Anda di halaman 1dari 21

PRESENTASI KASUS POLI

“SKABIES”

Pembimbing :
dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK

Disusunoleh :
IRINE KAREN OKTAVIANI 1620221208

SMF ILMU PENYAKIT KULIT DAN KELAMIN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS PEMBANGUNAN NASIONAL “VETERAN” JAKARTA

2017
LEMBAR PENGESAHAN

PRESENTASI KASUS POLI


“SKABIES”

Disusun oleh :
Irine Karen Oktaviani 1620221208

Diajukan untuk Memenuhi Sebagian Syarat Kepaniteraan Klinik


di Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Prof. Margono Soekarjo
Purwokerto

Telah disetujui dan dipersentasikan


Pada Desember 2017

Mengetahui,
Pembimbing

dr. Ismiralda Oke Putranti, Sp.KK


NIP. 19790622 2010 12 2 001
KATA PENGANTAR

Puji syukur ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa atas segala limpahan berkat
yang telah diberikan sehingga laporan presentasi kasus dengan judul “Skabies” ini
dapat diselesaikan.
Laporan presentasi kasus ini merupakan salah satu tugas di Kepaniteraan
Klinik SMF Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo
Purwokerto. Penulisan presentasi kasus ini dapat terwujud atas bantuan berbagai
pihak, oleh karena itu, pada kesempatan ini penulis ingin mengucapkan terima kasih
kepada:
1. dr. Ismiralda Oke P, Sp.KK selaku dosen pembimbing;
2. Dokter-dokter spesialis kulit dan kelamin di SMF Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto;
3. Orang tua serta keluarga penulis atas doa dan dukungan yang tidak pernah henti
diberikan kepada penulis;
4. Rekan-rekan co-assisten Kepaniteraan Klinik Bagian Ilmu Penyakit Kulit dan
Kelamin dari FK UPN dan FK Unsoed.
5. Seluruh pihak terkait yang telah membantu penulis dalam menyusun tugas ini.
Dalam penyusunan presentasi kasus ini penulis menyadari bahwa masih
memiliki banyak kekurangan. Penulis mengharapkan saran dan kritik demi
kesempurnaan penyusunan presentasi kasus di masa yang akan datang. Semoga
laporan presentasi kasus ini bermanfaat bagi semua pihak yang ada di dalam
maupun di luar lingkungan RSUD Prof. Dr. Margono Soekarjo Purwokerto.

Purwokerto, Desember 2017

Penulis
BAB I
LAPORAN KASUS

A. Identitas Pasien
Nama : An. K
Jenis Kelamin : Laki-laki
Usia : 3 tahun
Alamat : Purwokerto
Agama : Islam
Tanggal Pemeriksaan : 29 November 2017
No. CM : 02011***

B. Anamnesis
Keluhan Utama : Gatal pada kuku jari tangan
Keluhan Tambahan : kuku tangan kiri dan ibu jari kaki keropos
Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien datang ke poliklinik RSMS dengan keluhan bintil-bintil yang terasa
gatal terutama pada sela jari kedua tangan, jari-jari kedua kaki, perut, dan
bokong 2 minggu SMRS. Bintil kemerahan sebesar ujung jarum pentul
dirasakan berawal dari sela jari tangan kanan kemudian semakin banyak dan
meluas ke telapak tangan selain itu di kaki serta perut dan di bokong muncul
keluhan bintil merah kecil. Keluhan gatal dirasakan sepanjang hari dan semakin
hebat terutama pada malam hari sehingga membuat pasien menggaruk kulit
hingga timbul luka lecet. Untuk mengurangi keluhan gatal, ibu pasien
mengoleskan caladine ke tempat yang gatal.
Pasien sudah pergi berobat ke puskesmas dekat rumahnya dan hanya diberi
hidrokortison topical dan keluhan tidak membaik. Tidak terdapat keluhan
demam. Riwayat alergi seperti asma, alergi makanan, dan alergi obat serta
benda asing disangkal pasien.
Riwayat Penyakit Dahulu:
a. Riwayat keluhan yang sama disangkal
b. Riwayat sakit kulit diakui gatal-gatal setelah mengkonsumsi makanan
maupun obat tertentu.
c. Riwayat alergi obat disangkal
d. Riwayat asma disangkal
e. Riwayat trauma pada kuku disangkal
Riwayat Penyakit Keluarga :
a. Riwayat keluhan yang sama disangkal
b. Riwayat sakit kulit disangkal
c. Riwayat alergi (makanan seperti udang, ikan laut, telur, debu, maupun obat-
obatan) disangkal
d. Riwayat asma disangkal
Riwayat Sosial Ekonomi :
Pasien yang masih berusia 3 tahun belum bersekolah lebih sering
menghabiskan waktu bermain di dalam rumah, dan diketahui kakaknya
menderita keluhan yang sama lebih dahulu. Selain kakak, ibu pasien juga
mengaku memiliki keluhan muncul bintil kecil di sela jari tangan yang juga
terasa gatal terutama pada malam hari.

