Anda di halaman 1dari 30

LAPORAN PENDAHULUAN

DM Gangrene

Disusun untuk Memenuhi Tugas Clinical Study 2

Putu Ari Sadhu Permana


0810720004
JURUSAN ILMU KEPERAWATAN
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS BRAWIJAYA
MALANG
2010
A. Definisi
Diabetes Mellitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan
herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan
atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari
kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolisme
lemak dan protein. (Askandar, 2000).
Diabetes Mellitus adalah sekelompok kelainan heterogen yang ditandai
oleh kenaikan kadar glukosa dalam darah atau hiperglikemia.
(Smeltzer,Suzzane, 2002).
Dari beberapa definisi diatas tentang DM dapat diambil kesimpulan bahwa
DM adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh gangguan hormonal (dalam
hal ini adalah hormon insulin yang dihasilkan oleh pankreas) dan melibatkan
metabolisme karbohidrat dimana seseorang tidak dapat memproduksi cukup
insulin atau tidak dapat menggunakan insulin yang diproduksi denga baik,
karena proses autoimmune, dipengaruhi secara genetik dengan gejala yang
pada akhirnya menuju tahap perusakan imunologi sel-sel yang memproduksi
insulin.
Gangren adalah proses atau keadaan yang ditandai dengan adanya
jaringan mati atau nekrosis, namun secara mikrobiologis adalah proses
nekrosis yang disebabkan oleh infeksi. (Askandar, 2001).

B. Klasifikasi
1. Diabetes Mellitus
a. Diabetes Tipe I (IDDM)
Terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan insulin
karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Glukosa yang berasal dari makanan tidak dapat
disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan).Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat
menyerap kembali semua glukosa yang tersaring keluar akibatnya
glukosa tersebut diekskresikan dalam urin (glukosuria). Ekskresi
ini akan disertai oleh pengeluaran cairan dan elektrolit yang
berlebihan, keadaan ini dinamakan diuresis osmotik. Pasien
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsi).
b. Diabetes Tipe II (NIDDM)
Terdapat dua masalah utama yang berhubungan dengan
insulin, yaitu: resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada
permukaan sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor
tersebut, terjadi suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme
glukosa di dalam sel. Resistensi insulin pada diabetes tipe II
disertai dengan penurunan reaksi intrasel, dengan demikian
insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi pengambilan
glukosa oleh jaringan.
Untuk mengatasi resistensi insulin dan mencegah
terbentuknya glukosa dalam darah harus terdapat peningkatan
insulin yang disekresikan. Pada penderita toleransi glukosa
terganggu, keadaan ini terjadi akibat sekresi insulin yang
berlebihan dan kadar glukosa akan dipertahankan pada tingkat
yang normal atau sedikit meningkat. Namun jika sel-sel beta tidak
mampu mengimbangi peningkatan kebutuhan akan insulin maka
kadar glukosa akan meningkat danterjadi diabetes tipe II.
Meskipun terjadi gangguan sekresi insulin yang merupakan
ciri khas diabtes tipe II, namun terdapat jumlah insulin yang
adekuat untuk mencegah pemecahan lemak dan produksi badan
keton. Oleh karena itu, ketoasidosis diabetik tidak terjadi pada
diabetes tipe II. Meskipun demikan, diabetes tipe II yang tidak
terkontrol dapat menimbulkan masalah akut lainnya yang
dinamakan sindrom hiperglikemik hiperosmoler nonketotik. Akibat
intoleransi glukosa yang berlangsung lambat dan progresif, maka
awitan diabetes tipe II dapat berjalan tanpa terdeteksi, gejalanya
sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang tidak sembuh-sembuh,
infeksi dan pandangan yang kabur.
c. Diabetes tipe lain
Tipe ini disebabkan oleh berbagai kelainan genetik spesifik
(kerusakan genetik sel β pankreas dan kerja insulin), penyakit pada
pankreas, obat-obatan, bahan kimia, infeksi, dan lain-lain.
d. Diabetes Gestasional
Terjadi pada wanita yang tidak menderita diabetes sebelum
kehamilannya. Hiperglikemia terjadi selama kehamilan akibat
sekresi hormone-hormon plasenta. Sesudah melahirkan bayi, kadar
glukosa darah pada wanita yang menderita diabetes gestasional
akan kembali normal (Baradero,M,dkk., 2009).
2. Gangren Kaki Diabetik
Wagner ( 1983 ) membagi gangren kaki diabetik menjadi enam
tingkatan , yaitu :
Derajat 0 : Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan
disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
Derajat II : Ulkus dalam menembus tendon dan tulang.
Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpa selulitis.
Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

Sedangkan Brand (1986) dan Ward (1987) membagi gangren kaki


menjadi dua golongan :
1. Kaki Diabetik akibat Iskemia ( KDI )
Disebabkan penurunan aliran darah ke tungkai akibat adanya
makroangiopati ( arterosklerosis ) dari pembuluh darah besar
ditungkai, terutama di daerah betis.
Gambaran klinis KDI :
- Penderita mengeluh nyeri waktu istirahat.
- Pada perabaan terasa dingin.
- Pulsasi pembuluh darah kurang kuat.
- Didapatkan ulkus sampai gangren.
2. Kaki Diabetik akibat Neuropati ( KDN )
Terjadi kerusakan syaraf somatik dan otonomik, tidak ada
gangguan dari sirkulasi. Klinis di jumpai kaki yang kering, hangat,
kesemutan, mati rasa, oedem kaki, dengan pulsasi pembuluh darah
kaki teraba baik.

