Helping Relationship
Disusun Oleh :
JURUSAN KEPERAWATAN
PRODI D-IV KEPERAWATAN GAWAT DARURAT SURABAYA
POLITEKNIK KESEHATAN KEMENTRIAN KESEHATAN
SURABAYA
TAHUN AKADEMIK 2014-2015
KATA PENGANTAR
Puji syukur kami ucapkan kepada Tuhan Yang Maha Esa, karena atas
rahmat dan karunia-Nya kami dapat menyusun makalah ini yang berjudul
“Helping Relationship”.
Dalam proses penyusunan makalah ini, penyusun mengalami banyak
permasalahan. Namun, berkat arahan dan dukungan dari berbagai pihak akhirnya
makalah ini dapat diselesaikan tepat pada waktunya. Pada kesempatan ini, dengan
segala kerendahan hati, penyusun mengucapkan terima kasih kepada Dosen
Pembimbing Komunikasi Dalam Keperawatan, yaitu Ibu Adin Mu’afiro, S.ST.,
M.Kes., yang telah membimbing kami dalam proses penyusunan makalah ini.
Penyusun menyadari makalah ini masih belum sempurna, baik dari isi
maupun sistematika penulisannya. Maka dari itu, penyusun berterima kasih
apabila ada kritik dan saran yang membangun demi kesempurnaan makalah ini.
Akhir kata, semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi pembaca dan rekan-
rekan seperjuangan, khususnya rekan-rekan Program Studi DIV Keperawatan
Gawat Darurat.
Penyusun
i
DAFTAR ISI
ii
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perkembangan keperawatan menuju keperawatan profesi dipengaruhi
oleh sebagai perkembangan keperawatan profesional seperti: adanya tekanan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi keperawatan. Oleh sebab itu
jaminan pelayanan keperawatan yang berkualitas hanya dapat diperoleh dari
tenaga keperawatan yang profesional. Dalam konsep profesi terkait erat tiga
nilai sosial yaitu: pengetahuan yang mendalam dan sistematis, keterampilan
teknis dan kiat yang diperoleh melalui latihan yang lama dan teliti, dan
pelayanan/angsuran kepada yang memerlukan berdasarkan ilmu pengetahuan
dan keterampilan teknis tersebut dengan berpedoman pada filsafat moral yang
diyakini, yaitu etika profesi serta konsep-konsep dalam berkomunikasi. Kata
komunikasi berasal dari bahasa latin “Coomunicare” yang berarti
berpartisipasi atau memberitahukan. Komunikasi dapat dipahami sebagai
suatu konsep serba makna tergantung pada konteks penggunaan kalimatnya.
1
Helping Relationship antara perawat-klien tidak dapat begitu saja
terjadi, namun harus dibangun secara cermat dalam melakukan tehnik
komunikasi yang terapeutik.
B. Rumusan Masalah
1. Apa yang dimaksud dengan manajemen pelayanan kesehatan ?
2. Bagaimana konsep wawasan pelayanan kesehatan ?
3. Bagaimana karakteristik pelayanan kesehatan ?
4. Bagaimana manajemen pengelolaan pelayanan kesehatan masyarakat ?
C. Tujuan
1. Untuk mengetahui dan memahami pengertian manajemen pelayanan
kesehatan
2. Untuk mengetahui dan memahami konsep wawasan pelayanan kesehatan
3. Untuk mengetahui dan memahami karakteristik pelayanan kesehatan
4. Untuk mengetahui dan memahami manajemen pengelolaan pelayanan
kesehatan masyarakat
2
BAB II
PEMBAHASAN
3
Helping relationship dipengaruhi oleh karakteristik personal dan
profesional perawat dan klien. Usia, jenis kelamin, penampilan, diagnosis,
pendidikan, nilai-nilai, latar belakang etnik dan budaya, kepribadian, harapan,
dan tempat dapat mempengaruhi perkembangan helping relationship antara
perawat-klien. Dengan mempertimbangkan semua faktor diatas, disertai
kemampuan komunikasi yang baik serta minat yang tulus terhadap
kesejahteraan klien, perawat dapat menciptakan helping relationship.
