Anda di halaman 1dari 9

1

TRAUMA ABDOMEN
ruptur dari organ abdomen yang berongga atau perdarahan dari organ padat abdomen akan
menyebabkan peritonitis yang mudah dikenal, padahal penilaian
-------------------------------------------------------------------------------------------------RD-Collection 2002 pasien sering terganggu karena intoksikasi alkohol, penggunaan obat – obatan
terlarang, cedera otak atau syaraf tulang belakang, trauma thorak dan fraktur pelvis.
Perdarahan yang jumlahnya banyak di dalam rongga abdomen kadangkala tidak
memberikan perubahan yang nyata, sehingga pada keadaan ini merupakan indikasi
Di USA, trauma abdomen merupakan penyebab kematian terbanyak disebabkan untuk dilakukan peritoneal lavage.
karena trauma, terutama pada umur kurang dari 40 tahun. Sedangkan di negara – Penegakan diagnosis dan penanganan trauma abdomen secara dini dapat mengurangi
negara industri, trauma juga merupakan penyebab kematian terbanyak. Lebih dari morbiditas dan kematian. Dimana pada prinsipnya penanganan trauma abdomen
140.000 kematian terjadi setiap tahun diakibatkan trauma karena kecelakaan, selalu berprinsip pada penanganan Primary Survey dan Secondary Survey.
sedangkan di Indonesia didapatkan 10. 000 kecelakaan disebabkan karena lalu
lintas. Disamping karena kecelakaan lalu lintas penyebab dari trauma abdomen bisa
disebaban jatuh dari ketinggian, trauma karena olah raga, penganiyaan dan masih
Anatomi Abdomen
banyak yang lain. Abdomen dapat didefinisikan sebagai daerah tubuh yang terletak antara diafragma
Trauma abdomen adalah masalah yang umum terjadi pada suatu trauma dan dan pintu masuk pelvis. Dimana abdomen sebagian berhubungan dengan thorak
memberi andil 10-15% total kematian akibat trauma.Trauma abdomen sering terjadi bagian bawah, sehingga batas atas dari abdomen adalah garis antar papila mamae
pada usia muda dan produktif dimasyarakat.Penyebab utama trauma abdomen dan batas bawah adalah ligamentum inguinal dan simpisis pubis dan batas lateral
berasal dari kecelakaan lalu lintas (KLL) yaitu 65-75%, dengan resiko tinggi pada oleh garis aksilaris anterior.
usia 15-40 tahun. Angka kejadian trauma abdomen pada leki-laki lebih tinggi
dibandingkan perempuan yaitu 2-4 dibanding 1. Mekanisme trauma abdomen dapat Pembagian Regio Abdomen
berasal dari trauma tumpul ( blunt) atau tajam (penetrating). Secara klinis abdomen dibagi dalam sembilan regio oleh dua garis vertikal dan dua
Trauma tumpul dapat berasal dari trauma benturan dengan kekuatan dan kecepatan garis horizontal. Masing – masing garis vertikal melalui pertengahan antara spina
tinggi, mengakibatkan ruptur organ intraabdomen, baik organ padat seperti iliaka anterior superior dan simpisis pubis. Garis horizontal yang atas, kadang –
hepar,lien, pankreas, empedu, ginjal maupun organ berongga seperti gaster, usus. kadang dinamakan bidang subcostal, menghubungkan titik terbawah pinggir costa
Shearing injuries terjadi bila sabuk pengaman atau lap belt dipakai dengan cara yang satu sama lain. Titik ini merupakan pinggir inferior costa X dan terletak
salah. Desceleration injuries terjadi bila ada gerakan/tarikan /regangan yang berseberangan dengan vertebra lumbalis III. Garis horizontal yang bawah, sering
berbeda arah antara organ intraabdomen yang bergerak ( hati dan lien) dengan organ dinamakan bidang intertubercularis, menghubungkan tuberculum pada crista iliaca.
yang tidak bergerak, misalnya pada kecelakaan kendaraan bermotor. Pada pasien Bidang ini terletak setinggi corpus vertebra lumbalis V.
yang dilakukan laparotomi akibat blunt injury, organ yang paling sering terkena
adalah lien (40-55%), hati (35-45%),dan hematom retroperitonium (15%).