C. Etiologi
1. Diabetes Melitus
DM mempunyai etiologi yang heterogen, dimana berbagai lesi dapat
menyebabkan insufisiensi insulin, tetapi determinan genetik biasanya
memegang peranan penting pada mayoritas DM. Faktor lain yang
dianggap sebagai kemungkinan etiologi DM yaitu :
1. Kelainan sel beta pankreas, berkisar dari hilangnya sel beta
sampai kegagalan sel beta melepas insulin.
2. Faktor-faktor lingkungan yang mengubah fungsi sel beta, antara
lain agen yang dapat menimbulkan infeksi, diet dimana pemasukan
karbohidrat dan gula yang diproses secara berlebihan, obesitas dan
kehamilan.
3. Gangguan sistem imunitas. Sistem ini dapat dilakukan oleh
autoimunitas yang disertai pembentukan sel-sel antibodi
antipankreatik dan mengakibatkan kerusakan sel - sel penyekresi
insulin, kemudian peningkatan kepekaan sel beta oleh virus.
4. Kelainan insulin. Pada pasien obesitas, terjadi gangguan
kepekaan jaringan terhadap insulin akibat kurangnya reseptor insulin
yang terdapat pada membran sel yang responsir terhadap insulin.

2. Gangren Kaki Diabetik


Faktor-faktor yang berpengaruh atas terjadinya gangren kaki diabetik
dibagi menjadi endogen dan faktor eksogen.
Faktor endogen : a. Genetik, metabolik
b. Angiopati diabetik
c. Neuropati diabetik
Faktor eksogen : a. Trauma
b. Infeksi
c. Obat

D. Patofisiologis
1. Diabetes Melitus
Sebagian besar gambaran patologik dari DM dapat dihubungkan
dengan salah satu efek utama akibat kurangnya insulin berikut:
1. Berkurangnya pemakaian glukosa oleh sel – sel tubuh yang
mengakibatkan naiknya konsentrasi glukosa darah setinggi 300 –
1200 mg/dl.
2. Peningkatan mobilisasi lemak dari daerah penyimpanan lemak
yang menyebabkan terjadinya metabolisme lemak yang abnormal
disertai dengan endapan kolestrol pada dinding pembuluh darah.
3. Berkurangnya protein dalam jaringan tubuh.
Pasien-pasien yang mengalami defisiensi insulin tidak dapat
mempertahankan kadar glukosa plasma puasa yang normal atau
toleransi sesudah makan. Pada hiperglikemia yng parah yang melebihi
ambang ginjal normal (konsentrasi glukosa darah sebesar 160 – 180
mg/100 ml), akan timbul glikosuria karena tubulus-tubulus renalis
tidak dapat menyerap kembali semua glukosa. Glukosuria ini akan
mengakibatkan diuresis osmotik yang menyebabkan poliuri disertai
kehilangan sodium, klorida, potasium, dan pospat. Adanya poliuri
menyebabkan dehidrasi dan timbul polidipsi. Akibat glukosa yang
keluar bersama urine maka pasien akan mengalami keseimbangan
protein negatif dan berat badan menurun serta cenderung terjadi
polifagi. Akibat yang lain adalah astenia atau kekurangan energi
sehingga pasien menjadi cepat lelah dan mengantuk yang disebabkan
oleh berkurangnya atau hilangnya protein tubuh dan juga
berkurangnya penggunaan karbohidrat untuk energi.
Hiperglikemia yang lama akan menyebabkan arterosklerosis,
penebalan membran basalis dan perubahan pada saraf perifer. Ini akan
memudahkan terjadinya gangren.

