BAB I PENDAHULUAN
1
Lompoto’o Kecamatan Suwawa Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo,
yang diperkirakan mencapai 26.330.000 m3 dengan luas ± 28 ha (Ikbal, 2017).
2
6. Metode yang dilakukan dalam penelitian adalah metode pengujian
Marshall untuk campuran Asphalt Concrete – Wearing Course (AC-
WC).
7. Penelitian yang dilakukan tidak membahas masalah aspek ekonomis.
3
BAB II
2.1. Umum
Beton aspal campuran panas merupakan salah satu jenis dari lapis
perkerasan konstruksi perkerasan lentur. Jenis perkerasan ini merupakan campuran
merata antara agregat dan aspal sebagai bahan pengikat pada suhu tertentu. Untuk
mengeringkan agregat dan mendapatkan tingkat kecairan yang cukup dari aspal
sehingga diperoleh kemudahan untuk mencampurnya, maka kedua material harus
dipanaskan dulu sebelum dicampur. Karena dicampur dalam keadaan panas maka
seringkali disebut sebagai hot mix.
Lapisan Beton aspal adalah campuran untuk perkerasan yang terdiri dari
agregat kasar, agregat halus, bahan pengisi (filler) dan aspal dengan proporsi
tertentu. Lapisan ini harus bersifat kedap air, memiliki nilai struktural dan awet.
2.2. Agregat
Agregat diartikan sebagai suatu kumpulan butiran batuan yang berukuran
tertentu yang diperoleh dari hasil alam langsung maupun dari pemecahan batu besar
ataupun agregat yang sengaja dibuat untuk tujuan tertentu. Agregat seringkali
diartikan pula sebagai suatu bahan yang bersifat keras dan kaku yang digunakan
sebagai bahan pengisi suatu campuran. Agregat dapat berupa bahan berbutir yang
berbentuk sebagai batu pecah, kerikil, pasir, atau material lain.
Bentuk dari partikel agregat antara lain; bulat (rounded), lonjong
(elongated), kubus (cubical), pipih (flacky), dan tidak beraturan (irregular).
Sedangkan berdasarkan kelompok proses terjadinya, agregat/batuan
dikelompokkan atas; batuan beku (igneous rock), batuan sedimen (sedimentary
rock), dan agregat metamorf (metamorphic rock).
Agregat merupakan komponen utama dari lapisan perkerasan jalan yaitu
mengandung 90-95% agregat berdasarkan persentasi berat atau 75-85% agregat
berdasarkan persentase volume. Dengan demikian daya dukung, keawetan dan
4
mutu perkerasan jalan ditentukan juga dari sifat agregat dan hasil campuran agregat
dengan material lain.
Pada lapisan permukaan (wearing course) dituntut suatu kualitas agregat
yang lebih baik dibandingkan dengan lapisan dibawahnya. Hal ini disebabkan
karena pada lapisan permukaan langsung menerima repetisi beban yang terjadi
sebagai akibat beban lalu lintas dan pengaruh lingkungan.
Natrium
Maks. 12 %
Kekekalan bentuk agregat terhadap sulfat SNI
larutan Magnesium 3407:2008
Maks. 18 %
sulfat
Campuran AC 100 putaran Maks. 6 %
Abrasi dengan modifikasi 500 putaran Maks. 30 %
SNI
mesin Los 100 putaran Maks. 8 %
Semua jenis 2417:2008
Angeles
campuran aspal 500 putaran Maks. 40 %
SNI
Kelekatan agregat terhadap aspal Min. 95 %
2439:2011
SNI
Butir pecah pada agregat kasar 91/90
7619:2012
ASTM
Partikel pipih dan lonjong Maks. 10 %
D4791
SNI 03-
Material lolos ayakan No.200 Maks.2 %
4142-1996
Sumber : Spesifikasi Umum Kementrian Pekerjaan Umum, 2010 (revisi 3)
5
2.2.2. Agregat Halus
Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau
penyaringan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos saringan No.4 (2,36 mm)
(Spesifikasi Umum Kementrian Pekerjaan Umum Tahun 2010, revisi 3). Agregat
halus harus merupakan bahan yang bersih, keras, bebas dari lempung, atau bahan
yang tidak dikehendaki lainnya.
Agregat halus terdiri dari pasir alam atau pasir buatan atau gabungan dari
bahan-bahan tersebut dan dalam keadaaan kering. Ketentuan untuk agregat halus
ditunjukkan pada Tabel 2.2.
