Anda di halaman 1dari 29

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

1. Definisi
CVA atau Cerebro Vaskuler Accident biasa di kenal oleh masyarakat dengan
istilah Stroke.Istilah ini lebih populer di banding CVA.Kelainan ini terjadi pada
organ otak.Lebih tepatnya adalah Gangguan Pembuluh Darah Otak.Berupa
penurunan kualitas pembuluh darah otak.Stroke menyebabkan angka kematian
yang tinggi.
Stroke adalah tanda-tanda klinis yang berkembang cepat akibat gangguan fungsi
otak fokal atau global, dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam
atau lebih atau menyebabkan kematian, tanpa adanya penyebab lain yang jelas
selain vaskuler (Kelompok Studi Serebrovaskuler dan Neurogeriatri
Perdossi,1999).
Definisi stroke menurut WHO Task Force in Stroke and other Cerebrovascular
Disease (1989) adalah suatu gangguan disfungsi neurologist akut yang
disebabkan oleh gangguan peredaran darah, dan terjadi secara mendadak (dalam
beberapa detik) atau setidak-tidaknya secara cepat (dalam beberapa jam) dengan
gejala-gejala dan tanda-tanda yang sesuai dengan daerah fokal otak yang
terganggu (WHO, 1989).
Klasifikasi stroke dibagi ke dalam stroke iskemik dan stroke hemoragik.
Dimana stroke iskemik memliki angka kejadian 85% terhadap seluruh
stroke dan terdiri dari 80% stroke aterotrombotik dan 20% stroke
kardioemboli. Stroke hemoragik memiliki angka kejadian sebanyak 15%
dari seluruh stroke, terbagi merata antara jenis stroke perdarahan
intraserebral dan stroke perdarahan subaraknoid. Stroke adalah salah satu
penyebab kematian tertinggi, yang berdasarkanlaporan tahunan 2006 di RS dr.
Saiful Anwar, Malang, angka kematian iniberkisar antara 16,31% (462/2832) dan
menyebabkan 4,41% (1356/30096) pasiendirawatinapkan. Angka-angka tersebut
tidak membedakan antara stroke iskemik dan hemoragik.
CVA Infark adalah sindrom klinik yang awal timbulnya mendadak, progresif
cepat, berupa defisit neurologi fokal atau global yang berlangsung 24 jam terjadi
karena trombositosis dan emboli yang menyebabkan penyumbatan yang bisa
terjadi di sepanjang jalur pembuluh darah arteri yang menuju ke otak. Darah ke
otak disuplai oleh dua arteria karotis interna dan dua arteri vertebralis. Arteri-
arteri ini merupakan cabang dari lengkung aorta jantung (arcus aorta) (Suzanne,
2002: 2131)
Stroke disebabkan terjadinya gangguan aliran darah menuju otak. Biasanya
berupa sumbatan atau pecahnya pembuluh darah ke otak. Berdasarkan penyebab
stroke, maka secara patologis stroke bisa dibagi menjadi stroke perdarahan dan
stroke infark. Di mana, stroke infark adalah kematian sebagian jaringan otak
yang disebabkan oleh hambatan aliran darah menuju jaringan otak oleh emboli
atau trombus. Stroke infark memiliki faktor risiko berdasarkan frekuensi
penyebab infark, seperti hipertensi (52 persen), penyakit jantung (38 persen),
perokok (27 persen), dan diabetes mellitus (14 persen).
Umumnya, stroke infark terjadi pada saat bangun tidur atau sedang istirahat.
Sedangkan stroke perdarahan terjadi secara mendadak karena pecahnya
pembuluh darah otak. Stroke perdarahan ini terjadi pada waktu peningkatan
emosi atau aktivitas fisik. Biasanya terjadi pada usia 50-75 tahun, serta bagi
mereka yang riwayat penyakit hipertensinya tidak terkontrol.
Berat ringannya stroke sangat tergantung dari jumlah risiko yang menyertai
penyebab stroke. Faktor-faktor risiko stroke ini dikelompokkan dalam dua
kelompok yaitu faktor risiko yang tidak dapat diubah dan faktor risiko yang
dapat diubah. Yang termasuk faktor risiko yang tidak dapat diubah adalah umur,
jenis kelamin, ras/etnik dan turunan. Sedangkan faktor risiko yang dapat diubah
adalah hipertensi, penyakit jantung diabetes mellitus, hiperkholesterolemia,
oksidan (radikal bebas), penyempitan arteri karotis, rendahnya aktivitas fisik,
merokok, peminum alkohol dan orang yang sebelumnya pernah menderita stroke.
Terdapat dua penyebab stroke infark, masing-masing memerlukan penanganan
yang berbeda pula. Penyebab stroke infark adalah trombus. Trombus yang lepas
dan menyangkut di pembuluh darah lebih distal disebut emboli. Sementara
emboli berasal dari thrombus yang terlepas dari dinding pembuluh darah.
Gumpalan emboli ini akan berkelana menyusuri pembuluh darah. Dan ketika
emboli ini memasuki pembuluh darah yang sempit di kepala, maka dia akan
menyumbat pembuluh darah tersebut dan menghentikan pasukan oksigen dan
nutrisi ke bagian otak tersebut.
Prognosis stroke infark ini jauh lebih baik daripada stroke hemorrhagic bila
mendapatkan penanganan yang segera. Masalah timbul ketika keluarga kurang
mengkhawatirkan gejala yang sepertinya timbul perlahan-lahan ini. Penanganan
stroke infark dan stroke hemorrhagic memang sangat berbeda. Pada stroke
hemorrhagic tujuan kita adalah menghentikan perdarahan dan mempertahankan
perfusi otak. Sementara dalam stroke infark tujuan kita adalah mempertahankan
fungsi otak yang bisa diselamatkan dan mengencerkan atau menghilangkan
sumbatannya. Meskipun demikian, penanganan pertama stroke bagi masyarakat
awam tetaplah sama antara stroke hemorrhagic dan stroke infark. Beberapa hal
yang dapat dilakukan dalam penanganan stroke ini diawali dengan mengenali
gejala stroke.