b. Gangren Kaki Diabetik


Ada dua teori utama mengenai terjadinya komplikasi kronik DM
akibat hiperglikemia, yaitu teori sorbitol dan teori glikosilasi.
1. Teori Sorbitol
Hiperglikemia akan menyebabkan penumpukan kadar
glukosa pada sel dan jaringan tertentu dan dapat mentransport
glukosa tanpa insulin. Glukosa yang berlebihan ini tidak akan
termetabolisasi habis secara normal melalui glikolisis, tetapi
sebagian dengan perantaraan enzim aldose reduktase akan diubah
menjadi sorbitol. Sorbitol akan tertumpuk dalam sel / jaringan
tersebut dan menyebabkan kerusakan dan perubahan fungsi.
2. Teori Glikosilasi
Akibat hiperglikemia akan menyebabkan terjadinya
glikosilasi pada semua protein, terutama yang mengandung
senyawa lisin. Terjadinya proses glikosilasi pada protein membran
basal dapat menjelaskan semua komplikasi baik makro maupun
mikro vaskular.
Terjadinya Kaki Diabetik (KD) sendiri disebabkan oleh
faktor – faktor disebutkan dalam etiologi. Faktor utama yang
berperan timbulnya KD adalah angiopati, neuropati dan infeksi.
Neuropati merupakan faktor penting untuk terjadinya KD. Adanya
neuropati perifer akan menyebabkan terjadinya gangguan sensorik
maupun motorik. Gangguan sensorik akan menyebabkan hilang
atau menurunnya sensasi nyeri pada kaki, sehingga akan
mengalami trauma tanpa terasa yang mengakibatkan terjadinya
ulkus pada kaki gangguan motorik juga akan mengakibatkan
terjadinya atrofi otot kaki, sehingga merubah titik tumpu yang
menyebabkan ulsetrasi pada kaki pasien. Angiopati akan
menyebabkan terganggunya aliran darah ke kaki. Apabila
sumbatan darah terjadi pada pembuluh darah yang lebih besar
maka penderita akan merasa sakit tungkainya sesudah ia berjalan
pada jarak tertentu. Manifestasi gangguan pembuluh darah yang
lain dapat berupa : ujung kaki terasa dingin, nyeri kaki di malam
hari, denyut arteri hilang, kaki menjadi pucat bila dinaikkan.
Adanya angiopati tersebut akan menyebabkan terjadinya penurunan
asupan nutrisi, oksigen ( zat asam ) serta antibiotika sehingga
menyebabkan luka sulit sembuh ( Levin,1993). Infeksi sering
merupakan komplikasi yang menyertai KD akibat berkurangnya
aliran darah atau neuropati, sehingga faktor angiopati dan infeksi
berpengaruh terhdap penyembuhan atau pengobatan dari KD.
Kelainan sel B Pe↓ ambilan glukosa
pankreas
Gangguan sistem
imunitas (auto-imun)
Kelainan insulin Pe↑ metabolisme Pe↑ asam amino dan
(penurunan res-pon Defisiensi insulin HIPERGLIKEM
insulin) protein glukoheogenesis
Faktor lingkungan
(infeksi, diet tinggi
KH, obesitas dan
kehamilan) Pe↓ berat badan Pe↑ lipolisis Pe↑ gliserol

Gangguan Terbentuk benda Pe↑ katabolisme


pemenuhan nutrisi keton gliserol

Pe↓ tingkat
Risiko tinggi cidera Ketoasidosis
kesadaran

Kehilangan kalori Glukosuria Pe↓ resbsorbsi Tubulus renal


gukosa

Rangsang haus
Diuresis osmotik Polidipsi
Kelemahan

Cairan keluar >> Gangguan


Poliuri
keseimbangan cairan
Gangguan Kehilangan Na,
dan elektrolit
pemenuhan ADL Cl, K, P

Rangsang lapar Polifagi


Risti gangguan Nefropati Pe↑ viskositas darah
eliminasi urine

Retinopati Risti gangguan


Sensori persepsi
Diare
Penump
glukosa
Intestinal Pe↓ peristaltic intestin Pe↓ absorbsi cairan Feses cair jaring

Gangguan sensorik Neuropati Glikosilasi Protein

Sensasi nyeri pada Gangguan aliran


Gangguan motorik Angiopati
Sorb
kaki me↓ darah ke kaki

Pe↓ nutrisi dan O2 sel Kerusakan &


Trauma tidak terasa Atrofi otot kaki Luka sulit sembuh
& jaringan fungsi sel

Ulkus Perubahan titik Infeksi


Kematian jaringan
tumpu

Ulserasi GANGREN

Risiko Tinggi Kerusakan


Penyebaran Infeksi Neurovaskuler

Gangguan Perfusi
Jaringan
E. Manifestasi Klinis
Gejala yang lazim terjadi, pada diabetes mellitus sebagai berikut :
Pada tahap awal sering ditemukan :
a. Poliuri
Hal ini disebabkan oleh karena kadar glukosa darah meningkat sampai
melampaui daya serap ginjal terhadap glukosa sehingga terjadi
osmotic diuresis yang mana gula banyak menarik cairan dan elektrolit
sehingga klien mengeluh banyak kencing.
b. Polidipsi
Hal ini disebabkan pembakaran terlalu banyak dan kehilangan cairan
banyak karena poliuri, sehingga untuk mengimbangi klien lebih
banyak minum.
c. Poliphagi
Hal ini disebabkan karena glukosa tidak sampai ke sel-sel mengalami
starvasi (lapar). Sehingga untuk memenuhinya klien akan terus
makan. Tetapi walaupun klien banyak makan, tetap saja makanan
tersebut hanya akan berada sampai pada pembuluh darah.
d. Berat badan menurun, lemas, lekas lelah, tenaga kurang
Hal ini disebabkan kehabisan glikogen yang telah dilebur jadi glukosa,
maka tubuh berusama mendapat peleburan zat dari bahagian tubuh
yang lain yaitu lemak dan protein, karena tubuh terus merasakan lapar,
maka tubuh selanjutnya akan memecah cadangan makanan yang ada
di tubuh termasuk yang berada di jaringan otot dan lemak sehingga
klien dengan DM walaupun banyak makan akan tetap kurus
e. Mata kabur
Hal ini disebabkan oleh gangguan lintas polibi (glukosa – sarbitol
fruktasi) yang disebabkan karena insufisiensi insulin. Akibat terdapat
penimbunan sarbitol dari lensa, sehingga menyebabkan pembentukan
katarak (Baradero,M, dkk., 2009).

