I. KONSEP DASAR
1. PENGERTIAN
Perdarahan intracerebral adalah perdarahan yang terjadi pada jaringan otak, biasanya
akibat robekan pembuluh darah yang ada dalam jaringan otak. Secara klinis ditandai
dengan adanya penurunan kesadaran yang kadang-kadang disertai lateralisasi, pada
pemeriksaan CT Scan didapatkan adanya daerah hiperdens yang indikasi dilakukan
operasi jika single, diameter lebih dari 3 cm, perifer, adanya pergesaran garis tengah,
secara klinis hematom tersebut dapat menyebabkan gangguan neurologis/lateralisasi.
Operasi yang dilakukan biasanya adalah evakuasi hematom disertai dekompresi dari
tulang kepala. Faktor-faktor yang menentukan prognose perdarahan subdural (Smeltzer &
Bare, 2001).
Intracerebral hematom adalah perdarahan substansi otak. Hemorragi ini biasanya terjadi
dimana tekanan mendesak kepala sampai daerah kecil dapat terjadi pada luka tembak,
cedera tumpul (Sylvia, 2006). Intracerebral hematom adalah pendarahan dalam jaringan
otak itu sendiri. Hal ini dapat timbul pada cedera kepala tertutup yang berat atau cidera
kepala terbuka, intraserebral hematom dapat timbul pada penderita stroke hemoragik
akibat melebarnya pembuluh darah nadi (Corwin, 2009).
2. ETIOLOGI
Faktor pencetus Intracerebral hematom Menurut Sylvia (2006) adalah :
a. Kecelakaan yang menyebabkan trauma kepala
b. Fraktur depresi tulang tengkorak
c. Gerak akselerasi dan diselerasi tiba-tiba
d. Cedera penetrasi peluru
e. Jatuh
f. Kecelakaan kendaraan bermotor
g. Hipertensi
h. Malformasi Arteri Venosa
i. Aneurisma
1
j. Distrasi darah
k. Obat
l. Merokok
3. MANIFESTASI KLINIS
Menurut Corwin (2009) manifestasi klinis dari intra cerebral hematom yaitu :
a. Kesadarn mungkin akan segera hilang atau bertahan seiring dengan membesarnya
hematom
b. Pola pernafasan dapat secara progresif menjadi abnormal
c. Dapat menimbulkan muntah-muntah karena piningkatan tekanan intra cranium
d. Perubahan perilaku kognitif dan perubahan fisik pada berbicara dan gerakan motorik
dapat timbul segera atau secara lambat
e. Nyeri kepala dapat muncul segera atau bertahan seiring dengan peningkatan tekanan
intra cranium.
4. ANATOMI FISIOLOGI
a. Otak
Berat otak manusia sekitar 1400 gram dan tersusun oleh kurang lebih 100 triliun
neuron. Otak terdiri dari empat bagian besar yaitu serebrum (otak besar), serebelum
(otak kecil), brainstem (batang otak), dan diensefalon (Sjamsuhidayat & Jong, 2004).
Serebrum terdiri dari dua hemisfer serebri, korpus kolosum dan korteks serebri.
Masing-masing hemisfer serebri terdiri dari lobus frontalis yang merupakan area
motorik primer yang bertanggung jawab untuk gerakan-gerakan voluntar, lobur
parietalis yang berperanan pada kegiatan memproses dan mengintegrasi informasi
sensorik yang lebih tinggi tingkatnya, lobus temporalis yang merupakan area sensorik
untuk impuls pendengaran dan lobus oksipitalis yang mengandung korteks penglihatan
primer, menerima informasi penglihatan dan menyadari sensasi warna.
Serebelum terletak di dalam fosa kranii posterior dan ditutupi oleh duramater yang
menyerupai atap tenda yaitu tentorium, yang memisahkannya dari bagian posterior
serebrum. Fungsi utamanya adalah sebagai pusat refleks yang mengkoordinasi dan
memperhalus gerakan otot, serta mengubah tonus dan kekuatan kontraksi untuk
mempertahankan keseimbangan sikap tubuh.
