Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN PENDAHULUAN

INTRACEREBRAL HEMATOMA (ICH)

I. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak, biasanya
akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai
dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada
pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan
operasi jika single, diameter lebih dari 3 cm, perifer, adanya pergesaran garis tengah,
secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan gangguan neurologis/lateralisasi.
Operasi yang dilakukan biasanya adalah evakuasi hematom disertai dekompresi dari
tulang kepala. Faktor-faktor yang menentukan prognose perdarahan subdural (Smeltzer &
Bare, 2001).

Intracerebral hematom adalah perdarahan substansi otak. Hemorragi ini biasanya terjadi
dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil dapat terjadi pada luka tembak,
cedera tumpul (Sylvia, 2006). Intracerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan
otak itu sendiri. Hal ini dapat timbul pada cedera kepala tertutup yang berat atau cidera
kepala terbuka, intraserebral hematom dapat timbul pada penderita stroke hemoragik
akibat melebarnya pembuluh darah nadi (Corwin, 2009).

2. ETIOLOGI
Faktor pencetus Intracerebral hematom Menurut Sylvia (2006) adalah :
a. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
b. Fraktur depresi tulang tengkorak
c. Gerak akselerasi dan diselerasi tiba-tiba
d. Cedera penetrasi peluru
e. Jatuh
f. Kecelakaan kendaraan bermotor
g. Hipertensi
h. Malformasi Arteri Venosa
i. Aneurisma

1
j. Distrasi darah
k. Obat
l. Merokok

3. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Corwin (2009) manifestasi klinis dari intra cerebral hematom yaitu :
a. Kesadarn mungkin akan segera hilang atau bertahan seiring dengan membesarnya
hematom
b. Pola pernafasan dapat secara progresif menjadi abnormal
c. Dapat menimbulkan muntah-muntah karena piningkatan tekanan intra cranium
d. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik
dapat timbul segera atau secara lambat
e. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahan seiring dengan peningkatan tekanan
intra cranium.

4. ANATOMI FISIOLOGI
a. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun
neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum
(otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon (Sjamsuhidayat & Jong, 2004).

Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri.
Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area
motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur
parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi
sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik
untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan
primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.

Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang
menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior
serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan
memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.

2
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan
mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting
untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur
dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon
merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa
traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan
penglihatan (Mansjoer, A. et all, 2000).

Diensefalon di bagi empat wilayah yaitu talamus, subtalamus, epitalamus dan


hipotalamus. Talamus merupakan stasiun penerima dan pengintegrasi subkortikal yang
penting. Subtalamus fungsinya belum dapat dimengerti sepenuhnya, tetapi lesi pada
subtalamus akan menimbulkan hemibalismus yang ditandai dengan gerakan kaki atau
tangan yang terhempas kuat pada satu sisi tubuh. Epitalamus berperanan pada beberapa
dorongan emosi dasar seseorang. Hipotalamus berkaitan dengan pengaturan rangsangan
dari sistem susunan saraf otonom perifer yang menyertai ekspresi tingkah dan emosi.
(Sylvia, 2006).

b. Sirkulasi darah ke otak


Otak menerima 17 % curah jantung dan menggunakan 20 % konsumsi oksigen total
tubuh manusia untuk metabolisme aerobiknya. Otak diperdarahi oleh dua pasang arteri
yaitu arteri karotis interna dan arteri vertebralis. Da dalam rongga kranium, keempat
arteri ini saling berhubungan dan membentuk sistem anastomosis.

Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira
setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang
kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri
serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus
dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian
(terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik
dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis,
parietalis dan frontalis korteks serebri.

3
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri
vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons
dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri
basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua
membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris
ini jmemperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian
diensefalon.

Arteri serebri posterior dan cabang-cabangnya memperdarahi sebagian diensefalon,


sebagian lobus oksipitalis dan temporalis, aparatus koklearis dan organ-organ
vestibular. (Sylvia, 2006). Darah di dalam jaringan kapiler otak akan dialirkan melalui
venula-venula (yang tidak mempunyai nama) ke vena serta di drainase ke sinus
duramatris. Dari sinus, melalui vena emisaria akan dialirkan ke vena-vena ekstrakranial
(Mardjono & Sidharta, 2004).