F. Pemeriksaan Penunjang

1. Pemeriksaan Diagnostik
 Glukosa darah meningkat
 Asam lemak bebas meningkat
 Osmolalitas serum meningkat
 Gas darah arteri : PH menurun, HCO3 menurun
 Ureum/kreatinin meningkat/normal
 Urine : gula + aseton positip
 Elektrolit : Na, K, fosfor

2. Ktiteria Pengendalian DM

Baik Sedang Buruk


GD Puasa (mg/dL) 80-109 110-139 ≥140
GD 2 jam PP (mg/dL) 110-159 160-199 ≥200
Koleseterol Total (mg/dL) <200 200-239 >240
Kolesterol LDL (mg/dL) non PJK <130 130-159 >160
Dengan PJK <100 100-129 >130
Kolesterol HDL (mg/dL) >45 35-45 <35
Trigliserida (mg/dL) tanpa PJK <200 200-149 >250
Dengan PJK <150 150-199 >200
>25/<18,
BMI: Wanita 18,5-22,9 23-25
5
Pria 20-24,9 25-27
>27/<20
140-160/
Tekanan Darah (mmHg) <140/90 >160/95
90-95

G. Komplikasi
Komplikasi yang bias timbul oleh DM antara lain:
1. Gangren Kaki Diabetik
2. Neurophaty
3. Retinophaty
4. Nephrophaty
5. Chronic Heart Disease
Sedangkan komplikasi akibat gangrene yakni:
1. Osteomyelitis
2. Sepsis
3. kematian

H. Penatalaksanaan
1. Diet
Pada konsensus Perkumpulan Endokrinologi Indonesia (PERKENI) telah
ditetapkan bahwa standar yang dianjurkan adalah santapan dengan
komposisi seimbang berupa karbohidrat (60-70%), protein (19-15%), dan
lemak (29-25%). Apabila diperlukan, santapan dengan komposisi
karbohdrat sampai 70-75% juga memberikan hasil yang baik, terutama
untuk golongan ekonomi rendah. Jumlah kalori disesuaikan dengan
pertumbuhan, status gizi, umur, stress akut, dan kegiatan jasmani untuk
mencapai berat badan ideal.
Cara menghitung kalori pada pasien DM:
a. Tentukan terlebih dahulu berat badan ideal untuk mengetahui jumlah
kalori basal pasien diabetes melitus. Cara perhitungan menurut Bocca:
BB Ideal = (TB dalam cm – 100) – 10% kg
Pada laki-laki yang tingginya < 160 cm atau perempuan yang tingginya
< 150 cm berlaku:
BB Ideal = (TB dalam cm – 100) x 1 kg
b. Kemudian hitung jumlah kalori yang dibutuhkan
Laki-laki = BB Ideal x 30
Perempuan = BB Ideal x 25
Kebutuhan kalori sebenarnya harus ditambah lagi sesuai dengan
kegiatan sehari-hari.
Suatu pegangan kasar dapat dibuat sebagai beriku:
 Pasien kurus = 2.300-2.500 kkal
 Pasien normal = 1.700-2.100 kkal
 Pasien gemuk = 1.300-1.500 kkal
2. Oalahraga
Olahraga atau latihan fisik dilakukan sebagai berikut:
- 5 – 10’ pemanasan
- 20 – 30’ latihan aerobic (75 – 80% denyut jantung maksimal)
- 15 – 20’ pendinginan
Namun sebaiknya dalam berolahraga juga memperhatikan hal-hal sebagai
berikut
- Jangan lakukan latihan fisik jika glukosa darah >250 mg/dL
- Jika glukosa darah <100 mg/dLsebelum latihan, maka sebaiknya
makan camilan dahulu
- Rekomendasi latihan bagi penderita dengan komplikasi
disesuaikan dengan kondisinya
- Latihan dilakukan 2 jam setelah makan
- Pada klien dengan gangrene kaki diabetic, tidak dianjurkan untuk
melakukan latihan fisik yang terlalu berat
3. Pengobatan untuk gangren
- Kering
o Istirahat di tempat tidur
o Kontrol gula darah dengan diet, insulin atau obat antidiabetik
o Tindakan amputasi untuk mencegah meluasnya gangrene, tapi
dengan indikasi yang sangat jelas
o Memperbaiki sirkulasi guna mengatasi angiopati dengan obat-
obat anti platelet agregasi (aspirin, diprydamol, atau
pentoxyvilin)
- Basah
o Istirahat di tempat tidur
o Kontrol gula darah dengan diet, insulin atau obat antidiabetik
o Debridement
o Kompres dengan air hangat, jangan dengan air panas atau dingin
o Beri “topical antibiotic”
o Beri antibiotic yang sesuai kultur atau dengan antibiotic
spectrum luas
o Untuk neuropati berikan pyridoxine (vit B6) atau neurotropik
lain
o Memperbaiki sirkulasi guna mengatasi angiopati dengan obat-
obat anti platelet agregasi (aspirin, diprydamol, atau
pentoxyvilin)
- Pembedahan
o Amputasi segera
o Debridement dan drainase, setelah tenang maka tindakan yang
dapat diambil adalah amputasi atau skin/arterial graft
4. Obat
a. Obat Hipoglikemik Oral (OHD)
b. Insulin, dengan indikasi:
- Ketoasidosis, koma hiperosmolar, dan asidosis laktat
- DM dengan berat badan menurun secara cepat
- DM yang mengalami stress berat (infeksi sistemik, operasi berat,
dll)
- DM gestasional
- DM tipe I
- Kegagalan pemakaian OHD