Pada trauma tajam/tusuk/tembus dan luka tembak, kecepatan rendah menyebabkan
kerusakan jaringan karena laserasi atau terpotong. Trauma tajam merusak organ
hanya disekitar luka. Paling sering mengenai hati (40%), usus kecil (30%),
diafragma (20%) dan usus besar (15%). Luka tembak menyebabkan cedera lebih
banyak karena perjalanannya lebih panjang didalam tubuh dan energi kinatiknya
lebih besar, dapat mengenai usus kecil (50%), usus besar (40%),hepar (30%),
struktur vaskuler abdomen (25%). Cedera pada trauma tajam lebih sering dideteksi
dengan baik dibanding trauma tumpul

Abdomen merupakan organ ketiga yang paling sering terkena trauma, setelah kepala
dan thorak. Setiap trauma abdomen harus ditanggungi secara agresif karena
merupakan trauma yang berbahaya. Pada pemeriksaan fisik abdomen, biasanya akan
mengalami perubahan pada beberapa jam kemudian, sehingga bila tidak kita
dapatkan hasil yang positif, harus kita lakukan observasi. Ada anggapan bahwa
2
1. Pars superior duodeni dimana bagian ini setinggi vertebra lumbalis I dan berjalan dari medial
ventral ke kanan dorsal untuk kemudian membelok ke kaudal menjadi
2.
Pars descendens duodeni. Pars descendens pergi ke caudal setinggi vertebra
lumbalis I,II,III untuk membelok ke medial ventral dan menjadi
3.
Pars inferior duodeni. Dimulai sebagai pars horizontal, ia menyilangi
vertebra lumbalis III dari sebelah ventral untuk pergi ke kranial dan datang di
sebelah kiri dari vertebra lumbalis II sebagai
4.
Pars ascendens duodeni. Dan selanjutnya pars ascenden akan melanjutkan
sebagai yeyenum. Antara pars ascendens duodeni dan yeyenum ada belokan
yang disebut fleksura duodenojejunalis, disini ada peralihan dari
retroperitoneal ke intraperitoneal.

Radik mesenteri merupakan perlekatan mesenterium dari jejenum dan ileum


mulai dari fleksura duodenojejunalis setinggi vertebra lumbalis II disebelah kiri
kemudian pergi ke kanan kaudal menyilangi kolumna vertebralis ventral dari
vertebra lumbalis III dan datang di fossa iliaka dekstra.
Kolon ascendens mulai sebagai coecum di fossa iliaka dekstra kemudian ke arah
kranial dan berjalan ke lateral dari pars descendens duodeni setinggi vertebra
Regio – regio yang dimaksud, yaitu : lumbalis II akan membelok ke medial sebagai fleksura koli dekstra untuk menjadi
1. Epigastrium kolon transversum. Radiks mesokolika transversalis mulai dari fleksura koli dekstra
2. Hypocondrium kanan pergi ke medial menyilangi pars descendens duodeni di sebelah ventral dari kaput
3. Hipocondrium kiri dan korpus pankreas, menyilangi kolumna vertebra setinggi vertebra lumbalis I.
4. Lumbalis kanan Fleksura koli sinistra merupakan tempat dimana kolon transversum membelok ke
5. Umbilicalis kaudal dan menjadi kolon descendens yang terdapat retroperitoneal. Kolon
6. Lumbalis kiri descendens pergi ke kaudal sampai pada fossa iliaka sinistra untuk melanjutkan diri
7. Iliaca kanan ke medial sebagai kolon sigmoid. Sedangkan rektum terletak retroperitoneal dan
8. Hypogastrium mulai setinggi vertebra sakralis III.
9. Iliaca kiri Hepar terletak dibawah lindungan costa bagian bawah dan sebagian besar massanya
terletak pada hypocondrium kanan dan regio epigastrica. Fundus dari vesika velea
Disamping itu ada yang membagi abdomen dalam 4 kuadran, berdasarkan garis terletak berhadapan dengan ujung costa IX kanan.
imajenier, satu garis vertikal dan satu garis horizontal yang saling berpotongan pada Lien terletak pada regio hypocondrium kiri dan dibawah lindungan costa IX,X,XI.
umbilicus. Kuadran – kuadran itu adalah kuadran kanan atas, kiri atas, kanan bawah Pankreas terletak menyilang bidang transpilorica. Caput pankreas terletak dibawah
dan kiri bawah. dan kanan, collum pankreas terletak pada bidang transpilorica dan corpus dan cauda
terletak di atas dan kiri bidang transpilorica.
Topografi Isi Abdomen Ginjal kanan terletak lebih rendah dari ginjal kiri dan kutub bawahnya akan teraba
Cardia dieratkan oleh esofagus yang berada di sebelah oralnya melalui lanjutan pada regio lumbalis pada saat inspirasi, sedangkan normal ginjal kiri tidak teraba.
antara kedua krura medialis diafragmatika yang membentuk hiatus esofagus setinggi Vesica urinaria dan uterus yang membesar akan dapat ditemukan pada bagian bawah
vertebra torakalis X. Fundus terletak tepat di caudal dari scapula difragma sebelah dinding anterior abdomen pada regio hypogastrium.
kiri untuk terus menjadi korpus di sebelah kiri dari kolumna vertebralis, kemudian
dia akan melingkungi kolumna vertebralis sebelah ventral untuk menjadi pars Pada dasarnya, trauma abdomen dibagi 2 , yaitu
pylorika. Pylorus terdapat setinggi vertebra lumbalis I disebelah kanannya dan  Trauma tumpul
dieratkan karena terdapat peralihan dari intraperitoneal dengan retroperitoneal. a. Trauma tumpul abdomen biasanya dapat berupa kompresi ( pukulan
Duodenum dibagi dalam 4 bagian, yaitu langsung ), misalnya kena pinggir bawah stir mobil pada tabrakan
kendaraan bermotor.