5. PATOFISIOLOGI
Perdarahan ingraserebral ini dapat disebabkan oleh ruptur arteri serebri yang dapat
dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah dari pembuluh darah didalam otak
berakibat pada jaringan disekitarnya atau didekatnya, sehingga jaringan yang ada
disekitarnya akan bergeser dan tertekan. Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat
mengiritasi otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteri sekitar perdarahan,
spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak, perdarahan anorisma-anorisma ini
merupakan lekukan-lekukan berdindng tipis yang menonjol pada arteri pada tempat yang
lemah. Makin lama aneorisma makin besar dan kadang-kadang pecah saat melakukan
aktifitas. Dalam keadaan fisiologispada orang dewasa jumlah darah yang mengalir ke otak
58 ml/menit per 100 gr jaringan otak. Bila aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit
per 100 gr jaringan otak akan menjadi penghentian aktifitas listrik pada neuran, tetapi pada
struktur sel masih baik, sehingga gejala ini masih reversibel (Corwin, 2009).

Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak sendiri
hampir tidak ada cadangan O2 dengan demikian otak sangat tergantung pada aliran darah
setiap saat, bila suplai O2 terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih
lama dari 6-8 menit akan terjadi jejas atau lesi yang tidak akan pulih lagi (ireversibel) dan
kemudian kematian. Perdarahan dapat meninggikan tekanan intakranial dan menyebabkan

4
iskemi didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat berakibat mengurangnya aliran
darah ke otak baik secara umum ataupun lokal. Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan
konstan dapat berlangsung beberapa menit, jam bahkan beberapa hari (Corwin, 2009).
PATHWAY
Trauma kepala, fraktur depresi tulang tengkorak, hipertensi,
aneurisma, distrasi darah, obat, merokok

Pecahnya pembuluh darah


otak (perdarahan intracranial)

Darah masuk ke dalam jaringan otak

Penatalaksanaan Darah membentuk massa atau hematoma


Kraniotomi

Luka insisi Port d’entri Penekanan pada jaringan


Pembedahan Mikroorganisme otak

Resiko infeksi peningkatan tekanan


intracranial

Sel melepaskan Metabolisme gangguan aliran darah fungsi otak menurun


Mediator nyeri : anaerob dan oksigen ke otak
Prostaglandin, Refleks menelan
Sitokinin menurun
Vasodilatasi Ketidakefektifan kerusakan
Pembuluh darah perfusi jaringan neuromotorik
Cerebral
Implus ke pusat Kelemahan otot Anoreksia
Nyeri di otak progresif
(thalamus)
Ketidakseimbangan
Kebutuhan nutrisi
Implus ke pusat ADL dibantu Hambatan mobilitas
Nyeri di otak fisik

Somasensori korteks Gangguan pemenuhan


Otak : nyeri Kebutuhan ADL
Dipersepsikan

Nyeri

(Corwin, 2009)

5
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dari intracerebral hematom menurut Sudoyo (2006) adalah :
a. Angiografi
b. CT scanning
c. Lumbal pungsi
d. MRI
e. Thorax foto
f. Laboratorium
g. EKG

7. PENATALAKSANAAN
Menurut Corwin (2009) menyebutkan penatalaksanaan untuk intracerebral hematom
adalah sebagai berikut :
a. Observasi dan tirah baring terlalu lama
b. Ligasi pembuluh darah yang pecah dan evakuasi hematom secara bedah
c. Diperlukan ventilasi mekanis
d. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotik
e. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk pemberian deuretik
dan obat anti inflamasi
f. Pemeriksaan laboratorium : CT scan, Thorax foto dan laboratorium lainya yang
menunjang