2.2.3. Filler
Bahan pengisi (filler) merupakan material berbutir halus yang lolos saringan
No.200 (0,075 mm), dapat terdiri dari debu batu, kapur padam, semen portland,
atau bahan non-plastis lainnya. Bahan pengisi ini mempunyai fungsi :
a. Sebagai pengisi antara partikel agregat yang lebih kasar, sehingga rongga udara
menjadi lebih kecil dan menghasilkan tahanan gesek, serta penguncian antar
butiran yang tinggi.
b. Jika ditambahkan ke dalam aspal, bahan pengisi akan menjadi suspensi,
sehingga terbentuk mastik yang bersama-sama dengan aspal mengikat partikel
agregat. Dengan penambahan pengisi aspal menjadi lebih kental, dan campuran
aspal akan bertambah kekuatannya.
Berdasarkan SNI 03-4142-1996, filler merupakan :
a. Bahan pengisi (filler) yang ditambahkan harus dari semen Portland. Bahan
tersebut harus bebas dari bahan yang tidak dikehendaki.
6
b. Debu batu (stone dust) dan bahan pengisi yang ditambahkan harus kering dan
bebas dari gumpalan-gumpalan dan bila diuji dengan penyaringan sesuai SNI
03-4142-1996 harus mengandung bahan yang lolos saringan No.200 (0,075
mm) tidak kurang dari 75% dari yang lolos saringan No.30 (0,600 mm) dan
mempunyai sifat non plastis.
7
- Agregat bergradasi halus, yaitu agregat bergradasi dengan dominasi
ukuran halus.
c. Gradasi senjang/gap, yaitu agregat yang distribusi ukuran butirnya tidak
menerus atau ada bagian ukuran yang tidak ada, jika ada hanya sedikit sekali.
Gradasi senjang adalah suatu komposisi agregat yang grafik pembagian
butirnya menunjukkan di antara ukuran-ukuran tertentu berbentuk senjang,
mempunyai rongga diantara agregat (VMA) lebih besar sehingga dapat
mengakomodasi aspal lebih banyak, dan dapat menghasilkan campuran yang
lebih awet.
Gradasi agregat gabungan untuk campuran aspal, ditunjukkan dalam persen
terhadap berat agregat dan bahan pengisi, harus memenuhi batas-batas yang
diberikan dalam Tabel 2.3.
2.3. Tras
Tras atau yang biasa dikenal dengan pozzolan alami adalah material alam
yang terjadi akibat hasil pelapukan dari batuan gunung api atau dari abu gunung
berapi yang mengandung silika (SiO2), aluminia dan senyawa alkali besi, kapur,
8
dan lain-lain walaupun dalam kadar yang lemah (Achmad dan Maksud, 2014). Tras
termasuk bahan galian yang mudah sekali kontak dengan air yang kemudian
menjadi keras dan tidak akan mudah ditembus oleh air. Bahan galian ini berwarna
keabu-abuan dengan ukuran butiran antara 0,075-2,9 mm.
Bahan galian tras yang terdapat di alam umumnya berasal dari batuan
piroklastik dengan komposisi andesitis yang telah mengalami pelapukan secara
intensif sampai dengan derajat tertentu. Proses pelapukan yang terjadi pada tras
disebabkan oleh adanya air yang mengakibatkan terjadinya pelolosan pada sebagian
besar komponen yang dikandung oleh mineral-mineral batuan asal. Makin lanjut
tingkat pelapukannya maka semakin bagus kualitas tras tersebut.
Tras yang akan digunakan sebagai bahan subtitusi parsial berasal dari Desa
Lompoto’o terletak di Kecamatan Suwawa Kabupaten Bone Bolango dan
ditunjukkan pada gambar 2.1 berikut ini.
2.4. Aspal
Aspal didefinisikan sebagai material berwarna hitam atau coklat tua, pada
temperatur ruang berbentuk padat sampai agak padat. Jika dipanaskan sampai suatu
temperatur tertentu aspal dapat menjadi lunak/cair sehingga dapat membungkus
patikel agregat pada waktu pembuatan beton aspal atau dapat masuk kedalam pori-
9
pori yang ada pada penyemprotan/penyiraman pada perkerasan macadam ataupun
pelaburan. Jika temperatur mulai turun, aspal akan mengeras dan mengikat agregat
pada tempatnya (sifat termoplastis).
Dalam penggunaannya baik pada saat proses pencampuran, penghamparan,
maupun pemadatan, kondisi campuran aspal selalu pada suhu tinggi. Hal ini
dikarenakan :
a. Pada suhu tinggi, aspal menjadi lebih elastis dan fleksibel sehingga hal ini
memudahkan pengerjaannya. Sebaliknya jika dilakukan pada suhu rendah
maka campuran menjadi cepat mengeras dan dapat mengakibatkan campuran
lebih cepat mengalami deformasi permanen pada saat pemadatan.
b. Dengan suhu tinggi, aspal lebih mudah menyelimuti agregat dan mengisi
rongga-rongga yang terbentuk antara agregat, sehingga daya ikat dan
permeabilitas campuran aspal menjadi tinggi. Dengan demikian ketahanan atas
stabilitas juga meningkat.