3
b. Cedera crush ( tekanan ) pada isi abdomen. Kekuatan ini akan merusak bentuk clamp aplication, hepatic vasculer isolation dan kontrol retrohepatic caval bleeding.
organ padat atau berongga dan akibatnya akan menyebabkan ruptur dari organ Teknik terapi definitif pada hepar: kompres manual, electrocouter, bahan
tersebut. hemostatis atau glues, ligasi hepar, hepatotomi secara finger fracture dan
c. Dapat juga disebabkan karena shearing injuries, dimana pada keadaan ini ligasi vascule serta reseksi bila trauma hebat pada segmen lateral lobus kiri,
trauma terjadi karena adanya suatu alat penahan seperti seat belt ( sabuk segmen hepar yang hampir lepas, atau saat lepas packing ada jaringan hepar
pengaman ) yang dipakai secara salah. 3 yang mati.
d. Pasien yang cedera dalam tabrakan kendaraan bermotor juga dapat menderita Pada trauma kaput pancreas “kocker manoeuvre” dapat dilakukan. Bagian
cedera decelerasi / accelerasi karena gerakan yang berbeda dari bagian badan inferior pankreas dilihat dengan “cossel brasch menoevre”.Trauma korpus
yang bergerak dan yang tidak bergerak. pankreas dilakukan pankreastektomi dan splenektomi. Trauma kaput pankreas
dimana duktus bilier dan spincter oddie rusak dilakukan “whipple prosedur”.
Sebagian preventable death disebabkan karena tidak diketahuinya perdarahan Trauma abdomen organ padat dengan hemodinamik stabil masih ada
abdomen. Diperkirakan 6% penderita trauma tumpul abdomen memerlukan pertimbangan tindakan non operatif/konservatif, terutama pada anak, angka
laparotomi, terutama perdarahan organ padat akibat KLL sepeda motor. Indikasi keberhasilan trauma lien dengan penatalaksanan non operatif diatas 90%
kecurigaan trauma tumpul abdomen jika ditemukan unknown bleeding, syok,
trauma dada mayor, fraktur pelvis, penurunan kesadaran, defisit basa, hematuria,  Trauma tajam
adanya jejas abdomen dan mekanisme trauma yang besar. a. Trauma tajam menerangkan adanya cedera yang timbul oleh karena
transfer energi dari benda tajam ke jaringan tubuh pada saat benda
tersebut menembus dan melalui jaringan tubuh
b. Cedera trauma tajam lebih sering bisa dideteksi daripada trauma tumpul.

Modalitas diagnostik :
 Pemeriksaan fisik Trauma tajam abdomen dibedakan dalam 2 jenis :
 DPL a. Luka tembak, dibedakan 2 jenis :
Keuntungan DPL dapat dilakukan cepat, komplikasi minimal, sensitif dan 1) Kecepatan rendah :< 1000 feet/detik, umumnya karena senjata sipil /
spesifik untuk perdartahan intraabdomen (90%),tetapi tak dapat polisi. Akan menyebabkan kerusakan jaringan karena laserasi atau
mengidentifikasi organ yang cedera, termasuk yang retroperitoneal dan false terpotong
positif pada fraktur pelvis 2) Kecepatan tinggi : > 3000 feet/detik, umumnya senjata standart militer.
Akan terjadi pengalihan energi yang lebih banyak ke organ abdomen
 CT-Abdomen dengan akibat adanya perlubangan tambahan sementara dan peluru
CT-Abdomen dapat mengetahui derajat kerusakan organ, cedera mungkin akan pecah, sehingga cedera organ akan lebih banyak yang
intra/retroperitoneal , perkiraan jumlah perdarahan yang terjadi serta monitor terkena.