II. KONSEP DASAR ASUHAN KEPERAWATAN


1. PENGKAJIAN
a. Primary Survey (ABCDE)
1) Airway. Tanda-tanda ojektif-sumbatan Airway
a) Look (lihat) apakah penderita mengalami agitasi atau kesadran menurun.
Agitasi memberikan kesan adanya hipoksia dan penurunan kesdaran memberi
kesan adanya hiperkarbia. Sianosis menunjukan hipoksemia yang disebabkan
oleh kurangnya oksigenasi dan dapat melihat dengan melihat kuku-kuku dan
kulit sekitar mulut. Lihat adanya retraksi dan penggunaan otot-otot nafas
tambahan yang apabila ada, merupakan bukti tambahan adanya gangguan
airway. Airway (jalan nafas) yaitu membersihkan jalan nafas dengan

6
memperlihatkan kontrol servikal, pasang servikal kollar untuk immobilisasi
servikal sampai terbukti tidak ada cedera servikal, bersihkan jalan nafas dari
segala sumbatan, benda asing, darah dan fraktur maksilofasis, gigi yang patah
dan lain-lain. lakukan intubasi jika apneu, GCS <8, pertimbangkan juga untuk
GCS 9 dan 10 jika saturasi oksigen tidak mencapai 90%
b) Listen (dengar) adanya suara – suara abnormal. Pernafasan berbunyi (suara
nafas tambahan) adalah pernafasan tersumbat
c) Feel (raba)

2) Breathing. Tanda – tanda objektif-ventilasi


a) Look (lihat) naik turunya dada yang simetris dan pergerakan dinding dada
yang adekuat. Asimetris menunjukan pembelatan (splinting) atau flail chest
dan tiap pernafasan yang dilakukan dengan susah sebaiknya harus dianggap
sebagai ancaman terhadap oksigenasi penderita dan harus segera di evakuasi.
Evakuasi tersebut meliputi inspeksi terhadap bentuk dan pergerakan dada,
palpasi terhadap kelainan dinding dada yang mungkin mengganggu ventilasi,
perkusi untuk menentukan adanya darah atau udara ke dalam paru
b) Listen (dengar) adanya pergerakan udara pada kedua sisi dada. Penurunan atau
tidak terdengarnya suara nafas pada satu sisi meruapakan tanda akan adanya
cedera dada. Hati-hati terhadap adanya laju pernafasan yang cepat (takipneu)
mungkin menunjukan kekurangan oksigen
c) Gunakan pulse ovymeter. Alat ini mampu meberikan informasi tentang
saturasi aksigen dan perfusi perifer penderita, tetapi tidak mamstikan adanya
ventilasi yang adekuat.

3) Circulation dengan kontrol perdarahan


a) Respon awal tubuh terhadap perdarahan adalah takikardi untuk
memepertahankan cardiac output walaupun stroke volum menurun
b) Selanjutnya akan diikuti penurunan tekanan nadi (tekanan sistolik-tekanan
diastolik)
c) Jika aliran darah ke organ vital sudah dapat dipertahankan lagi, maka timbulah
hipotensi
d) Perdarahan yang tampak dari luar harus segera dihentikan dengan balut tekan
pada daerah tersebut

7
e) Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan untuk menghindari terjadinya
koagulopati dan gangguan irama jantung

4) Disabillity
a) GCS setelah resusitasi
b) Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil
c) Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak

5) Expossure dengan menghindari hipotermia. Semua pakaian yang menutupi tubuh


penderita harus dilepas agar tidak ada cedera terlewatkan selama pemeriksaan.
Pemeriksaan bagian punggung harus dilakukan secara log-rolling dengan harus
menghindari terjadinya hipotermi (Amerca College of Surgeons: ATLS)

b. Secondary Survey
1) Kepala dan leher
Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan distribusi rambut
kulit kepala), palpasi (keadaan rambut, tengkorak, kulit kepala, massa,
pembengkakan, nyeri tekan).
Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan parut, massa)
tiroid), palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid, trakea), mobilitas leher