I. Pengkajian

Fokus Pengkajian

Data bergantung pada berat dan lamanya ketidakseimbangan metabolik dan


pengaruh pada fungsi organ :

1. Aktifitas/Istirahat
 Lemah, letih, sulit bergerak/berjalan.
 Kram otot, tonus otot menurun, gangguan tidur dan istirahat.
 Disorentasi, koma.

2. Sirkulasi
 Ada riwayat hipertensi, IMA.
 Kebas & kesemutan pada extrimitas.
 Kebas pada kaki.
 Takikardia/nadi yang menurun/tak ada.
 Kulit panas, kering & kemerahan, bola mata cekung.

3. Integritas ego
 Stress, tergantung orang lain.
 Peka terhadap rangsangan.

4. Eliminasi
 Poliuria, nokturia
 Rasa nyeri/terbakar, kesulitan berkemih (infeksi)
 Nyeri tekan abdomen
 Diare, bising usus lemah/menurun.

5. Makanan/cairan
 Hilang nafsu makan, mual/muntah.
 BB menurun, haus.
 Kulit kering/bersisik, turgor jelek.
 Distensi abdomen.

6. Neurosensori
 Pusing/pening, sakit kepala.
 Parestesia, kesemutan, kebas kelemahan pada otot.
 Gangguan penglihatan.
 Disorentasi : mengantuk, letargia, stupor/koma.

7. Nyeri/kenyamanan
 Abdomen tegang/nyeri
 Wajah meringis, palpitasi.

8. Pernapasan

 Batuk, bernapas bau keton

9. Keamanan
 Kulit kering, gatal, ulkus kulit.
 Demam, diaforesis
 Menurunnya kekuatan/rentang gerak.

Pengkajian Luka :
Lokasi & letak
luka
Status infeksi
Stadium luka

LUKA GANGGREN
DIABETIK

Status neurologi
Bentuk & ukuran
luka
Status vaskuler

a. Lokasi & Letak luka:


Pengkajian lokas & letak luka penting sebagai indikator terhadap
kemungkinan penyebab tejadinya luka dan memudahkan edukasi pada
pasien, sehingga kejadian luka dapat diminimalkan khususnya luka
ganggren diabetik. Misalnya : pasien dating ke RS dengan letak luka
pada ibu jari kaki, kemungkinan penyebabnya adalah pemakaian
sepatu yang terlalu sempit sehingga terjadi penekanan oleh sepatu.
Kejadian luka dapat diminimalkan dengan tidak menggunakan sepatu
yang sempit.

b. Stadium Luka :
Secara umum stadium luka dibedakan sebagai berikut:
1) Berdasarkan anatomi kulit ( Pressure ulcers panel, 1990)
a) Partial thickness yaitu hilangnya lapisan epidermis hingga
lapisan dermis paling atas.
b) Pull thickness yaitu hilangnya lapisan dermis hingga lapisan
subcutan.
Stadium I : kulit berwarna merah, belum tampak adanya lapisan
epidermis yang hilang
Stadium II: Hilangnya lapisan epidermis / lecet sampai batas
dermis paling atas.
Stadium III: Rusaknya lapisan dermis bagian bawah hingga lapisan
subcutan.
Stadium Iv: Rusaknya lapisan subcutan hingga otot dan tulang.

2) Berdasarkan warna dasar luka ( Netherlands wounncare consultant


society,1984) :
a) Red ( Merah) : merupakan jaringan sehat, granulasi /
epitilisasi, vaskuler baik mungkin luka akan berwarna pink,
merah, merah tua.
b) Yellow ( kuning) : Luka berwarna kuning muda, kuning
kehijauan, kuning tua ataupun kuning kecoklatan, merupakan
jaringan mati yang lunak, fibrinolitik, dan avaskulerisasi.
c) Black ( Hitam): jaringan nekrotik dan avskularisasi.