perkembangan pasien, namun kurang sensitif pada cedera usus b. Luka tusuk, bisa dibedakan oleh karena pisau, golok, obeng, pisau lipat, kaca
atau benda – benda tajam lainnya. Kerusakan yang terjadi berupa laserasi, dan
 USG Abdomen kerusakan organ lebih sedikit dibandingkan dengan luka tembak kecepatan
USG mudah dikerjakan, dapat diulang, noninvasif, akurasinya tergantung tinggi
tenaga radiologi. USG dapat dikerjakan pada trauma tumpul yang tidak
stabil, bila tak ada USG dapat dilakukan DPL Trauma tajam bisa karena luka tikam dan luka tembak, baik dengan low velocity
. (<1000 feet/detik) maupun high velocity (>3000feet/detik).Cedera potensial dari
 Laparoskopi. organ intraabdomen dapat dideteksi dari lokasi luka. Harus diteliti kemungkinan
cedera di tempat lain (high indeks of suspicion). Tindakan penanganan awal tetap
Prosedur laparotomi harus dikerjakan secara sistimatik. Bila terjadi berpedoman pada prinsip ATLS. Adanya tanda iritasi peritoneal menunjukkan
koagulopati,asidosis dan hipotermia akibat perdarahan masif yang tak bisa cedera organ intraperitoneum.DRE ditemukan darah menunjukkan cedera usus, bila
dikontrol, segera lakukan “damage kontrol surgery. Kontrol perdarahan pada tidak ada gejala klinis positif harus tetap waspada. Pemasangan pipa lambung dan
trauma hepar dilakukan dengan perihepatic packing, pringle manoeuvre, liver
4
kateter menetap penting untuk diagnostik atau monitoring adanya perdarahan lewat pada kuadran atas. Bila pada perkusi didapatkan bunyi redup kemungkinan adanya suatu
NGT atau kateter. hemoperitenum.

Diagnosis  Palpasi
Tanda yang andal dari iritasi peritoneum adalah nyeri lokal atau menyeluruh
Anamnesa
sampai dengan didapatkan adanya suatu defans muskuler, dimana hal ini
Dapat kita lakukan setelah initial assesment tidak ada kelainan. Anamnesis dari
sering sulit diperiksa pada pasien yang mempunyai kecenderungan untuk
riwayat trauma sangat penting untuk menilai cedera yang terjadi, terutama anamnesis
mengeraskan dinding abdomen
tentang mekanisme trauma dan waktu kejadian traumanya karena hal ini sangat
Tujuan dari palpasi adalah untuk mendapatkan adanya nyeri tekan superfisial,
mempengaruhi prognosis dari pasien.
nyeri tekan dalam atau nyeri tekan lepas, disamping itu dengan palpasi kita
Pasien dengan penurunan kesadaran maka sebaiknya dilakukan aloanamnesis, terhadap
dapat menentukan kemungkingan organ abdomen yang cedera melihat letak
orang yang mengantar atau saksi yang mengetahui kejadian traumanya. Untuk
dari nyeri tekannya. Nyeri tekan lepas terjadi ketika tangan menyentuh perut
mengarahkan pada diagnosis trauma abdomen pada pasien yang sadar tidak banyak
diangkat dengan tiba – tiba, dan biasanya menandakan adanya peritonitis yang
mengalami kesulitan, karena kita bisa menanyakan setiap gejala yang muncul seperti
itmbul akibat darah atau material usus.
nyeri perut, adanya mual dan muntah dan gejala akut abdomen yang lainnya. Sebaliknya
pada pasen dengan penurunan kesadaran disamping kita hanya bisa melakukan
 Pemeriksaan rectum dan perineal
aloanamnesa, gejala – gejala subyektif dari pasien akan sulit kita dapatkan sehingga kita
Tujuan dari pemeriksaan colok dubur pada pasien trauma tumpul abdomen
membutuhkan pemeriksaan fisik yang ke arah trauma abdomen dan bila perlu kita
adalah menilai respon ari tonus sfinkter, posisi prostat ( adanya prostat
melakukan pemeriksaan penunjang lainnya.
melayang menandakan adanya ruptur uretra ), dan untuk menentukan apakah
Disamping itu yang paling penting adalah keterangan mengenai tanda – tanda vital,
ada tulang pelvis yang patah. Pada , colok dubur digunakan untuk
cedera yang kelihatan, dan respon terhadap perawatan pra rumah sakit harus kita
mengkonfirmasikan adanya darah akibat perforasi atau untuk memperoleh
dapatkan bila pasien perlu dirawat di tempat lain setelah kejadian trauma.
spesimen tinja untuk pemeriksaan tinja.

 Pemeriksaan genital
Pemeriksaan Fisik Adanya darah pada lubang uretra merupakan tanda yang bermakna untuk
 Inspeksi kemungkinan adanya cedera uretra. Pemeriksaan scrotum juga penting untuk
Pasien harus ditelanjangi sebelumnya, periksa dinding abdomen sebelah anterior menilai adanya ekimosis atau hematom yaitu menandakan adanya cedera dari
dan posterior, bagian dada dan perineum dari luka goresan, robekan, luka uretra. Sedangkan pada robekan pada vagina dapat juga disebabkan adanya luka
tembus, benda asing yang tertancap, keluarnya omentun atau usus halus dan tombus atau fragmen tulang dari fraktur tulang pelvis.
status kehamilan.