C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Keadaaan umum : Sedang
Kesadaran : Compos mentis
Keadaan gizi : BB: 15 kg, TB: 100 cm (normoweight)
Vital Sign :
Nadi : 120 x/menit
Pernafasan : 36 x/menit
Suhu : 36,2oC
Kepala : Mesochepal, rambut hitam, distribusi merata
Mata : Konjungtiva anemis (-/-), sklera ikterik (-/-)
Hidung : Simetris, deviasi septum (-), sekret (-)
Telinga : Bentuk daun telinga normal, sekret (-)
Mulut : Mukosa bibir dan mulut lembab, sianosis (-)
Tenggorokan : T1 – T1 tenang , tidak hiperemis
Thorax : Simetris, retraksi (-)
Jantung : BJ I – II reguler, Murmur (-), Gallop(-)
Paru : SD vesikuler, ronki (-/-), wheezing (-)
Abdomen : Supel, datar, BU (+) normal
KGB : tidak teraba pembesaran.
Ekstremitas : Akral hangat, edema ( ), sianosis ( )

Status Dermatologi
Lokasi : Regio manus et pedis dextra et sinistra, regio
abdomen, dan gluteus
Efloresensi : Papul eritema multipel, bentuk bulat, berbatas tegas
membentuk kanalikuli dengan pustule dan
ekskoriasi

Gambar 1.1 Papul dan pustule multipel linear


Gambar 1.2 Papul dengan ekskoriasi dan krusta

Gambar 1.3 Papul dengan ekskoriasi dan krusta membentuk kanalikuli


D. Pemeriksaan Penunjang
Tidak dilakukan pemeriksaan penunjang.

E. Resume
Pasien, laki-laki 3 tahun, datang ke poliklinik RSMS diantar oleh ibunya
dengan keluhan bintil-bintil yang terasa gatal terutama sela jari kedua tangan,
jari-jari kedua kaki, perut, dan bokong 2 minggu SMRS. Bintil kemerahan
sebesar ujung jarum pentul dirasakan berawal dari sela jari tangan kanan
kemudian semakin banyak dan meluas ke telapak tangan dan muncul juga di
area jari kaki serta perut dan bokong. Keluhan disertai rasa gatal terutama di
malam hari sehingga pasien selalu ingin menggaruk sehingga muncul luka lecet
dan bernanah. Pasien tidak memiliki demam sebelumnya. Pasien yang belum
bersekolah lebih banyak menghabiskan waktu bermain di rumah diduga tertular
oleh kakaknya yang mengalami keluhan serupa lebih dahulu. Riwayat penyakit
yang sama sebelumnya disangkal. Tidak ada riwayat penyakit kulit, riwayat
alergi maupun asma pada pasien. Berdasarkan status dermatologis, terdapat
papul eritema multipel, bentuk bulat, berbatas tegas, pustul, ekskoriasi, krusta
pada regio interdigitalis, palmar, dan pedis dekstra et sinistra, abdomen serta
gluteus.