2) Dada dan paru


Inspeksi. Inspeksi dada terutama mengenai postur, bentuk dan kesimetrisan
ekspansi serta keadaan kulit. Inspeksi dada dikerjakan baik saat dada bergerak
atau pada saat diam, terutama sewaktu dilakukan pengamatan pergerakan
pernafasan. Pengamatan dada saat bergerak dilakukan dengan tujuan untuk
mengetahui frekuensi, sifat dan ritme atau irama pernafasan.
Palpasi. Dilakukan dengan tujuan untuk mengkaji keadaan kulit pada dinding
dada, nyeri tekan, massa, peradangan, kesimetrisan ekspansi dan tactil vremitus.
Perkusi. Perhatikan adanya hipersonor yang menunjukan udara (pneumotorak)
atau cairan (hemotorak) yang terdapat pada rongga pleura.
Auskultasi. Berguna untuk mengkaji aliran udara melalui batang trakeobronkeal
dan untuk mengetahui adanya sumbatan aliran udara. Auskultasi juga berguna
untuk mengkaji kondisi paru-paru dan rongga pleura.

8
3) Kardiovaskuler
Inspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan palpasi secara simultan untuk
mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan atau dorongan (heaves). Palpasi
dilakukan secara sistematis mengikuti struktur anatomi jantung mulai area
pulmonal, area trikuspidalis, area apikal dan area epigastrik
Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantuk. Akan tetapi
dengan adanya foto rontgen, maka perkusi pada area jantung jarang dilakukan
karena gambaran jantung dapat dilihat pada hasil foto torak anteroposterior.

4) Ekstremitas
Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas bersangkutan,
antara lain :
a) Cedera pembuluh darah
b) Fraktur disekitar sendi lutut dan sendi siku
c) Crush injury
d) Sindroma kompartemen
e) Dislokasi sendi panggul
Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :
a) Pusasi arteri tidak teraba
b) Pucat
c) Dingin
d) Hilangnya fugsi sensorik dan motorik
e) Kadang-kadang disertai hematoma

Fiksasi fraktur khususnya pada penderita dengan cedera kepala sedapat mungkin
dilaksanakan secepatnya. Sebab fiksasi yang tertunda dapat meningkatkan resiko
ARDS (Adult Respratory Distress Syndrom) sampai 5 kali lipat. Fiksasi dini pada
fraktur tulang panjang yang menyertai cedera kepala dapat menurunkan insiden
ARDS.

9
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa 1 : Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral (NANDA, 2012)
2.1 Definisi
Penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan
2.2 Batasan karakteristik
- Objektif
- Perubahan status mental
- Perubahan perilaku
- Perubahan respon motorik
- Perubahan reaksi pupil
- Kesulitan menelan
- Kelemahan atau paralisis ekstremitas
- Paralisis
- Ketidaknormalan dalam berbicara
2.3 Faktor yang berhubungan
- Perubahan afnitas hemoglobin terhadap oksigen
- Penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah
- Keracunan enzim
- Gangguan pertukaran
- Hipervolemia
- Hipoventilasi
- Gangguan transpor oksigen melalui alveoli dan membran kapiler
- Gangguan aliran arteri atau vena
- Ketidakseimbangan antara ventilasi dan aliran darah

Diagnosa 2 : Nyeri akut (NANDA,2012)


2.1 Definisi
Pengalaman sensori dan emosi yang tidak menyenangkan akibat adanya kerusakan
jaringan yang actual atau poyensial, atau digambarkan dengan istilah seperti
(International Association For the Study of Pain) ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan
dengan intensitas ringan sampai berat dengan akhir yang dapat diantisipasi atau
diprediksi.

10
2.2 Batasan karakteristik
Subjektif
- Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan isyarat
Objektif
- Posisi untuk menghindari nyeri
- Perubahan tonus otot (dengan rentang dari lemas tidak bertenaga sampai kaku)
- Respons autonomic (misalnya, diaphoresis; perubahan tekanan darah, pernapasan
atau nadi; dilatasi pupil).
- Perubahan selera makan
- Perilaku distraksi (misalnya, mondar-mandir, mencari orang dan / atau aktifitas lain,
aktifitas berulang
- Perilaku ekpresif (misalnya, gelisah, merintih, menangis, kewaspadaan berlebihan,
peka terhadap rangsang, dan menghela napas panjang.
- Wajah topeng (nyeri)
- Perilaku menjaga atau sikap melindungi
- Focus menyempit (misalnya, gangguan persepsi waktu, gangguan proses pikir,
interaksi dengan orang lain atau lingkungan menurun)
- Bukti nyeri yang dapat diamati
- Berfokus pada diri sendiri
- Gangguan tidur (mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur atau tidak menentu, dan
menyeringai)
2.3 Faktor yang berhubungan
Agens-agens penyebab cedera (misalnya, biologis, kimia, fisik, dan psikologis)