Salah satu jenis aspal yang sering digunakan dalam konstruksi perkerasan
lentur yaitu aspal keras/panas yang merupakan hasil penyulingan minyak bumi.
Aspal keras/panas (asphalt cement,AC), adalah aspal yang digunakan dalam
keadaan cair dan panas. Aspal ini berbentuk padat pada keadaan penyimpanan
(temperatur ruang). Di Indonesia, aspal semen biasanya dibedakan berdasarkan
nilai penetrasinya yaitu :
- AC pen 40/50, yaitu AC dengan penetrasi antara 40-50.
- AC pen 60/70, yaitu AC dengan penetrasi antara 60-70.
- AC pen 85/100, yaitu AC dengan penetrasi antara 85-100.
- AC pen 120/150, yaitu AC dengan penetrasi antara 120-150.
- AC pen 200/300, yaitu AC dengan penetrasi antara 200-300.
Aspal semen dengan penetrasi rendah digunakan di daerah bercuaca panas
atau lalu lintas dengan volume tinggi, sedangkan aspal semen dengan penetrasi
tinggi digunakan untuk daerah bercuaca dingin atau lalu lintas dengan volume
rendah.
Berikut ini adalah spesifikasi aspal keras untuk campuran beraspal yang
disajikan pada Tabel 2.4.
10
Tabel 2.4. Ketentuan-ketentuan untuk aspal keras
Tipe II aspal yang
Tipe I dimodifikasi
No . Jenis Pengujian Metode pengujian aspal pen. A B
60-70 Asbuton yang Elastomer
diproses sintetis
Penetrasi pada 25°C (0,1
1. SNI 06-2456-1991 60-70 Min. 50 Min. 40
mm)
Viskositas dinamis 60°C
2. SNI 06-6441-2000 160-240 240-360 320-480
(Pa.s)
Viskositas kinematis 135°C
3. SNI 06-6441-2000 ≥300 385-2000 ≥3000
(cSt)
4. Titik lembek (°C) SNI 2434:2011 ≥48 ≥53 ≥54
5. Daktilitas pada 25°C (cm) SNI 2432:2011 ≥100 ≥100 ≥100
6. Titik nyala (°C) SNI 2433:2011 ≥232 ≥232 ≥232
Kelarutan dalam
7. AASHTO T44-03 ≥99 ≥90 ≥99
Trichloroethylene (%)
8. Berat jenis SNI 2441:2011 ≥1,0 ≥1,0 ≥1,0
Stabilitas penyimpanan: ASTM D 5976
9. - ≤2,2 ≤2,2
perbedaan titik lembek (°C) Part 6.1
Partikel yang lebih halus dari
10. Min.95 -
150 micron (µm)(%)
Pengujian residu hasil TFOT (SNI 06-2440-1991) atau RTFOT(SNI 03-6835-2002):
11. Berat yang hilang (%) SNI 06-2441-1991 ≤0,8 ≤0,8 ≤0,8
Viskositas dinamis 60°C
12. SNI 03-6441-2000 ≤800 ≤1200 ≤1600
(Pa.s)
13. Penetrasi pada 25°C (%) SNI 06-2456-1991 ≥54 ≥54 ≥54
14. Daktilitas pada 25°C (cm) SNI 2432:2011 ≥100 ≥50 ≥25
Keelastisan setelah AASHTO T 301-
15. - - ≥60
pengembalian (%) 98
Sumber : Spesifikasi Umum Kementrian Pekerjaan Umum, 2010 (revisi 3)
11
pelaksanaan (workability). Di bawah ini adalah penjelasan dari ketujuh
karakteristik tersebut.
1) Stabilitas adalah kemampuan perkerasan jalan menerima beban lalulintas tanpa
terjadi perubahan bentuk tetap seperti gelombang, alur dan bleeding.
Kebutuhan akan stabilitas sebanding dengan fungsi jalan dan beban lalu lintas
yang dilayani. Jalan yang melayani volume lalu lintas tinggi dan mayoritas
kendaraan berat membutuhkan perkerasan jalan dengan stabilitas tinggi.
2) Keawetan atau durabilitas adalah kemampuan beton aspal menerima repetisi
beban lalu lintas seperti berat kendaraan dan gesekan antara roda kendaraan
dan permukaan jalan, serta menahan keausan akibat pengaruh cuaca dan iklim,
seperti udara, air, atau perubahan temperatur. Durabilitas aspal dipengaruhi
oleh tebalnya film atau selimut aspal, banyaknya pori dalam campuran,
kepadatan dan kedap airnya campuran.
