Anda di halaman 1dari 23

TUGAS KEPERAWATAN ANAK

KONSEP ASKEP LEUKIMIA PADA ANAK

DI SUSUN OLEH : KELOMPOK 14


1. SANTI LESTARI

2. LA SAMIDIN

TINGKAT : II B

POLTEKKES KEMENKES MALUKU


PRODI KEPERAWATAN MASOHI
TAHUN AKADEMIK 2017/2018
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur kami panjatkan kepada Allah SWT. karena dengan rahmat dan
hidayahnya penyusun dapat menyelesaikan makalah Asuhan Keperawatan Leukemia Pada
Anak, yang di ajukan untuk memenuhi salah satu tugas Mata Kuliah Keperawatan Anak.
Ucapan terima kasih kami sampaikan kepada seluruh pihak yang telah membantu dalam
penyusunan makalah ini.
Kami sadari bahwa dalam pembuatan makalah ini masih jauh dari sempurna, maka dari
itu kami mengharapkan kritik dan saran dari semua pihak yang telah membaca makalah ini,
demi perbaikan dimasa yang akan datang.

Masohi, 05 April 2018

Penyusun
Kelompok 14
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR
DAFTAR ISI
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan
BAB II PEMBAHASAN
A. Konsep Medik
1. Definisi
2. Etiologi
3. Patofisiologi
4. Manifestasi Klinis
5. Pemeriksaan Penunjang
6. Penatalaksanaan
B. Konsep Keperawatan
1. Pengkajian
2. Diagnosa Keperawatan
3. Intervensi
BAB III PENUTUP
A. Kesimpulan
B. Saran
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Leukemia berasal dari bahasa yunani yaitu leukos yang berarti putih dan haima yang berarti
darah. Jadi leukemia dapat diartikan sebagai suatu penyakit yang disebabkan oleh sel darah
putih. Proses terjadinya leukemia adalah ketika seldarah yang bersifat kanker membelah secara
tak terkontrol dan mengganggupembelahan sel darah normal.
Di Indonesia kasus leukemia sebanyak ± 7000 kasus/tahun dengan angkakematian
mencapai 83,6 % (Herningtyas, 2004). Data dari International Cancer Parent Organization
(ICPO) menunjukkan bahwa dari setiap 1 juta anak terdapat120 anak yang mengidap kanker
dan 60 % diantaranya disebabkan oleh leukemia(Sindo, 2007).
Data dari WHO menunjukkan bahwa angka kematian di AmerikaSerikat karena leukemia
meningkat 2 kali lipat sejak tahun 1971 (Katrin, 1997).Di Amerika Serikat setiap 4 menitnya
seseorang terdiagnosa menderita leukemia.Pada akhir tahun 2009 diperkirakan 53.240 orang
akan meninggal dikarenakan leukemia (TLLS, 2009).

B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep medic dari leukemia pada anak?
2. Bagaimana konsep keperawatan leukemia pada anak?

C. Tujuan
1. Mengetahui dan memahami bagaimana konsep medic dari leukemia pada anak.
2. Mengetahui dan memahami bagaimana konsep keperawatan leukemia pada anak.
BAB II
PEMBAHASAN

A. KONSEP MEDIK
1. DEFINISI
Istilah leukemia pertama kali dijelaskan oleh Virchow sebagai “darah putih” pada tahun
1874, adalah penyakit neoplastik yang ditandai dengan diferensiasi dan proliferasi sel induk
hematopoetik.
Leukemia adalah suatu keganasan yang berasal dari perubahan genetik pada satu atau
banyak sel di sumsum tulang. Pertumbuhan dari sel yang normal akan tertekan pada waktu sel
leukemia bertambah banyak sehingga akan menimbulkan gejala klinis.
Keganasan hematologik ini adalah akibat dari proses neoplastik yang disertai gangguan
diferensiasi pada berbagai tingkatan sel induk hematopoetik sehingga terjadi ekspansi progresif
kelompok sel ganas tersebut dalam sumsum tulang, kemudian sel leukemia beredar secara
sistemik.
Leukemia adalah proliferasi sel leukosit yang abnormal, ganas, sering disertai bentuk
leukosit yang lain daripada normal dengan jumlah yang berlebihan, dapat menyebabkan
kegagalan sumsum tulang dan sel darah putih sirkulasinya meninggi.