Diagnosa 3: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan (actual/risiko) (NANDA,


2012)
2.1 Definisi
Asupan nutrisi tidak mencukupi untuk memenuhi kebutuhan metabolik
2.2 Batasan karakteristik
Subjek :
- Kram abdomen
- Nyeri abdomen (dengan atau tanpa penyakit)
- Menolak makanan
- Persepsi ketidakmampuan untuk mencerna makanan

11
- Melaporkan perubahan sensasi rasa
- (Melaporkan) kurangnya makanan
- Merasa cepat kenyang setelah mengonsumsi makanan
Objektif :
- Pembuluh kapiler rapuh
- Diare atau steatore
- Adanya bukti kekurangan makanan
- Kehilangan rambut yang berlebihan
- Bising usus hiperaktif
- Kurang informasi, informasi yang salah
- Kurangnya minat terhadap makanan
- Salah paham
- Membrane mukosa pucat
- Tonus otot buruk
- Rongga mulut terluka
- Kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau mengunyah
2.3 Faktor yang berhubungan
Ketidakmampuan menelan atau mencerna makanan atau menyerap nutrient akibat faktor
biologis, psikologis, atau ekonomi.

Diagnosa 4: Hambatan mobilitas fisik (NANDA, 2012)


2.1 Definisi
Keterbatasan dalam gerakan fisik atau satu atau lebih ekstremitas secara mandiri dan
terarah.
2.2 Batasan karaktersitik
Objektif
- Penurunan waktu reaksi
- Kesulitan membolak balik tubuh
- Asyik dengan aktivitas lain sebagai pengganti pergerakan (misalnya peningkatan
perhatian terhadap aktivitas orang lain, perilaku mengendalikan, berfokus pada
kondisi sebelum sakit atau ketunadayaan aktivitas)
- Dispnea saat beraktivitas

12
- Perubahan cara berjalan (misalnya penurunan aktivitas dan kecepatan berjalan,
kesulitan untuk memulai berjalan, langkah kecil, berjalan dengan menyeret kaki, pada
saat berjalan badan mengayun ke samping)
- Pergerakan menyentak
- Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik halus
- Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
- Keterbatasan rentang pergerakan sendi
- Tremor yang diinduksi oleh pergerakan
- Ketidakstabilan postur tubuh (saat melakukan rutinitas aktivitas kehidupan sehari-
hari)
- Melambatnya pergerakan
- Gerakan tidak teratur atau tidak terkoordinasi
2.3 Faktor yang berhubungan
- Agens farmaseutikal
- Intoleransi aktivitas
- Ansietas
- Indeks masa tubuh di atas perentil ke 75 sesuai usia
- Gangguan kognitif
- Konstraktur
- Kepercayaan budaya tentang aktivitas sesuai usia
- Fisik tidak bugar
- Penurunan ketahanan tubuh
- Penurunan kendali otot
- Penurunan massa otot
- Malnutrisi
- Gangguan musculoskeletal
- Gangguan neuromuscular, nyeri
- Agens obat
- Penurunan kekuatan otot
- Kurang pengetahuan tentang aktivitas fisik
- Keadaan mood depresif
- Keterlambatan perkembangan
- Ketidaknyamanan
- Disuse, kaku sendi

13
- Kurang dukungan lingkungan (misal fisik atau sosial)
- Keterbatasan ketahanan kardiovaskuler
- Kerusakan integritas struktur tulang
- Program pembatasan gerak
- Keengganan memulai pergerakan
- Gaya hidup monoton
- Gangguan sensori perseptual