3) Kelenturan atau fleksibilitas adalah kemampuan beton aspal untuk
menyesuaikan diri akibat penurunan (konsolidasi/settlement) dan pergerakan
dari pondasi atau tanah dasar, tanpa terjadi retak.
4) Ketahanan terhadap kelelehan (Fatique Resistance) adalah kemampuan beton
aspal untuk menerima lendutan berulang akibat repetisi beban, tanpa terjadinya
kelelehan berupa alur dan retak. Hal ini dapat tercapai jika menggunakan kadar
aspal yang tinggi.
5) Kekesatan/tahanan geser adalah kemampuan permukaan beton aspal terutama
pada kondisi basah, memberikan gaya gesek pada roda kendaraan sehingga
kendaraan tidak tergelincir ataupun slip. Kekesatan dinyatakan dengan
koefisien gesek antar permukaan jalan dan ban kendaraan.
6) Kedap air adalah kemampuan beton aspal untuk tidak dapat dimasuki air
ataupun udara. Air dan udara dapat mengakibatkan percepatan proses penuaan
aspal dan pengelupasan selimut aspal dari permukaan agregat.
7) Workability adalah kemampuan campuran beton aspal untuk mudah
dihamparkan dan dipadatkan. Kemudahan pelaksanaan menentukan tingkat
efisiensi pekerjaan. Faktor kemudahan dalam proses penghamparan dan
12
pemadatan adalah viskositas aspal, kepekatan aspal terhadap perubahan
temperatur dan gradasi serta kondisi agregat.
Semua sifat campuran beton aspal ini tidak mungkin dapat dipenuhi
sekaligus oleh satu campuran. Sifat-sifat beton aspal mana yang dominan lebih
diinginkan akan menentukan jenis beton aspal yang dipilih. Hal ini sangat perlu
diperhatikan ketika merancang tebal perkerasan jalan. Jalan yang melayani lalu
lintas ringan seperti mobil penumpang sepantasnya lebih memilih jenis beton aspal
yang mempunyai sifat durabilitas dan fleksibilitas yang tinggi daripada memilih
jenis beton aspal dengan stabilitas tinggi.
13
Tabel 2.5. Ketentuan sifat-sifat campuran Laston (AC)
Laston
Sifat-sifat campuran Lapis Lapis Lapis
Aus antara Pondasi
Jumlah tumbukan per bidang 75 112
Min. 1,0
Rasio partikel lolos ayakan 0,075 mm
Maks. 1,4
Min. 3,0
Rongga dalam campuran (%)
Maks. 5,0
Rongga dalam agregat (VMA)(%) Min. 15 14 13
Rongga terisi aspal (%) Min. 65 65 65
Stabilitas Marshall (kg) Min. 800 1800
Min. 2 3
Pelelehan (mm)
Maks. 4 6
Stabilitas Marshall sisa (%) setelah perendaman
Min. 90
selama 24 jam, 60°C
Rongga dalam campuran (%) pada kepadatan
Min. 2
membal (refusal)
Sumber : Spesifikasi Umum Kementrian Pekerjaan Umum, 2010 (revisi 3)
14
2.8. Volumetrik Campuran Beton Aspal
Volumetrik campuran beraspal yang dimaksud adalah volume benda uji
campuran yang telah dipadatkan. Kinerja beton aspal sangat ditentukan oleh
volumetrik campuran beton aspal padat yang terdiri dari :
𝑃1 + 𝑃2 + 𝑃3 + . . . . + 𝑃𝑛
Gsbtot agregat = (𝟐. 𝟐)
𝑃1 𝑃2 𝑃 𝑃
+ + 3 + ....+ 𝑛
𝐺𝑠𝑏1 𝐺𝑠𝑏2 𝐺𝑠𝑏3 𝐺𝑠𝑏𝑛
Dengan :
Gsbtot agrregat : Berat jenis kering agregat gabungan (gr/cc)
Gsb1, Gsb2,...,Gsbn : Berat jenis kering dari masing-masing agregat
1,2,..., n
P1, P2, ...., Pn : Persentase berat dari masing-masing agregat (%)
b. Berat jenis semu (apparent spesific gravity) dari total agregat
𝑃1 + 𝑃2 + 𝑃3 + . . . . + 𝑃𝑛
Gsatot agregat = (𝟐. 𝟑)
𝑃1 𝑃2 𝑃3 𝑃𝑛
+ + + . . . . +
𝐺𝑠𝑎1 𝐺𝑠𝑎2 𝐺𝑠𝑎3 𝐺𝑠𝑎𝑛
Dengan :
Gsatot agrregat : Berat jenis semu agregat gabungan (gr/cc)
Gsa1, Gsa2,...,Gsan : Berat jenis semu dari masing-masing agregat
1,2,..., n
P1, P2, ...., Pn : Persentase berat dari masing-masing agregat (%)
15
2) Berat jenis efektif agregat
Berat jenis efektif total agregat dapat ditentukan dengan menggunakan
persamaan di bawah ini :
Gsb + Gsa
Gse = (𝟐. 𝟒)
2
Dengan :
