranya:
a) Sarana Menyampaikan Pesan Moral
Sastrawan menulis karya sastra, antara lain untuk menyampaikan model kehidupan yang
diidealkan dan ditampilkan dalam cerita lewat para tokoh. Dengan karya sastranya, sastrawan
menawarkan pesan moral yang berhubungan dengan sifat-sifat luhur kemanusiaan,
memperjuangkan hak dan martabat manusia. Sifat-sifat itu pada hakikatnya universal, artinya
diyakini oleh semua manusia. Pembaca diharapkan dalam menghayati sifat-sifat ini dan
kemudian menerapkannya dalam kehidupan nyata.
Moral dalam karya sastra atau hikmah yang akan disampaikan oleh sastrawan selalu dalam
pengertian yang baik karena pada awal mula semua karya sastra adalah baik. Jika dalam cerita
ditampilkan sikap dan tingkah laku tokoh-tokoh yang tidak terpuji, baik mereka berlaku sebagai
tokoh antagonis maupun protagonis, bukan berarti sastrawan menyarankan bertingkah laku
demikian. Pembaca diharapkan dapat mengambil hikmah sendiri dari cerita. Sesuatu yang baik
justru akan lebih mencolok bila dikonfrontasikan dengan yang tidak baik.

b) Sarana Menyampaikan Kritik


Seni sastra, terutama sastra tulisan dapat menjadi sarana untuk menyampaikan kritik atas
fenomena sosial maupun politik dalam masyarakat. Misalnya, novel atau puisi yang
mengemukakan masalah kemiskinan, perbedaan gender antara pria dan wanita, atau kesenjangan
sosial. Melalui sastra, masyarakat pembaca menjadi berempati dan bersimpati yang pada
akhirnya akan tergugah untuk berpartisipasi menyelesaikan masalah-masalah sosial tersebut.

c) Menumbuhkan Rasa Nasionalisme dan Penghargaan terhadap Kebudayaan Daerah


Sebagai bagian dari kebudayaan nasional, seni sastra Indonesia merupakan wahana ekspresi
budaya dalam rangka upaya ikut memupuk kesadaran sejarah serta semangat nasionalisme.
Semangat nasionalisme dalam seni sastra tidak hanya aktual pada masa revolusi saja, tetapi di
era globalisasi yang dapat mengancam sendi-sendi nasionalisme suatu bangsa.

Perkembangan Seni Sastra

Istilah ‘sastra’ memiliki arti tulisan. Secara lebih luas, sastra dapat diartikan pembicaraan tentang
berbagai tulisan yang indah bentuknya dan mulia isinya. Keindahan bentuk hasil sastra yang
kemudian lazim disebut sebagai karya sastra terlihat dari puisi, prosa, lirik prosa, drama, maupun
bentuk karya sastra yang lain, baik yang tergolong ke dalam sastra kuno, masa peralihan, sampai
sastra modern, bahkan sastra kontemporer pada masa mutakhir.

Ditilik dari segi bentuk, karya sastra adalah sesuatu yang dapat menyenangkan hati, sedangkan
bila ditilik dari segi isi, karya sastra memiliki nilai guna bagi siapa saja yang mampu
mengapresiasikannya. Karya sastra bukan sekedar dibaca dan dihayati sebagai pengisi waktu,
melainkan di dalamnya terkandung nilai-nilai yang bermakna bagi kehidupan.

Perkembangan seni sastra dapat dilihat dari zaman kuno, yaitu zaman sebelum ditemukannya
tulisan, ketika manusia mengembangkan seni sastra melalui tradisi lisan yang diwariskan dari
mulut ke mulut dan disampaikan dari seorang penutur kepada orang lain dalam bentuk cerita atau
dongeng (cerita kancil yang mencuri timun petani), legenda (kisah batu menangis). Kemudian
pada zaman aksara, seni sastra telah mulai dikembangkan dalam bentuk tulisan-tulisan atau
karya sastra yang pada waktu itu ditulis pada daun lontar. Peninggalan-peninggalan tulisan kuno
ini dapat kita lihat di beberapa museum seperti Trowulan, dan dapat pula kita saksikan tulisan
kuno di museum Bali yang mengisahkan tentang kerajaan-kerajaan di Bali. Peninggalan-
peninggalan tersebut menunjukkan kepada kita hasil karya seni sastra pada zaman Hindu-
Buddha.