Diagnosa 5: Gangguan pemenuhan ADL


2.2 Definisi
Aktifitas perawatan diri yang harus dilakukan setiap hari untuk memenuhi kebutuhan dan
tuntutan hidup sehari-hari
2.3 Faktor yang mempengaruhi penurunan ADL
- Kondisi fisik misalnya penyakit menahun
- Kapasitas mental
- Status mental seperti kesedihan dan depresi
- Penerimaan terhadap fungsinya anggota tubuh
- Dukungan anggota keluarga

Diagnosa 6: Resiko infeksi (NANDA, 2012)


2.1 Definisi
Rentan mengalami invasi dan multiplikasi organisme patogenik yang dapat mengganggu
kesehatan
2.2 Faktor risiko
- Penyakit kronis
- Penekanan sistem imun
- Ketidakadekuatan imunitas dapatan
- Pertahanan primer tidak adekuat (kulit luka, trauma jaringan, penurunan kerja silia,
statis cairan tubuh, perubahan pH sekresi dan gangguan peristalis)
- Pertahanan lapis kedua yang tidak memadai (hemoglobin turun, leukopenia dan
surpresi respons inflamasi)
- Peningkatan pemajanan lingkungan terhadap patogen
- Pengetahuan yang kurang untuk menghindaran pajanan patogen
- Prosedur invasif

14
- Malnutrisi
- Agens farmasi (obat imunosupresi)
- Kerusakan jaringan
- Trauma

3. INTERVENSI
Diagnosa 1: Gangguan perfusi jaringan serebral (NANDA, 2012).
3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) : berdasarkan NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam ketidakefektifan perfusi
jaringan cerebral teratasi dengan kriteria hasil :
- Tekanan systol dan diastole dalam rentang yang diharapkan
- Komunikasi jelas
- Menunjukan konsentrasi dan orientasi
- Pupil seimbang dan reaktif
- Bebas dari aktivitas kejang
- Tidak mengalami nyeri kepala
3.2 Intervensi keperawatan : berdasarkan NIC
- Monitor TTV
- Monitor AGD, ukuran pupil, ketajaman, kesimetrisan dan reaksi
- Monitor adanya diplopia, pandangan kabur dan nyeri kepala
- Monitor tonus otot pergerakan
- Catat perubahan pasien dalam merespon stimulus
- Monitor status cairan
- Tinggikan kepala 0 – 45o tergantung pada kondisi pasien dan order medis
- Kolaborasi pemberian terapi oksigen

15
Diagnosa 2: Nyeri akut (NANDA,2016)
3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) : berdasarkan NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 15 menit klien mampu toleransi
terhadap nyeri dan mengontrol nyeri dengan kriteria hasil :
- Klien mengatakan / melaporkan nyeri berkurang
- Ekspresi wajah tampak rileks, skala nyeri (0-3).
3.2 Intervensi keperawatan : berdasarkan NIC
- Observasi kualitas nyeri pasien (skala, frekuensi, durasi)
- Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
- Pertahankan posisi semi fowler sesuai indikasi
- Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, napas dalam, latihan
relaksasi atau visualisasi
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik

Diagnosa 3: Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan (actual/risiko) (NANDA,


2012)
3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) : berdasarkan NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam nutrisi kurang teratasi
dengan indikator:
- Adanya peningkatan berat badan sesuai dengan tujuan
- Berat badan ideal sesuai dengan tinggi badan
- Mampu mengidentifikasi kebutuhan nutrisi
- Tidak ada tanda-tanda malnutrisi

3.2 Intervensi keperawatan: berdasarkan NIC


- Kaji adanya alergi makanan
- Kolaborasi dengan ahli gizi untuk menentukan jumlah kalori dan nutrisi yang
dibutuhkan pasien
- Monitor jumlah nutrisi dan kandungan kalori
- Berikan informasi tentang kebutuhan nutrisi
- Kaji kemampuan pasien untuk mendapatkan nutrisi yang dibutuhkan

