LP Gangren
LP Gangren
DM Gangrene
B. Klasifikasi
1. Diabetes Mellitus
a. Diabetes Tipe I (IDDM)
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya
glukosa tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi
ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsi).
b. Diabetes Tipe II (NIDDM)
Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II
disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan
insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat
yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel beta tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka
kadar glukosa akan meningkat danterjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan
ciri khas diabtes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan
keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikan, diabetes tipe II yang tidak
terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat
intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka
awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya
sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh,
infeksi dan pandangan yang kabur.
c. Diabetes tipe lain
Tipe ini disebabkan oleh berbagai kelainan genetik spesifik
(kerusakan genetik sel β pankreas dan kerja insulin), penyakit pada
pankreas, obat-obatan, bahan kimia, infeksi, dan lain-lain.
d. Diabetes Gestasional
Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum
kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat
sekresi hormone-hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar
glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes gestasional
akan kembali normal (Baradero,M,dkk., 2009).
2. Gangren Kaki Diabetik
Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam
tingkatan , yaitu :
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.
C. Etiologi
1. Diabetes Melitus
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat
menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya
memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang
dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta
sampai kegagalan sel beta melepas insulin.
2. Faktor-faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara
lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan
karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan
kehamilan.
3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh
autoimunitas yang disertai pembentukan sel-sel antibodi
antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi
insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan
kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin
yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.
D. Patofisiologis
1. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan
dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang
mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 –
1200 mg/dl.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak
yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal
disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau
toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi
ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180
mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus-tubulus renalis
tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan
mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai
kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri
menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang
keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan
protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi
polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi
sehingga pasien menjadi cepat lelah dan mengantuk yang disebabkan
oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga
berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis,
penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan
memudahkan terjadinya gangren.
Pe↓ tingkat
Risiko tinggi cidera Ketoasidosis
kesadaran
Rangsang haus
Diuresis osmotik Polidipsi
Kelemahan
Ulserasi GANGREN
Gangguan Perfusi
Jaringan
E. Manifestasi Klinis
Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
a. Poliuri
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi
osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit
sehingga klien mengeluh banyak kencing.
b. Polidipsi
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan
banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih
banyak minum.
c. Poliphagi
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami
starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus
makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan
tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa,
maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh
yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar,
maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada
di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga
klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
e. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol
fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat
penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan
katarak (Baradero,M, dkk., 2009).
F. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Diagnostik
Glukosa darah meningkat
Asam lemak bebas meningkat
Osmolalitas serum meningkat
Gas darah arteri : PH menurun, HCO3 menurun
Ureum/kreatinin meningkat/normal
Urine : gula + aseton positip
Elektrolit : Na, K, fosfor
2. Ktiteria Pengendalian DM
G. Komplikasi
Komplikasi yang bias timbul oleh DM antara lain:
1. Gangren Kaki Diabetik
2. Neurophaty
3. Retinophaty
4. Nephrophaty
5. Chronic Heart Disease
Sedangkan komplikasi akibat gangrene yakni:
1. Osteomyelitis
2. Sepsis
3. kematian
H. Penatalaksanaan
1. Diet
Pada konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) telah
ditetapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan dengan
komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70%), protein (19-15%), dan
lemak (29-25%). Apabila diperlukan, santapan dengan komposisi
karbohdrat sampai 70-75% juga memberikan hasil yang baik, terutama
untuk golongan ekonomi rendah. Jumlah kalori disesuaikan dengan
pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan jasmani untuk
mencapai berat badan ideal.
Cara menghitung kalori pada pasien DM:
a. Tentukan terlebih dahulu berat badan ideal untuk mengetahui jumlah
kalori basal pasien diabetes melitus. Cara perhitungan menurut Bocca:
BB Ideal = (TB dalam cm – 100) – 10% kg
Pada laki-laki yang tingginya < 160 cm atau perempuan yang tingginya
< 150 cm berlaku:
BB Ideal = (TB dalam cm – 100) x 1 kg
b. Kemudian hitung jumlah kalori yang dibutuhkan
Laki-laki = BB Ideal x 30
Perempuan = BB Ideal x 25
Kebutuhan kalori sebenarnya harus ditambah lagi sesuai dengan
kegiatan sehari-hari.