2
Bagian-bagian batang otak dari bawak ke atas adalah medula oblongata, pons dan
mesensefalon (otak tengah). Medula oblongata merupakan pusat refleks yang penting
untuk jantung, vasokonstriktor, pernafasan, bersin, batuk, menelan, pengeluaran air liur
dan muntah. Pons merupakan mata rantai penghubung yang penting pada jaras
kortikosereberalis yang menyatukan hemisfer serebri dan serebelum. Mesensefalon
merupakan bagian pendek dari batang otak yang berisi aquedikus sylvius, beberapa
traktus serabut saraf asenden dan desenden dan pusat stimulus saraf pendengaran dan
penglihatan (Mansjoer, A. et all, 2000).
Arteri karotis interna dan eksterna bercabang dari arteria karotis komunis kira-kira
setinggi rawan tiroidea. Arteri karotis interna masuk ke dalam tengkorak dan bercabang
kira-kira setinggi kiasma optikum, menjadi arteri serebri anterior dan media. Arteri
serebri anterior memberi suplai darah pada struktur-struktur seperti nukleus kaudatus
dan putamen basal ganglia, kapsula interna, korpus kolosum dan bagian-bagian
(terutama medial) lobus frontalis dan parietalis serebri, termasuk korteks somestetik
dan korteks motorik. Arteri serebri media mensuplai darah untuk lobus temporalis,
parietalis dan frontalis korteks serebri.
3
Arteria vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama. Arteri
vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum, setinggi perbatasan pons
dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu membentuk arteri basilaris, arteri
basilaris terus berjalan sampai setinggi otak tengah, dan di sini bercabang menjadi dua
membentuk sepasang arteri serebri posterior. Cabang-cabang sistem vertebrobasilaris
ini jmemperdarahi medula oblongata, pons, serebelum, otak tengah dan sebagian
diensefalon.
5. PATOFISIOLOGI
Perdarahan ingraserebral ini dapat disebabkan oleh ruptur arteri serebri yang dapat
dipermudah dengan adanya hipertensi. Keluarnya darah dari pembuluh darah didalam otak
berakibat pada jaringan disekitarnya atau didekatnya, sehingga jaringan yang ada
disekitarnya akan bergeser dan tertekan. Darah yang keluar dari pembuluh darah sangat
mengiritasi otak, sehingga mengakibatkan vasospasme pada arteri sekitar perdarahan,
spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisfer otak, perdarahan anorisma-anorisma ini
merupakan lekukan-lekukan berdindng tipis yang menonjol pada arteri pada tempat yang
lemah. Makin lama aneorisma makin besar dan kadang-kadang pecah saat melakukan
aktifitas. Dalam keadaan fisiologispada orang dewasa jumlah darah yang mengalir ke otak
58 ml/menit per 100 gr jaringan otak. Bila aliran darah ke otak turun menjadi 18 ml/menit
per 100 gr jaringan otak akan menjadi penghentian aktifitas listrik pada neuran, tetapi pada
struktur sel masih baik, sehingga gejala ini masih reversibel (Corwin, 2009).
Oksigen sangat dibutuhkan oleh otak sedangkan O2 diperoleh dari darah, otak sendiri
hampir tidak ada cadangan O2 dengan demikian otak sangat tergantung pada aliran darah
setiap saat, bila suplai O2 terputus 8-10 detik akan terjadi gangguan fungsi otak, bila lebih
lama dari 6-8 menit akan terjadi jejas atau lesi yang tidak akan pulih lagi (ireversibel) dan
kemudian kematian. Perdarahan dapat meninggikan tekanan intakranial dan menyebabkan
4
iskemi didaerah lain yang tidak perdarahan, sehingga dapat berakibat mengurangnya aliran
darah ke otak baik secara umum ataupun lokal. Timbulnya penyakit ini sangat cepat dan
konstan dapat berlangsung beberapa menit, jam bahkan beberapa hari (Corwin, 2009).