F. Diagnosa Kerja
Skabies

G. Diagnosis Banding
1. Prurigo
2. Pedikulosis korporis
3. Dermatitis kronis

H. Usulan Pemeriksaan Penunjang


Pemeriksaan sediaan langsung
Carilah mula-mula terowongan, kemudian pada ujung-ujung yang
terlihat papul atau vesikel, dicongkel dengan jarum dan diletakkan
di atas kaca objek, lalu dituup dengan kaca penutup dan dilihat
dengan mikroskop.
I. Penatalaksanaan
1. Edukasi
 Menjelaskan kepada pasien mengenai penyakit dan cara
penularannya Menjelaskan bahwa skabies adalah penyakit
menular
 Menerangkan pentingnya menjaga kebersihan perseorangan dan
lingkungan tempat tinggal
 Mencuci selimut, handuk, dan pakaian dengan bilasan terakhir
dengan menggunakan air panas 5 hari terakhir
 Menjemur kasur, bantal, dan guling secara rutin
 Bila gatal sebaiknya jangan menggaruk terlalu keras karena dapat
menyebabkan luka dan risiko infeksi
 Menjelaskan pentingnya mengobati anggota keluarga yang
menderita keluhan yang sama
2. Medikamentosa
a. Sistemik:
Anti histamin
Cetrizine tab 10 mg
Antibiotik
Cefadroxil 2x200mg
b. Topikal:
Permetrin 5% krim dioleskan ke seluruh tubuh pada malam hari
selama 10 jam, satu kali dalam seminggu

J. Prognosis
Quo ad vitam : ad bonam
Quo ad sanationam : ad bonam
Quo ad fungsionam : ad bonam
Quo ad cosmeticum : ad bonam
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi
Skabies adalah penyakit kulit yang disebabkan oleh investasi dan
sensitisasi terhadap terhadap Sarcoptes scabei var. hominis dan produknya.3

II.2 Etiologi
Sarcoptes scabiei var hominis berkembang biak hanya pada kulit
manusia. Sarcoptes scabiei merupakan Arthropoda yang masuk ke dalam
kelas Arachnida, sub kelas Acari (Acarina), ordo Astigmata dan famili
Sarcoptidae. Sarcoptes scabiei merupakan tungau putih, kecil, transparan,
berbentuk bulat agak lonjong, punggungnya cembung dan bagian perutnya
rata. Tungau betina besarnya 2 kali daripada yang jantan. Adapun jenis
Sarcoptes scabei var. animalis yang kadang-kadang bisa menulari manusia
terutama bagi yang memelihara hewan peliharaan seperti anjing1,3,4

Gambar 1. Morfologi Sarcoptes scabei.1

II.3 Epidemiologi
Skabies merupakan penyakit endemik pada banyak masyarakat. Penyakit
ini dapat mengenai semua ras dan golongan di seluruh dunia. Penyakit ini
banyak dijumpai pada anak dan orang dewasa muda, tetapi dapat mengenai
semua u mur. Insidens sama pada pria dan wanita8.
Insidens skabies di negara berkembang menunjukkan siklus fluktuasi yang
sampai saat ini belum dapat dijelaskan. Interval antara akhir dari suatu epidemi
dan permulaan epidemi berikutnya kurang le bih 10-15 tahun. Beberapa faktor
yang dapat membantu penyebarannya adalah kemiskinan, higiene yang jelek,
seksual promiskuitas, diagnosis yang salah, demografi, ekologi, dan derajat
sensitasi individual.