Suatu pegangan kasar dapat dibuat sebagai beriku:
Pasien kurus = 2.300-2.500 kkal
Pasien normal = 1.700-2.100 kkal
Pasien gemuk = 1.300-1.500 kkal
2. Oalahraga
Olahraga atau latihan fisik dilakukan sebagai berikut:
- 5 – 10’ pemanasan
- 20 – 30’ latihan aerobic (75 – 80% denyut jantung maksimal)
- 15 – 20’ pendinginan
Namun sebaiknya dalam berolahraga juga memperhatikan hal-hal sebagai
berikut
- Jangan lakukan latihan fisik jika glukosa darah >250 mg/dL
- Jika glukosa darah <100 mg/dLsebelum latihan, maka sebaiknya
makan camilan dahulu
- Rekomendasi latihan bagi penderita dengan komplikasi
disesuaikan dengan kondisinya
- Latihan dilakukan 2 jam setelah makan
- Pada klien dengan gangrene kaki diabetic, tidak dianjurkan untuk
melakukan latihan fisik yang terlalu berat
3. Pengobatan untuk gangren
- Kering
o Istirahat di tempat tidur
o Kontrol gula darah dengan diet, insulin atau obat antidiabetik
o Tindakan amputasi untuk mencegah meluasnya gangrene, tapi
dengan indikasi yang sangat jelas
o Memperbaiki sirkulasi guna mengatasi angiopati dengan obat-
obat anti platelet agregasi (aspirin, diprydamol, atau
pentoxyvilin)
- Basah
o Istirahat di tempat tidur
o Kontrol gula darah dengan diet, insulin atau obat antidiabetik
o Debridement
o Kompres dengan air hangat, jangan dengan air panas atau dingin
o Beri “topical antibiotic”
o Beri antibiotic yang sesuai kultur atau dengan antibiotic
spectrum luas
o Untuk neuropati berikan pyridoxine (vit B6) atau neurotropik
lain
o Memperbaiki sirkulasi guna mengatasi angiopati dengan obat-
obat anti platelet agregasi (aspirin, diprydamol, atau
pentoxyvilin)
- Pembedahan
o Amputasi segera
o Debridement dan drainase, setelah tenang maka tindakan yang
dapat diambil adalah amputasi atau skin/arterial graft
4. Obat
a. Obat Hipoglikemik Oral (OHD)
b. Insulin, dengan indikasi:
- Ketoasidosis, koma hiperosmolar, dan asidosis laktat
- DM dengan berat badan menurun secara cepat
- DM yang mengalami stress berat (infeksi sistemik, operasi berat,
dll)
- DM gestasional
- DM tipe I
- Kegagalan pemakaian OHD
I. Pengkajian
Fokus Pengkajian
1. Aktifitas/Istirahat
Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan.
Kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur dan istirahat.
Disorentasi, koma.
2. Sirkulasi
Ada riwayat hipertensi, IMA.
Kebas & kesemutan pada extrimitas.
Kebas pada kaki.
Takikardia/nadi yang menurun/tak ada.
Kulit panas, kering & kemerahan, bola mata cekung.
3. Integritas ego
Stress, tergantung orang lain.
Peka terhadap rangsangan.
4. Eliminasi
Poliuria, nokturia
Rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi)
Nyeri tekan abdomen
Diare, bising usus lemah/menurun.
5. Makanan/cairan
Hilang nafsu makan, mual/muntah.
BB menurun, haus.
Kulit kering/bersisik, turgor jelek.
Distensi abdomen.
6. Neurosensori
Pusing/pening, sakit kepala.
Parestesia, kesemutan, kebas kelemahan pada otot.
Gangguan penglihatan.
Disorentasi : mengantuk, letargia, stupor/koma.
7. Nyeri/kenyamanan
Abdomen tegang/nyeri
Wajah meringis, palpitasi.
8. Pernapasan
9. Keamanan
Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
Demam, diaforesis
Menurunnya kekuatan/rentang gerak.
Pengkajian Luka :
Lokasi & letak
luka
Status infeksi
Stadium luka
LUKA GANGGREN
DIABETIK
Status neurologi
Bentuk & ukuran
luka
Status vaskuler
b. Stadium Luka :
Secara umum stadium luka dibedakan sebagai berikut:
1) Berdasarkan anatomi kulit ( Pressure ulcers panel, 1990)
a) Partial thickness yaitu hilangnya lapisan epidermis hingga
lapisan dermis paling atas.
b) Pull thickness yaitu hilangnya lapisan dermis hingga lapisan
subcutan.
Stadium I : kulit berwarna merah, belum tampak adanya lapisan
epidermis yang hilang
Stadium II: Hilangnya lapisan epidermis / lecet sampai batas
dermis paling atas.
Stadium III: Rusaknya lapisan dermis bagian bawah hingga lapisan
subcutan.
Stadium Iv: Rusaknya lapisan subcutan hingga otot dan tulang.
12
11 1
10 2
9 3
8 4
2 cm di jam 6
7 5
6
Keterangan:
a). 2 cm : lokasi goa yang terdapat di jam 6 dengan
kedalaman luka 2 cm
b). 3 x 2 cm : adalah panjang 3 cm x lebar luka 2 cm
c). 1 cm : adalah kedalaman luka.
d. Status Vaskuler.
1) Palpasi.
Status perfusi dinilai dengan melakukan palpasi pada daerah tibia
dan dorsalis pedis untuk menilai ada / tidaknya denyut nadi ( arteri
dorsalis pedis ) Pada pasien dengan lanjut usia ( lansia) terkadang
sulit diraba, jalan keluarnya dapat menggunakan alat stetoskope ultra
sonic dopler
2) Capillery rRefill
Merupakan waktu pengisian kaviler dan di evaluasi dengan
memberi tekanan pada ujung jari atau ujung kuku kaki
( ektremitas bawa, setelah tampak kemerahan atau putih bila
dilakukan penekanan pada ujung kuku. Pada beberapa kondisi
menurunnya atau bahkan hilangnya deng nadi, pucat, kulit dingin
merupakan indikasi iskemia ( arteri insufgiciency ) dengan
capillary refill lebih dari 40 detik.