16
Monitor Nutrisi
- BB dalam batas normal
- Monitor adanya penurunan berat badan
- Monitor lingkungan selama makan
- Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
- Monitor turgor kuli
- Monitor mual dan muntah
- Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan

Diagnosa 4 : Hambatan mobilitas fisik (NANDA, 2012)


3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) : berdasarkan NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24 jam klien mengalami peningkatan
mobilitas dengan kriteria hasil :
- Klien meningkat dalam aktivitas fisik
- Mengerti tujuan dari peningkatan mobilitas
- Memverbalisasikan perasaan dalam meningkatkan kekuatan dan kemampuan
berpindah
- Memperagakan kemampuan alat
- Bantu untuk mobilisasi (walker)
3.2 Intervensi keperawatan: berdasarkan NIC
- Monitoring vital sign sebelum/sesudah latihan dan lihat respon pasien saat latihan
- Konsultasikan dengan terapi fisik tentang rencana ambulasi sesuai dengan
kebutuhan
- Kaji kemampuan pasien dalam mobilisasi
- Latih pasien dalam pemenuhan kebutuhan ADLs secara mandiri sesuai kemampuan
- Dampingi dan bantu pasien saat mobilisasi dan bantu pemenuhan kebutuhan ADLs
pasien
- Ajarkan pasien bagaimana merubah posisi dan berikan bantuan jika diperlukan
- Dukung ekstremitas pada posisi fungsional
- Kolaborasi dengan ahli fisioterapi

17
Diagnosa 5 : Gangguan pemenuhan ADL
3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) : berdasarkan NOC
Setalah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien mampu terpenuhi ADL
secara mandiri dengan kriteria hasil :
- Mampu memenuhi kebutuhan ADL secara mandiri
- Klien dapat beraktifitas secara bertahap
- Nadi normal
3.2 Intervensi keperawatan: berdasarkan NIC
- Kaji kemampuan ADL
- Dekatkan barang-barang yang dibutuhkan klien
- Motivasi klien untuk melakukan aktivitas secara bertahap
- Dorong dan dukung aktivitas perawatan diri
- Menganjurkan keluarga untuk membantu klien memenuhi kebutuhan klien

Diagnosa 6: Resiko tinggi infeksi (NANDA, 2012)


3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) : berdasarkan NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan 1 x 24 jam maka infeksi dapat dicegah dengan
kriteria hasil :
- Mencapai penyembuhan luka (craniotomi) tepat pada waktunya.
3.2 Intervensi keperawatan : berdasarkan NIC
- Berikan perawatan aseptik dan antiseptic
- Pertahankan teknik cuci tangan yang baik
- Catat karakteristik dari drainase dan adanya inflamasi
- Pantau suhu tubuh secara teratur. Catat adanya demam, menggigil dan perubahan
fungsi mental (penurunan kesadaran)
- Batasi pengunjung yang dapat menularkan infeksi atau cegah pengunjung yang
mengalami infeksi saluran nafas bagian atas
- Berikan antibiotik sesuai indikasi
- Ambil bahan pemeriksaan (spesimen) sesuai indikasi

18
III. DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E (2009) Buku Saku Patofisiologi. edisi 3 EGC : Jakarta
Mansjoer, A. et all (2000). Kapita selekta Kedokteran. Edisi 3 jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius
Mardjono, M & Sidharta, P (2004). Nerologis Klinis Dasar. Cetakan 10. Jakarta: Dian
Rakyat
Price, SA & Wilson, LM. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Vol 2. Jakarta: EGC
Sjamsuhidayat, R & Jong, WD. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC
Smeltzer,SC & Bare, BG. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Vol 3. Jakarta: EGC
Sudoyo. A., et all (2006) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
Sylvia, AP. (2006), Patofisiologi Konsep Penyakit. Jakarta: EGC
Wilkinson, JM & Nancy, RA. (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan: Diagnosa
NANDA, Intrevensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC

19
Banjarmasin, Desember 2016

Preseptor Akademik, Preseptor Klinik,

(Novia Heriani, Ns., M.kep) (Ns. Lukmanul Hakim. M.kep)

20

Anda mungkin juga menyukai