PATHWAY
Trauma kepala, fraktur depresi tulang tengkorak, hipertensi,
aneurisma, distrasi darah, obat, merokok
Nyeri
(Corwin, 2009)
5
6. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan penunjang dari intracerebral hematom menurut Sudoyo (2006) adalah :
a. Angiografi
b. CT scanning
c. Lumbal pungsi
d. MRI
e. Thorax foto
f. Laboratorium
g. EKG
7. PENATALAKSANAAN
Menurut Corwin (2009) menyebutkan penatalaksanaan untuk intracerebral hematom
adalah sebagai berikut :
a. Observasi dan tirah baring terlalu lama
b. Ligasi pembuluh darah yang pecah dan evakuasi hematom secara bedah
c. Diperlukan ventilasi mekanis
d. Untuk cedera terbuka diperlukan antibiotik
e. Metode-metode untuk menurunkan tekanan intra kranium termasuk pemberian deuretik
dan obat anti inflamasi
f. Pemeriksaan laboratorium : CT scan, Thorax foto dan laboratorium lainya yang
menunjang
6
memperlihatkan kontrol servikal, pasang servikal kollar untuk immobilisasi
servikal sampai terbukti tidak ada cedera servikal, bersihkan jalan nafas dari
segala sumbatan, benda asing, darah dan fraktur maksilofasis, gigi yang patah
dan lain-lain. lakukan intubasi jika apneu, GCS <8, pertimbangkan juga untuk
GCS 9 dan 10 jika saturasi oksigen tidak mencapai 90%
b) Listen (dengar) adanya suara – suara abnormal. Pernafasan berbunyi (suara
nafas tambahan) adalah pernafasan tersumbat
c) Feel (raba)
7
e) Semua cairan yang diberikan harus dihangatkan untuk menghindari terjadinya
koagulopati dan gangguan irama jantung
4) Disabillity
a) GCS setelah resusitasi
b) Bentuk ukuran dan reflek cahaya pupil
c) Nilai kuat motorik kiri dan kanan apakah ada parese atau tidak
b. Secondary Survey
1) Kepala dan leher
Kepala. Inspeksi (kesimetrisan muka dan tengkorak, warna dan distribusi rambut
kulit kepala), palpasi (keadaan rambut, tengkorak, kulit kepala, massa,
pembengkakan, nyeri tekan).
Leher. Inspeksi (bentuk kulit (warna, pembengkakan, jaringan parut, massa)
tiroid), palpasi (kelenjar limpe, kelenjar tiroid, trakea), mobilitas leher
8
3) Kardiovaskuler
Inspeksi dan palpasi. Area jantung diinspeksi dan palpasi secara simultan untuk
mengetahui adanya ketidaknormalan denyutan atau dorongan (heaves). Palpasi
dilakukan secara sistematis mengikuti struktur anatomi jantung mulai area
pulmonal, area trikuspidalis, area apikal dan area epigastrik
Perkusi. Dilakukan untuk mengetahui ukuran dan bentuk jantuk. Akan tetapi
dengan adanya foto rontgen, maka perkusi pada area jantung jarang dilakukan
karena gambaran jantung dapat dilihat pada hasil foto torak anteroposterior.
4) Ekstremitas
Beberapa keadaan dapat menimbulkan iskemik pada ekstremitas bersangkutan,
antara lain :
a) Cedera pembuluh darah
b) Fraktur disekitar sendi lutut dan sendi siku
c) Crush injury
d) Sindroma kompartemen
e) Dislokasi sendi panggul
Keadaan iskemik ini akan ditandai dengan :
a) Pusasi arteri tidak teraba
b) Pucat
c) Dingin
d) Hilangnya fugsi sensorik dan motorik
e) Kadang-kadang disertai hematoma
Fiksasi fraktur khususnya pada penderita dengan cedera kepala sedapat mungkin
dilaksanakan secepatnya. Sebab fiksasi yang tertunda dapat meningkatkan resiko
ARDS (Adult Respratory Distress Syndrom) sampai 5 kali lipat. Fiksasi dini pada
fraktur tulang panjang yang menyertai cedera kepala dapat menurunkan insiden
ARDS.