Capillery repill Tim ( dasar memperkirakan kecepatan aliran
darah/ perfusi)
- Normal : 10-15 detik.
Tingkat Edema
0 – 0,6 cm : + 1 ( medle)
0,6 – 1,2 cm: + 2 ( moderate)
1,2 – 2,5 cm: +3 ( severe )
4) Temperatur Kulit
Temperatur pada kulit member informasi tentang kondisi perfusi
jaringan dan fase inflamasi serta merupakan variable penting dalam
menilai adanya peningkatan atau penurunan perfusi jaringan
terhadap tekanan ( ransangan tekanan ). Cara melakukan penilaian
dengan melakukan palpasi / menempelkan punggung tangan pada
kulit sekitar luka & membandingkan dengan kulit bagian lain yang
sehat.
e. Status Neurologi
Pengkajian status neurologi penting pada pasien diabetis melirus
untuk menilai fungsi motorik, sensorik, dan saraf otonom. Pada
motorik lakukan inspeksi pada bentuk kaki seperti jari2 telapak kaki
yg menonjol, adanya kallus karena penekanan secara terus menerus
yang dapat menjadi luka. Penilaian sensorik dapat berupa baal,
kesemutan, dilakukan dengan cara melakukan palpasi / sentuhan pada
jari2 satu persatu , telapak kaki dan anjurkan pasien untuk
memejamkan mata, hal ini dilakukan untuk menilai sensitivitas pada
ekstremitas bawah, selanjutnya penilaian otonom dilakukan dg cara
inspeksi pada kaki secara seksama terhadap adanya kekeringan,
luka/lecet kulit terkelupas akibat berkurangnya pengeluaran keringat (
kekeringan)
f. Infeksi.
Psedomonas dan stapilococcus aureus merupakan mikroorganisme
patogn yang paling sering muncul pada luka ganggren & merupakan
jenis luka kronis yang terkontaminasi, adanya kolonisasi bakteri
mengindikasikan luka tersebut telah terinfeksi. Luka yang telah
terinfeksi menunjukkan adanya infeksi secara:
1) Infeksi Sistemik: Pada pemeriksaan laboratorium , adanya
peningkatan jumlah leukosit (lekositosis) lebih dari batas normal,
dan peningkatan / penurunan suhu tubuh.
2) Lokal Infeksi
Tampak peningkatan jumlah eksudat, berbau tidak sedap,
penurunan vaskularisasi, adanya jaringan nekrotik/ slough,
eritema/ kemerahan pada kulit sekitar luka, terba hangat/ panas
dan nyeri tekan setempat.Infeksi dapat meluas dg cepat hingga
tulang ( osteomylitis) dapat dilihat dg X-rays) atau bahkan adanya
krepitasi pada daerah luka mengindikasikan adanya gas ganggren
( sangat berbahaya & menular) perawat wajib waspada
gunakan alat pelindung diri saat pengkajian luka. Pemerikasaan
kultur pus / darah merupakan rekomendasi untuk pemberian
antibiotika oleh dokter.
Tehnik Pengambilan Kultur Pus
Zigzag tehnik
J. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya /
menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi
pembuluh darah.
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren
pada ekstrimitas.
3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik
jaringan.
4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada
luka.
5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
6. Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan
dengan tingginya kadar gula darah.
7. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
penyakitnya.
8. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
9. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk
salah satu anggota tubuh.
10. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.
K. Intervensi
1. Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran
darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan: Mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil: - Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah
parah.
- Sensorik dan motorik membaik
No. Tindakan Rasional
1. Ajarkan pasien untuk melakukan Mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah
mobilisasi
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang Meningkatkan melancarkan aliran darah
dapat meningkatkan aliran darah: balik sehingga tidak terjadi oedema.
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah
dari jantung ( posisi elevasi pada
waktu istirahat ), hindari penyilangkan
kaki, hindari balutan ketat, hindari
penggunaan bantal, di belakang lutut
dan sebagainya
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor- Kolestrol tinggi dapat mempercepat
faktor resiko berupa: Hindari diet terjadinya arterosklerosis, merokok
tinggi kolestrol, teknik relaksasi, dapat menyebabkan terjadinya
menghentikan kebiasaan merokok, dan vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi
penggunaan obat vasokontriksi untuk mengurangi efek dari stress.
4. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain Pemberian vasodilator akan
dalam pemberian vasodilator, meningkatkan dilatasi pembuluh darah
pemeriksaan gula darah secara rutin sehingga perfusi jaringan dapat
dan terapi oksigen ( HBO ). diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula
darah secara rutin dapat mengetahui
perkembangan dan keadaan pasien,
HBO untuk memperbaiki oksigenasi
daerah ulkus/gangren
L. Daftar Pustaka