3) Stadium wagner ( khusus luka ganggren diabetic) :


a) Superficial ulcers:
- Stadium 0: Tidak terdapat lesi, kulit dalam keadaan
baik, tetapi dengan bentuk tulang kaki yang menonjol /
charcot arthropathies.
- Stadium I: Hilangnya lapisan kulit hingga dermis &
kadang tampak tulang menonjol.
b) Deep Ulcers :
- Stadium II : Lesi terbuka dengan penetrasi ke tulang
atau tendo disertai goa.
- Stadium III : Penetrasi dalam, osteomylitis,
plantar abses atau infeksi hingga tendon
c) Ganggren :
Stadium IV : Seluruh kaki dalam kondisi nekrotik
( ganggren ).
c. Bentuk & Ukuran Luka :
Pengkajian bentuk & ukuran luka dilakukan dengan pengukuran 3
dimensi atau dengan photographer untuk mengevaluasi kemajuan
proses penyembuhan luka. Hal yang harus diperhatikan dalam
pengkajian bentuk & ukuran luka adalah alat ukur yang tepat, hindari
infeksi nosokomial bila alat ukur tersebut digunakan berulang kali.
Misalnya : Jika mengukur kedalam luka / goa pada luka, gunakan alat
ukur kapas lidi / pinset steril sekali pakai ( selanjutnya ukur dg
meteran & dokumentasikan).

1) Pengukuran Luka dengan Tiga Demensi


Pengukuran ini mempergunakan arah jarum jam. Dilakukan
dengan mengkaji panjang, lebar dan kedalamam luka, hal ini wajib
dilaksanakan oleh perawat untuk menilai ada/ tidaknya goa ( sinus
trackat atau undermining) yang merupakan ciri khas luka ganggren
diabetik. Ukur kedalaman luka dengan mempergunakan lidi kapas /
pinset steril dengan hati-hati dengan arah pengukuran searah
jarum jam.

12
11 1
10 2

9 3

8 4
2 cm di jam 6
7 5
6

Keterangan:
a). 2 cm : lokasi goa yang terdapat di jam 6 dengan
kedalaman luka 2 cm
b). 3 x 2 cm : adalah panjang 3 cm x lebar luka 2 cm
c). 1 cm : adalah kedalaman luka.
d. Status Vaskuler.
1) Palpasi.
Status perfusi dinilai dengan melakukan palpasi pada daerah tibia
dan dorsalis pedis untuk menilai ada / tidaknya denyut nadi ( arteri
dorsalis pedis ) Pada pasien dengan lanjut usia ( lansia) terkadang
sulit diraba, jalan keluarnya dapat menggunakan alat stetoskope ultra
sonic dopler
2) Capillery rRefill
Merupakan waktu pengisian kaviler dan di evaluasi dengan
memberi tekanan pada ujung jari atau ujung kuku kaki
( ektremitas bawa, setelah tampak kemerahan atau putih bila
dilakukan penekanan pada ujung kuku. Pada beberapa kondisi
menurunnya atau bahkan hilangnya deng nadi, pucat, kulit dingin
merupakan indikasi iskemia ( arteri insufgiciency ) dengan
capillary refill lebih dari 40 detik.
Capillery repill Tim ( dasar memperkirakan kecepatan aliran
darah/ perfusi)
- Normal : 10-15 detik.

- Iskemia : 15- 25 detik

- Iskemia berat: 25- 40detik

- Iskemia sangat berat: lebih


dari 40dtk
3) Edema
Merupakan penilaian ada/ tidaknya edema dengan melakukan
penekanan dengan jari tangan pada tulang yang menonjol
umumnya pada tibia malleolus.Kulit / jaringan yang mengalami
edema tampak lebih coklat kemerahan atau mengkilat, adanya
edema menunjukkan gangguan aliran darh balik vena.

Tingkat Edema

0 – 0,6 cm : + 1 ( medle)
0,6 – 1,2 cm: + 2 ( moderate)
1,2 – 2,5 cm: +3 ( severe )
4) Temperatur Kulit
Temperatur pada kulit member informasi tentang kondisi perfusi
jaringan dan fase inflamasi serta merupakan variable penting dalam
menilai adanya peningkatan atau penurunan perfusi jaringan
terhadap tekanan ( ransangan tekanan ). Cara melakukan penilaian
dengan melakukan palpasi / menempelkan punggung tangan pada
kulit sekitar luka & membandingkan dengan kulit bagian lain yang
sehat.

e. Status Neurologi
Pengkajian status neurologi penting pada pasien diabetis melirus
untuk menilai fungsi motorik, sensorik, dan saraf otonom. Pada
motorik lakukan inspeksi pada bentuk kaki seperti jari2 telapak kaki
yg menonjol, adanya kallus karena penekanan secara terus menerus
yang dapat menjadi luka. Penilaian sensorik dapat berupa baal,
kesemutan, dilakukan dengan cara melakukan palpasi / sentuhan pada
jari2 satu persatu , telapak kaki dan anjurkan pasien untuk
memejamkan mata, hal ini dilakukan untuk menilai sensitivitas pada
ekstremitas bawah, selanjutnya penilaian otonom dilakukan dg cara
inspeksi pada kaki secara seksama terhadap adanya kekeringan,
luka/lecet kulit terkelupas akibat berkurangnya pengeluaran keringat (
kekeringan)