2. Klasifikasi
Dapat berupa iskemia, emboli dan trombosis serebral, biasanya terjadi setelah
lama beristirahat, baru bangun tidur atau dipagi hari. Tidak terjadi iskemi yang
menyebabkan hipoksia dan selanjutnya dapat timbul edema sekunder, kesadaran
pasien umumnya baik.
Berdasarkan Perjalanan Penyakit
a. Trancient Iskemik Attack (TIA) atau serangan iskemik sepintas
Merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak dan hilang
dalam beberapa menit (durasi rata-rata 10 menit) sampai beberapa jam (24
jam)
b. Reversible Iscemic Neurological Deficit (RIND)
RIND adalah defisit neurologik fokal akut yang timbul karena iskemia otak
berlangsung lebih dari 24 jam dan menghilang tanpa sisa dalam waktu 1-3
minggu
c. Stroke Involution atau Progresif
Adalah perjalanan penyakit stroke berlangsung perlahan meskipun akut.
Munculnya gejala makin bertambah buruk, proses progresif beberapa jam
sampai beberapa hari.
d. Stroke Complete
Gangguan neurologis yang timbul sudah menetap atau permanen, maksimal
sejak awal serangan dan sedikit memperlihatkan parbaikan dapat didahului
dengan TIA yang berulang.
3. Etiologi
Beberapa penyebab CVA infark (Muttaqin, 2008)
a. Trombosis serebri
Terjadi pada pembuluh darah yang mengalami oklusi sehingga menyebabkan
iskemi jaringan otak yang dapat menimbulkan edema dan kongesti
disekitarnya. Trombosis biasanya terjadi pada orang tua yang sedang tidur
atau bangun tidur. Terjadi karena penurunan aktivitas simpatis dan penurunan
tekanan darah. Trombosis serebri ini disebabkan karena adanya:
1) Aterosklerostis: mengerasnya/berkurangnya kelenturan dan elastisitas
dinding pembuluh darah.
2) Hiperkoagulasi: darah yang bertambah kental yang akan menyebabkan
viskositas hematokrit meningkat sehingga dapat melambatkan aliran
darah cerebral
3) Arteritis: radang pada arteri
b. Emboli
Dapat terjadi karena adanya penyumbatan pada pembuluhan darah otak oleh
bekuan darah, lemak, dan udara. Biasanya emboli berasal dari thrombus di
jantung yang terlepas dan menyumbat sistem arteri serebri. Keadaan-keadaan
yang dapat menimbulkan emboli:
1) Penyakit jantung, reumatik
2) Infark miokardium
3) Fibrilasi dan keadaan aritmia : dapat membentuk gumpalan-gumpalan
kecil yang dapat menyebabkan emboli cerebri
4) Endokarditis : menyebabkan gangguan pada endokardium

