Saat pertama kali era pengangkutan barang menggunakan kapal kontainer
mulai marak di Indonesia, terjadi perubahan yang cukup signifikan terhadap alat angkut laut yang digunakan untuk mengirim barang. Pengangkutan general cargo mengunakan kontainer di Indonesia lebih disukai. Banyak alasan menjadi dasar pemilihan kontainer dibanding pengangkutan cargo secara biasa, beberapa alasan adalah : 1. Mempunyai sistem perlindungan yang terstandarisasi, sehingga lebih aman dalam melindungi cargo. 2. Bentuk kontainer yang homogen sehingga dalam pengangkutan sangat mudah dalam hal loading, unloading, dan handling muatan. 3. Mempunyai banyak pilihan jenis kontainer dalam penanganan storage.
Perkembangan kontainer sendiri menjadi sangat pesat dikarenakan
keamanan barang yang lebih terjamin, kecilnya resiko kerusakan barang, biaya yang lebih murah, proses pelayanan lebih cepat, kapasitas angkut lebih besar, dan yang paling penting adalah perpindahan barang melalui kontainer terintegrasi antara moda transportasi laut dengan moda transportasi darat. Namun, permasalahan yang terjadi adalah alat angkut transportasi darat untuk kontainer berupa truk telah sangat mendominasi jalan-jalan yang ada di Indonesia sehingga beban serta volume jalan meningkat oleh adanya truk kontainer yang mendominasi jalur darat. Permasalahan ini biasa terjadi di wilayah Pantai Utara Pulau Jawa (Pantura) dimana arus lalu lintas di daerah tersebut sering terjadi kemacetan dengan banyak kendaraan yang didominasi oleh truk kontainer baik dari arah Timur ke Barat maupun Barat ke Timur. Penggunaan self propelled container barge (SPCB) dinilai sangat efisien karena dapat mengatasi permasalahan pada pengangkutan menggunakan moda transportasi truk kontainer tersebut untuk dapat dialihkan melaui jalur laut, terutama dalam operasi Short Sea Shipping (SSS). Short Sea Shipping (SSS) itu sendiri didefinisikan sebagai angkutan komersial dengan kapal yang tidak melintasi lautan. Short Sea Shipping (SSS) merupakan pola angkutan komersial yang memanfaatkan aliran sungai dan perairan pesisir pantai untuk memindahkan barang komersial dari pelabuhan utama ke tujuan dimana pelabuhan-pelabuhan yang dilayani oleh SSS adalah pelabuhan domestik. Perbandingan yang cukup mencolok ketika melihat satu kapal SPCB apabila memiliki kapasitas angkut sebesar 2000 TEUS, maka sebanding dengan 1000 truk kontainer ukuran 2 TEUS yang akan beroperasi di jalan darat. Jika ada realisasi pembangunan pelabuhan kecil di beberapa wilayah, terutama wilayah yang terpencil dan pedalaman, maka adanya self propelled container barge (SPCB) akan sangat penting dalam menjalankan peranannya. SPCB dapat beroperasi pada pelabuhan dengan draft rendah dan pelabuhan yang tidak memiliki alat bongkar muat (loading / unloading) sendiri (jika di atas barge terpasang crane). Serta SPCB dapat menjadi moda transportasi yang efektif untuk mendistribusikan kontainer secara massal antar pelabuah besar maupun pelabuhan kecil, sehingga mengurangi beban jalur darat yang harus mengangkut satu kontainer untuk setiap satu truk. Selain itu SPCB tersebut dapat digunakan sebagai buffer kapal kontainer yang sedang loading / unloading pada pelabuhan sehingga kapal tidak harus merapat ke dermaga dan dilayani oleh crane dermaga.
Gambar 1 Contoh Self Propelled Container Barge MV. Sinar Jambi
SPCB itu sendiri merupakan sebuah inovasi dan merupakan konversi dari kapal tongkang self propelled coal barge yang biasa digunakan untuk mengangkut batu bara, kemudian ketika muncul kebutuhan akan pengiriman muatan menggunakan kontainer, maka muncul sebuah inovasi baru yang mengganti mutan coal menjadi muatan container sehingga terwujudlah kapal tongkang baru self propelled container barge (SPCB) yang mulai marak dipakai pada periode tahun 2006. SPCB selain digunakan dalam Short Sea Shipping (SSS), juga biasa digunakan untuk angkutan inland waterways (angkutan sungai, danau, dan sejenisnya). Diketahui bahwa sebagian wilayah pedalaman Indonesia memiliki sungai-sungai besar seperti yang ada di Pulau Kalimantan. Keberadaan sungai tersebut dapat menjadi solusi maupun alternatif dalam menunjang peningkatan layanan logistik terhadap daerah-daerah terpencil. Karakteristik sungai yang tidak memiliki draft yang cukup dalam menjadi sebuah tantangan bagi wilayah tersebut untuk dapat memanfaatkannya sebagai jalur logistik. Dengan adanya SPCB yang dapat menjangkau daerah dengan draft yang tidak cukup dalam, maka SPCB bisa menjadi solusi untuk meningkatkan layanan logistik di wilayah tersebut, operasi ini biasa disebut Container on Barge (COB) Delivery.
Gambar 2 Perbedaan Tiga Moda Transportasi Pengangkut Kontainer
Container on Barge (COB) Delivery juga merupakan salah satu pilihan sistem transportasi untuk daerah pedalaman di masa depan. COB menggunakan sungai yang ada dan sistem jalur aliran sungai yang tidak memerlukan banyak infrastruktur dan dukungan seperti halnya rel dan sistem jalan darat. Selain itu, ini adalah cara yang ideal untuk mengangkut bahan berbahaya karena tongkang tetap di sungai dan setiap tumpahan akan terbatas di tongkang atau hilang tercecer di sungai. Penggunaan COB juga lebih ramah lingkungan dari rel atau truk kontainer karena membutuhkan lebih sedikit bahan bakar gas ataupun solar dan juga kereta api atau truk kontainer memiliki lebih sedikit dampak pada jalan raya dan sistem rel kereta api yang sudah padat. Kelebihan dari COB dengan menggunakan kapal self propelled container barge ini akan memiliki dampak yang cukup besar tergantung pada seberapa besar muatan yang akan diangkut dan kesesuaian antara supply dan demand yang terjadi dalam operasi pengiriman COB.