2. ETIOLOGI
Penyebab leukemia masih belum diketahui secara pasti hingga kini. Menurut hasil
penelitian, orang dengan faktor risiko tertentu lebih meningkatkan risiko timbulnya penyakit
leukemia.
a) Host
 Umur, jenis kelamin, ras
Insiden leukemia secara keseluruhan bervariasi menurut umur. LLA merupakan leukemia
paling sering ditemukan pada anak-anak, dengan puncak insiden antara usia 2-4 tahun, LMA
terdapat pada umur 15-39 tahun, sedangkan LMK banyak ditemukan antara umur 30-50 tahun.
LLK merupakan kelainan pada orang tua (umur rata-rata 60 tahun). Insiden leukemia lebih
tinggi pada pria dibandingkan pada wanita.
Tingkat insiden yang lebih tinggi terlihat di antara Kaukasia (kulit putih) dibandingkan
dengan kelompok kulit hitam. Leukemia menyumbang sekitar 2% dari semua jenis kanker.
Menyerang 9 dari setiap 100.000 orang di Amerika Serikat setiap tahun. Orang dewasa 10 kali
kemungkinan terserang leukemia daripada anak-anak. Leukemia terjadi paling sering pada
orang tua. Ketika leukemia terjadi pada anak-anak, hal itu terjadi paling sering sebelum usia 4
tahun.
Penelitian Lee at all (2009) dengan desain kohort di The Los Angeles County-University of
Southern California (LAC+USC) Medical Centre melaporkan bahwa penderita leukemia
menurut etnis terbanyak yaitu hispanik (60,9%) yang mencerminkan keseluruhan populasi yang
dilayani oleh LCA + USA Medical Center. Dari pasien non-hispanik yang umum berikutnya yaitu
Asia (23,0%), Amerika Afrika (11,5%), dan Kaukasia (4,6%).
 Faktor Genetik
Insiden leukemia pada anak-anak penderita sindrom down adalah 20 kali lebih banyak
daripada normal. Kelainan pada kromosom 21 dapat menyebabkan leukemia akut. Insiden
leukemia akut juga meningkat pada penderita dengan kelainan kongenital misalnya
agranulositosis kongenital, sindrom Ellis Van Creveld, penyakit seliak, sindrom Bloom, anemia
Fanconi, sindrom Wiskott Aldrich, sindrom Kleinefelter dan sindrom trisomi D.
Pada sebagian penderita dengan leukemia, insiden leukemia meningkat dalam keluarga.
Kemungkinan untuk mendapat leukemia pada saudara kandung penderita naik 2-4 kali.19
Selain itu, leukemia juga dapat terjadi pada kembar identik.
Berdasarkan penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control menunjukkan
bahwa orang yang memiliki riwayat keluarga positif leukemia berisiko untuk menderita LLA
(OR=3,75; CI=1,32-10,99) artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 3,75 kali
memiliki riwayat keluarga positif leukemia dibandingkan dengan orang yang tidak menderita
leukemia.
b) Agent
 Virus
Beberapa virus tertentu sudah dibuktikan menyebabkan leukemia pada binatang. Ada
beberapa hasil penelitian yang mendukung teori virus sebagai salah satu penyebab leukemia
yaitu enzyme reserve transcriptase ditemukan dalam darah penderita leukemia. Seperti
diketahui enzim ini ditemukan di dalam virus onkogenik seperti retrovirus tipe C yaitu jenis RNA
yang menyebabkan leukemia pada binatang.
Pada manusia, terdapat bukti kuat bahwa virus merupakan etiologi terjadinya leukemia.
HTLV (virus leukemia T manusia) dan retrovirus jenis cRNA, telah ditunjukkan oleh mikroskop
elektron dan kultur pada sel pasien dengan jenis khusus leukemia/limfoma sel T yang umum
pada propinsi tertentu di Jepang dan sporadis di tempat lain, khususnya di antara Negro Karibia
dan Amerika Serikat.
 Sinar Radioaktif
Sinar radioaktif merupakan faktor eksternal yang paling jelas dapat menyebabkan leukemia.
Angka kejadian LMA dan LGK jelas sekali meningkat setelah sinar radioaktif digunakan.
Sebelum proteksi terhadap sinar radioaktif rutin dilakukan, ahli radiologi mempunyai risiko
menderita leukemia 10 kali lebih besar dibandingkan yang tidak bekerja di bagian tersebut.
Penduduk Hirosima dan Nagasaki yang hidup setelah ledakan bom atom tahun 1945
mempunyai insidensi LMA dan LGK sampai 20 kali lebih banyak. Leukemia timbul terbanyak 5
sampai 7 tahun setelah ledakan tersebut terjadi. Begitu juga dengan penderita ankylosing
spondylitis yang diobati dengan sinar lebih dari 2000 rads mempunyai insidens 14 kali lebih
banyak.
 Zat Kimia
Zat-zat kimia (misal benzene, arsen, pestisida, kloramfenikol, fenilbutazon) diduga dapat
meningkatkan risiko terkena leukemia.18 Sebagian besar obat-obatan dapat menjadi penyebab
leukemia (misalnya Benzene), pada orang dewasa menjadi leukemia nonlimfoblastik akut.
Penelitian Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control menunjukkan bahwa orang
yang terpapar benzene dapat meningkatkan risiko terkena leukemia terutama LMA (OR=2,26
dan CI=1,17-4,37) artinya orang yang menderita leukemia kemungkinan 2,26 kali terpapar
benzene dibandingkan dengan yang tidak menderita leukemia.
 Merokok
Merokok merupakan salah satu faktor risiko untuk berkembangnya leukemia. Rokok
mengandung leukemogen yang potensial untuk menderita leukemia terutama LMA.
Banyak penelitian yang menunjukkan bahwa merokok meningkatkan risiko LMA. Penelitian
Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case control memperlihatkan bahwa merokok lebih dari
10 tahun meningkatkan risiko kejadian LMA (OR=3,81; CI=1,37-10,48) artinya orang yang
menderita LMA kemungkinan 3,81 kali merokok lebih dari 10 tahun dibanding dengan orang
yang tidak menderita LMA.
Penelitian di Los Angles (2002), menunjukkan adanya hubungan antara LMA dengan
kebiasaan merokok. Penelitian lain di Canada oleh Kasim menyebutkan bahwa perokok berat
dapat meningkatkan risiko LMA. Faktor risiko terjadinya leukemia pada orang yang merokok
tergantung pada frekuensi, banyaknya, dan lamanya merokok.
c) Lingkungan (Pekerjaan)
Banyak penelitian menyatakan adanya hubungan antara pajanan pekerjaan dengan
kejadian leukemia. Dalam sebuah penelitian yang dilakukan di Jepang, sebagian besar kasus
berasal dari rumah tangga dan kelompok petani. Hadi, et al (2008) di Iran dengan desain case
control meneliti hubungan ini, pasien termasuk mahasiswa, pegawai, ibu rumah tangga, petani
dan pekerja di bidang lain. Di antara pasien tersebut, 26% adalah mahasiswa, 19% adalah ibu
rumah tangga, dan 17% adalah petani.
Berdasarkan hasil penelitian ini menunjukkan bahwa orang yang bekerja di pertanian atau
peternakan mempunyai risiko tinggi leukemia (OR = 2,35, CI = 1,0-5,19), artinya orang yang
menderita leukemia kemungkinan 2,35 kali bekerja di pertanian atau peternakan dibanding
orang yang tidak menderita leukimia.
3. PATOFISIOLOGI
Pada keadaan normal, sel darah putih berfungsi sebagai pertahanan tubuh terhadap infeksi.
Sel ini secara normal berkembang sesuai perintah, dapat dikontrol sesuai dengan kebutuhan
tubuh.
Leukemia meningkatkan produksi sel darah putih pada sumsum tulang yang lebih dari
normal. Mereka terlihat berbeda dengan sel darah normal dan tidak berfungsi seperti biasanya.
Sel leukemi memblok produksi sel darah normal, merusak kemampuan tubuh terhadap infeksi.
Sel leukemi juga merusak produksi sel darah lain pada sumsum tulang termasuk sel darah
merah dimana sel tersebut berfungsi untuk menyuplai oksigen pada jaringan.
Analisis sitogenik menghasilkan banyak pengetahuan mengenai aberasi kromosomal yang
terdapat pada pasien dengan leukemia. Perubahan kromosom dapat meliputi perubahan angka,
yang menambahkan atau menghilangkan seluruh kromosom, atau perubahan struktur termasuk
translokasi (penyusunan kembali), delesi, inversi dan insersi. Pada kondisi ini, dua kromosom
atau lebih mengubah bahan genetik, dengan perkembangan gen yang berubah dianggap
menyebabkan mulainya proliferasi sel abnormal.
Leukimia terjadi jika proses pematangan dari sistem sel menjadi sel darah putih mengalami
gangguan dan menghasilkan perubahan ke arah keganasan. Perubahan tersebut seringkali
melibatkan penyusunan kembali bagian dari kromosom (bahan genetik sel yang kompleks).
Translokasi kromosom mengganggu pengendalian normal dari pembelahan sel, sehingga sel
membelah tidak terkendali dan menjadi ganas.
Pada akhirnya sel-sel ini menguasai sumsum tulang dan menggantikan tempat dari sel-sel
yang menghasilkan sel-sel darah yang normal. Kanker ini juga bisa menyusup ke dalam organ
lainnya termasuk hati, limpa, kelenjar getah bening, ginjal, dan otak.
4. MANIFESTASI KLINIS
Gejala klinis dari leukemia pada umumnya adalah anemia, trombositopenia, neutropenia,
infeksi, kelainan organ yang terkena infiltrasi, hipermetabolisme.
 Leukemia Limfositik Akut
Gejala klinis LLA sangat bervariasi. Umumnya menggambarkan kegagalan sumsum tulang.
Gejala klinis berhubungan dengan anemia (mudah lelah, letargi, pusing, sesak, nyeri dada),
infeksi dan perdarahan. Selain itu juga ditemukan anoreksi, nyeri tulang dan sendi,
hipermetabolisme.21 Nyeri tulang bisa dijumpai terutama pada sternum, tibia dan femur.
 Leukemia Mielositik Akut
Gejala utama LMA adalah rasa lelah, perdarahan dan infeksi yang disebabkan oleh sindrom
kegagalan sumsum tulang. perdarahan biasanya terjadi dalam bentuk purpura atau petekia.
Penderita LMA dengan leukosit yang sangat tinggi (lebih dari 100 ribu/mm3) biasanya
mengalami gangguan kesadaran, napas sesak, nyeri dada dan priapismus. Selain itu juga
menimbulkan gangguan metabolisme yaitu hiperurisemia dan hipoglikemia.
 Leukemia Limfositik Kronik
Sekitar 25% penderita LLK tidak menunjukkan gejala. Penderita LLK yang mengalami
gejala biasanya ditemukan limfadenopati generalisata, penurunan berat badan dan kelelahan.
Gejala lain yaitu hilangnya nafsu makan dan penurunan kemampuan latihan atau olahraga.
Demam, keringat malam dan infeksi semakin parah sejalan dengan perjalanan penyakitnya.
 Leukemia Granulositik/Mielositik Kronik
LGK memiliki 3 fase yaitu fase kronik, fase akselerasi dan fase krisis blas. Pada fase kronik
ditemukan hipermetabolisme, merasa cepat kenyang akibat desakan limpa dan lambung.
Penurunan berat badan terjadi setelah penyakit berlangsung lama. Pada fase akselerasi
ditemukan keluhan anemia yang bertambah berat, petekie, ekimosis dan demam yang disertai
infeksi.

5. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dapat dilakukan dengan pemeriksaan darah tepi dan pemeriksaan
sumsum tulang.
 Pemeriksaan Darah Tepi
Pada penderita leukemia jenis LLA ditemukan leukositosis (60%) dan kadang-kadang
leukopenia (25%). Pada penderita LMA ditemukan penurunan eritrosit dan trombosit. Pada
penderita LLK ditemukan limfositosis lebih dari 50.000/mm3, sedangkan pada penderita
LGK/LMK ditemukan leukositosis lebih dari 50.000/mm3.
 Pemeriksaan Sumsum Tulang
Hasil pemeriksaan sumsum tulang pada penderita leukemia akut ditemukan keadaan
hiperselular. Hampir semua sel sumsum tulang diganti sel leukemia (blast), terdapat perubahan
tiba-tiba dari sel muda (blast) ke sel yang matang tanpa sel antara (leukemic gap). Jumlah blast
minimal 30% dari sel berinti dalam sumsum tulang. Pada penderita LLK ditemukan adanya
infiltrasi merata oleh limfosit kecil yaitu lebih dari 40% dari total sel yang berinti. Kurang lebih
95% pasien LLK disebabkan oleh peningkatan limfosit B. Sedangkan pada penderita LGK/LMK
ditemukan keadaan hiperselular dengan peningkatan jumlah megakariosit dan aktivitas
granulopoeisis. Jumlah granulosit lebih dari 30.000/mm3.