Gse : Berat jenis efektif / efektive spesific grafity (gr/cc)
Gsb : Berat jenis kering agregat / bulk spesific grafity (gr/cc)
Gsa : Berat jenis semu agregat / apparent spesific grafity (gr/cc)
Dengan :
Pba : Penyerapan aspal, persen total agregat (%)
Gsb : Berat jenis bulk agregat (gr/cc)
Gse : Berat jenis efektif agregat (gr/cc)
Gb : Berat jenis aspal (gr/cc)
Dengan :
Pbe : Kadar aspal efektif, persen total agregat (%)
Pb : Kadar aspal persen terhadap berat total campuran (%)
16
Pba : Penyerapan aspal, persen total agregat (%)
Ps : Kadar agregat, persen terhadap berat total campuran (%)
Dengan :
17
Gmm x Gmb
VIM = 100 − % dari volume bulk beton aspal padat (𝟐. 𝟗)
Gmm
Dengan :
VIM : Volume pori dalam beton aspal padat, % dari volume bulk beton
aspal padat
Gmm : Berat jenis maksimum dari beton aspal yang belum dipadatkan
Gmb : Berat jenis bulk dari beton aspal padat
Dengan :
VFA : Volume pori antara butir agregat yang terisi aspal = % dari
VMA
VMA : Volume pori antara agregat di dalam beton aspal padat, % dari
volume bulk beton aspal padat
VIM : Volume pori dalam beton aspal padat, % dari volume bulk
beton aspal padat
18
campuran agregat VMA (Voids in Mineral Aggregate), dan rongga udara dalam
campuran (air Voids). Pemadatan yang tidak memenuhi persyaratan dapat
menyebabkan kepadatan campuran beraspal tidak merata dan mudah retak yang
akhirnya akan mempengaruhi kinerja campuran beraspal yang dihasilkan, baik dari
segi umur pelayanan maupun dari segi kenyamanan.
19
lainnya diharuskan dengan 2 x 75 tumbukan. Untuk agregat berukuran maksimum
lebih dari 25,4 mm digunakan peralatan Marshall modifikasi dengan cetakan
berdiameter 152,4 mm, berat palu penumbuk 10,2 kg dan jumlah tumbukan 2 x 112
tumbukan.
Kepadatan aspal bergantung dari persentase rongga-rongga di dalam
campuran, dapat terlihat secara umum bahwa semakin tinggi suhu campuran maka
pada saat proses pencampuran aspal lebih merata dan mengisi rongga, serta pada
saat pemadatan sifat campuran menjadi lebih fleksibel atau lentur sehingga ketika
diberikan pembebanan maka kemungkinan agregat dan aspal mampu mengisi ruang
atau rongga-rongga kemungkinannya lebih besar. Dengan demikian, makin sedikit
rongga yang ada dalam campuran maka campuran tersebut semakin padat.
20
merupakan nilai flow yang dapat dibaca flow meternya. Nilai stabilitas merupakan
nilai arloji pengukur dikalikan dengan nilai kalibrasi prooving ring, dan dikoreksi
dengan angka koreksi akibat variasi ketinggian benda uji. Parameter lain yang
penting adalah berat isi (density), rongga dalam butiran (VMA), rongga dalam
campuran (VIM), rongga terisi aspal (VFA) dan marshall quotient.
a. Penentuan Kerapatan
Density merupakan tingkat kerapatan campuran setelah campuran
dipadatkan. Nilai density biasanya digunakan untuk membandingkan nilai
kepadatan rata-rata lapisan yang telah selesai di lapangan dengan kepadatan di
laboratorium yang biasanya ≥96%. Kepadatan ini dipengaruhi oleh temperatur
kepadatan, kadar aspal, kualitas dan jenis agregat penyusun campuran.
21
dipadatkan. VIM yang terlalu besar akan mengakibatkan beton aspal padat
berkurang kekedapan airnya, sehingga air dan udara mudah memasuki rongga-
rongga dalam campuran yang akan mengurangi keawetan atau dapat
mempercepat penuaan aspal dan menurunkan sifat durabilitas beton aspal.
e. Volume Pori Antara Butir Agregat Terisi Aspal (VFA)
Volume pori beton aspal padat (setelah mengalami proses pemadatan) yang
terisi oleh aspal atau volume selimut aspal (VFA/Voids Filled Asphalt).