9
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Diagnosa 1 : Ketidakefektifan perfusi jaringan serebral (NANDA, 2012)
2.1 Definisi
Penurunan sirkulasi darah ke perifer yang dapat mengganggu kesehatan
2.2 Batasan karakteristik
- Objektif
- Perubahan status mental
- Perubahan perilaku
- Perubahan respon motorik
- Perubahan reaksi pupil
- Kesulitan menelan
- Kelemahan atau paralisis ekstremitas
- Paralisis
- Ketidaknormalan dalam berbicara
2.3 Faktor yang berhubungan
- Perubahan afnitas hemoglobin terhadap oksigen
- Penurunan konsentrasi hemoglobin dalam darah
- Keracunan enzim
- Gangguan pertukaran
- Hipervolemia
- Hipoventilasi
- Gangguan transpor oksigen melalui alveoli dan membran kapiler
- Gangguan aliran arteri atau vena
- Ketidakseimbangan antara ventilasi dan aliran darah
10
2.2 Batasan karakteristik
Subjektif
- Mengungkapkan secara verbal atau melaporkan (nyeri) dengan isyarat
Objektif
- Posisi untuk menghindari nyeri
- Perubahan tonus otot (dengan rentang dari lemas tidak bertenaga sampai kaku)
- Respons autonomic (misalnya, diaphoresis; perubahan tekanan darah, pernapasan
atau nadi; dilatasi pupil).
- Perubahan selera makan
- Perilaku distraksi (misalnya, mondar-mandir, mencari orang dan / atau aktifitas lain,
aktifitas berulang
- Perilaku ekpresif (misalnya, gelisah, merintih, menangis, kewaspadaan berlebihan,
peka terhadap rangsang, dan menghela napas panjang.
- Wajah topeng (nyeri)
- Perilaku menjaga atau sikap melindungi
- Focus menyempit (misalnya, gangguan persepsi waktu, gangguan proses pikir,
interaksi dengan orang lain atau lingkungan menurun)
- Bukti nyeri yang dapat diamati
- Berfokus pada diri sendiri
- Gangguan tidur (mata terlihat kuyu, gerakan tidak teratur atau tidak menentu, dan
menyeringai)
2.3 Faktor yang berhubungan
Agens-agens penyebab cedera (misalnya, biologis, kimia, fisik, dan psikologis)
11
- Melaporkan perubahan sensasi rasa
- (Melaporkan) kurangnya makanan
- Merasa cepat kenyang setelah mengonsumsi makanan
Objektif :
- Pembuluh kapiler rapuh
- Diare atau steatore
- Adanya bukti kekurangan makanan
- Kehilangan rambut yang berlebihan
- Bising usus hiperaktif
- Kurang informasi, informasi yang salah
- Kurangnya minat terhadap makanan
- Salah paham
- Membrane mukosa pucat
- Tonus otot buruk
- Rongga mulut terluka
- Kelemahan otot yang berfungsi untuk menelan atau mengunyah
2.3 Faktor yang berhubungan
Ketidakmampuan menelan atau mencerna makanan atau menyerap nutrient akibat faktor
biologis, psikologis, atau ekonomi.
12
- Perubahan cara berjalan (misalnya penurunan aktivitas dan kecepatan berjalan,
kesulitan untuk memulai berjalan, langkah kecil, berjalan dengan menyeret kaki, pada
saat berjalan badan mengayun ke samping)
- Pergerakan menyentak
- Keterbatasan kemampuan untuk melakukan keterampilan motorik halus
- Keterbatasan kemampuan melakukan keterampilan motorik kasar
- Keterbatasan rentang pergerakan sendi
- Tremor yang diinduksi oleh pergerakan
- Ketidakstabilan postur tubuh (saat melakukan rutinitas aktivitas kehidupan sehari-
hari)
- Melambatnya pergerakan
- Gerakan tidak teratur atau tidak terkoordinasi
2.3 Faktor yang berhubungan
- Agens farmaseutikal
- Intoleransi aktivitas
- Ansietas
- Indeks masa tubuh di atas perentil ke 75 sesuai usia
- Gangguan kognitif
- Konstraktur
- Kepercayaan budaya tentang aktivitas sesuai usia
- Fisik tidak bugar
- Penurunan ketahanan tubuh
- Penurunan kendali otot
- Penurunan massa otot
- Malnutrisi
- Gangguan musculoskeletal
- Gangguan neuromuscular, nyeri
- Agens obat
- Penurunan kekuatan otot
- Kurang pengetahuan tentang aktivitas fisik
- Keadaan mood depresif
- Keterlambatan perkembangan
- Ketidaknyamanan
- Disuse, kaku sendi
13
- Kurang dukungan lingkungan (misal fisik atau sosial)
- Keterbatasan ketahanan kardiovaskuler
- Kerusakan integritas struktur tulang
- Program pembatasan gerak
- Keengganan memulai pergerakan
- Gaya hidup monoton
- Gangguan sensori perseptual
14
- Malnutrisi
- Agens farmasi (obat imunosupresi)
- Kerusakan jaringan
- Trauma
3. INTERVENSI
Diagnosa 1: Gangguan perfusi jaringan serebral (NANDA, 2012).