4
tidak dibuat-buat, sebaliknya ia akan berhati-hati pada lawan bicara yang
terlalu halus sehingga sering menyembunyikan isi hatinya yang
sebenarnya dengan kata-kata atau sikapnya yang tidak jujur (Rahmat,
J.,1996 dalam Suryani,2005).
Sangat penting bagi perawat untuk menjaga kejujuran saat
berkomunikasi dengan klien, karena apabila hal tersebut tidak dilakukan
maka klien akan menarik diri, merasa dibohongi, membenci perawat atau
bisa juga berpura-pura patuh terhadap perawat.
b. Tidak membingungkan dan cukup ekspresif
Dalam berkomunikasi dengan klien, perawat sebaiknya
menggunakan kata-kata yang mudah dipahami oleh klien dan tidak
menggunakan kalimat yang berbelit-belit. Komunikasi nonverbal perawat
harus cukup ekspresif dan sesuai dengan verbalnya karena ketidaksesuaian
akan menimbulkan kebingungan bagi klien.
c. Bersikap positif
Bersikap positif terhadap apa saja yang dikatakan dan disampaikan
lewat komunikasi nonverbal sangat penting baik dalam membina
hubungan saling percaya maupun dalam membuat rencana tindakan
bersama klien. Bersikap positif ditunjukkan dengan bersikap hangat, penuh
perhatian dan penghargaan terhadap klien.
Untuk mencapai kehangatan dan ketulusan dalam hubungan yang
terapeutik tidak memerlukan kedekatan yang kuat atau ikatan tertentu
diantara perawat dan klien akan tetapi penciptaan suasana yang dapat
membuat klien merasa aman dan diterima dalam mengungkapkan perasaan
dan pikirannya (Burnard,P dan Morrison P,1991 dalam Suryani,2005).
d. Empati bukan simpati
Sikap empati sangat diperlukan dalam asuhan keperawatan, karena
dengan sikap ini perawat akan mampu merasakan dan memikirkan
permasalahan klien seperti yang dirasakan dan dipikirkan klien
(Brammer,1993 dalam Suryani,2005).
Dengan bersikap empati perawat dapat memberikan alternative
pemecahan masalah karena perawat tidak hanya merasakan permasalahan
5
klien tetapi juga tidak berlarut-larut dalam perasaaan tersebut dan turut
berupaya mencari penyelesaian masalah secara objektif.
e. Mampu melihat permasalahan dari kacamata klien
Dalam memberikan asuhan keperawatan, perawat harus berorientasi
pada klien (Taylor, Lilis dan Le Mone, 1993), oleh karenaya perawat harus
mampu untuk melihat permasalahan yang sedang dihadapi klien dari sudut
pandang klien. Untuk mampu melakukan hal ini perawat harus memahami
dan memiliki kemampuan mendengarkan dengan aktif dan penuh
perhatian.
Mendengarkan dengan penuh perhatian berarti mengabsorpsi isi dari
komunikasi (kata-kata dan perasaan) tanpa melakukan seleksi. Pendengar
(perawat) tidak sekedar mendengarkan dan menyampaikan respon yang di
inginkan oleh pembicara (klien), tetapi berfokus pada kebutuhan
pembicara. Mendengarkan dengan penuh perhatian menunjukkan sikap
caring sehingga memotivasi klien untuk berbicara atau menyampaikan
perasaannya.
f. Menerima klien apa adanya
Seorang helper yang efektif memiliki kemampuan untuk menerima
klien apa adanya. Jika seseorang merasa diterima maka dia akan merasa
aman dalam menjalin hubungan interpersonal (Sullivan, 1971 dalam Antai
Ontong, 1995 dalam Suryani, 2005). Nilai yang diyakini atau diterapkan
oleh perawat terhadap dirinya tidak dapat diterapkan pada klien, apabila
hal ini terjadi maka perawat tidak menunjukkan sikap menerima klien apa
adanya.
g. Sensitif terhadap perasaan klien
Seorang perawat harus mampu mengenali perasaan klien untuk dapat
menciptakan hubungan terapeutik yang baik dan efektif dengan klien.