6. PENATALAKSANAAN
a) Kemoterapi
 Kemoterapi pada penderita LLA
 Tahap 1 (terapi induksi)
Tujuan dari tahap pertama pengobatan adalah untuk membunuh sebagian besar sel-sel
leukemia di dalam darah dan sumsum tulang. Terapi induksi kemoterapi biasanya memerlukan
perawatan di rumah sakit yang panjang karena obat menghancurkan banyak sel darah normal
dalam proses membunuh sel leukemia. Pada tahap ini dengan memberikan kemoterapi
kombinasi yaitu daunorubisin, vincristin, prednison dan asparaginase.
 Tahap 2 (terapi konsolidasi/ intensifikasi)
Setelah mencapai remisi komplit, segera dilakukan terapi intensifikasi yang bertujuan untuk
mengeliminasi sel leukemia residual untuk mencegah relaps dan juga timbulnya sel yang
resisten terhadap obat. Terapi ini dilakukan setelah 6 bulan kemudian.
 Tahap 3 ( profilaksis SSP)
Profilaksis SSP diberikan untuk mencegah kekambuhan pada SSP. Perawatan yang
digunakan dalam tahap ini sering diberikan pada dosis yang lebih rendah. Pada tahap ini
menggunakan obat kemoterapi yang berbeda, kadang-kadang dikombinasikan dengan terapi
radiasi, untuk mencegah leukemia memasuki otak dan sistem saraf pusat.
 Tahap 4 (pemeliharaan jangka panjang)
Pada tahap ini dimaksudkan untuk mempertahankan masa remisi. Tahap ini biasanya
memerlukan waktu 2-3 tahun. Angka harapan hidup yang membaik dengan pengobatan sangat
dramatis. Tidak hanya 95% anak dapat mencapai remisi penuh, tetapi 60% menjadi sembuh.
Sekitar 80% orang dewasa mencapai remisi lengkap dan sepertiganya mengalami harapan
hidup jangka panjang, yang dicapai dengan kemoterapi agresif yang diarahkan pada sumsum
tulang dan SSP.
 Kemoterapi pada penderita LMA
 Fase induksi
Fase induksi adalah regimen kemoterapi yang intensif, bertujuan untuk mengeradikasi sel-
sel leukemia secara maksimal sehingga tercapai remisi komplit. Walaupun remisi komplit telah
tercapai, masih tersisa sel-sel leukemia di dalam tubuh penderita tetapi tidak dapat dideteksi.
Bila dibiarkan, sel-sel ini berpotensi menyebabkan kekambuhan di masa yang akan datang.
 Fase konsolidasi
Fase konsolidasi dilakukan sebagai tindak lanjut dari fase induksi. Kemoterapi konsolidasi
biasanya terdiri dari beberapa siklus kemoterapi dan menggunakan obat dengan jenis dan dosis
yang sama atau lebih besar dari dosis yang digunakan pada fase induksi. Dengan pengobatan
modern, angka remisi 50-75%, tetapi angka rata-rata hidup masih 2 tahun dan yang dapat
hidup lebih dari 5 tahun hanya 10%.
 Kemoterapi pada penderita LLK
Derajat penyakit LLK harus ditetapkan karena menetukan strategi terapi dan prognosis.
Salah satu sistem penderajatan yang dipakai ialah klasifikasi Rai:
 Stadium 0 : limfositosis darah tepi dan sumsum tulang
 Stadium I : limfositosis dan limfadenopati.
 Stadium II : limfositosis dan splenomegali/ hepatomegali.
 Stadium III : limfositosis dan anemia (Hb < 11 gr/dl).
 Stadium IV : limfositosis dan trombositopenia <100.000/mm3 dengan/tanpa gejala
pembesaran hati, limpa, kelenjar.
Terapi untuk LLK jarang mencapai kesembuhan karena tujuan terapi bersifat konvensional,
terutama untuk mengendalikan gejala. Pengobatan tidak diberikan kepada penderita tanpa
gejala karena tidak memperpanjang hidup. Pada stadium I atau II, pengamatan atau kemoterapi
adalah pengobatan biasa. Pada stadium III atau IV diberikan kemoterapi intensif.
Angka ketahanan hidup rata-rata adalah sekitar 6 tahun dan 25% pasien dapat hidup lebih
dari 10 tahun. Pasien dengan sradium 0 atau 1 dapat bertahan hidup rata-rata 10 tahun.
Sedangkan pada pasien dengan stadium III atau IV rata-rata dapat bertahan hidup kurang dari
2 tahun.
 Kemoterapi pada penderita LGK/LMK
 Fase Kronik
Busulfan dan hidroksiurea merupakan obat pilihan yag mampu menahan pasien bebas dari
gejala untuk jangka waktu yang lama. Regimen dengan bermacam obat yang intensif
merupakan terapi pilihan fase kronis LMK yang tidak diarahkan pada tindakan transplantasi
sumsum tulang.
 Fase Akselerasi
Sama dengan terapi leukemia akut, tetapi respons sangat rendah.
b) Radioterapi
Radioterapi menggunakan sinar berenergi tinggi untuk membunuh sel-sel leukemia. Sinar
berenergi tinggi ini ditujukan terhadap limpa atau bagian lain dalam tubuh tempat
menumpuknya sel leukemia. Energi ini bisa menjadi gelombang atau partikel seperti proton,
elektron, x-ray dan sinar gamma. Pengobatan dengan cara ini dapat diberikan jika terdapat
keluhan pendesakan karena pembengkakan kelenjar getah bening setempat.
c) Transplantasi Sumsum Tulang
Transplantasi sumsum tulang dilakukan untuk mengganti sumsum tulang yang rusak
dengan sumsum tulang yang sehat. Sumsum tulang yang rusak dapat disebabkan oleh dosis
tinggi kemoterapi atau terapi radiasi. Selain itu, transplantasi sumsum tulang juga berguna
untuk mengganti sel-sel darah yang rusak karena kanker.
Pada penderita LMK, hasil terbaik (70-80% angka keberhasilan) dicapai jika menjalani
transplantasi dalam waktu 1 tahun setelah terdiagnosis dengan donor Human Lymphocytic
Antigen (HLA) yang sesuai. Pada penderita LMA transplantasi bisa dilakukan pada penderita
yang tidak memberikan respon terhadap pengobatan dan pada penderita usia muda yang pada
awalnya memberikan respon terhadap pengobatan.
d) Terapi Suportif
Terapi suportif berfungsi untuk mengatasi akibat-akibat yag ditimbulkan penyakit leukemia
dan mengatasi efek samping obat. Misalnya transfusi darah untuk penderita leukemia dengan
keluhan anemia, transfusi trombosit untuk mengatasi perdarahan dan antibiotik untuk
mengatasi infeksi.