f. Infeksi.
Psedomonas dan stapilococcus aureus merupakan mikroorganisme
patogn yang paling sering muncul pada luka ganggren & merupakan
jenis luka kronis yang terkontaminasi, adanya kolonisasi bakteri
mengindikasikan luka tersebut telah terinfeksi. Luka yang telah
terinfeksi menunjukkan adanya infeksi secara:
1) Infeksi Sistemik: Pada pemeriksaan laboratorium , adanya
peningkatan jumlah leukosit (lekositosis) lebih dari batas normal,
dan peningkatan / penurunan suhu tubuh.
2) Lokal Infeksi
Tampak peningkatan jumlah eksudat, berbau tidak sedap,
penurunan vaskularisasi, adanya jaringan nekrotik/ slough,
eritema/ kemerahan pada kulit sekitar luka, terba hangat/ panas
dan nyeri tekan setempat.Infeksi dapat meluas dg cepat hingga
tulang ( osteomylitis) dapat dilihat dg X-rays) atau bahkan adanya
krepitasi pada daerah luka mengindikasikan adanya gas ganggren
( sangat berbahaya & menular) perawat wajib waspada
gunakan alat pelindung diri saat pengkajian luka. Pemerikasaan
kultur pus / darah merupakan rekomendasi untuk pemberian
antibiotika oleh dokter.
Tehnik Pengambilan Kultur Pus

Cuci luak dg Nacl0,9%& diamkan


5-10 mnt sampai cairan eksudat
keluar
Lakukan teknik pengambilan pus
dg zig-zag ( 10X swab) dg
tehnik steril ( dg lidi kapas
steril)
Simpan dlm tempat steril & segera
kirim ke laboratorium

Zigzag tehnik
J. Diagnosa keperawatan
1. Gangguan perfusi jaringan berhubungan dengan melemahnya /
menurunnya aliran darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi
pembuluh darah.
2. Gangguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren
pada ekstrimitas.
3. Gangguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik
jaringan.
4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada
luka.
5. Gangguan pemenuhan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh
berhubungan dengan intake makanan yang kurang.
6. Potensial terjadinya penyebaran infeksi ( sepsis ) berhubungan
dengan tingginya kadar gula darah.
7. Cemas berhubungan dengan kurangnya pengetahuan tentang
penyakitnya.
8. Kurangnya pengetahuan tentang proses penyakit, diet, perawatan dan
pengobatan berhubungan dengan kurangnya informasi.
9. Gangguan gambaran diri berhubungan dengan perubahan bentuk
salah satu anggota tubuh.
10. Ganguan pola tidur berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di kaki.

K. Intervensi
1. Gangguan perfusi berhubungan dengan melemahnya/menurunnya aliran
darah ke daerah gangren akibat adanya obstruksi pembuluh darah.
Tujuan: Mempertahankan sirkulasi perifer tetap normal.
Kriteria Hasil: - Denyut nadi perifer teraba kuat dan reguler
- Warna kulit sekitar luka tidak pucat/sianosis
- Kulit sekitar luka teraba hangat.
- Oedema tidak terjadi dan luka tidak bertambah
parah.
- Sensorik dan motorik membaik
No. Tindakan Rasional
1. Ajarkan pasien untuk melakukan Mobilisasi meningkatkan sirkulasi darah
mobilisasi
2. Ajarkan tentang faktor-faktor yang Meningkatkan melancarkan aliran darah
dapat meningkatkan aliran darah: balik sehingga tidak terjadi oedema.
Tinggikan kaki sedikit lebih rendah
dari jantung ( posisi elevasi pada
waktu istirahat ), hindari penyilangkan
kaki, hindari balutan ketat, hindari
penggunaan bantal, di belakang lutut
dan sebagainya
3. Ajarkan tentang modifikasi faktor- Kolestrol tinggi dapat mempercepat
faktor resiko berupa: Hindari diet terjadinya arterosklerosis, merokok
tinggi kolestrol, teknik relaksasi, dapat menyebabkan terjadinya
menghentikan kebiasaan merokok, dan vasokontriksi pembuluh darah, relaksasi
penggunaan obat vasokontriksi untuk mengurangi efek dari stress.
4. Kolaborasi dengan tim kesehatan lain Pemberian vasodilator akan
dalam pemberian vasodilator, meningkatkan dilatasi pembuluh darah
pemeriksaan gula darah secara rutin sehingga perfusi jaringan dapat
dan terapi oksigen ( HBO ). diperbaiki, sedangkan pemeriksaan gula
darah secara rutin dapat mengetahui
perkembangan dan keadaan pasien,
HBO untuk memperbaiki oksigenasi
daerah ulkus/gangren

2. Ganguan integritas jaringan berhubungan dengan adanya gangren pada


ekstrimitas.
Tujuan: Tercapainya proses penyembuhan luka.
Kriteria hasil : 1.Berkurangnya oedema sekitar luka.
2. Pus dan jaringan nekrosis berkurang
3. Adanya jaringan granulasi.
4. Bau khas gangren berkurang.