II.4 Patogenesis dan Morbiditas


Setelah terjadi perkawinan (kopulasi) biasanya tungau jantan akan mati,
namun kadang-kadang masih dapat hidup beberapa hari dalam terowongan
yang digali oleh betina. Setelah tungau betina dibuahi, tungau ini akan
membentuk terowongan pada kulit sampai perbatasan stratum korneum dan
stratum granulosum dengan panjangnya 2-3 mm perhari serta bertelur
sepanjang terowongan sampai sebanyak 2 atau 4 butir sampai sehari
mencapai 40-50 butir. Telur-telur ini akan menetas dalam waktu 3-5 hari dan
menjadi larva yang mempunyai 3 pasang kaki. Larva tersebut sebagian ada
yang tetap tinggal dalam terowongan dan ada yang keluar dari permukaan
kulit, kemudian setelah 2-3 hari masuk ke stadium nimfa yang mempunyai 2
bentuk, jantan dan betina dengan 4 pasang kaki. Waktu yang diperlukan mulai
dari telur menetas sampai menjadi dewasa sekitar 8-12 hari.3,4
Siklus hidup tungau paling cepat terjadi selama 30 hari dan selama itu juga
tungau-tungau tersebut berada dalam epidermis manusia. Tungau yang
berpindah ke lapisan kulit teratas memproduksi substansi proteolitik (sekresi
saliva) yang berperan dalam pembuatan terowongan dimana saat itu juga
terjadi aktivitas makan dan pelekatan telur pada terowongan tersebut.
Tungau-tungau ini memakan jaringan-jaringan yang hancur, namun tidak
mencerna darah. Feses (Scybala) tungau akan ditinggalkan di sepanjang
perjalanan tungau menuju ke epidermis dan membentuk lesi linier sepanjang
terowongan.1,6
Kelainan kulit dapat disebabkan tidak hanya oleh tungau scabies, tetapi
juga oleh penderita sendiri akibat garukan. Gatal yang terjadi disebabkan oleh
sensitisasi terhadap sekreta dan ekskreta tungau yang memerlukan waktu
kira-kira sebulan setelah infestasi. Sensitisasi terjadi pada penderita yang
terkena infeksi scabies pertama kali. Pada saat itu kelainan kulit menyerupai
dermatitis dengan ditemukannya papul, vesikel, urtika dan lain-lain. Dengan
garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta dan infeksi sekunder.3
Apabila terjadi immunocompromised pada host, respon imun yang lemah
akan gagal dalam mengontrol penyakit dan megakibatkan invasi tungau yang
lebih banyak bahkan dapat menyebabkan crusted scabies. Jumlah tungau
pada pasien crusted scabies bisa melebihi 1 juta tungau.6
II.5 Klasifikasi
Terdapat beberapa bentuk skabies atipik yang jarang ditemukan dan sulit
dikenal, sehingga dapat menimbulkan kesalahan diagnosis. Beberapa bentuk
tersebut antara lain (Harahap M., 2000):
1. Skabies pada orang bersih
Skabies yang terdapat pada orang yang tingkat kebersihannya baik sering
salah didiagnosis. Biasanya sangat sukar ditemukan terowongan. Kutu
biasanya hilang akibat mandi secara teratur.
2. Skabies pada bayi dan anak
Lesi skabies pada anak dapat mengenai seluruh tubuh, termasu k seluruh
kepala, leher, telapak tangan, telapak kaki, dan sering terjadi infeksi
sekunder berupa impetigo, ektima sehingga terowongan jarang
ditemukan. Pada bayi, lesi terdapat di muka.
3. Skabies yang ditularkan oleh hewan
Sarcoptes scabiei varian canis dapat menyerang manusia yang
pekerjaannya berhubungan erat dengan hewan tersebut, mis. peternak dan
gembala. Gejalanya ringan, rasa gatal kurang, tidak timbul terowongan,
lesi terutama terdapat pada tempat -tempat kontak. Lesi akan sembuh
sendiri bila menjauhi hewan tersebut dan mandi bersih - bersih.
4. Skabies noduler
Pada bentuk ini lesi berupa nodus coklat kemerahan yang gatal. Nodus
biasanya terdapat di daerah tertutup, terutama pada genitalia laki-laki,
inguinal dan aksila. Nodus ini timbul sebagai reaksi hipersensetivitas
terhadap tungau skabies. Pada nodus yang berumur lebih dari satu bulan
tungau jarang ditemukan. Nodus mungkin dapat menetap selama
beberapa bulan sampai satu tahun meskipun telah diberi pengobatan anti
skabies dan corticosteroid
5. Skabies incognito
Obat steroid topical atau sistemik dapat menyamarkan gejala dan tanda
skabies, sementara infestasi tetap ada. Sebaliknya, pengobatan dengan
steroid topical yang lama dapat pula menyebabkan lesi bertambah hebat.
Hal ini mungkin dis ebabkan oleh karena penurunan respons imun seluler
6. Skabies Bedridden (terbaring di tempat tidur)
Penderita penyakit kronis dan orang tua yang terpaksa harus tinggal di
tempat tidur dapat menderita skabies yang lesinya terbatas
7. Skabies Norwegian
Skabies Norwegia atau skabies krustosa ditandai oleh lesi yang luas
dengan krusta, skuama generalisata, dan hyperkeratosis yang tebal.
Tempat predileksi biasanya kulit kepala yang berambut, siku, lutut,
telapak tangan, dan kaki ya ng dapat disertai distrofi kuku. Berbeda
dengan skabies biasa, rasa gatal pada penderita skabies Norwegia tidak
menonjol tetapi bentuk ini sangat menular karena jumlah tungau yang
menginfestasi sangat banyak (ribuan). Skabies Norwegia terjadi akibat
defisiensi imunologik sehingga sistem imun tubuh gagal membatasi
proliferasi tungau sehingga dapat berkembang biak dengan mudah