B. KONSEP KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
a) Riwayat penyakit
b) Kaji adanya tanda-tanda anemia:
 Pucat
 Kelemahan
 Sesak
 Nafas cepat
c) Kaji adanya tanda-tanda leukopenia:
 Demam
 Infeksi
d) Kaji adanya tanda-tanda trombositopenia:
 Ptechiae
 Purpura
 Perdarahan membran mukosa
e) Kaji adanya tanda-tanda invasi ekstra medulola:
 Limfadenopati
 Hepatomegali
 Splenomegali
f) Kaji adanya pembesaran testis
g) Kaji adanya:
 Hematuria
 Hipertensi
 Gagal ginjal
 Inflamasi disekitar rectal
 Nyeri. (Suriadi,R dan Rita Yuliani, 2001: 178)
ANALISA DATA
a) Data Subjektif
Data Subjektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah sebagai berikut :
 Lelah
 Letargi
 Pusing
 Sesak
 Nyeri dada
 Napas sesak
 Priapismus
 Hilangnya nafsu makan
 Demam
 Merasa cepat kenyang
 Waktu yang cukup lama
 Nyeri Tulang dan Persendian.
b) Data Objektif
Data Objektif yang mungkin timbul pada penderita leukemia adalah sebagai berikut :
 Pembengkakan Kelenjar Lympa
 Anemia
 Perdarahan
 Gusi berdarah
 Adanya benjolan tiap lipatan
 Ditemukan sel-sel muda

2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa keperawatan menurut The North American Nursing Diagnosis Association
(NANDA) adalah “ suatu penilaian klinis tentang respon individu, keluarga, atau komunitas
terhadap masalah kesehatan/proses kehidupan yang aktual dan potensial. Diagnosa
keperawatan memberikan dasar untuk pemilihan intervensi keperawatan untuk mencapai tujuan
diamana perawat bertanggung gugat “ (Wong,D.L, 2004: 331).
Menurut Wong, D.L (2004 :596 – 610) , diagnosa pada anak dengan leukemia adalah:
a) Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
b) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
c) Resiko terhadap cedera : perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit
d) Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
e) Perubahan membran mukosa mulut : stomatitis yang berhubungan dengan efek
samping agen kemoterapi
f) Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia,
malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
g) Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
h) Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,
radioterapi, imobilitas.
i) Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat pada
penampilan.
j) Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita
leukemia.
k) Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak.