Dengan bersikap sensitive terhadap perasaan klien perawat dapat terhindar
dari berkata atau melakukan hal-hal yang menyinggung privasi ataupun
perasaan klien.
h. Tidak mudah terpengaruh oleh masa lalu klien ataupun diri perawat
sendiri
6
Perawat harus mampu memandang dan menghargai klien sebagai
individu yang ada pada saat ini, bukan atas masa lalunya, demikian pula
terhadap dirinya sendiri.
7
c. Menggali bersama perasaan ditolak, kehilangan, kesedihan dan
kemarahan serta perilaku yang terkait lainnya.
8
ditunjukkan oleh perawat kepada klien dimana kebutuhan klien dilihat
sebagai kebutuhan perawat. Hal ini dapat menyebabkan kesulitan karena
mencegah berkembangnya hubungan membantu yang efektif. Misalnya,
perawat menggunakan kemempuan komunikasi ketika menunjukkan rasa
belasungkawa kepada keluarga yang kehilangan kerabatnya “ Saya turut
berduka cita karena ayah anda meninggal sedemikian cepat. Ayah saya
juga meninggal seperti itu. Jika ada sesuatu yang dapat saya lakukan,
jangan ragu untuk mencari saya”. Dengan pesan seperti itu, perawat
menggunakan baik konsep simpati maupun empati dengan menawarkan
pertolongan dan berbagi kerangka referensi klien.
c) Perhatian
Perhatian adalah memiliki penghargaan positif terhadap orang lain,
merupakan dasar untuk hubungan yang membantu. Sebagian besar klien
klien secara secara lansung ataupun tidak langsung menunjukkan
keinginan untuk diperhatikan pada waktu tertentu. Perawat menunjukkan
perhatian dengan menerima klien sebagaimana mereka adanya dan
menghargai mereka secara individu. Ketika klien merasa diperhatikan,
mereka merasa aman dari ancaman atau situasi yang menyebabkan
kecemasan. Perhatian juga meningkatkan rasa percaya dan mengurangi
kecemasan. Penghilangan kecemasan dan stress akan meningkatkan daya
tahan tubuh dan membantu penyembuhan.
d) Autonomi dan Mutualitas
Autonomi adalah kemampuan untuk mengontrol diri. Mutualitas
meliputi perasan untuk berbagi dengan sesama. Keduanya sangat penting
dalam hubungan yang saling membantu. Perawat dan klien bekerja
sebagai tim yang ikut serta dalam perawatan. Perawat menawarkan
kesempatan untuk mengambil keputusan, sekalipun untuk hal-hal yang
sepele seperti menentukan waktu untuk mandi. Ketika klien menjadi
lebih mandiri, perawat menawarkan lebih banyak kesempatan untuk
mengambil keputusan. Perawat juga bertindak sebagai penasehat untuk
memberitahu klien tentang alternatif perawatan kesehatan dan untuk
memberikan dukungan dalam pengambilan keputusan.
9
F. Faktor Dasar Mengembangkan Helping Relationship
Rogers mengidentifikasi tiga faktor dasar dalam mengembangkan
hubungan yang saling membantu (Helping Relationship), yaitu :
1. Pembantu harus benar-benar ikhlas dan memahami tentang dirinya
2. Pembantu harus menunjukkan rasa empati
3. Individu yang dibantu hatrus merasa bebas untuk mengeluarkan segala
sesuatunya tentang dirinya dalam menjalin hubungan.