Bila kita cermati lebih lanjut, ternyata masih banyak karya sastra yang lain peninggalan zaman
Hindu-Buddha yaitu:
 Bharatayuda karya Mpu Sedah dan Mpu Panuluh;
 Gatotkacasraya karya Mpu Panuluh;
 Smaradhahana karya Mpu Darmaja;
 Wrattasancaya dan Lubdhaka karya Mpu Tanakung.

Pada akhir abad ke-16 sampai abad ke-17 masehi, pengaruh sastra Islam baru nampak dalam
sastra Melayu Islam yang diterima sebagai unsur yang memperkaya, mendinamisir, serta
mengangkat derajat sastra Melayu menjadi cukup tinggi. Dalam perkembangannya terjadi
integrasi yang kokoh antara tradisi sastra Melayu dengan Islam.

Dalam sastra Melayu Islam muncul karya-karya Hamzah Fansuri seperti Asrar al-Arifin Syair
Perahu,Syair Dagang, Syair Si Burung Pingai. Demikian pula karya-karya Ar-Raniri Tibyan fi
Ma’rifat al-Adyan Shirot al-Mustaqim Bustan al-Shalatin, juga karya Syamsudin Pase Mir’at al-
Iman Mir’at al-Mu’minin, dan sebagainya.

Sastrawan-sastrawan Indonesia yang kita kenal antara lain:


 Chairil Anwar
 Sutan Takdir Alisyahbana
 H.B. Yasin
 Ajip Rosidi
 Hamka
 N. H. Dini
 Umar Kayam
 Sapardi Djoko Damono
 Taufik Ismail
 W. S. Rendra

Seni sastra di Indonesia digolongkan dalam beberapa zaman sebagai berikut.


a. Pujangga Lama
Pujangga Lama adalah karya sastra Indonesia yang dihasilkan sebelum abad XX. Pada masa ini
karya sastra di Indonesia didominasi oleh syair, pantun, gurindam, dan hikayat “Karya Sastra
Pujangga Lama”.

b. Sastra Melayu Rendah


Sastra Melayu Rendah adalah karya sastra di Indonesia yang dihasilkan antara tahun 1870-1942,
yang berkembang di lingkungan masyarakat Cina dan masyarakat Indo-Eropa.

c. Angkatan Balai Pustaka


Angkatan Balai Pustaka adalah karya sastra di Indonesia sejak tahun 1920-1950, yang dipelopori
oleh penerbit Balai Pustaka. Prosa (roman, novel, cerita pendek, dan drama) dan puisi mulai
menggantikan kedudukan syair, pantun, gurindam, dan hikayat dalam khasanah sastra di
Indonesia pada masa ini.
d. Pujangga Baru
Pujangga baru muncul sebagai reaksi atas banyaknya sensor yang dilakukan oleh Balai Pustaka
terhadap karya sastrawan pada masa tersebut, terutama terhadap karya sastra yang menyangkut
nasionalisme dan kesadaran kebangsaan.

e. Angkatan ‘45
Karya sastra angkatan ini diwarnai pengalaman hidup dan gejolak sosial politik-budaya.

f. Angkatan 50-an
Angkatan 50-an ditandai dengan terbitnya majalah sastra Kisah asuhan H.B.Jassin. Ciri angkatan
ini adalah karya sastra didominasi cerita pendek dan kumpulan puisi.