4. Faktor Risiko
a. Hipertensi
Kenaikan tekanan darah 10 mmHg saja dapat meningkatkan resiko terkena
stroke sebanyak 30%. Hipertensi berperanan penting untuk terjadinya infark
dan perdarah-an otak yang terjadi pada pembuluh darah kecil. Hipertensi
mempercepat arterioskleosis sehingga mudah terjadi oklusi atau emboli
pada/dari pembuluh darah besar. Hipertensi secara langsung dapat
menyebabkan arteriosklerosis obstruktif, lalu terjadi infark lakuner dan
mikroaneurisma.Hal ini dapat menjadi penyebab utama PIS.Baik hipertensi
sistolik maupun diastolik, keduanya merupakan faktor resiko terjadinya
stroke.
b. Penyakit Jantung
Pada penyelidikan di luar negeri terbukti bahwa gangguan fungsi jantung
secara bermakna meningkatkan kemungkinan terjadinya stroke tanpa
tergantung derajat tekanan darah.
Penyakit jantung tersebut antara lain adalah:
- Penyakit katup jantung
- Atrial fibrilasi
- Aritmia
- Hipertrofi jantung kiri (LVH)
- Kelainan EKG
c. Diabetes Mellitus
Diabetes Mellitus merupakan faktor resiko untuk terjadinya infark otak,
sedangkan peranannya pada perdarahan belum jelas. Diduga DM
mempercepat terjadinya proses arteriosklerosis, biasa dijumpai
arteriosklerosis lebih berat, lebih tersebar dan mulai lebih dini.
Infark otak terjadi 2,5 kali lebih banyak pada penderita DM pria dan 4 kali
lebih banyak pada penderita wanita, dibandingkan dengan yang tidak
menderita DM pada umur dan jenis kelamin yang sama.
d. Merokok
Merokok meningkatkan risiko terkena stroke empat kali lipat, hal ini berlaku
untuk semua jenis rokok (sigaret, cerutu atau pipa) dan untuk semua tipe
stroke terutama perdarahan subarachnoid dan stroke infark, merokok
mendorong terjadinya atherosclerosis yang selanjutnya memprofokasi
terjadinya thrombosis arteri.
e. Riwayat keluarga.
Kelainan keturunan sangat jarang meninggalkan stroke secara langsung,
tetapi gen sangat berperan besar pada beberapa factor risiko stroke, misalnya
hipertensi, penyakit jantung, diabetes dan kelainan pembuluh darah. Riwayat
stroke dalam keluarga terutama jika dua atau lebih anggota keluarga pernah
menderita stroke pada usia 65 tahun.
f. Obat-obatan yang dapat menimbulkan addiksi (heroin, kokain, amfetamin)
dan obat-obatan kontrasepsi, dan obat-obatan hormonal yang lain, terutama
pada wanita perokok atau dengan hipertensi.
g. Kelainan-kelainan hemoreologi darah, seperti anemia berat, polisitemia,
kelainan koagulopati, dan kelainan darah lainnya.
h. Beberapa penyakit infeksi, misalnya lues, SLE, herpes zooster, juga dapat
merupakan faktor resiko walaupun tidak terlalu tinggi frekuensinya.
5. Manifestasi Klinis
a. Lobus Frontal
1) Deficit Kognitif: kehilangan memori, rentang perhatian singkat,
peningkatan distraktibilitas (mudah buyar), penilaian buruk, tidak
mampu menghitung, memberi alasan atau berpikir abstrak.
2) Deficit Motorik: hemiparese, hemiplegia, distria (kerusakan otot-otot
bicara), disfagia (kerusakan otot-otot menelan).
3) Deficit aktivitas mental dan psikologi antara lain: labilitas emosional,
kehilangan kontrol diri dan hambatan sosial, penurunan toleransi
terhadap stres, ketakutan, permusuhan frustasi, marah, kekacuan mental
dan keputusasaan, menarik diri, isolasi, depresi.
b. Lobus Parietal
1) Dominan :
- Defisit sensori antara lain defisit visual (jarak visual terpotong
sebagian besar pada hemisfer serebri), hilangnya respon terhadap
sensasi superfisial (sentuhan, nyeri, tekanan, panas dan dingin),
hilangnya respon terhadap proprioresepsi (pengetahuan tentang
posisi bagian tubuh).
- Defisit bahasa/komunikasi
 Afasia ekspresif (kesulitan dalam mengubah suara menjadi
pola-pola bicara yang dapat dipahami)
 Afasia reseptif (kerusakan kelengkapan kata yang diucapkan)
 Afasia global (tidak mampu berkomunikasi pada setiap tingkat)
 Aleksia (ketidakmampuan untuk mengerti kata yang dituliskan)
 Agrafasia (ketidakmampuan untuk mengekspresikan ide-ide
dalam tulisan).
2) Non Dominan
- Defisit perseptual (gangguan dalam merasakan dengan tepat dan
menginterpretasi diri/lingkungan) antara lain:
 Gangguan skem/maksud tubuh (amnesia atau menyangkal
terhadap ekstremitas yang mengalami paralise)
 Disorientasi (waktu, tempat dan orang)
 Apraksia (kehilangan kemampuan untuk menggunakan objek-
objak dengan tepat)
 Agnosia (ketidakmampuan untuk mengidentifikasi
lingkungan melalui indra)
 Kelainan dalam menemukan letak obyek dalam ruangan
 Kerusakan memori untuk mengingat letak spasial obyek atau
tempat
 Disorientasi kanan kiri
c. Lobus Occipital: deficit lapang penglihatan penurunan ketajaman
penglihatan, diplobia(penglihatan ganda), buta.
d. Lobus Temporal: defisit pendengaran, gangguan keseimbangan tubuh
e. Jika terjadi peningkatan TIK maka dijumpai tanda dan gejala
- Perubahan tingkat kesadaran : penurunan orientasi dan respons terhadap
stimulus.
- Perubahan kemampuan gerak ekstrimitas : kelemahan sampai paralysis.
- Perubahan ukuran pupil : bilateral atau unilateral dilatasi.Unilateral
tanda dari perdarahan cerebral.
- Perubahan tanda vital : nadi rendah, tekanan nadi melebar, nafas
irreguler, peningkatan suhu tubuh.
- Keluhan kepala pusing.
- Muntah projectile ( tanpa adanya rangsangan ).
- Kelumpuhan dan kelemahan.
- Penurunan penglihatan.
- Deficit kognitif dan bahasa ( komunikasi ).
- Pelo / disartria.
- Kerusakan Nervus Kranialis.
- Inkontinensia alvi dan uri.

6. Pemeriksaan Diagnostik
Untuk membedakan stroke tersebut termasuk jenis hemoragis atau non
hemoragis. antara keduanya, dapat ditentukan berdasarkan anamnesis,
pemeriksaan klinis neurologis, algoritma dan penilaian dengan skor stroke, dan
pemeriksaan penunjang.
a. Anamnesis
Bila sudah ditetapkan sebagai penyebabnya adalah stroke, maka langkah
berikutnya adalah menetapkan stroke tersebut termasuk jenis yang mana,
stroke hemoragis atau stroke non hemoragis. Untuk keperluan tersebut,
pengambilan anamnesis harus dilakukan seteliti mungkin.Berdasarkan hasil
anamnesis, dapat ditentukan perbedaan antara keduanya, seperti tertulis pada
tabel di bawah ini.

Tabel 1. Perbedaan stroke hemoragik dan stroke infark berdasarkan


anamnesis

b. Pemeriksaan klinis neurologis


Pada pemeriksaan ini dicari tanda-tanda (sign) yang muncul, bila
dibandingkan antara keduanya akan didapatkan hasil sebagai berikut :

Tabel 2. Perbedaan Stroke Hemoragik dan Stroke Infark berdasarkan tanda-


tandanya.

c. Algoritma dan penilaian dengan skor stroke.


Terdapat beberapa algoritma untuk membedakan stroke antara lain dengan :
1) Penetapan Jenis Stroke berdasarkan Algoritma Stroke Gadjah Mada
Gambar 1. Algoritma Stroke Gadjah Mada
2) Penetapan jenis stroke berdasarkan Djoenaedi stroke score
Tabel 3. Djoenaedi Stroke Score
Bila skor > 20 termasuk stroke hemoragik, skor < 20 termasuk stroke
non-hemoragik. Ketepatan diagnostik dengan sistim skor ini 91.3%
untuk stroke hemoragik, sedangkan pada stroke non-hemoragik 82.4%.
Ketepatan diagnostik seluruhnya 87.5
Terdapat batasan waktu yang sempit untuk menghalangi suatu stroke
akut dengan obat untuk memperbaiki suplai darah yang hilang pada
bagian otak. Pasien memerlukan evaluasi yang sesuai dan stabilisasi
sebelum obat penghancur bekuan darah apapun dapat digunakan
3) Penetapan jenis stroke berdasarkan Siriraj stroke score
Tabel 4. Siriraj Stroke Score (SSS)