3. INTERVENSI KEPERAWATAN
Rencana keperawatan merupakan serangkaian tindakan atau intervensi untuk mencapai
tujuan pelaksanaan asuhan keperawatan. Intervensi keperawatan adalah preskripsi untuk
perilaku spesifik yang diharapkan dari pasien dan atau tindakan yang harus dilakukan oleh
perawat. Berdasarkan diagnosa yang ada maka dapat disusun rencana keperawatan sebagai
berikut (Wong,D.L: 2004)
 Resiko infeksi berhubungan dengan menurunnya sistem pertahanan tubuh
 Tujuan:
Anak tidak mengalami gejala-gejala infeksi
 Intervensi:
1) Pantau suhu dengan teliti
Rasional: untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
2) Tempatkan anak dalam ruangan khusus
Rasional: untuk meminimalkan terpaparnya anak dari sumber infeksi
3) Anjurkan semua pengunjung dan staff rumah sakit untuk menggunakan teknik mencuci
tangan dengan baik
Rasional : untuk meminimalkan pajanan pada organisme infektif
4) Gunakan teknik aseptik yang cermat untuk semua prosedur invasive
Rasional: untuk mencegah kontaminasi silang/menurunkan resiko infeksi
5) Evaluasi keadaan anak terhadap tempat-tempat munculnya infeksi seperti tempat
penusukan jarum, ulserasi mukosa, dan masalah gigi
Rasional: untuk intervensi dini penanganan infeksi
6) Inspeksi membran mukosa mulut. Bersihkan mulut dengan baik
Rasional: rongga mulut adalah medium yang baik untuk pertumbuhan organism
7) Berikan periode istirahat tanpa gangguan
Rasional: menambah energi untuk penyembuhan dan regenerasi seluler
8) Berikan diet lengkap nutrisi sesuai usia
Rasional: untuk mendukung pertahanan alami tubuh
9) Berikan antibiotik sesuai ketentuan
Rasional: diberikan sebagai profilaktik atau mengobati infeksi khusus
 Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan akibat anemia
 Tujuan:
terjadi peningkatan toleransi aktifitas
 Intervensi:
1) Evaluasi laporan kelemahan, perhatikan ketidakmampuan untuk berpartisipasi dalam
aktifitas sehari-hari
Rasional: menentukan derajat dan efek ketidakmampuan
2) Berikan lingkungan tenang dan perlu istirahat tanpa gangguan
Rasional: menghemat energi untuk aktifitas dan regenerasi seluler atau penyambungan
jaringan
3) Kaji kemampuan untuk berpartisipasi pada aktifitas yang diinginkan atau dibutuhkan
Rasional: mengidentifikasi kebutuhan individual dan membantu pemilihan intervensi
4) Berikan bantuan dalam aktifitas sehari-hari dan ambulasi
Rasional : memaksimalkan sediaan energi untuk tugas perawatan diri
 Resiko terhadap cedera/perdarahan yang berhubungan dengan penurunan jumlah
trombosit
 Tujuan:
klien tidak menunjukkan bukti-bukti perdarahan
 Intervensi:
1) Gunakan semua tindakan untuk mencegah perdarahan khususnya pada daerah
ekimosis
Rasional: karena perdarahan memperberat kondisi anak dengan adanya anemia
2) Cegah ulserasi oral dan rectal
Rasional: karena kulit yang luka cenderung untuk berdarah
3) Gunakan jarum yang kecil pada saat melakukan injeksi
Rasional: untuk mencegah perdarahan
4) Menggunakan sikat gigi yang lunak dan lembut
Rasional: untuk mencegah perdarahan
5) Laporkan setiap tanda-tanda perdarahan (tekanan darah menurun, denyut nadi cepat,
dan pucat)
Rasional: untuk memberikan intervensi dini dalam mengatasi perdarahan
6) Hindari obat-obat yang mengandung aspirin
Rasional: karena aspirin mempengaruhi fungsi trombosit
7) Ajarkan orang tua dan anak yang lebih besar ntuk mengontrol perdarahan hidung
Rasional: untuk mencegah perdarahan
 Resiko tinggi kekurangan volume cairan berhubungan dengan mual dan muntah
 Tujuan:
1) Tidak terjadi kekurangan volume cairan
2) Pasien tidak mengalami mual dan muntah
 Intervensi:
1) Berikan antiemetik awal sebelum dimulainya kemoterapi
Rasional: untuk mencegah mual dan muntah
2) Berikan antiemetik secara teratur pada waktu dan program kemoterapi
Rasional: untuk mencegah episode berulang
3) Kaji respon anak terhadap anti emetic
Rasional: karena tidak ada obat antiemetik yang secara umum berhasil
4) Hindari memberikan makanan yang beraroma menyengat
Rasional: bau yang menyengat dapat menimbulkan mual dan muntah
5) Anjurkan makan dalam porsi kecil tapi sering
Rasional: karena jumlah kecil biasanya ditoleransi dengan baik
6) Berikan cairan intravena sesuai ketentuan
Rasional: untuk mempertahankan hidrasi\
 Perubahan membran mukosa mulut: stomatitis yang berhubungan dengan efek samping
agen kemoterapi
 Tujuan:
Pasien tidak mengalami mukositis oral
 Intervensi:
1) Inspeksi mulut setiap hari untuk adanya ulkus oral
Rasional: untuk mendapatkan tindakan yang segera
2) Hindari mengukur suhu oral
Rasional: untuk mencegah trauma
3) Gunakan sikat gigi berbulu lembut, aplikator berujung kapas, atau jari yang dibalut kasa
Rasional: untuk menghindari trauma
4) Berikan pencucian mulut yang sering dengan cairan salin normal atau tanpa larutan
bikarbonat
Rasional: untuk menuingkatkan penyembuhan
5) Gunakan pelembab bibir
Rasional: untuk menjaga agar bibir tetap lembab dan mencegah pecah-pecah (fisura)
6) Hindari penggunaan larutan lidokain pada anak kecil
Rasional: karena bila digunakan pada faring, dapat menekan refleks muntah yang
mengakibatkan resiko aspirasi dan dapat menyebabkan kejang
7) Berikan diet cair, lembut dan lunak
Rasional: agar makanan yang masuk dapat ditoleransi anak
8) Inspeksi mulut setiap hari
Rasional: untuk mendeteksi kemungkinan infeksi
9) Dorong masukan cairan dengan menggunakan sedotan
Rasional: untuk membantu melewati area nyeri
10) Hindari penggunaa swab gliserin, hidrogen peroksida dan susu magnesia
Rasional: dapat mengiritasi jaringan yang luka dan dapat membusukkan gigi, memperlambat
penyembuhan dengan memecah protein dan dapat mengeringkan mukosa
11) Berikan obat-obat anti infeksi sesuai ketentuan
Rasional: untuk mencegah atau mengatasi mukositis
12) Berikan analgetik
Rasional: untuk mengendalikan nyeri
 Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh yang berhubungan dengan anoreksia,
malaise, mual dan muntah, efek samping kemoterapi dan atau stomatitis
 Tujuan:
pasien mendapat nutrisi yang adekuat
 Intervensi:
1) Dorong orang tua untuk tetap rileks pada saat anak makan