 Pemeriksaan gluteal
 Auskultasi Pada 50% kasus pada daerah ini akan ditemukan cedera intraabdomen yang
Dengan auskultasi ditentukan apakah ada bising usus atau tidak. Darah intra lebih berat, termasuk cedera daerah dubur di bawah lipatan peritoneum.
peritoneum yang bebas atau kebocoran ( ekstravasasi ) abdomen akan
memberikan gejala illeus, yang nantinya mengakibatkan hilangnya bising usus.  Evaluasi luka tembus
Cedera pada costa, vertebra dan pelvis akan memberikan gejala seperti illeus Bila ada dugaan luka tembus dinding abdomen, kita harus memeriksa lukanya
juga, jadi meskipun tidak ada cedera di dalam abdomen, bunyi bising usus dapat secara lokal untuk mengetahui dalamnya luka. Dan pemeriksaan ini sangat
tidak terdengar atau menghilang. berguna bila ada luka masuk dan luka keluar yang berdekatan. Prosedur ini tidak
dilakukan untuk luka di atas costa, karena akan menyebabkan terjadinya
 Perkusi pneumothorak.
Tindakan ini biasanya menyebabkan timbulnya pergerakan dari peritoneum, dan
dapat menunjukan adanya peritonitis yang masih meragukan. Perkusi juga dapat  Pemeriksaan lokal luka tusuk
menunjukkan bunyi timpani yang disebabkan akibat dilatasi dari lambung akut
5
Pada pasien trauma dengan tanda – tanda peritonitis yang tidak jelas, maka  Diagnostic Peritoneal Lavage ( DPL)
pemeriksaan lokal pada luka tusk yang dilakukan akan bermanfaat, karena 25 – 33 DPL merupakan suatu prosedur diagnosis yang akurat dan dilakukan dengan
% dari luka tusuk di perut depan tidak menembus peritoneum. cepat tetapi invasif dan sangat berperan dalam menentukan pemeriksaan
Dengan kondisi steril dan anestesi lokal, jalan luka diikuti melalui lapis dinding berikutnya, dan dianggap 98% sensitif untuk perdarahan intraperitoneum.
abdomen, bila ditemukan penetrasi melalui fascia depan maka kemungkinan Pemeriksaan ini dilakukan pada trauma tumpul abdomen dengan
adanya cedera intraperitoneum akan lebih tinggi. hemodinamik yang tidak stabil, penderita multitrauma, yaitu antara lain :
1. Penurunan kesadaran, karena cedera kepala, intoksikasi alkohol,
Pemeriksaan Penunjang pengunaan obat – obat terlarang, adanya cedera vertebra
 Laboratorium 2. Adanya cedera pada struktur yang berdekatan, misalnya pada costa
Darah diambil dan dilakukan pemeriksaan untuk golongan darah dan pemeriksaan bagian bawah,pelvis, vedera dari lumbal atau spine.
laboratorium rutin pada pasien trauma dengan hemodinamik stabil, dan pada pasien 3. Adanya keraguan pada hasil pemeriksaan fisik
dengan hemodinamik yang abnormal perlu ditambahkan pemeriksaan crossmatch 4. Antisipasi kehilangan kontak yang panjang dengan penderita, karena
dan pemeriksaan laboratorium khusus seperti darah lengkap, elektrolit, glukose, tindakan anestesi umum untuk cedera yang lain dari abdomen,
amilase, tingkat alkohol, gas darah dan pemeriksaan kehamilan pada pasien wanita. pemeriksaan ronsen yang lama waktunya seperti angiografi
Pemeriksaan urin rutin juga perlu dilakukan terutama untuk analisis urin, kadar obat
– obatan, dan untuk pemeriksaan test kehamilan. Disamping itu, DPL dapat juga dilakukan pada pasien trauma dengan
hemodinamik yang stabil dengan indikasi diatas, namun fasilitas USG dan
 Pemeriksaan Radiologis CT scan tidak tersedia.
a. Trauma Tumpul abdomen Untuk kontraindikasi dari pemeriksaan DPL ada dua macam yaitu kontra
Pemeriksaan radiologis servikal lateral, toraks anteroposterior (AP) dan pelvis indikasi secara mutlak dan relatif. Pasien dengan indikasi untuk dilakukan
adalah pemeriksaan yang harus dilakukan pada pasien dengan mutipel trauma. Pada laparotomi merupakan kontraindikasi mutlak untuk dilakukan pemeriksaan
pasien dengan hemodinamik stabil atau normal maka pemriksaan ronsen abdomen DPL. Sedangkan kontraindikasi relatif meliputi adanya riwayat operasi
bisa dilakukan dalam keadaan telentang dan berdiri, hal ini untuk mengetahui udara abdomen sebelumnya, pasien dengn kegemukan yang tidak sehat, cirosis
ekstraluminal di retroperitoneum atau adanya udara bebas di bawah diafragma, yang sudah lanjut, dan adanya riwayat kelainan koagulasi sebelumnya
diman dua keadaan ini memerlukan tindakan laparotomi segera. Hilangnya Teknik yang digunakan untuk DPL adalah infra umbilikalbaik yang terbuka
bayangan psoas line pada ronsen abdomen juga menandakan adanya cedera maupun tertutup, sedangkan pad pasien dengan patah tulang panggul atau
retroperitoneum. kehamilan yang tua, lebih disukai pendekatan supraumbilikal terbuka untuk
Bila posisi tegak merupakan kontraindikasi karena adanya nyeri atau adanya
cedera pada vertebra, maka dapat dilakukan pemeriksaan samping secara mencegah masuk ke dalam hematom panggul atau merusak uterus yang
berbaring ( left lateral decubitus ) untuk mengetahui adanya udara bebas di intra membesar.