Persentase pori antar butir agregat yang terisi aspal dinamakan VFA, maka
VFA adalah bagian dari VMA yang terisi oleh aspal. Dengan demikian, aspal
yang mengisi VMA adalah aspal yang berfungsi untuk menyelimuti butir-butir
agregat di dalam beton aspal padat atau dengan kata lain VFA inilah yang
merupakan persentase volume beton aspal padat yang menjadi film atau
selimut aspal.
f. Marshall Quotient (MQ)
Marshall Quotient adalah perbandingan antara nilai stabilitas dan flow,
yang dipakai sebagai pendekatan terhadap tingkat kekakuan campuran. Bila
campuran aspal mempunyai angka kelelehan rendah dan stabilitas tinggi
menunjukkan bahwa campuran bersifat kaku, sebaliknya bila nilai kelelehan
tinggi dan stabilitas rendah maka campuran cenderung plastis.
MS
MQ = (𝟐. 𝟏𝟐)
MF
Dengan :
MQ : Marshall Quotient (kg/mm)
MS : Marshall Stability (kg)
MF : Flow Marshall (mm)
22
BAB III
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
Mulai
Studi Literatur
Pengujian Bahan
Tida
Memenuhi
k
Spesifikasi
Y
a
Pembuatan Benda Uji untuk Penentuan
Kadar Aspal Optimum (KAO)
23
A
Uji Marshall
Uji Marshall
Data
Analisis Data
Selesai
24
menentukan tujuan dari ruang lingkup penelitian, serta menyusun program kerja
dari penelitian ini sampai pada pembahasan dan kesimpulan dari penelitian ini.
3.6.1. Bahan
Kegiatan pengujian sifat bahan dimaksudkan untuk mengetahui
karakteristik dari setiap bahan uji, apakah bahan tersebut mempunyai karakteristik
yang memenuhi spesifikasi untuk digunakan. Bahan-bahan yang akan digunakan
dalam penelitian ini antara lain :
a. Material agregat kasar, agregat halus, dan filler berasal dari quarry PT. Sinar
Karya Cahaya, Kecamatan Bongomeme Kabupaten Gorontalo.
b. Bahan subtitusi parsial adalah tras yang berasal dari Desa Lompoto’o
Kecamatan Suwawa Kabupaten Bone Bolango Provinsi Gorontalo.
c. Untuk bahan aspal menggunakan aspal Pertamina dengan penetrasi 60/70 yang
berasal dari PT. Sinar Karya Cahaya, Kecamatan Bongomeme Kabupaten
Gorontalo.
25
3.6.2. Alat
Tahapan persiapan alat dilakukan untuk menunjang pelaksanaan pengujian.
Adapun alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini yaitu :
1) Alat uji pemeriksaan agregat
a) Satu set saringan agregat standar dan mesin pengguncang saringan (sieve
shaker)
b) Mesin pengering (oven)
c) Timbangan
d) Mesin Los Angeles
e) Alat uji Sand Equivalent
f) Alat uji berat jenis
g) Alat uji kepipihan dan kelonjongan
2) Alat uji pemeriksaan aspal
a) Alat uji berat jenis aspal
b) Alat uji penetrasi
c) Alat uji daktilitas
d) Alat uji titik nyala dan titik bakar
e) Alat uji titik lembek
3) Alat uji karakteristik campuran beraspal
Alat uji karakteristik campuran beraspal yang digunakan meliputi :
a) Cetakan benda uji/briket berbentuk silinder, ukuran 101,6 mm (4 inchi)
dan tinggi 75 mm (3 inchi).
b) Marshall hummer yang digunakan untuk pemadatan campuran dengan
diameter 98,4 mm, berat 4,536 kg (10 lbs) dengan tinggi jatuh 457 mm (18
inchi).
c) Extruder untuk mengeluarkan benda uji dari cetakan setelah proses
pemadatan.
d) Timbangan kapasitas 6 kg dengan ketelitian 0,01 gr.
e) Bak perendam (waterbath immersion) dengan kedalaman 150 mm (6
inchi) dilengkapi dengan pengatur suhu minimum 20°C.
26
f) Alat uji Marshall berkapasitas 2500 kg (5000 lbs), cincin penguji (proving
ring) untuk mengukur nilai stability dan flow meter untuk mengukur
kelelehan plastis dengan ketelitian 0,0025 cm.
g) Alat-alat penunjang yang meliputi kompor, thermometer, sendok
pengaduk, sarung tangan, spatula, kain lap, panci pencamur, dan jangka
sorong.
3.7.1. Persiapan
Pesiapan yang dilakukan yaitu dengan mendatangkan bahan dari sumbernya
ke Laboratorium Jurusan Teknik Sipil Fakultas Teknik Universitas Negeri
Gorontalo dan kemudian menyiapkan bahan-bahan tersebut sebelum diuji dan
digunakan dalam campuran beraspal.