II.6 Diagnosis Banding


Penyakit skabies juga ada yang menyebutnya sebagai the great
imitator karena dapat mencakup hampir semua dermatosis pruritik
berbagai penyakit kulit dengan keluhan gatal. Adapun diagnosis
banding yang biasanya mendekati adalah prurigo, pedikulosis corporis,
dermatitis dan lain-lain.2,3

II.7 Diagnosis
Dengan garukan dapat timbul erosi, ekskoriasi, krusta , dan infeksi
sekunder. Di daerah tropis, hampir setiap kasus skabies terinfeksi
sekunder oleh Streptococcus aureus atau Staphylococcus pyogenes.
Diagnosis ditegakkan atas dasar:
1. Adanya terowongan yang sedikit meninggi, berbentuk garis lurus
atau berkelok-kelok, panjangnya beberapa millimeter sampai 1 cm,
dan pada ujungnya tampak vesikula, papula, atau pustula .
2. Tempat predileksi yang khas adalah sela jari, pergelangan tangan
bagian volar, siku bagian luar, lipat ketiak bagian depan, areola
mammae, sekitar umbilicus, abdomen bagian bawah, dan genitalia
eksterna pria. Pada orang dewasa jarang terdapat di muka dan
kepala, kecuali pada penderita immunosupresif, sedangkan pada
bayi, lesi dapat terjadi di seluruh permukaan kulit.
3. Penyembuhan cepat setelah pemberian obat antiskabies topikal
yang efektif.
4. Adanya gatal hebat pada malam hari. Bila lebih dari satu anggota
keluarga menderita gatal, harus dicurigai adanya skabies. Gatal
pada malam hari disebabkan oleh temperatur tubuh menjadi lebih
tinggi sehingga aktivitas kutu meningkat.
5. Diagnosis pasti baru dapat ditega kkan bila ditemukan kutu dewasa,
telur, larva dari dalam terowongan. Cara mendapatkannya adalah
dengan membuka terowongan dan mengambil parasit dengan
menggunakan pisau bedah atau jarum steril. Kutu betina akan
tampak sebagai bintik kecil gelap atau keabua n di bawah vesikula.
Di bawah mikroskop dapat terlihat bintik mengkilat dengan
pinggiran hitam.

II.9 Penatalaksanaan
Pilihan obat scabisida harus memperhitungkan efektivitas dan toksisitas.
Penatalaksanaan juga harus melibatkan orang-orang yang berhubungan dekat
atau pasangan seksual. Adapun syarat obat yang ideal adalah yang efektif
terhadap semua tungau, tidak menimbulkan iritasi, tidak bersifat toksik, tidak
berbau, tidak kotor, tidak merusak atau mewarnai pakaian, mudah diperoleh
dan harganya pun relatif murah.2,3
Pengobatan standar skabies pada manusia yang sering diberikan adalah
bensil bensoat, crotamiton, lindan, permetrin, dan ivermectin . Wendel dan
Rampalo (2002) melakukan tinjauan tingkat kesembuhan penderita skabies
dengan berbagai macam obat seperti yang ditunjukkan pada table berikut.1,8
Kombinasi antara bensil bensoat memberikan tingkat kesembuhan mencapai
100%. Bensil bensoat 25% dikenal juga dengan nama "Balsem Peru" dan telah
digunakan sekitar 65 tahun yang lalu. Obat ini diaplikasikan dengan cara dioles
pada kulit yang terserang skabies dan dibiarkan hingga 24 jam. Efek samping
bensil bensoat yang dilaporkan adalah timbulnya diare dan iritasi kulit pada
menit pertama pasca pengolesan. Bensil bensoat dianjurkan untuk diencerkan
apabila digunakan oleh penderita skabies pada anak dan dewasa yang kulitnya