peritoneum. Bila ditemukan darah, isi usus, serat sayuran, atau cairan bile melalui kateter
pencuci pada pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil, harus dilakukan
b. Trauma tajam abdomen laparotomi segera. Kalau darah gross atau isi usus tidak tersedot, pencucian
Pasien dengan hemodinamik yang tidak stabil dengan luka tembus abdomen dilakukan dengan 1000ml larutan RL yang dipanasi. Dilakukan penekanan
tidak perlu untuk dilakukan pemeriksaan ronsen. Kalau pasien dengan abdomendan log roll, untuk menyakinkan pencampuran yang memadai dari isi
hemodinamik stabil dan mempunyai traumatembus diatas umbilicus atau diduga abdomen dengan cairan pencuci, setelah itu cairan yang keluar dikirim ke
adanya cedera torakoabdominal, maka pemeriksaan ronsen toraks posisi tegak laboratorium untuk analisa kuantitatif bila isi usus, serat sayuran atau cairan bile
sangat berguna untuk membuktikan apakah ada hematothorak atau tidak terlihat.
pneumototaks., atau dapat juga untuk melihat adanya udara intraperitoneum Pada DPL ini dapat terjadi false positif dan false negatif. False positif bila terjadi
Setelah petanda dipasang pada semua tempat keluar masuk toraks, abdomen dan perdarahan retroperitoneal atau fraktur pelvis dan false negatif pada ruptur
pelvis pada pasien dengan hemodinamik yang stabil dapat dilakukan diafragma, perforasi kecil pada usus, vesika urinaria, trauma retroperitoneal pada
pemeriksaan ronsen abdomen dengan posisi tidur (supine) untuk menentukan duodenum, kolon dan pankreas.
jalan peluru atau adanya udara retroperitoneum. Tes yang positif dan memerlukan tindakan laparotomi bila didapatkan:
1. didapatkan aspirasi darah segar kurang lebih 10 ml
6
2. angka eritrosit ≥ 100.000/mm3 Dengan CT scan akan memberikan informasi yang berhubungan dengan cedera organ tertentu
3. angka lekosit ≥ 500/mm3 dan tingkat beratnya dan juga dapat mendiagnosis cedera retroperitoneum dan
4. adanya cairan empedu organ panggul yang sukar untuk diakses melalui pemeriksaan fisik ataupun
5. adanya material makanan / feces DPL.
Kontraindikasi penggunaan CT scan antara lain adanya penundan karena
Hasil DPL dikatakan ragu – ragu bila : menunggu scanner, pasien yang tidak mau bekerjasama dan tidak dapat
1. warna cairan aspirasi pink ditenangkan dengan aman, atau alergi terhadap obat kontras. CT scan bisa
2. angka eritrosit antara 50.000 – 100.000/mm3 gagal mendeteksi cedera usus, diafragma dan pankreas. Bila tidak ada cedera
3. angka lekosit antara 100 – 500/mm3 hepar atau lien, adanya cairan bebas di rongga perut menandakan cedera pada
usus dan / atau mesenterium dan harus dilakukan tindakan laparotomi segera.
Dan dikatakan negatif bila
1. warna cairan aspirasi jernih Penatalaksanaan
2. angka eritrosit ≤ 50.000/mm3
Penanganan pertama pada pasien trauma abdomen harus selalu melakukan
3. angka lekosit ≤100/mm3
Initial Assesment dari A ( airway ), B ( breathing and C spine ),C ( circulation
). Semua trauma yang disebabkan karena kecelakaan lalu lintas, kecelakaan kerja
Pasien dengan hasil DPL yang negatif memerlukan observasi 24 jam dan kalau
dan kecelakaan dari olahraga harus dipikirkan adanya trauma abdomen, sampai
perlu dilakukan DPL ulang.
dipastikan tidak terbukti sebagai suatu trauma abdomen. Trauma abdomen yang
tidak terdiagnosa sejak dini merupakan penyebabkan kematian yang sering
 USG
terjadi. Dan lebih dari 20% pasien dengan perdarahan intraabdomen tidak
Pada tahun 1998, diperkenalkan USG untuk mendiagnosis kasus – kasus trauma dan
menunjukan tanda – tanda peritonitis pada awal pemeriksaan.