No. Tindakan Rasional


1. Kaji luas dan keadaan luka serta Pengkajian yang tepat terhadap luka dan
proses penyembuhan proses penyembuhan akan membantu
dalam menentukan tindakan selanjutnya
2. Rawat luka dengan baik dan benar : merawat luka dengan teknik aseptik,
membersihkan luka secara abseptik dapat menjaga kontaminasi luka dan
menggunakan larutan yang tidak larutan yang iritatif akan merusak
iritatif, angkat sisa balutan yang jaringan granulasi tyang timbul, sisa
menempel pada luka dan nekrotomi balutan jaringan nekrosis dapat
jaringan yang mati menghambat proses granulasi
3. Kolaborasi dengan dokter untuk Insulin akan menurunkan kadar gula
pemberian insulin, pemeriksaan kultur darah, pemeriksaan kultur pus untuk
pus pemeriksaan gula darah mengetahui jenis kuman dan anti biotik
pemberian anti biotik yang tepat untuk pengobatan,
pemeriksaan kadar gula darahuntuk
mengetahui perkembangan penyakit

3. Ganguan rasa nyaman ( nyeri ) berhubungan dengan iskemik jaringan.


Tujuan: Rasa nyeri hilang/berkurang
Kriteria hasil : 1.Penderita secara verbal mengatakan nyeri
berkurang/hilang .
2. Penderita dapat melakukan metode atau tindakan untuk
mengatasi atau mengurangi nyeri .
3. Pergerakan penderita bertambah luas.
4. Tidak ada keringat dingin, tanda vital dalam batas
normal.(S: 36 – 37,50 C, N: 60 – 80 x /menit, T : 100 – 130
mmHg, RR : 18 – 20 x /menit).
No. Tindakan Rasional
1. Kaji tingkat, frekuensi, dan reaksi Untuk mengetahui berapa berat nyeri
nyeri yang dialami pasien yang dialami pasien
2. Jelaskan pada pasien tentang sebab- pemahaman pasien tentang penyebab
sebab timbulnya nyeri nyeri yang terjadi akan mengurangi
ketegangan pasien dan memudahkan
pasien untuk diajak bekerjasama dalam
melakukan tindakan
3. Ciptakan lingkungan yang tenang Rangasangan yang berlebihan dari
lingkungan akan memperberat rasa
nyeri
4. Ajarkan teknik distraksi dan relaksasi Teknik distraksi dan relaksasi dapat
mengurangi rasa nyeri yang dirasakan
pasien
5. Atur posisi pasien senyaman mungkin Posisi yang nyaman akan membantu
sesuai keinginan pasien memberikan kesempatan pada otot
untuk relaksasi seoptimal mungkin
6. Lakukan massage dan kompres luka Massage dapat meningkatkan
dengan BWC saat rawat luka vaskulerisasi dan pengeluaran pus
sedangkan BWC sebagai desinfektan
yang dapat memberikan rasa nyaman
7. Kolaborasi dengan dokter untuk Obat –obat analgesik dapat membantu
pemberian analgesik mengurangi nyeri pasien

4. Keterbatasan mobilitas fisik berhubungan dengan rasa nyeri pada luka di


kaki.
Tujuan: Pasien dapat mencapai tingkat kemampuan aktivitas yang
optimal.
Kriteria Hasil: 1. Pergerakan paien bertambah luas
2. Pasien dapat melaksanakan aktivitas sesuai dengan
kemampuan (duduk, berdiri, berjalan).
3. Rasa nyeri berkurang.
4. Pasien dapat memenuhi kebutuhan sendiri secara
bertahap sesuai dengan kemampuan.
No. Tindakan Rasional
1. Kaji dan identifikasi tingkat kekuatan Untuk mengetahui derajat kekuatan
otot pada kaki pasien otot-otot kaki pasien
2. Beri penjelasan tentang pentingnya Pasien mengerti pentingnya aktivitas
melakukan aktivitas untuk menjaga sehingga dapat kooperatif dalam
kadar gula darah dalam keadaan tindakan keperawatan
normal
3. Anjurkan pasien untuk Untuk melatih otot – otot kaki sehingg
menggerakkan/mengangkat berfungsi dengan baik
ekstrimitas bawah sesui kemampuan
4. Bantu pasien dalam memenuhi Keterbatasan mobilitas fisik cenderung
kebutuhannya membuat klien kesulitan dalam
memnuhi kebutuhannya sehingga harus
diberikan bantuan
5. Kerja sama dengan tim kesehatan lain: Analgesik dapat membantu mengurangi
dokter ( pemberian analgesik ) dan rasa nyeri, fisioterapi untuk melatih
tenaga fisioterapi pasien melakukan aktivitas secara
bertahap dan benar

L. Daftar Pustaka

Carpenito, L.J., 1999. Rencana Asuhan & Dokumentasi Keperawatan. Ed. 2


Jakarta: EGC

2000. Diagnosa Keperawatan. Ed. 8. Jakarta: EGC

Doengoes. 1999. Perencanaan Asuhan Keperawatan. Jakarta: EGC

Mansjoer, Arif., et all. 1999. Kapita Selekta Kedokteran. Fakultas Kedokteran


UI: Media Aescullapius.

Price, Anderson Sylvia. 1997. Patofisiologi. Ed. I. Jakarata: EGC


Smeltzer, Suzanne C. 2002. Buku ajar keperawatan medika-bedah Brunner
dan Suddarth. Edisi 8.. Jakarta: EGC.

Anda mungkin juga menyukai