27
ketentuan dan semua upaya yang dapat dipertanggung jawabkan telah
dilakukan untuk memperoleh partikel agregat yang baik.
e) Standar uji untuk agregat kasar adalah:
- Penyerapan air
- Berat jenis
- Abrasi dengan menggunakan mesin Los Angeles
- Kelekatan agregat terhadap aspal
- Partikel pipih
- Partikel lonjong
2) Pengujian agregat halus
a) Agregat halus dari sumber bahan manapun, harus terdiri dari pasir atau
hasil pengayakan batu pecah dan terdiri dari bahan yang lolos saringan
No.4 (4,75 mm).
b) Pasir boleh digunakan dalam campuran aspal. Persentase maksimum yang
disarankan untuk laston (AC) adalah 10%.
c) Agregat halus harus diperoleh dari batu yang memenuhi ketentuan mutu.
Agar dapat memenuhi ketentuan mutu, batu pecah halus harus diproduksi
dari batu yang bersih.
d) Agregat halus harus memenuhi ketentuan sebagaimana ditunjukkan pada
Tabel 2.2.
e) Standar uji untuk agregat halus adalah :
- Penyerapan air
- Berat jenis
- Nilai setara pasir
3) Pengujian bahan filler
a) Bahan pengisi yang ditambahkan harus kering dan bebas dari gumpalan-
gumpalan dan bila diuji dengan pengayakan harus mengandung bahan
yang lolos ayakan No.200 (75 micron) tidak kurang dari 75% terhadap
beratnya.
b) Semua campuran beraspal harus mengandung bahan pengisi yang
ditambahkan (filler added) minimum 1% dari berat total agregat.
28
4) Pengujian aspal
Pada penelitian ini menggunakan aspal pertamina penetrasi 60/70. Jenis
pengujian yang dilakukan antara lain titik lembek, titik nyala dan titik bakar,
penetrasi aspal, daktilitas, viskositas dan berat jenis aspal. Adapun standar
pengujiannya ditunjukkan pada Tabel 2.4.
29
11) Memadatkan campuran dengan menggunakan compactor sebanyak 75 kali
tumbukan dibagian sisi atas, kemudian dibalik dan sisi bagian bawah juga
ditumbuk sebanyak 75 kali.
12) Setelah proses pemadatan selesai benda uji didiamkan agar suhunya turun,
setelah dingin benda uji dikeluarkan dengan ejektor dan diberi kode.
13) Kemudian diuji dengan alat Marshall sehingga hasilnya digunakan untuk
menentukan kadar aspal optimum.
30
10) Mengeluarkan benda uji dari waterbath.
11) Mengambil benda uji dari waterbath dan memasang pada segmen bawah
kepala penekan kemudian memasang segmen atas dan meletakkan
keseluruhannya pada mesin uji marshall.
12) Sebelum pembebanan diberikan, menaikkan kepala penekan benda uji,
sehingga menyentuh alas dari cincin penguji kemudian mengatur kedudukan
jarum tekan berimpit angka nol.
13) Memasang arloji kelelehan (flowmeter) pada tempatnya dan mengatur
penunjuk angka berimpit angka nol.
14) Berikanlah pembebanan kepada benda uji dengan kecepatan 50 mm/menit
sampai pembebanan maksimum tercapai atau pembebanan menurut seperti
yang ditunjukkan oleh jarum arloji tekan.
15) Melepaskan selubung tangkai arloji, kelelehan (flow) pada saat pembebanan
mencapai maksimum.
16) Mengulang semua langkah diatas (langkah 1-15) untuk semua benda uji yang
telah dibuat.
31
BAB IV
32
Tabel 4.2. Hasil Pemeriksaan Karakteristik Medium Aggregate (MA)
Jenis Pengujian Hasil Spesifikasi Keterangan
Penyerapan Air 1,06 Maks. 3% Memenuhi
Analisis Saringan Lihat Gambar 4.2. Memenuhi
Berat Jenis Bulk 2,64 Min. 2,5 Memenuhi
Berat Jenis SSD 2,67 Min. 2,5 Memenuhi
Berat Jenis Semu 2,72 Min. 2,5 Memenuhi
Keausan Agragat 28,82 Maks. 40% Memenuhi
Partikel Pipih 9,60 Maks. 10% Memenuhi
Partikel Lonjong 9,70 Maks. 10% Memenuhi
Butir Pecah pada Agregat 96,44/93,50 95/90% Memenuhi
Material Lolos ayakan No. 200 0,02 Maks. 2% Memenuhi
Sumber : Hasil Pengujian Laboratorium (2018)
Berdasarkan data yang disajikan pada Tabel 4.1 – 4.3 dapat dilihat bahwa
hasil pemeriksaan karakteristik agregat kasar (coarse aggregate), agregat sedang
(medium aggregate), dan agregat halus (fine aggregate) telah memenuhi spesifikasi
yang disyaratkan yaitu sesuai dengan Spesifikasi Umum Kementrian Pekerjaan
Umum Tahun 2010 (revisi 3).