Catatan : 1. SSS> 1 = Stroke hemoragik


2. SSS < -1 = Stroke non hemoragik

d. Pemeriksaan Penunjang
1) Computerized tomography (CT scan): untuk membantu menentukan
penyebab seorang terduga stroke, suatu pemeriksaan sinar x khusus yang
disebut CT scan otak sering dilakukan. Suatu CT scan digunakan untuk
mencari perdarahan atau massa di dalam otak, situasi yang sangat
berbeda dengan stroke yang memerlukan penanganan yang berbeda pula.
CT Scan berguna untuk menentukan:
- jenis patologi
- lokasi lesi
- ukuran lesi
- menyingkirkan lesi non vaskuler
2) MRI scan: Magnetic resonance imaging (MRI) menggunakan
gelombang magnetik untuk membuat gambaran otak. Gambar yang
dihasilkan MRI jauh lebih detail jika dibandingkan dengan CT scan,
tetapi ini bukanlah pemeriksaan garis depan untuk stroke. jika CT scan
dapat selesai dalam beberapa menit, MRI perlu waktu lebih dari satu
jam. MRI dapat dilakukan kemudian selama perawatan pasien jika detail
yang lebih baik diperlukan untuk pembuatan keputusan medis lebih
lanjut. Orang dengan peralatan medis tertentu (seperti, pacemaker) atau
metal lain di dalam tubuhnya, tidak dapat dijadikan subyek pada daerah
magneti kuat suatu MRI.
Metode lain teknologi MRI: suatu MRI scan dapat juga digunakan
untuk secara spesifik melihat pembuluh darah secara non invasif (tanpa
menggunakan pipa atau injeksi), suatu prosedur yang disebut MRA
(magnetic resonance angiogram). Metode MRI lain disebut dengan
diffusion weighted imaging (DWI) ditawarkan di beberapa pusat
kesehatan. Teknik ini dapat mendeteksi area abnormal beberapa menit
setelah aliran darah ke bagian otak yang berhenti, dimana MRI
konvensional tidak dapat mendeteksi stroke sampai lebih dari 6 jam dari
saat terjadinya stroke, dan CT scan kadang-kadang tidak dapat
mendeteksi sampai 12-24 jam. Sekali lagi, ini bukanlah test garis depan
untuk mengevaluasi pasien stroke
3) Computerized tomography dengan angiography: menggunakan zat
warna yang disuntikkan ke dalam vena di lengan, gambaran pembuluh
darah di otak dapat memberikan informasi tentang aneurisma atau
arteriovenous malformation. Seperti abnormalitas aliran darah otak
lainnya dapat dievaluasi dengan peningkatan teknologi canggih, CT
angiography menggeser angiogram konvensional.
4) Conventional angiogram: suatu angiogram adalah tes lain yang kadang-
kadang digunakan untuk melihat pembuluh darah. Suatu pipa kateter
panjang dimasukkan ke dalam arteri (biasanya di area selangkangan) dan
zat warna diinjeksikan sementara foto sinar-x secara bersamaan diambil.
Meskipun angiogram memberikan gambaran anatomi pembuluh darah
yang paling detail, tetapi ini juga merupakan prosedur yang invasif dan
digunakan hanya jika benar-benar diperlukan. Misalnya, angiogram
dilakukan setelah perdarahan jika sumber perdarahan perlu diketahui
dengan pasti. Prosedur ini juga kadang-kadang dilakukan untuk evaluasi
yang akurat kondisi arteri carotis ketika pembedahan untuk membuka
sumbatan pembuluh darah dipertimbangkan untuk dilakukan.
5) Carotid Doppler ultrasound: adalah suatu metode non-invasif (tanpa
injeksi atau penempatan pipa) yang menggunakan gelombang suara
untuk menampakkan penyempitan dan penurunan aliran darah pada
arteri carotis (arteri utama di leher yang mensuplai darah ke otak)
6) Tes jantung: tes tertentu untuk mengevaluasi fungsi jantung sering
dilakukan pada pasien stroke untuk mencari sumber emboli.
Echocardiogram adalah tes dengan gelombang suara yang dilakukan
dengan menempatkan peralatan microphone pada dada atau turun
melalui esophagus (transesophageal achocardiogram) untuk melihat bilik
jantung. Monitor Holter sama dengan electrocardiogram (EKG), tetapi
elektrodanya tetap menempel pada dada selama 24 jam atau lebih lama
untuk mengidentifikasi irama jantung yang abnormal.
7) Tes darah: tes darah seperti sedimentation rate dan C-reactive protein
yang dilakukan untuk mencari tanda peradangan yang dapat memberi
petunjuk adanya arteri yang mengalami peradangan. Protein darah
tertentu yang dapat meningkatkan peluang terjadinya stroke karena
pengentalan darah juga diukur. Tes ini dilakukan untuk mengidentifikasi
penyebab stroke yang dapat diterapi atau untuk membantu mencegah
perlukaan lebih lanjut. Tes darah screening mencari infeksi potensial,
anemia, fungsi ginjal dan abnormalitas elektrolit mungkin juga perlu
dipertimbangkan.
Tabel 5. Perbedaan jenis stroke dengan menggunakan alat bantu.