g. Angkatan 50-60-an

h. Angkatan 66-70-an
Angkatan ini ditandai dengan terbitnya majalah sastra Horison. Semangat avant-garde sangat
menonjol pada angkatan ini. Karya sastra pada angkatan ini sangat beragam dalam aliran sastra,
seperti karya sastra beraliran surreealistik, arus kesadaran, arketip, absurd, dan lain-lain.
Sastrawan pada akhir angkatan yang lalu termasuk juga dalam kelompok ini, seperti Motinggo
Busye, Purnawan Tjondronegoro, Djamil Suherman, Bur Rasuanto, Gunawan Mohammad,
Sapardi Djoko Damono, dan Satyagraha Hurip, serta sastrawan yang dijuluki Paus Sastra
Indonesia, H.B. Jassin.
Seorang sastrawan pada angkatan 50 hingga 60-an yang mendapat tempat pada angkatan ini
adalah Iwan Simatupang. Pada masanya, karya sastranya berupa novel, cerpen, dan drama
kurang mendapat perhatian bahkan sering menimbulkan kesalahpahaman. Ia disebut sebagai
sastrawan yang lahir mendahului zamannya.
Beberapa sastrawan lain pada angkatan ini adalah: Umar Kayam, Ikranegara, Leon Agusta,
Arifin C Noer, Akhudiat, Darmanto Jatman, Arief Budiman, Gunawan Mohammad, Budi
Darma, Hamsad Rangkuti, Putu Widjaya, Wisran Hadi, Wing Kardjo, Taufik Ismail, dan banyak
lagi yang lain.

i. Dasawarsa 80-an
Karya sastra di Indonesia pada kurun waktu setelah tahun 1980 ditandai dengan banyaknya
roman percintaan dan sastrawan wanita yang menonjol pada masa tersebut.

j. Angkatan Dasawarsa 2000-an

Sastrawan angkatan 2000 mulai merefleksikan keadaan sosial dan politik yang terjadi pada akhir
tahun 90-an, seiring dengan jatuhnya Orde Baru. Proses reformasi politik yang dimulai pada
tahun 1998 banyak melatarbelakangi kisah novel fiksi.

k. Cybersastra
Era internet memasuki komunitas sastra di Indonesia. Banyak sastra Indonesia yang tidak
dipublikasi sebagai buku namun termaktub di dunia maya (internet), baik yang dikelola resmi
oleh pemerintah, organisasi non-profit, maupun situs pribadi. Ada beberapa situs sastra Indonesia
di dunia maya.
Macam-macam Teori Sastra
Berikut ini merupakan 10 macam teori sastra beserta sekilas dari pengertiannya.

1. Teori Struktural
Teori struktural merupakan sebuah teori sastra yang digunakan untuk menganalisis karya sastra
berdasarkan strukturnya. Teori ini menggunakan pendekatan objektif yang mamandang karya
sastra bersifat otonom dan terlepas dari pembaca maupun pengarangnya.
Dalam teori struktural, bagian yang dianalisis meliputi tema, tokoh, alur, latar serta sudut
pandang. Tema merupakan gagasan utama pada sebuah cerita, tokoh merupakan pelaku cerita.
Istilah tokoh menunjuk kepada pelaku cerita, karakter menunjuk pada perwatakan tokoh,
sedangkan penokohan merupakan perwujudan dan pengembangan tokoh dalam sebuah cerita.
Yang dimaksud dengan latar yakni tempat terjadinya peristiwa dalam sebuah karya sastra,
kemudian sudut pandang yakni titik pengisahan dalam karya sastra.

2. Teori Psikologi Sastra


Psikologi sastra adalah teori sastra yang digunakan untuk menganalisis unsur kejiwaan yang ada
di dalam karya sastra. Sigmund Freud membagi kepribadian manusia menjadi 3 aspek yakni id ,
ego, dan superego. Id merupakan kepribadian manusia yang berhubungan dengan aspek
kesenangan, ego merupakan kepribadian manusia yang berusaha menekan id dengan berpegang
kepada kenyataan, dan superego yakni kepribadian manusia yang lebih menekankan
kesempurnaan dibanding dengan kepuasan serta berasal dari nurani yang berhubungan erat
dengan moral.