Dengan demikian ada tiga hal mendasar dalam pengembangan Helping
Relationship, yaitu : Genuineness (keikhlasan), empathy(empati), dan
warmth (kehangatan).
a. Genuineness
Untuk membantu klien, perawat harus menyadari tentang nilai,
sikap, dan perasaan yang dimiliki klien. Apa yang dipikirkan dan
dirasakan perawat tentang individu dan dengan siapa dia berinteraksi
perlu selalu dikomunikasikan baik secara verbal maupun nonverbal.
Perawat yang mampu menunjukkan rasa ikhlasnya mempunyai kesadaran
mengenai sikap yang dipunyai klien sehingga mampu belajar untuk
mengkomunikasikannya secara tepat. Perawat tidak akan menolak segala
bentuk perasaan neatif yang dipunyai klien bahkan ia akan berusaha
berinteraksi dengan klien, hasilnya, perawat akan mampu mengeluarkan
segala perasaan yang dimiliki dengan cara yang tepat, bukan dengan cara
menyalahkan atau menghukum klien.
b. Empathy
Empathy merupakan perasaan, “pemahaman” dan “penerimaan”
perawat terhadap perasaan yang dialami klien, dan kemampuan
merasakan “dunia pribadi klien”. Empathy merupakan sesuatu yang
jujur, sensitive, dan tidak dibuat-buat (objektif) yang didasarkan atas apa
yang dialami orang lain. Simpati merupakan kecenderungan berfikir atau
merasakan apa yang sedang dilakukan atau dirasakan oleh klien.
Karenanya simpati lebih bersifat subyektif dengan melihat “dunia orang
lain” untuk mencegah prespektif yang lebih jelas dari semua sisi yang
ada tentang isu-isu yang dialami seseorang. Sebagai perawat empatik,
10
perawat harus berusaha kerasuntuk mengetahui secara pasti apa yang
sedang dipkirkan dan dialami klien.
c. Warmth
Hubungan yang saling membantu (Helping Relationship) dilakukan
untuk memberikan kesempatan klien mengeluarkan “uneg-uneg”
(perasaan dan nilai-nilai) secara bebas. Dengan kehangatan, perawat akan
mendorong klien untuk mengekspresiakan ide-ide dan menuangkannya
dalam bentuk perbuatan tanpa rasa takut dimaki atau dikonfrontasi.
Suasana yang hangat, permisif , dan tanpa adanya ancaman menunjukkan
adanya rasa penerimaan perawat terhadap klien.
11
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Helping relationship adalah hubungan yang terjadi diantara dua (atau
lebih) individu maupun kelompok yang saling memberikan dan menerima
bantuan atau dukungan untuk memenuhi kebutuhan dasarnya sepanjang
kehidupan.
Pada konteks keperawatan hubungan yang dimaksud adalah hubungan
antara perawat dan klien. Ketika hubungan antara perawat dan klien terjadi,
perawat sebagai penolong (helper) membantu klien sebagai orang yang
membutuhkan pertolongan, untuk mencapai tujuan yaitu terpenuhinya
kebutuhan dasar manusia klien.
B. Saran
Sebagai perawat seharusnya mengantisipasi gangguan dalam proses
komunikasi yang akan berpengaruh dalam keefektifan seseorang untuk
berkomunikasi. Pada akhirnya juga akan mengganggu pemahaman seseorang
tentang informasi yang disampaikan oleh perawat (komunikator).
12
DAFTAR PUSTAKA
Blais, K., K., Hayes, J., S., Kozier, B., & Erb, G. (2007) . Praktik Keperawatan
Professional: Konsep & Perspektif, Ed. 7. Jakarta: EGC
Gunarsa, Singgih, D. 2004. Konseling dan Psikoterapi. Jakarta: PT. BPK Gunung
Mulia
Kozier, B., Erb, G., Berman, A., & Snyder, S., J. (2010) . Fundamental
Keperawatan: Konsep, Proses dan Praktik, Ed. 7. Jakarta: EGC
Nasir, A., Muhith, A., Sajidin & Mubarak, W., I. (2011). Komunikasi dalam
Keperawatan: Teori dan Aplikasi. Jakarta: Salemba Medika
13