sensitif.1,3

Crotamiton 10% (Eurax) adalah obat scabies yang cukup aman bagi anak
dengan efek samping yang minimal. Obat ini mempunyai dua efek yaitu sebagai
antiskabies dan antupruritik. Obat ini harus dijauhkan dari mata, mulut dan

uretra.1,3

Tabel 1. Tinjauan Tingkat Kesembuhan Skabies dengan Berbagai


Macam Obat.1

Gamma benzene hexachloride 1% adalah insektisida organofosfat untuk


pengobatan skabies dengan tingkat kesembuhan mencapai 96 - 98%. Obat
ini mempengaruhi sistem saraf dan terbukti berbahaya bagi janin dan anak
bahkan dapat menyebabkan terjadinya idiosyncratic aplastic anemia. Oleh
karena itu, lindan tidak dianjurkan untuk digunakan ibu hamil, ibu
menyusui, anak di bawah umur dua tahun dan penderita dengan dermatitis
yang luas termasuk penderita dengan gangguan syaraf. Lindan tidak
dianjurkan setelah mandi dengan air hangat karena kulit masih mengalami
vasodilatasi sehingga penyerapan berjalan cepat dan sangat membahayakan.
Resistensi S. scabiei secara in vitro dan in vivo terhadap lindan telah
dilaporkan oleh Hernandez (1983) dan Chosidow (2000). Lindan dilarang
beredar di beberapa negara termasuk Australia karena efek samping yang

membahayakan bagi pengguna.1


Adanya efek samping terhadap lindan, pengobatan diarahkan pada
penggunaan permetrin 5% (Lyclear). Obat ini terbilang lebih mahal dari
obat skabies di atas dan banyak digunakan di Australia, United Kingdom
dan Amerika selama lebih dari dua puluh tahun. Dosis tunggal yang
digunakan mempunyai efek yang mirip dengan lindan, yaitu memberikan
kesembuhan sekitar 97,8%. Efek permetrin dilaporkan lebih balk daripada
crotamiton dan sebaiknya dibiarkan selama delapan sampai sepuluh jam
berada di kulit, kemudian dapat dicuci. Pengobatan dapat diulang dalam
waktu satu minggu. Obat ini dilaporkan lebih aman khususnya bagi anak-
anak, tidak menyebabkan reaksi silang dengan kulit, tetapi dapat

menyebabkan diare dan kejang-kejang.1,3,8


Ivermectin adalah antibiotik lakton makrosiklik dari kelompok
avermectin yang diisolasi dari bakteri Streptomyces avermectalis. Obat ini
menunjukkan spektrum yang luas untuk parasit baik arthropoda maupun
nematoda dan telah banyak digunakan untuk pengobatan skabies pada
hewan serta manusia. Dosis tunggal ivermectin 200 tg/kg mampu
menyembuhkan skabies pada penderita HIV dan skabies krustasi. Selain
khasiatnya sebagai anti skabies, ivermectin juga dilaporkan efektif untuk
mengurangi kejadian infeksi sekunder karena bakteri Streptococcus pyoderma
yang menyertai skabies. Efek samping yang ditimbulkan setelah pengobatan
adalah sakit perut dan muntah serta hipotensi (tekanan darah menurun). Ruam-
ruam merah akan meningkat pada tiga hari pertama pascapengobatan juga
sering dialami penderita scabies. Ivermectin tidak dianjurkan untuk ibu hamil