3. Teori Kepribadian Abdul Aziz Ahyadi


Kepribadian adalah suatu organisasi sistem jiwa raga yang dinamis dalam diri perorangan yang
menentukan penyesuaian terhadap diri terhadap lingkungan. Teori Kepribadian Abdul Aziz
Ahyadi merupakan teori yang menganalisis sisi kepribadian yang ada dalam karya sastra. Baik
kepribadian masyarakat yang diceritakan, maupun kepribadian tokoh-tokohnya.

4. Sosiologi Sastra
Karena karya sastra dianggap sebagai cerminan dari kehidupan sosial masyarakatnya, maka
karya sasta bersifat unik. Karena imajinasi pengarang karya sastra dipadukan dengan kehidupan
sosiak yang kompleks. Sosiologi sastra merupakan teori sastra yang menganalisis sebuah karya
sastra didasarkan pada segi-segi kemasyarakatan. Karya sastra juga dianggap sebagai ekspresi
pengarang. Disebabkan oleh tindakan manusia yang tidak dapat lepas dari interaksi sosial dan
komunikasi serta kepribadian manusia dipengaruhi oleh sistem budaya, maka struktur sosial
pengarang dapat mempengaruhi bentuk karya sastra itu sendiri.

5. Kritik Sastra Feminis


Dalam arti leksikal, feminisme merupakan gerakan wanita yang menuntut persamaan hak
sepenuhnya antara perempuan dan laki-laki namun bukan merupakan gerakan pemberontakan
terhadap kaum laki-laki melainkan hanya menuntut gerakan peningkatan terhadap harkat dan
martabat wanita.
Jadi dalam kritik sastra feminis, para kritikus sastra menginginkan suatu hak yang sama dalam
mengungkapkan makna baru dalam karya sastra, serta menentukan ciri relevan yang ada dalam
karya sastra sebab kritikus tersebut menggunakan cara dan pandangan baru dalam
pengkajiannya.Kritikus sastra dapat mengkaji karya sastra melalui tiga tahap, yakni tahap
pertama peneliti mengidentifikasi tokoh perempuan dalam karya sastra dan keududukannya
dalam masyarakat, kemudian peneliti mencari tahu tujuan hidup tokoh perempuan yang
igambarkan penulis, dan yang terakhir mengamati sikap penulis dalam menulis karya sastra.

6. Resepsi Sastra
Resepsi sastra adalah kualitas keindahan yang timbul sebagai akibat hubungan antara karya
sastra dengan pembaca. Jika peneliti menggunakan resepsi sastra dalam penelitiannya, maka
harus ditentukan terlebih dahulu maksud pengarang yang sebenarnya, barulah mencari tahu
reaksi dari pembaca setelah membaca karya sastra.

7. Teori Marxis
Teori Marxis memberikan penekanan terhadap kehidupan manusia yang mana didalam
kehidupan manusia itu sendiri ditentukan oleh sistem sosial dan ekonomi. Marxis memandang
bahwa sejarah, budaya dan ekonomi saling berkaitan dalam memahami kelompok masyarakat.
Sebab Marxisme sendiri merupakan faham yang percaya bahwa penentu dari suatu kehidupan
adalah sosio ekonomi.

8. Sastra Poskolonial
Merupakan kesusastraan yang membawa pandangan subversif terhadap penjajah dan penjajahan
(Aziz, 2003: 200).

9. Stilistika Studi Sastra


Merupakan ilmu yang menganalisis cara penggunaan dan gaya bahasa dalam suatu karya sastra.

10. Kajian Semiotik


Semiotik adalah ilmu atau metode analisis untuk mengkaji tanda (Hoed, 1992: 2). Dalam
pandangan semiotik yang berasal dari teori Saussure, bahwa bahasa merupakan sebuah sistem
tanda dan sebagai suatu tanda bahasa mewakili sesuatu yang lain yang disebut dengan makna.
Jika dalam suatu teks kesastraan bahasa menjadi sebuah sistem tanda, maka bukan hanya
mengarah pada tataran makna pertama melainkan pada tataran makna tingkat kedua.

Anda mungkin juga menyukai