33
Hasil pemeriksaan analisa saringan untuk agregat kasar (coarse aggregate),
agregat sedang (medium aggregate), dan agregat halus (fine aggregate) disajikan
pada Gambar 4.1 – 4.3 berikut ini.
34
Sumber : Hasil Pengujian Laboratorium (2018)
Gambar 4.3. Grafik Analisa Saringan Fine Aggregate (FA)
35
4.1.2. Hasil Pemeriksaan Tras Lompoto’o
Tras yang akan digunakan pada penelitian ini yaitu tras yang berasal dari
Desa Lompoto’o Kecamatan Suwawa Kabupaten Bone Bolango Provinsi
Gorontalo. Sebelumnya tras telah dilakukan uji pendahuluan di Laboratorium
Kimia Fakultas MIPA Universitas Negeri Gorontalo (Ismail, 2017). Pengujian ini
dilakukan untuk mengetahui kandungan komposisi dan unsur kimia yang ada pada
tras. Hasil pengujian kandungan kimia pada tras ditunjukkan pada Tabel 4.4 berikut
ini.
Hasil analisis kimia menunjukkan bahwa senyawa Fe2O3, SiO2 dan CaO
merupakan unsur pling dominan yang terkandung dalam tras Lompoto’o.
Berdasarkan pengujian tersebut, tras lompoto’o memiliki senyawa yang sama
dengan senyawa yang terkandung dalam semen. Dengan demikian, tras lompoto’o
bisa dijadikan sebagai bahan subtitusi parsial dalam campuran aspal beton.
36
Hasil pemeriksaan Karakteristik Tras Lompoto’o ditunjukkan pada tabel 4.5
berikut ini.
37
Berdasarkan hasil analisa saringan pada Gambar 4.4, tras Lompoto’o
memiliki ukuran butir kurang dari 4,75 mm. Hasil ini menujukkan bahwa tras
Lompoto’o dapat digunakan sebagai bahan subtitusi parsial dari agregat halus,
karena telah sesuai dengan Spesifikasi Umum tahun 2010 (revisi 3) yang
mensyaratkan agregat halus dari sumber manapun harus terdiri dari bahan yang
lolos saringan no.4 (4,75 mm).
38
awalnya menggunakan metode grafis yaitu metode Rothluchs Tipe A seperti yang
tinjukkan pada gambar 4.5.
CA
30%
MA
21%
FA
49%
39
Gambar 4.6. Grafik Gradasi Gabungan Metode Rothluchs Tipe A
40
Gambar 4.7 Grafik Gradasi Gabungan Campuran AC-WC
41
- Berat jenis kering udara dari total agregat
15 + 30 + 55
Gsbtot agregat = = 2,63 𝑔𝑟
15 30 55
+ + +
2,70 2,64 2,61
15 + 30 + 55
Gsatot agregat = = 2,75 𝑔𝑟
15 30 55
+ + +
2,74 2,72 2,77
2,63 x 2,75
Gse = = 2,69 𝑔𝑟
2
4.4. Penentuan Kadar Aspal Rencana
Penentuan kadar aspal rencana bertujuan untuk mengetahui Kadar Aspal
Optimum (KAO) dari suatu campuran perkerasan. Pada penelitian ini jenis
campuran yang direncanakan yaitu campuran asphalt concrete-wearing course.
Kadar aspal rencana diperoleh berdasarkan komposisi gradasi gabungan yang telah
sesuai dengan Spesifikasi Umum tahun 2010 (revisi 3). Perhitungan kadar aspal
rencana untuk campuran AC-WC menggunakan persamaan 2.1 berikut ini :
Pb = 5,7% ≈ 5,5%
Berdasarkan kadar aspal rencana yang didapat yaitu sebesar 5,5% dari berat
total campuran, maka dilakukan 5 variasi kadar aspal yang masing-masing sebesar
4,5%, 5,0%, 5,5%, 6,0%, dan 6,5%.
42
Tabel 4.9. Rancangan Campuran Berdasarkan Kadar Aspal Rencana
Kadar Aspal Rencana 4,5% 5,0% 5,5% 6,0% 6,5%
Total Campuran (gram) 1200 1200 1200 1200 1200
Total Aspal (gram) 54,0 60,0 66,0 72,0 78,0
43
DAFTAR PUSTAKA
44