Tabel 6. Gambaran CT-Scan Stroke Infark dan Stroke Hemoragik


Tabel 7. Karakteristik MRI pada stroke hemoragik dan stroke infark

7. Penatalaksanaan
a. Untuk mengobati keadaan akut, berusaha menstabilkan TTV dengan :
1) Mempertahankan saluran nafas yang paten
2) Kontrol tekanan darah
3) Merawat kandung kemih, tidak memakai keteter
4) Posisi yang tepat, posisi diubah tiap 2 jam, latihan gerak pasif.
b. Terapi Konservatif
1) Vasodilator untuk meningkatkan aliran serebral
2) Anti agregasi trombolis: aspirin untuk menghambat reaksi pelepasan
agregasi thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
3) Anti koagulan untuk mencegah terjadinya atau memberatnya
trombosisiatau embolisasi dari tempat lain ke sistem kardiovaskuler.
4) Bila terjadi peningkatan TIK, hal yang dilakukan:
 Hiperventilasi dengan ventilator sehingga PaCO2 30-35 mmHg
 Osmoterapi antara lain:
 Infus manitol 20% 100 ml atau 0,25-0,5 g/kg BB/ kali dalam
waktu 15-30 menit, 4-6 kali/hari.
 Infus gliserol 10% 250 ml dalam waktu 1 jam, 4 kali/hari
 Posisi kepala head up (15-30⁰)
 .Menghindari mengejan pada BAB
 Hindari batuk
c. Terapi Farmakologi
 Obat anti agregrasi trombosit (aspirasi)
 Obat anti koagulasi : Heparin
 Obat Trombolitik : menghancurkan trombus)
 Obat untuk edema otak (larutan monitol 20%, dexametason)
d. Terapi Pembedahan
Indikasi pembedahan pada completed stroke sangat dibatasi. Jika kondisi
pasien semakin buruk akibat penekanan batang otak yang diikuti infark
serebral maka pemindahan dari jaringan yang mengalami infark harus
dilakukan.
1) Karotis Endarterektomi
Prosedur ini mencakup pemindahan trombus dari arteri karotis interna
yang mengalami stenosis. Pada pasien yang mengalami stroke di daerah
sirkulasi anterior atau yang mengalami stenosis arteri karotis interna yang
sedang hingga berat. Karotis Endarterektomi adalah prosedur bedah untuk
membersihkan plak dan membuka arteri karotis yang menyempit di leher.
Endarterektomi dan aspirin lebih baik digunakan daripada penggunaan
aspirin saja untuk mencegah stroke. Endarterektomi tidak dapat
digunakan untuk stroke di daerah vertebrobasiler atau oklusi karotis
lengkap. Angka mortalitas akibat prosedur karotis endarterektomi
berkisar 1-5 persen. (Simon, Harvey. Stroke – Surgery)
2. Angioplasti dan Sten Intraluminal
Pemasangan angioplasti transluminal pada arteri karotis dan vertebral
serta pemasangan sten metal tubuler untuk menjaga patensi lumen pada
stenosis arteri serebri masih dalam penelitian. Suatu penelitian
menyebutkan bahwa angioplasti lebih aman dilaksanakan dibandingkan
endarterektomi namun juga memiliki resiko untuk terjadi restenosis lebih
besar.
Carotid angioplasty dan stenting (CAS) digunakan sebagai alternative
dari carotid endarterectoomi untuk beberapa pasien. CAS berdasarkan
pada prinsip yang sama seperti angioplasty untuk penyakit jantung.
 Sebuah kateter tube yang sangat kecil di insersikan ke dalam arteri di
lipatan paha
 Melalui system sirkulasi sampai mencapai area yang tersumbat di
arteri karotis
 Dapat juga mengahancurkan bekuan dengan mengembangkan balon
kecil didalam dindng pembuluh darah (angioplasty)
Setelah menggembungkan balon sementara waktu, dokter biasanya
meninggalkan kawat berbentuk sirkular(stent) ke dalam pembuluh darah
untuk menjaga agar pembuluh darah tetap terbuka (Simon, Harvey.
Stroke – Surgery)