3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) : berdasarkan NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 24 jam ketidakefektifan perfusi
jaringan cerebral teratasi dengan kriteria hasil :
- Tekanan systol dan diastole dalam rentang yang diharapkan
- Komunikasi jelas
- Menunjukan konsentrasi dan orientasi
- Pupil seimbang dan reaktif
- Bebas dari aktivitas kejang
- Tidak mengalami nyeri kepala
3.2 Intervensi keperawatan : berdasarkan NIC
- Monitor TTV
- Monitor AGD, ukuran pupil, ketajaman, kesimetrisan dan reaksi
- Monitor adanya diplopia, pandangan kabur dan nyeri kepala
- Monitor tonus otot pergerakan
- Catat perubahan pasien dalam merespon stimulus
- Monitor status cairan
- Tinggikan kepala 0 – 45o tergantung pada kondisi pasien dan order medis
- Kolaborasi pemberian terapi oksigen
15
Diagnosa 2: Nyeri akut (NANDA,2016)
3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) : berdasarkan NOC
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 2 x 15 menit klien mampu toleransi
terhadap nyeri dan mengontrol nyeri dengan kriteria hasil :
- Klien mengatakan / melaporkan nyeri berkurang
- Ekspresi wajah tampak rileks, skala nyeri (0-3).
3.2 Intervensi keperawatan : berdasarkan NIC
- Observasi kualitas nyeri pasien (skala, frekuensi, durasi)
- Gunakan komunikasi terapeutik untuk mengetahui pengalaman nyeri pasien
- Pertahankan posisi semi fowler sesuai indikasi
- Berikan tindakan kenyamanan, contoh pijatan punggung, napas dalam, latihan
relaksasi atau visualisasi
- Kolaborasi dengan dokter untuk pemberian analgetik
16
Monitor Nutrisi
- BB dalam batas normal
- Monitor adanya penurunan berat badan
- Monitor lingkungan selama makan
- Monitor kulit kering dan perubahan pigmentasi
- Monitor turgor kuli
- Monitor mual dan muntah
- Jadwalkan pengobatan dan tindakan tidak selama jam makan
17
Diagnosa 5 : Gangguan pemenuhan ADL
3.1 Tujuan dan kriteria hasil (outcomes criteria) : berdasarkan NOC
Setalah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam klien mampu terpenuhi ADL
secara mandiri dengan kriteria hasil :
- Mampu memenuhi kebutuhan ADL secara mandiri
- Klien dapat beraktifitas secara bertahap
- Nadi normal
3.2 Intervensi keperawatan: berdasarkan NIC
- Kaji kemampuan ADL
- Dekatkan barang-barang yang dibutuhkan klien
- Motivasi klien untuk melakukan aktivitas secara bertahap
- Dorong dan dukung aktivitas perawatan diri
- Menganjurkan keluarga untuk membantu klien memenuhi kebutuhan klien
18
III. DAFTAR PUSTAKA
Corwin, E (2009) Buku Saku Patofisiologi. edisi 3 EGC : Jakarta
Mansjoer, A. et all (2000). Kapita selekta Kedokteran. Edisi 3 jilid 2. Jakarta: Media
Aesculapius
Mardjono, M & Sidharta, P (2004). Nerologis Klinis Dasar. Cetakan 10. Jakarta: Dian
Rakyat
Price, SA & Wilson, LM. (2005). Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. Edisi 6. Vol 2. Jakarta: EGC
Sjamsuhidayat, R & Jong, WD. (2004). Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta: EGC
Smeltzer,SC & Bare, BG. (2001). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner &
Suddarth. Edisi 8. Vol 3. Jakarta: EGC
Sudoyo. A., et all (2006) Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : FKUI
Sylvia, AP. (2006), Patofisiologi Konsep Penyakit. Jakarta: EGC
Wilkinson, JM & Nancy, RA. (2012). Buku Saku Diagnosa Keperawatan: Diagnosa
NANDA, Intrevensi NIC, Kriteria Hasil NOC. Jakarta: EGC
19
Banjarmasin, Desember 2016
20