Rasional: jelaskan bahwa hilangnya nafsu makan adalah akibat langsung dari mual dan muntah
serta kemoterapi
2) Izinkan anak memakan semua makanan yang dapat ditoleransi, rencanakan untuk
memperbaiki kualitas gizi pada saat selera makan anak meningkat
Rasional: untuk mempertahankan nutrisi yang optimal
3) Berikan makanan yang disertai suplemen nutrisi gizi, seperti susu bubuk atau suplemen
yang dijual bebas
Rasional: untuk memaksimalkan kualitas intake nutrisi
4) Izinkan anak untuk terlibat dalam persiapan dan pemilihan makanan
Rasional: untuk mendorong agar anak mau makan
5) Dorong masukan nutrisi dengan jumlah sedikit tapi sering
Rasional: karena jumlah yang kecil biasanya ditoleransi dengan baik
6) Dorong pasien untuk makan diet tinggi kalori kaya nutrient
Rasional: kebutuhan jaringan metabolik ditingkatkan begitu juga cairan untuk menghilangkan
produk sisa suplemen dapat memainkan peranan penting dalam mempertahankan masukan
kalori dan protein yang adekuat
7) Timbang BB, ukur TB dan ketebalan lipatan kulit trisep
Rasional: membantu dalam mengidentifikasi malnutrisi protein kalori, khususnya bila BB dan
pengukuran antropometri kurang dari normal
 Nyeri yang berhubungan dengan efek fisiologis dari leukemia
 Tujuan:
Pasien tidak mengalami nyeri atau nyeri menurun sampai tingkat yang dapat diterima anak
 Intervensi:
1) Mengkaji tingkat nyeri dengan skala 0 sampai 5
Rasional: informasi memberikan data dasar untuk mengevaluasi kebutuhan atau keefektifan
intervensi
2) Jika mungkin, gunakan prosedur-prosedur (misal pemantauan suhu non invasif, alat
akses vena
Rasional: untuk meminimalkan rasa tidak aman
3) Evaluasi efektifitas penghilang nyeri dengan derajat kesadaran dan sedasi
Rasional: untuk menentukan kebutuhan perubahan dosis. Waktu pemberian atau obat
4) Lakukan teknik pengurangan nyeri non farmakologis yang tepat
Rasional: sebagai analgetik tambahan
5) Berikan obat-obat anti nyeri secara teratur
Rasional: untuk mencegah kambuhnya nyeri
 Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan pemberian agens kemoterapi,
radioterapi
 Tujuan:
Pasien mempertahankan integritas kulit
 Intervensi:
1) Berikan perawatan kulit yang cemat, terutama di dalam mulut dan daerah perianal
Rasional: karena area ini cenderung mengalami ulserasi
2) Ubah posisi dengan sering
Rasional: untuk merangsang sirkulasi dan mencegah tekanan pada kulit
3) Mandikan dengan air hangat dan sabun ringan
Rasional: mempertahankan kebersihan tanpa mengiritasi kulit
4) Kaji kulit yang kering terhadap efek samping terapi kanker
Rasional: efek kemerahan atau kulit kering dan pruritus, ulserasi dapat terjadi dalam area
radiasi pada beberapa agen kemoterapi
5) Anjurkan pasien untuk tidak menggaruk dan menepuk kulit yang kering
Rasional: membantu mencegah friksi atau trauma kulit
6) Dorong masukan kalori protein yang adekuat
Rasional: untuk mencegah keseimbangan nitrogen yang negative
7) Pilih pakaian yang longgar dan lembut diatas area yang teradiasi
Rasional: untuk meminimalkan iritasi tambahan
 Imobilitas Gangguan citra tubuh berhubungan dengan alopesia atau perubahan cepat
pada penampilan
 Tujuan:
Pasien atau keluarga menunjukkan perilaku koping positif
 Intervensi:
1) Dorong anak untuk memilih wig (anak perempuan) yang serupa gaya dan warna rambut
anak sebelum rambut mulai rontok
Rasional: untuk membantu mengembangkan penyesuaian rambut terhadap kerontokan rambut
2) Berikan penutup kepala yang adekuat selama pemajanan pada sinar matahari, angin
atau dingin
Rasional: karena hilangnya perlindungan rambut
3) Anjurkan untuk menjaga agar rambut yang tipis itu tetap bersih, pendek dan halus
Rasional: untuk menyamarkan kebotakan parsial
4) Jelaskan bahwa rambut mulai tumbuh dalam 3 hingga 6 bulan dan mungkin warna atau
teksturnya agak berbeda
Rasional: untuk menyiapkan anak dan keluarga terhadap perubahan penampilan rambut baru
5) Dorong hygiene, berdan, dan alat alat yang sesuai dengan jenis kelamin , misalnya wig,
skarf, topi, tata rias, dan pakaian yang menarik
Rasional: untuk meningkatkan penampilan
 Perubahan proses keluarga berhubungan dengan mempunyai anak yang menderita
leukemia
 Tujuan:
Pasien atau keluarga menunjukkan pengetahuan tentang prosedur diagnostic atau terapi
 Intervensi:
1) Jelaskan alasan setiap prosedur yang akan dilakukan pda anak
Rasional: untuk meminimalkan kekhawatiran yang tidak perlu
2) Jadwalkan waktu agar keluarga dapat berkumpul tanpa gangguan dari staff
Rasional: untuk mendorong komunikasi dan ekspresi perasaan
3) Bantu keluarga merencanakan masa depan, khususnya dalam membantu anak
menjalani kehidupan yang normal
Rasional: untuk meningkatkan perkembangan anak yang optimal
4) Dorong keluarga untuk mengespresikan perasaannya mengenai kehidupan anak
sebelum diagnosa dan prospek anak untuk bertahan hidup
Rasional: memberikan kesempatan pada keluarga untuk menghadapi rasa takut secara realistis
5) Diskusikan bersama keluarga bagaimana mereka memberitahu anak tentang hasil
tindakan dan kebutuhan terhadap pengobatan dan kemungkinan terapi tambahan
Rasional: untuk mempertahankan komunikasi yang terbuka dan jujur
6) Hindari untuk menjelaskan hal-hal yang tidak sesuai dengan kenyataan yang ada
Rasional: untuk mencegah bertambahnya rasa khawatiran keluarga
 Antisipasi berduka berhubungan dengan perasaan potensial kehilangan anak
 Tujuan :
Pasien atau keluarga menerima dan mengatasi kemungkinan kematian anak
 Intervensi:
1) Kaji tahapan berduka terhadap anak dan keluarga
Rasional: pengetahuan tentang proses berduka memperkuat normalitas perasaan atau reaksi
terhadap apa yang dialami dan dapat membantu pasien dan keluarga lebih efektif menghadapi
kondisinya
2) Berikan kontak yang konsisten pada keluarga
Rasional: untuk menetapkan hubungan saling percaya yang mendorong komunikasi
3) Bantu keluarga merencanakan perawatan anak, terutama pada tahap terminal
Rasional: untuk meyakinkan bahwa harapan mereka diimplementasikan
4) Fasilitasi anak untuk mengespresikan perasaannya melalui bermain
Rasional: memperkuat normalitas perasaan atau reaksi terhadap apa yang dialami.