BAB 3

KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN PADA PASIEN DENGAN CVA


INFARK

1. Pengkajian Fokus
a. Anamnesa
1) Identitas
Usia: Insiden stroke banyak terjadi pada usia lebih dari 65
tahun dan kasus terbanyak terjadi pada ras keturunan amerika
dan afrika. Stroke banyak menyerang laki-laki berkaitan
dengan faktor resiko stroke yaitu kebisaan merokok dan
konsumsi alcohol.
2) Riwayat Penyakit Sekarang
Lemas mendadak di daerah wajah, lengan atau tungkai,
terutama di salah satu sisi tubuh, gangguan penglihatan seperti
ganda atau kesulitan melihat pada salah satu atau kedua mata,
bingung mendadak, tersandung selagi berjalan, pusing
bergoyang, hilangnya keseimbangan atau koordinasi, nyeri
kepala mendadak tanpa kausa yang jelas. Nyeri kepala, mual,
muntah, bahkan kejang sampai tidak sadar .
3) Riwayat Penyakit Dahulu
Hiperkolesterolemia, arterosklerosis, arteritis, Transient
Ischemic Attacks, stenosis karotis, Sickle Cell Disease,
Polisitemia, penggunaan alat kontrasepsi, penyakit jantung
antara lain Atrial Fibrilasi, penyakit katup jantung, stenosis
mitral, gangguan aliran, oklusi arteri besar, perdarahan
intracranial.
4) Riwayat Penyakit Keluarga
Riwayat keluarga yang menderita hipertensi, DM, atau ada
riwayat stroke dari generasi terdahulu.
5) Riwayat psikososial
Adanya ketakutan akan kecacatan, rasa cemas, rasa
ketidakmampuan untuk melakukan aktivitas secara optimal,
dan pandangan terhadap dirinya yang salah (gangguan citra
tubuh). Mekanisme koping menurun, mudah marah, dan
ansietas. Ada perubahan hubungan dan peran karena klien
mengalami kesulitan untuk berkomunikasi. Faktor biaya juga
mempengaruhi stabilitas emosi serta pikiran klien dan
keluarganya
b. Nutrisi
Nafsu makan hilang, mual muntah selama fase akut (peningkatan
TIK), kehilangan sensasi (rasa kecap) pada lidah, pipi, dan
tenggorok, disfagia.
c. Eliminasi
Perubahan pola berkemih, seperti inkontinensia urine, anuria.
d. Aktivitas & istirahat
Merasa kesulitan untuk melakukan aktivitas karena kelemahan,
kehilangan sensasi atau paralisis (hemiplegia), merasa muda lelah,
susah untuk beristirahat, gangguan tingkat kesadaran, gangguan
tonus otot.
e. Hygine perseorangan: tidak dapat memenuhi secara mandiri karena
adanya hemiplegi dan hemiparese biasanya dibantu orang lain.
f. Sistem Pernapasan: ditemukan suara nafas tambahan (Ronchi),
peningkatan produksi sputum, pasien sering sesak napas, RR
meningkat, pernapasan Cheyne Stokes, terdapat batuk, penggunaan
otot bantu napas, pada palpasi didapatkan taktil premitus seimbang
kanan dan kiri, gargling.
g. Sistem Kardiovaskuler: peningkatan tekanan darah atau hipertensi
massif (tekanan darah >200 mmHg), bradikardi, (Muttaqin,
2008:135) disritmia, seperti atrial fibrilasi (Cruz, 2013)
peningkatan tekanan vena jugularis, adanya mur-mur dan gallop,
saat auskultasi jantung, carotid bruits saat auskultasi pada arteri
karotis
h. Sistem persarafan:
1) Sakit kepala, rasa pening, dizziness, peningkatan suhu tubuh
2) Pemeriksaan tengkorak dan tulang belakang, tanda-tanda
meningitis
3) Pengkajian tingkat kesadaran berkisar pada letargi, strupor,
semikomatosa
i. Pengkajian saraf kranial. Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan
saraf cranial:
1) Saraf I. Biasanya pada klien stroke tidak ada kelainan pada
fungsi penciuman.
2) Saraf II. Disfungsi persepsi visual karena gangguan jaras
sensori primer diantara mata dan korteks visual. Gangguan
hubungan visual-spasial (mendapatkan hubungan dua atau
lebih objek dalam area spasial) sering terlihat pada klien
dengan hemiplegia kiri. Klien mungkin tidak dapat
memakai pakaian tanpa bantuan karena ketidakmampuan
untuk mencocokkan pakaian ke bagian tubuh.
3) Saraf III, IV, VI. Jika akibat stroke mengakibatkan
paralisis, pada satu sisi otot-otot okularis didapatkan
penurunan kemampuan gerakan konjugat unilateral di sisi
yang sakit.
4) Saraf V. Pada beberapa keadaan stroke menyebabkan
paralisis saraf trigenimus, penurunan kemampuan
koordinasi gerakan mengunyah, penyimpangan rahang
bawah ke sisi ipsilateral, serta kelumpuhan satu sisi otot
pterigoideus internus dan eksternus.
5) Saraf VII. Persepsi pengecapan dalam batas normal, wajah
asimetris dan otot wajah tertarik ke bagian sisi yang sehat.
Pasien tidak mampu mengangkat alis, mengerutkan dahi
atau menutup mata pada daerah yang terkena
6) Saraf VIII. Tidak ditemukan adanya tuli konduktif dan tuli
perseptif.
7) Saraf IX dan X. Kemampuan menelan kurang baik dan
kesulitan membuka mulut.
8) Saraf XI. Tidak ada atrofi otot sternokleidomastoideus dan
trapezius.
9) Saraf XII. Lidah simetris, terdapat deviasi pada satu sisi
dan fasikulasi, serta indra pengecapan normal
j. Pengkajian sistem motorik
1) Inspeksi umum. Didapatkan hemiplegia (paralisis pada salah
satu sisi) karena lesi pada sisi otak yang berlawanan.
Hemiparesis atau kelemahan salah satu sisi tubuh adalah tanda
yang lain.
2) Fasikulasi. Didapatkan pada otot-otot ekstremitas.
3) Tonus otot didapatkan meningkat.
4) Keseimbangan dan koordinasi. Didapatkan mengalami
gangguan karena hemiparase dan hemiplegia.
k. Pengkajian refleks.
1) Pemeriksaan refleks profunda. Pengetukan pada tendon,
ligamentum atau periosteum derajat refleks pada respon
normal.
2) Pemeriksaan refleks patologis. Pada fase akut refleks fisiologis
sisi yang lumpuh akan menghilang. Setelah beberapa hari
refleks fisiologis akan muncul kembali didahului dengan
refleks patologis.
l. Gerakan Involunter. Tidak ditemukan adanya tremor, tic, dan
distonia. Pada keadaan tertentu, klien biasanya mengalami kejang
umum, terutama pada anak dengan stroke disertai peningkatan
suhu tubuh yang tinggi. Kejang berhubungan sekunder akibat area
fokal kortikal yang peka.
m. Pengkajian sistem sensorik: ketidakmampuan untuk
menginterpretasikan sensasi, tidak memberikan atau hilangnya
respon terhadap propriosepsi (kemampuan merasakan posisi dan
gerakan bagian tubuh), serta kesulitan dalam menginterpretasikan
stimuli visual taktil, dan auditorius
n. Sistem perkemihan: inkontinensia urine karena hilang atau
berkurangnya sistem kontrol sfingter, inkontenesia yang berlanjut
menunjukkan kerusakan neurologis yang meluas.
o. Sistem pencernaan: didapatkan adanya kesulitan menelan, napsu
makan menurun, mual, muntah pada fase akut, bising usus
negative
p. hemiplegic dan hemiporesis karena disfungsi motorik
q. Sistem intergumen: jika pasien kekurangan O₂ kulit akan tampak
pucat dan jika kekurangan cairan maka turgar kulit akan buruk.
Selain itu perlu juga dikaji tanda-tanda dekubitus terutama pada
daerah yang menonjol karena klien stroke mengalami masalah
mobilitas fisik.
2. Diagnosa Keperawatan
1 Perubahan perfusi jaringan otak (serebral) berhubungan dengan
perdarahan intracerebral, edema serebral, gangguan oklusi
2 Hambatan Mobilitas Fisik berhubungan dengan hemiparesis,
kehilangan keseimbangan dan koordinasi, spastisitas dan cedera
otak
3 Deficit perawatan diri berhubungan dengan gejala sisa stroke
4 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan
hemiparesis/heniplegia penurunan mobilitas
5 Gangguan Persepsi Sensori : Perabaan Yang Berhubungan Dengan
Penekanan Pada Saraf Sensori.
6 Nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh Kelemahan Otot Mengunyah
Dan Menelan Sekunder Kehilangan Kesadaran
7 Resiko jatuh
8 Resiko trauma
9 Resiko Peningkatan Tik Berhubungan Dengan Penambahan Isi
Otak Sekunder Terhadap Hipoksia, Edema Otak.
3. Intervensi Keperawatan
1 Perubahan perfusi jaringan otak (serebral) berhubungan dengan
perdarahan intracerebral, edema serebral, gangguan oklusi
dibuktikan oleh perubahan tingkat kesadaran, kehilangan memori,
perubahan respon motorik/sensori, gelisah, defisit sensori, bahasa,
intelektual dan emosi, perubahan VS