sangat mudah untuk dioperisakan oleh seorang dokter ahli bedah. Pemeriksaan USG
Pasien dengan trauma tumpul abdomen biasanya sulit untuk didiagnosa,
untuk kasus – kasus trauma diberi nama FAST yaitu Focused Assesment for the
terutama pasien dengan trauma yang lain yaitu cedera kepala berat, dimana akan
Sonographic examination of Trauma.
mengaburkan diagnosis dari trauma abdomen, disamping itu dapat juga
Pemeriksaan ini merupakan pemeriksaan yang tidak invasif, memberikan diagnostik
disebabkan adanya intoksikasi karena alkohol, penggunaan obat – obatan
imaging jaringan lunak yang akurat. Kemampuan pengambilan citra multi planar,
terlarang, cedera pada struktur yang berdekatan seperti costa, vertebre ataupun
real time imaging, biaya lebih murah dan dapat menentukan perlu tidaknya tindakan
pelvis. Sehingga pada keadaan ini dibutuhkan pemeriksaan penunjang selain
laparotomi pada pasien trauma abdomen segera setelah kejadian trauma.
pemeriksaan fisik.
Kearuratan USG abdomen dilaporkan angka sensitifitasnya berkisar antara 70 –
90%, sedangkan kelemahannya USG tidak dapat melihat adanya cedera pada
tulang dan masih tergantung dari kemampuan operator.
Pada trauma tumpul abdomen yang paling penting adalah melihat adanya cairan
Penanganan Trauma tajam
bebas yang diperkirakan sebagai suatu perdarahan diantara organ – organ
Setiap kasus abdomen membutuhkan penanganan bedah. Dan paling sering
abdomen. Cairan bebas yang minimal dapat dilihat di empat tempat yaitu fossa
disebabkan oleh senjata pisau. Penting untuk diingat bahwa trauma tajam abdomen
hepatorenal ( morison pouch ), transducer diletakkan dis ebelah pinggang kanan,
dengan luka pada daerah abdomen tinggi bisa saja menembus cavum thorak dan
fossa splenorenal ( kiri ), daerah rectovesikal ( paravesikal), dan daerah
cedera tembus pada dada terutama di daerah inferior dari papila mamae atau pada
rectavaginal ( cavum douglasi).
ujung dari scapula lebih sering mengakibatkan cedera pada organ intraabdominal
dibandingkan dengan intrathorakalis. Pada pasien dengan curiga trauma abdomen
 CT SCAN
denga disertai shok, kita harus curiga adanya trauma pada vaskular (bisa pada aorta
CT scan merupakan prosedur diagnostik yang memerlukan transpor pasien ke
ataupun vena cava) atau adanya perdarahan dari organ solid abdomen. Dan pada
scanner, pemberian kontras oral melalui mulut atau NGT, pemberian kontras
keadaan ini sangat perlu tindakan bedah.
intravena dan scanning dari abdomen atas ke bawah. Ini semua memerlukan
Hal – hal yang perlu diperhatikan dalam penanganan pasien trauma tajam abdomen :
waktu dan hanya dapat digunakan pada pasien dengan hemodinamik yang stabil
1. apakah ada perlukaan / cedera organ dalam
dimana tidak tampak indikasi ntuk dilakukan laparotomi secara segera.
2. apakah ada indikasi operasi
3. apakah rencana penanganannya
7
4. apakah diperlukan pemeriksaan penunjang 4. gambaran radiologis tampak ruptur diafragma
5. hal – hal apa yang perlu diwaspadai 5. adanya luka tembak
6. adakah peran resusitasi dibandingkan operasi 6. adanya hasil positif pada pemeriksaan DPL
7. adakah peran terapi konservatif
Penanganan Trauma pada
Untuk trauma tusuk modalitas yang harus diperhatikan antara lain : 1. Hepar
1. penilaian klinis, segera lakukan eksplorasi pasien bila disertai dengan shok, Tergantung dari berat ringannya derajat kerusakan hepar. Tindakan berupa :
eviserasi, ataupun adanya tanda – tanda peritonitis.  Penjahitan
2. observasi klinis, bila trauma tanpa disertai syok, eksplorasi ataupun tanda – tanda  Debridement dan ligasi vaskuler yang robek
peritonitis. Observasi dengan tes darah serial ( hb dan hct ), USG dan pemeriksaan  Packing – ligasi a. Hepatica
klinis.