4. IMPLEMENTASI
Implementasi pada anak dengan leukemia dilakukan berdasarkan intervensi di atas.

5. EVALUASI
Setelah dilakukan implementasi diharapkan masalah-masalah keperawatan pada anak
dengan leukemia di atas dapat teratasi.
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Leukemia berasal dari bahasa yunani yaitu leukos yang berarti putih dan haima yang berarti
darah. Jadi leukemia dapat diartikan sebagai suatu penyakit yang disebabkan oleh sel darah
putih. Proses terjadinya leukemia adalah ketika seldarah yang bersifat kanker membelah secara
tak terkontrol dan mengganggupembelahan sel darah normal.
Leukemia ada 4 jenis berdasarkan asal dan kecepatan perkembangan selkanker yaitu
Leukemia Mieloblastik Akut (LMA), Leukemia Mielositik Kronik (LMK), Leukemia Limfoblastik
Akut (LLA), dan Leukemia Limfositik Kronik (LLK) (Medicastore, 2009).
Gejala – gejala yang dirasakan antara lain anemia,wajah pucat, sesak nafas, pendarahan gusi,
mimisan, mudah memar, penurunanberat badan, nyeri tulang dan nyeri sendi.
Kemoterapi merupakan jenis pengobatan yang menggunakan obat - obatan untuk
membunuh sel - sel leukemia, tetapi juga berdampak buruk karena membunuh sel- sel normal
pada bagian tubuh yang sehat.

B. Saran
Bagi para pembaca kami berharap agar tidak merasa puas dengan makalah yang kami tulis
ini sehingga menambah minat untuk mencari sumber lain. Karena kami pun menyadari bahwa
dalam penulisan makalah ini masih jauh dari sempurna.
DAFTAR PUSTAKA

Behrman, Kliegman, Arvin. 2000. Ilmu Kesehatan Anak. EGC


Ngastiyah. 1997. Perawatan Anak Sakit. EGC
Nursalam, dkk. 2005. Asuhan Keperawatan Bayi dan Anak. Salemba Merdeka.
http://catatanperawat.byethost15.com/asuhan-keperawatan/asuhan-keperawatan-anak
leukimia/Abdul Aziz di 05.11

Anda mungkin juga menyukai