Tujuan: Perfusi jaringan otak dapat tercapai secara optimal

Kriteria hasil:

1 Klien tidak gelisah, mempertahankan tingkat kesadaran


biasanya/membaik, fungsi kognitif dan motorik/sensori
2 Tidak ada tanda TIK meningkat
3 Menunjukkan tidak ada kelanjutan deteriorasi/kekambuhan defisit
4 Tanda-tanda vital stabil (nadi : 60-100 kali permenit, suhu: 36-
36,7 C, pernafasan 16-20 kali permenit)
Rencana tindakan

1 Berikan penjelasan kepada keluarga klien tentang sebab-sebab


gangguan perfusi jaringan otak dan akibatnya
2 Anjurkan kepada klien untuk bed rest total
3 Observasi dan catat tanda-tanda vital dan kelainan tekanan
intrakranial tiap dua jam
4 Berikan posisi kepala lebih tinggi 15-30 dengan letak jantung
(beri bantal tipis)
5 Anjurkan klien untuk menghindari batuk dan mengejan berlebihan
6 Ciptakan lingkungan yang tenang dan batasi pengunjung
7 Kolaborasi dengan tim dokter dalam pemberian obat
neuroprotektor
Rasional

1 Keluarga lebih berpartisipasi dalam proses penyembuhan


2 Untuk mencegah perdarahan ulang
3 Mengetahui setiap perubahan yang terjadi pada klien secara dini
dan untuk penetapan tindakan yang tepat
4 Mengurangi tekanan arteri dengan meningkatkan draimage vena
dan memperbaiki sirkulasi serebral
5 Batuk dan mengejan dapat meningkatkan tekanan intra kranial dan
potensial terjadi perdarahan ulang
6 Rangsangan aktivitas yang meningkat dapat meningkatkan
kenaikan TIK. Istirahat total dan ketenangan mungkin diperlukan
untuk pencegahan terhadap perdarahan dalam kasus stroke
hemoragik / perdarahan lainnya
7 Memperbaiki sel yang masih viabel
2 Gangguan Mobilitas Fisik Berhubungan Dengan Hemiparese /
Hemiplegi
Tujuan :
Klien mampu melaksanakan aktivitas fisik sesuai dengan
kemampuannya
Kriteria hasil:
- Tidak terjadi kontraktur sendi
- Bertambahnya kekuatan otot
- Klien menunjukkan tindakan untuk meningkatkan mobilitas

INTERVENSI RASIONAL

1. Ubah posisi klien tiap 2 jam  Menurunkan resiko terjadinnya iskemia


jaringan akibat sirkulasi darah yang jelek
pada daerah yang tertekan
 Gerakan aktif memberikan massa, tonus
2. Ajarkan klien untuk melakukan dan kekuatan otot serta memperbaiki fungsi
latihan gerak aktif pada jantung dan pernapasan
ekstrimitas yang tidak sakit  Otot volunter akan kehilangan tonus dan
3. Lakukan gerak pasif pada kekuatannya bila tidak dilatih untuk
ekstrimitas yang sakit digerakkan
4. Berikan papan kaki pada
ekstrimitas dalam posisi
fungsionalnya
5. Tinggikan kepala dan tangan
6. Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi untuk latihan fisik
klien
3 Gangguan Persepsi Sensori : Perabaan Yang Berhubungan Dengan
Penekanan Pada Saraf Sensori.
Tujuan:
Meningkatnya persepsi sensorik : perabaan secara optimal.
Kriteria hasil :

 Klien dapat mempertahankan tingakat kesadaran dan


fungsi persepsi
 Klien mengakui perubahan dalam kemampuan untuk
meraba dan merasa
 Klien dapat menunjukkan perilaku untuk
mengkompensasi terhadap perubahan sensori