2. Lien
Bila abdomen selama observasi tetap tenang dan pasien tidak ada keluhan apapun,  Splenorapi
pasien dinyatakan aman dari trauma abdomen. Bila gejala atau tanda – tanda klinis  Splenectomi
semakin memburuk, pasien perlu dilakukan tindakan eksplorasi. Pilihan tindakan ini sangat tergantung pada :
1) Keadaan umum penderita
Penanganan Trauma Tumpul  Stabilitas hemodinamik
Trauma tumpul abdomen biasanya sulit untuk dilakukan evaluasi, terutama pada  Ada / tidak hipotermi
pasien disertai penurunan kesadaran. Bila pasien memiliki tanda – tanda peritonitis  Profil faal koagulasi
yang jelas, tindakan yang haarus dilakukan adalah eksplorasi. Bila pasien disertai stasu 2) Ada multi trauma atau tidak
mental yang berubah atau GA dibutuhkan untuk cedera non abdominal atau cedera 3) Luasnya kerusakan liennya sendiri
spinal. Pasien trauma abdomen dengan penurunan kesadaran yang tidak dapat
dilakukan evaluasi terhadap pemeriksaan klinis secara akurat, maka sangat mungkin Pada dasarnya bila kerusakan di bagian jaringan liennya dilakukan
kita membutuhkan pemeriksaan tambahan. splenorapi dan bila lesi pada daerah hilus biasanya berakhir dengan
Pemeriksaan tambahan yang diperlukan berupa DPL, USG, laparoskopi. Setiap splenektomi
tindakan yang akan diambil dalam menangani pasien truma abdomen, kita harus
malakukan pemeriksaan secara berulang, terutama pada pasien dengan shok, karena 3. Usus Halus
shok dapat mengaburkan hasil pemeriksaan fisik abdomen kita, dan pemeriksaan ini  Perforasi yang sederhana dapat dilakukan jahit all layer – continous
harus dilakukan oleh orang yang sama. Untuk setiap pasien trauma harus dilakukan  Ruptur total dilakukan reseksi dan anatomose end to end dengan jahitan
pemasangan nasogastrik tube dan DC, hal ini perlu untuk diagnostik dan terapetik. all layer – continous
 Kerusakan yang multipel dan luas, dimana membutuhkan reseksi, lebih
Untuk kasus – kasus tert\entu NGT tidak boleh dipasang yaitu pada kasus dengan baik dilakukan ligasi atau stapler pada ujung usus, dan anastomose
curiga fraktur cribiformis. Dan pada hasil pemriksaan didapatkan prostat yang dilakukan setelah kondisi pasien memungkinkan.
melayang, darah pada meatus uretra dan adanya hematom pada scrotum maka itu 4. Kolon
merupakan kontra indikasi untuk dilakukan pemasangan DC. Pada pasien trauma Prinsipnya sama dengan trauma pada usus halus, atau dilakukan exteriorisasi
wanita kita harus curiga adanya kehamilan sehingga kita harus berpikir kearah atau kolostomi
cedera pada uterusnya sampai terbukti tidak ada kelainan.
Pasien – pasien trauma abdomen membutuhkan tindakan bedah terutama eksplorasi 5. Pankreas dan Sistem Biliaris
laparotomi bila dalam pemeriksaan fisik dan penunjang kita dapatkan : shok tanpa Cukup dilakukan drainage dulu, dan bila diperlukan rekonstrauksi dapat
sebab yang jelas direncanakan kemudian setelah keadaan pasien stabil.
1. rigid silent abdomen
2. adanya eviserasi 6. Trauma Ginjal
3. hasil pemeriksaan radiologi didapatkan gambaran udara bebas dalam cavum Trauma ginjal: Bila terletak dipedikel dipertimbangkan nefrektomi dengan
abdomen sebelumnya dilakukan cross-clamping sekitar pedikel diikuti IVP durante
8
operasi untuk menilai fungsi ginjal kontralateral. Bila trauma sederhana
/parenkim ginjal dilakukan ligasi atu partial nefrektomi

7. Trauma pada ureter - dipasang stent dulu, kemudian reanastomosis


8. Trauma buli  dijahit dengan teknik dua lapis dan kateterisasi menetap

Penanganan
A .Kondisi pasien tidak stabil
Pasien syok harus segera laparotomi bersamaan dengan prosedur resusitasi di
kamar operasi.Indikasi laparotomi darurat antara lain: syok hipovolemik dengan
distensi abdomen yang masif, eviserasi, gejala iritasi peritoneum seperti defans
muskuler,nyeri tekan lepas, hilangnya suara usus, epiplocel

B. Kondisi pasien stabil


Dapat dilakukan pilihan berbagai prosedur diagnostik yang tepat sesuai indikasi
dan fasilitas yang ada, antara lain BNO,IVP,USG,CT-abdomen atau diagnostik
peritoneal lavage. Zantut et al (1997) menyatakan bahwa dengan laparoskopi
diagnostik tindakan laparotomi eksplorasi dapat dikurangi sampai 54,3%.
9
Catatan Trauma Abdomen

Anda mungkin juga menyukai