dan anak dengan bobot badan kurang dari lima belas kilogram.1

Obat alternatif lainnya adalah presipitasi sulfur 6% di dalam petrolatum


Obat ini dilaporkan aman bagi ibu hamil, ibu menyusui dan anak yang
berumur kurang dari dua tahun . Penggunaan sulfur 6% setiap malam
selama tiga kali berturut-turut dan membilasnya setelah 24 jam,
memberikan hasil yang memuaskan. Namun demikan, obat ini kurang
diminati karena meninggalkan noda dan kotor serta bau yang menyengat.1,3
II.10 Prognosis
Keberhasilan pengobatan skabies dan pemberantasan penyakit tersebut
tergantung pada pemilihan efektif, pemakaian obat yang benar, serta
menghilangkan faktor predisposisi.3
BAB III
PEMBAHASAN

Pasien An. K usia 3 tahun diantar ibunya datang ke poli kulit RS Margono
pada tanggal 29 November dengan keluhan bintil-bintil yang terasa gatal terutama
sela jari kedua tangan, jari-jari kedua kaki, perut, dan bokong 2 minggu SMRS.
Bintil kemerahan sebesar ujung jarum pentul dirasakan berawal dari sela jari tangan
kanan kemudian semakin banyak dan meluas ke telapak tangan dan muncul juga di
area jari kaki serta perut dan bokong. Keluhan disertai rasa gatal terutama di malam
hari sehingga pasien selalu ingin menggaruk sehingga muncul luka lecet dan
bernanah. Pasien tidak memiliki demam sebelumnya. Pasien yang belum
bersekolah lebih banyak menghabiskan waktu bermain di rumah diduga tertular
oleh kakaknya yang mengalami keluhan serupa lebih dahulu. Riwayat penyakit
yang sama sebelumnya disangkal. Tidak ada riwayat penyakit kulit, riwayat alergi
maupun asma pada pasien. Berdasarkan status dermatologis, terdapat papul eritema
multipel, bentuk bulat, berbatas tegas, pustul, ekskoriasi, krusta pada regio
interdigitalis, palmar, dan pedis dekstra et sinistra, abdomen serta gluteus.
BAB IV
KESIMPULAN

1. Berdasarkan hasil anamnesis dan pemeriksaan fisik, pasien adalah seorang


anak laki-laki dengan diagnosis skabies
2. Penatalaksanaan onikomikosis terbagi ke dalam farmakologi dan non
farmakologi serta usaha preventif
3. Prognosis baik karena umunya skabies dapat sembuh dengan pengobatan
adekuat..
DAFTAR PUSTAKA

1. Wardhana, AH. Skabies: Tantangan Penyakit Zoonosis Masa Kini dan Masa
2. Datang. 2006. Bogor: Balai Penelitian Veteriner.
3. Herman, MJ. Cermin Dunia Kedokteran: Penyakit Hubungan Seksual
4. Akibat Jamur, Protozoa dan Parasit. 2001. Jakarta: Pusat Penelitian dan
Pengembangan Farmasi - Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan
Departemen Kesehatan Rl.
5. Djuanda, adhi. Ilmu penyakit kulit dan kelamin. 2007. Jakarta: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia.
6. Tim Penyusun Bagian SMF Ilmu Kesehatan Kulit dan Kelamin. Pedoman
Diagnosis dan Terapi Ilmu Penyakit Kulit dan Kelamin. 2005. Surabaya:
Airlangga University Press.
7. Speare, Richard. Advice on Scabies Diagnosis and Management. The SA
Department of Health: James Cook University
8. Cordoro, KM. Dermatologic Manifestations of Scabies. 2009. Available at:
http://emedicine.medscape.com/article. Last Updated: 25 November 2011.
9. Centers for Disease Control and Prevention. Parasites Scabies. 2010. Available
at: http://www.cdc.gov/. Last updated: 25 November 2011.
10. Chosidow,O. Scabies, New England Journal of Medicine. 2006. Available
from: http://content.nejm.org/cgi/content/full/354/16/1718. Last Updated: 25
November 2011.

Anda mungkin juga menyukai