INTERVENSI RASIONAL

1. Tentukan kondisi patologis 1. Untuk mengetahui tipe dan lokasi yang


klien mengalami gangguan, sebagai penetapan
rencana tindakan
2. Penurunan kesadaran terhadap sensorik
dan perasaan kinetik berpengaruh
2. Kaji kesadaran sensori, seperti terhadap keseimbangan/posisi dan
membedakan panas/dingin, kesesuaian dari gerakan yang
tajam/tumpul, posisi bagian mengganggu ambulasi, meningkatkan
tubuh/otot, rasa persendian resiko terjadinya trauma.
3. Melatih kembali jaras sensorik untuk
mengintegrasikan persepsi dan intepretasi
diri. Membantu klien untuk
mengorientasikan bagian dirinya dan
kekuatan dari daerah yang terpengaruh.
3. Berikan stimulasi terhadap
4. Meningkatkan keamanan klien dan
rasa sentuhan, seperti
menurunkan resiko terjadinya trauma.
memberikan klien suatu benda
untuk menyentuh, meraba.
Biarkan klien menyentuh
dinding atau batas-batas
lainnya.
4. Lindungi klien dari suhu yang 5. Penggunaan stimulasi penglihatan dan
berlebihan, kaji adanya sentuhan membantu dalan
lindungan yang berbahaya. mengintegrasikan sisi yang sakit.
Anjurkan pada klien dan
keluarga untuk melakukan
pemeriksaan terhadap suhu air
dengan tangan yang normal
5. Anjurkan klien untuk
mengamati kaki dan
tangannya bila perlu dan
menyadari posisi bagian tubuh
yang sakit. Buatlah klien sadar
akan semua bagian tubuh yang
terabaikan seperti stimulasi
6. Menurunkan ansietas dan respon emosi
sensorik pada daerah yang
yang berlebihan/kebingungan yang
sakit, latihan yang membawa
berhubungan dengan sensori berlebih.
area yang sakit melewati garis
7. Membantu klien untuk mengidentifikasi
tengah, ingatkan individu
ketidakkonsistenan dari persepsi dan
untuk merawata sisi yang
integrasi stimulus.
sakit.
6. Hilangkan
kebisingan/stimulasi eksternal
yang berlebihan.

7. Lakukan validasi terhadap


persepsi klien
4 Defisit Perawatan Diri berhubungan dengan gejala sisa stroke
Tujuan:
Kebutuhan perawatan diri klien terpenuhi
Kriteria hasil

 Klien dapat melakukan aktivitas perawatan diri sesuai dengan


kemampuan klien
 Klien dapat mengidentifikasi sumber pribadi/komunitas untuk
memberikan bantuan sesuai kebutuhan

INTERVENSI RASIONAL

1. Tentukan kemampuan dan 1. Membantu dalam


tingkat kekurangan dalam mengantisipasi/merencanakan
melakukan perawatan diri. pemenuhan kebutuhan secara
individual
2. Meningkatkan harga diri dan
2. Beri motivasi kepada klien
semangat untuk berusaha terus-
untuk tetap melakukan aktivitas
menerus
dan beri bantuan dengan sikap
3. Klien mungkin menjadi sangat
sungguh
ketakutan dan sangat tergantung
3. Hindari melakukan sesuatu
dan meskipun bantuan yang
untuk klien yang dapat
diberikan bermanfaat dalam
dilakukan klien sendiri, tetapi
mencegah frustasi, adalah penting
berikan bantuan sesuai
bagi klien untuk melakukan
kebutuhan.
sebanyak mungkin untuk diri-
sendiri untuk mempertahankan
harga diri dan meningkatkan
pemulihan
4. Meningkatkan perasaan makna diri
dan kemandirian serta mendorong
klien untuk berusaha secara
kontinyu
4. Berikan umpan balik yang 5. Memberikan bantuan yang mantap
positif untuk setiap usaha yang untuk mengembangkan rencana
dilakukannya atau terapi dan mengidentifikasi
keberhasilannya kebutuhan alat penyokong khusus
5. Kolaborasi dengan ahli
fisioterapi/okupasi
5 Nutrisi Kurang Dari Kebutuhan Tubuh berhubungan dengan
Kelemahan Otot Mengunyah Dan Menelan Sekunder Kehilangan
Kesadaran
Tujuan
Tidak terjadi gangguan nutrisi
Kriteria hasil

 Berat badan dapat dipertahankan/ditingkatkan


 Hb dan albumin dalam batas normal
INTERVENSI RASIONAL

1. Tentukan kemampuan klien 1. Untuk menetapkan jenis makanan


dalam mengunyah, menelan dan yang akan diberikan pada klien
reflek batuk 2. Untuk klien lebih mudah untuk
2. Letakkan posisi kepala lebih menelan karena gaya gravitasi
tinggi pada waktu, selama dan 3. Membantu dalam melatih kembali
sesudah makan sensori dan meningkatkan kontrol
3. Stimulasi bibir untuk menutup muskuler
dan membuka mulut secara
manual dengan menekan ringan
diatas bibir/dibawah dagu jika
dibutuhkan 4. Memberikan stimulasi sensori
4. Letakkan makanan pada daerah (termasuk rasa kecap) yang dapat
mulut yang tidak terganggu mencetuskan usaha untuk menelan
dan meningkatkan masukan
5. Klien dapat berkonsentrasi pada
mekanisme makan tanpa adanya
5. Berikan makan dengan berlahan distraksi/gangguan dari luar
pada lingkungan yang tenang 6. Makan lunak/cairan kental mudah
untuk mengendalikannya didalam
mulut, menurunkan terjadinya
6. Mulailah untuk memberikan
aspirasi
makan peroral setengah cair,
7. Menguatkan otot fasial dan dan
makan lunak ketika klien dapat
menelan air otot menelan dan menurunkan
7. Anjurkan klien menggunakan resiko terjadinya tersedak
sedotan meminum cairan 8. Dapat meningkatkan pelepasan
endorfin dalam otak yang
meningkatkan nafsu makan
8. Anjurkan klien untuk
9. Mungkin diperlukan untuk
berpartisipasidalam program
memberikan cairan pengganti dan
latihan/kegiatan.
juga makanan jika klien tidak
mampu untuk memasukkan segala
9. Kolaborasi dengan tim dokter sesuatu melalui mulut
untuk memberikan ciran
melalui iv atau makanan
melalui selang
DAFTAR PUSTAKA
Amin & Hardhi. 2013. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis

Nanda Nic-Noc. Yogyakarta: Mediaction Publishing

Long, Barbara C (1989), Perawatan Medikal Bedah, Ikatan Alumni Pendidikan

Keperawatan Padjadjaran, Bandung

Padila. 2012. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah. Yogyakarta: Medical Book.

Smeltzer, Suzanne C. 2001. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &

Suddarth edisi 8 Volume 2. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai