Anda di halaman 1dari 17

BAB I

PENDAHULUAN

1.1Latar Belakang
Berbagai penyakit menular pada manusia yang bersumber dari hewan telah
banyak mewabah di dunia.Istilah zoonosis telah dikenal untuk menggambarkan
suatu kejadian penyakit infeksi pada manusia yang ditularkan dari hewan vertebrata.
Hal inilah yang dewasa ini menjadi sorotan publik dan menjadi objek berbagai studi
untuk mengkaji segala aspek yang berkaitan dengan wabah tersebut yang diharapkan
nantinya akan diperoleh suatu sistem terpadu untuk pemberantasan dan
penanggulangannya. Kemunculan dari suatu penyakit zoonosis tidak dapat diprediksi
dan dapat membawa dampak yang menakutkan bagi dunia, terutama bagi komunitas
yang bergerak di bidang kesehatan masyarakat dan veteriner.
Dari sejumlah 1.415 mikroba patogen pada manusia yang diketahui, 61,6%
bersumber dari hewan (Brown 2004). Sejumlah 616 mikroba patogen yang
ditemukan pada hewan ternak, 77,3% diantaranya merupakan multiple spesies atau
spesies yang memiliki kemampuan untuk menginfeksi lebih dari satu jenis hewan.
Pada karnivora domestik, dari 374 mikroba patogen, 90% diantaranya
diklasifikasikan sebagai multiple spesies. Emerging zoonosis dapat dilihat secara
operasional sebagai proses dua tahap. Tahap pertama adalah pemaparan suatu agen
penyakit ke suatu populasi host yang baru. Tahap kedua adalah proses penyebaran
lebih lanjut dari agen penyakit dalam populasi host baru tersebut. Sebagian besar
dari kemunculan suatu wabah penyakit berasal dari agen yang sudah berada di
lingkungan dimana agen tersebut mendapatkan kesempatan atau waktu dan kondisi
yang tepat untuk kembali menginfeksi host atau populasi yang baru. Beberapa
contoh kasus emerging zoonosis dewasa yang menjadi sorotan dunia antara lain
antraks.
Kejadian antraks bersifat universal dimana dapat terjadi di seluruh wilayah
dunia mulai dari negara yang beriklim dingin, subtropis dan tropis, pada negara yang
miskin, negara berkembang hingga negara maju sekalipun.Kejadian antraks pada
manusia di Indonesia hampir selalu berhubungan dengan wabah penyakit antraks
pada hewan. Di Indonesia, sepanjang tahun 2001-2004, kasus antraks pada manusia
dilaporkan terjadi setiap tahun.

1.2Tujuan
1. Mengetahui pengertian antraks.
2. Mengetahui cara penularan antraks di lingkungan.
3. Mengetahui cara penanggulangan dan pengobatan antraks.

1
2
BAB II
PEMBAHASAN

2.1Defenisi
Antraks adalah penyakit menular akut dan sangat mematikan yang disebabkan
bakteri Bacillus anthracis dalam bentuknya yang paling ganas. Antraks bermakna
"batubara" dalam bahasa Yunani, dan istilah ini digunakan karena kulit para
korbanakan berubah hitam. Antraks paling sering menyerang herbivora-herbivora liar
dan yang telah dijinakkan.Penyakit ini bersifat zoonosis yang berarti dapat ditularkan
dari hewan ke manusia, namun tidak dapat ditularkan antara sesama manusia.
Penyakit Antraks atau disebut juga Radang Lympha, Malignant pustule, Malignant
edema, Woolsorters disease, Rag pickersdisease, Charbon.
Penyakit Antraks merupakan salah satu penyakit menular yang dapat
menimbulkan wabah, sesuai dengan undang-undang Nomor 4 Tahun 1984 tentang
wabah penyakit menular dan Peraturan Menteri Kesehatan No. 1501 tahun 2010.
SPORA Bacillus Anthrax tahan pada suhu panas di atas 43 derajat Celcius.Di
dalam tanah, diketahui spora mampu bertahan sampai dengan 40 tahun. Apabila
lingkungan memungkinkan, yaitu panas dan lembab maka spora dapat menjadi
bentuk bakteri biasa (vegetatif) yang mampu berkembang biak (membelah diri)
dengan sangat cepat. Itulah sebabnya, penyakit ini cenderung berjangkit pada musim
kemarau.
Penyakit antraks merupakan salah satu penyakit dengan prevalensi yang tinggi
di Benua Asia, dengan sifat serangan sporadik. Kawasan endemik antraks di
Indonesia meliputi Jawa Barat, Jawa Tengah, Yogyakarta, Nusa Tenggara Barat, Nusa
Tenggara Timur, Sulawesi Utara, Sulawesi Tengah dan Sulawesi Tenggara.
Penyakit tersebut berhubungan dengan pekerjaan, oleh karena itu yang diserang
pada umumnya pekerja peternakan, petani, pekerja tempat pemotongan hewan, dokter
hewan, pekerja pabrik yang menangani produk-produk hewan yang terkontaminasi
oleh spora antraks, misalnya pabrik tekstil, makanan ternak, pupuk, dan sebagainya.
Antraks adalah penyakit yang disebabkan bakteri Bacillus anthracis, yang hidup
di tanah.Sel bakteri tersebut seperti spora untuk bertahan dari ganasnya kondisi.Spora
tumbuh subur secara berkoloni dalam tubuh binatang atau manusia.
Antraks terkadang menyerang hewan ternak yang jauh dari manusia, tetapi,
sebagaimana diketahui pada 2001 antraks menyerang Amerika Serikat, antraks
ditakutkan sebagai senjata biologi modern. Penularan atraks melalui daging atau kulit
binatang yang terkena antraks dimakan manusia.

3
2.2Etiologi
Bacillus anthracis, kuman berbentuk batang ujungnya persegi dengan sudut-
sudut tersusun berderet sehingga nampak seperti ruas bambu atau susunan bata,
membentuk spora yang bersifat gram positif.
Basil bentuk vegetatif bukan merupakan organisme yang kuat, tidak tahan hidup
untuk berkompetisi dengan organisme saprofit.Basil Antraks tidak tahan terhadap
oksigen, oleh karena itu apabila sudah dikeluarkan dari badan ternak dan jatuh di
tempat terbuka, kuman menjadi tidak aktif lagi, kemudian melindungi diri dalam
bentuk spora.
Apabila hewan mati karena Antraks dan suhu badannya antara 28 -30 °C, basil
antraks tidak akan didapatkan dalam waktu 3-4 hari, tetapi kalau suhu antara 5 -10 °C
pembusukan tidak terjadi, basil antraks masih ada selama 3-4 minggu. Basil Antraks
dapat keluar dari bangkai hewan dan suhu luar di atas 20°C, kelembaban tinggi basil
tersebut cepat berubah menjadi spora dan akan hidup. Bila suhu rendah maka basil
antraks akan membentuk spora secara perlahan - lahan (Christie 1983).
Bacillus antracis penyebab penyakit antraks mempunyai dua bentuk siklus
hidup, yaitu fase vegetatif dan fase spora.

 Fase Vegetatif
Berbentuk batang, berukuran panjang 1-8 mikrometer, lebar 1-1,5 mikrometer.
Jika spora antraks memasuki tubuh inang (manusia atau hewan memamah biak) atau
keadaan lingkungan yang memungkinkan spora segera berubah menjadi bentuk
vegetatif, kemudian memasuki fase berkembang biak. Sebelum inangnya mati,
sejumlah besar bentuk vegetatif bakteri antraks memenuhi darah.Bentuk vegetatif
biasa keluar dari dalam tubuh melalui pendarahan di hidung, mulut, anus, atau
pendarahan lainnya.Ketika inangnya mati dan oksigen tidak tersedia lagi di darah
bentuk vegetatif itu memasuki fase tertidur (dorman/tidak aktif).Jika kemudian dalam
fase tertidur itu terjadi kontak dengan oksigen di udara bebas, bakteri antraks
membentuk spora (prosesnya disebut sporulasi). Pada fase ini juga dikaitkan dengan
penyebaran antraks melalui serangga, yang akan membawa bakteri dari satu inang ke
inang lainnya sehingga terjadi penularan antraks kulit, akan tetapi hal tersebut masih
harus diteliti lebih lanjut.

 Fase Spora
Berbentuk seperti bola golf, berukuran 1-1,5 mikrometer. Selama fase ini
bakteri dalam keadaan tidak aktif (dorman), menunggu hingga dapat berubah kembali
menjadi bentuk vegetatif dan memasuki inangnya.Hal ini dapat terjadi karena daya
tahan spora antraks yang tinggi untuk melewati kondisi tak ramah--termasuk panas,

4
radiasi ultraviolet dan ionisasi, tekanan tinggi, dan sterilisasi dengan senyawa kimia.
Hal itu terjadi ketika spora menempel pada kulit inang yang terluka, termakan, atau
karena ukurannya yang sangat kecil sehingga terhirup. Begitu spora antraks
memasuki tubuh inang, spora itu berubah ke bentuk vegetatif.

2.3Manifestasi Klinik
Gejala umum penyakit antraks terjadinya demam dengan suhu badan yang
tinggi dan hewan kehilangan nafsu makan. Sedangkan gejala yang bersifat khas:
gemetar, ngantuk, lumpuh, lelah, kejang-kejang, mulas, bercak merah pada membran
mukosa, mencret disertai darah, sulit bernapas sehingga mati lemas dan terdapat bisul
yang makin membesar berisi nanah kental berwarna kuning. Manusia yang terinfeksi
dan menderita penyakit antraks ditandai dengan gejala: suhu badan tinggi, mual-mual
dan terjadi pembengkakan kelenjar getah bening di sekitar leher, dada dan ketiak.
Rata-rata masa inkubasi antraks lebih dari 7 hari, bisa juga 60 hari bahkan lebih
tergantung lamanya gejala terbentuk.
Gejala klinis antraks pada manusia dibagi menjadi 4 bentuk yaitu antraks kulit,
antraks saluran pencernaan, antraks paru dan antraks meningitis.

1. Antraks Kulit (Cutaneus Anthrax)


Kejadian antraks kulit mencapai 90% dari keseluruhan kejadian antraks di
Indonesia. Masa inkubasi antara 1-5 hari ditandai dengan adanya papula pada
inokulasi, rasa gatal tanpa disertai rasa sakit, yang dalam waktu 2-3 hari
membesar menjadi vesikel berisi cairan kemerahan, kemudian haemoragik dan
menjadi jaringan nekrotik berbentuk ulsera yang ditutupi kerak berwarna hitam,
kering yang disebut Eschar (patognomonik). Selain itu ditandai juga dengan
demam, sakit kepala dan dapat terjadi pembengkakan lunak pada kelenjar limfe
regional.Apabila tidak mendapat pengobatan, angka kematian berkisar 5-20%.

2. Antraks Saluran Pencernaan (Gastrointestinal Anthax)


Masa inkubasi 2-5 hari.Penularan melalui makanan yang tercemar kuman
atau spora misal daging, jerohan dari hewan, sayur- sayuran dan sebagainya, yang
tidak dimasak dengan sempurna atau pekerja peternakan makan dengan tengan
yang kurang bersih yang tercemar kuman atau spora antraks.Penyakit ini dapat
berkembang menjadi tingkat yang berat dan berakhir dengan kematian dalam
waktu kurang dari 2 hari.Angka kematian tipe ini berkisar 25-75%.
Gejala antraks saluran pencernaan adalah timbulnya rasa sakit perut hebat,
mual, muntah, tidak nafsu makan, demam, konstipasi, gastroenteritis akut yang
kadang-kadang disertai darah, hematemesis. Pada pemeriksaan fisik didapatkan
pembesaran kelenjar limfe daerah inguinal (lipat paha), perut membesar dan

5
keras, kemudian berkembang menjadi ascites dan oedem scrotum serta sering
dijumpai pendarahan gastrointestinal..

3. Antraks Paru-paru (Pulmonary Anthrax)


Masa inkubasi : 1-5 hari (biasanya 3-4 hari). Gejala klinis antraks paru-paru
sesuai dengan tanda-tanda bronchitis.Dalam waktu 2-4 hari gejala semakin
berkembang dengan gangguan respirasi berat, demam, sianosis, dispneu, stridor,
keringat berlebihan, detak jantung meningkat, nadi lemah dan cepat.Kematian
biasanya terjadi 2-3 hari setelah gejala klinis timbul.

4. Antraks Meningitis (Meningitis Anthrax)


Terjadi karena komplikasi bentuk antraks yang lain, dimulai dengan adanya
lesi primer yang berkembang menjadi meningitis hemoragik dan kematian dapat
terjadi antara 1-6 hari. Gambaran klinisnya mirip dengan meningitis purulenta
akut yaitu demam, nyeri kepala hebat, kejang-kejang umum, penurunan
kesadaran dan kaku kuduk.

2.4Patofisiologi
Setelah endospora masuk ke dalam tubuh manusia, melalui luka pada kulit,
inhalasi (ruang alveolar) atau makanan (mukosa gastrointestinal), kuman akan
difagosit oleh makrofag dan dibawa ke kelenjar getah bening regional. Pada antraks
kutaneus dan gastrointestinal terjadi germinasi tingkat rendah di lokasi primer yang
menimbulkan edema lokal dan nekrosis. Endospora akan mengalami germinasi di
dalam makrofag menjadi bentuk vegetatif. Bentuk vegetatif akan keluar dari
makrofag, berkembang biak di dalam sistem limfatik, mengakibatkan limfadenitis
hemoragik regional, kemudian masuk ke dalam sirkulasi, dan menyebabkan
septikemia.
Faktor virulensi utama B.anthracis dicirikan (encoded) pada dua plasmid
virulen yaitu pXO1 dan pXO2. Plasmid pXO1 mengandung gen yang memproduksi
kompleks toksin antraks berupa faktor letal, faktor edema, dan antigen protektif.
Antigen protektif merupakan komponen yang berguna untuk berikatan dengan
reseptor toksin antraks (ATR = Anthrax Toxin Receptor) di permukaan sel. Setelah
berikatan dengan reseptor maka oleh furin protease permukaan sel, antigen protektif
yang berukuran 83-kDa itu membelah menjadi bentuk 63-kDa dan selanjutnya bentuk
itu akan mengalami oligomerisasi menjadi bentuk heptamer.
Pembelahan antigen protektif diperlukan agar tersedia tempat pengikatan FL
dan atau FE. Antigen protektif yang telah mengalami pembelahan, bersama
reseptornya akan melakukan pengelompokan ke dalam lipid rafts sel kemudian
mengalami endositosis. Melalui lubang yang terbentuk terjadilah translokasi FE dan

6
FL ke dalam sitosol yang selanjutnya dapat menimbulkan edema, nekrosis, dan
hipoksia. FE merupakan calmodulin-dependent adenylate cyclase yang mengubah
adenosine triphosphate (ATP) menjadi cyclic adenosine monophosphate (cAMP)
yang menyebabkan edema. FE menghambat fungsi netrofil dan aktivitas oksidatif sel
polimormonuklear (PMN). FL merupakan zinc metalloprotease yang menghambat
aktifitas mitogen-activated protein kinase kinase (MAPKK) in vitro dan dapat
menyebabkan hambatan signal intraselular. FL menyebabkan makrofag melepaskan
tumor necrosis-α (TNF-α) dan interleukin-1β (IL1β) yang merupakan salah satu faktor
penyebab kematian mendadak.

7
2.5Prognosis
Ketika diobati dengan antibiotik, antraks kulit cenderung mendapatkan
pengobatan yang lebih baik. Namun, 20% dari orang-orang yang tidak mendapatkan
pengobatan akan mati jika anthrax menyebar ke darah. Untuk antraks pernafasan
mempunyai tingkat kematian yang tinggi, namun beberapa pasien dengan antraks
pernafasan bila seawal mungkin di ruang ICU beberapa pasien akan tetap hidup.
Orang dengan tahap kedua, inhalasi anthrax memiliki pandangan yang buruk, bahkan
dengan terapi antibiotik. Sampai dengan 90% dari kasus pada tahap kedua ini
berakibat fatal. Infeksi antraks gastrointestinal dapat menyebar ke aliran darah, dan

8
dapat menyebabkan kematian. Sedangkan pasien dengan meningitis antraks
mempunyai prognosis yang buruk.

2.6Penatalaksanaan
 Pengobatan
Pemberian antibiotik intravena direkomendasikan pada kasus antraks
inhalasi, gastrointestinal dan meningitis. Pemberian antibiotik topikal tidak
dianjurkan pada antraks kulit. Antraks kulit dengan gejala sistemik, edema luas,
atau lesi di kepala dan leher juga membutuhkan antibiotik intravena. Walaupun
sudah ditangani secara dini dan adekuat, prognosis antraks inhalasi,
gastrointestinal, dan meningeal tetap buruk. B. anthracis alami resisten terhadap
antibiotik yang sering dipergunakan pada penanganan sepsis seperti sefalosporin
dengan spektrum yang diperluas tetapi hampir sebagian besar kuman sensitif
terhadap penisilin, doksisiklin, siprofloksasin, kloramfenikol, vankomisin,
sefazolin, klindamisin, rifampisin, imipenem, aminoglikosida, sefazolin, tetrasiklin,
linezolid, dan makrolid. Bagi penderita yang alergi terhadap penisilin maka
kloramfenikol, eritromisin, tetrasikilin, atau siprofloksasin dapat diberikan. Pada
antraks kulit dan intestinal yang bukan karena bioterorisme, maka pemberian
antibiotik harus tetap dilanjutkan hingga paling tidak 14 hari setelah gejala reda.
Jenis antibiotik yang dapat digunakan dapat dilihat pada Tabel 1.
Oleh karena antraks inhalasi secara cepat dapat memburuk, maka
pemberiaan antibiotik sedini mungkin sangat perlu. Keterlambatan pemberian
antibiotik sangat mengurangi angka kemungkinan hidup. Oleh karena pemeriksaan
mikrobiologis yang cepat masih sulit dilakukan maka setiap orang yang memiliki
risiko tinggi terkena antraks harus segera diberikan antibiotik sambil menunggu
hasil pemeriksaan laboratorium.
Sampai saat ini belum ada studi klinis terkontrol mengenai pengobatan
antraks inhalasi. Untuk kasus antraks inhalasi Food and Drug Administration
(FDA) menganjurkan penisilin, doksisiklin, dan siprofloksasin sebagai antibiotik
pilihan. Setelah serangan antraks yang terjadi pada tahun 2001 di AS dan
berdasarkan uji kepekaan yang dilakukan, CDC menganjurkan kombinasi 2-3
antibiotik untuk pengobatan antraks inhalasi. Pemberian dua atau lebih antibiotik
intravena dikatakan sangat bermanfaat meningkatkan angka harapan hidup.
Mengingat kemungkinan rekayasa kuman pada antraks inhalasi akibat serangan
bioterorisme (kuman menjadi resisten terhadap satu atau lebih antibiotik) juga
menjadi salah satu alasan pemberian kombinasi antibiotik ini. Pada binatang

9
percobaan pemberian antibiotik pada infeksi antraks dapat menekan respon
kekebalan. Walaupun seseorang yang menderita antraks inhalasi tetap hidup setelah
pemberian antibiotik, mengingat proses germinasi spora dapat tertunda, maka
kemungkinan kambuh dapat terjadi.
Oleh karena itu bagi penderita antraks inhalasi atau seseorang yang
terpapar dengan spora antraks secara inhalasi, para ahli menganjurkan pemberian
antibiotik harus dilanjutkan paling tidak hingga 60 hari (bila keadaan klinis telah
stabil dan penderita telah dapat makan dan minum dengan baik maka pemberian
antibiotik dapat diganti menjadi oral).

Tabel 1 . Terapi Farmakologis Infeksi Bacillus Anthracis


TERAPI DOSIS DEWASA DOSIS ANAK
Penisilin V 200-500 mg per oral 25-50 mg/kg BB/hari/oral
4x/hari dibagi menjadi 2 atau 4x/
hari
Penisilin G 8-12 juta U, iv dengan 100.000-150.000 U/kg/
dosis terbagi, setiap 4- hari dengan dosis terbagi,
6 jam setiap 4-6 jam
Streptomisin 30 mg/kg BB, im atau iv
Tetrasiklin 250-500 mg per oral Tidak dianjurkan
atau iv 4x/hari
Doksisiklin 200 mg untuk dosis Tidak dianjurkan pada
awal, per oral atau iv, anak < 9 tahun.
selanjutnya 50-100 mg Anak < 45 kg; 2,5 mg/kg
setiap 12 jam tiap 12 jam
Anak < 45 kg: dosis
seperti dewasa
Eritromisin 250 mg per oral tiap 40 mg/kg BB/ oral dengan
6 jam dosis terbagi, setiap 6 jam
Eritromisin 15-20 mg/kg BB 20-40 mg/kg/hari iv
laktobionat (maksimum 4 gr),iv/hari dengan dosis terbagi, setiap
6 jam
Kloramfe- 50-100 mg/kg BB/hari, 50-75 mg/kg BB/hari
nikol per oral atau iv dengan dengan dosis terbagi,
dosis terbagi, setiap 6 jam setiap 6 jam

10
Siprofloksasin 250-750 mg per oral, 20-30 mg/kg BB/hari
2x/hari dengan dosis terbagi, setiap
200-400 mg iv, setiap 12 jam
12 jam Tidak dianjurkan pada
pasien < 18 tahun
Profilaksis
Doksisiklin 100 mg per oral 2x/hari
selama 4 minggu
Siprofloksasin 500 mg per oral 2x/hari
selama 4 minggu
Kortikosteroid pada kasus edema berat
Deksame- 0.75-0.90 mg/kg BB per 0.25-0.5 mg/kg BB setiap
Tason oral, iv,im dalam dosis 6 jam
terbagi setiap 6 jam
Prednison 1-2 mg/kg BB atau 5- 0.5-2 mg/kg BB/ hari
60 mg per oral/hari

Tabel 2 . Pengobatan Infeksi Antraks Inhalasi pada Kejadian


Massal atau Profilaksis Setelah Pajanan
Kategori Pengobatan oral Pengobatan alter- Lamape-
Awal natif berdasarkan ngobatan
hasil kultur setelah
pajanan,
hari

Dewasa Siprofloksasin Doksisiklin 100 mg 60


500 mg per oral/ per oral/12 jam
12 jam Amoksisilin 500 mg
per oral/8 jam
Anak Siprofloksasin 20- Berat Badan > 20 kg: 60
30 mg/kg BB/hari Amoksisilin 500 mg
per oral dibagi men- per oral/8 jam
jadi 2 dosis, maksi- Berat Badan < 20 kg
mal 1 gr/hari Amoksisilin 40 mg/kg
BB/oral dibagi menjadi
3 dosis setiap 8 jam

11
Wanita Siprofloksasin Amoksisilin 500 mg 60
hamil 500 mg per oral/ per oral/8 jam
12 jam
Penderita Sama seperti pasien dewasa dan anak biasa
Dengan (nonimunosupresi)
imunosupresi

 Profilaksis Setelah Terpajan


Karena antraks berasal dari bioterorisme mungkin dilakukan perubahan
strain yang resisten terhadap beberapa antibiotik maka siprofloksasin merupakan
obat pilihan utama. Mengingat kemungkinan adanya β-laktamase maka oleh CDC
pemberian amoksisilin sebagai profilaksis setelah pajanan hanya dapat diberikan
setelah 10-14 hari pemberian fluorokuinolon atau doksisiklin atau bila terdapat
kontraindikasi terhadap dua jenis tersebut (misalnya ibu hamil, menyusui, usia < 18
tahun, atau terdapat intoleransi). Mengingat kemungkinan adanya perubahan strain
yang resisten terhadap beberapa antibiotik pada bioterorisme maka kelompok kerja
pertahanan sipil di AS yang terdiri atas para ahli menganjurkan pemberian
siprofloksasin (doksisiklin sebagai alternatif) sebagai salah satu obat dari rejimen
kombinasi antibiotik yang diberikan pada ibu hamil penderita antraks inhalasi.
Selain itu kelompok kerja tersebut juga menganjurkan pemberian siprofloksasin
(doksisiklin sebagai alternatif) pada ibu hamil untuk pengobatan infeksi antraks
inhalasi pada kejadian massal atau profilaksis setelah pajanan. Pada ibu hamil, bila
doksisiklin yang diberikan, maka pemeriksan fungsi hati secara periodik harus
dilakukan.
 Vaksinasi
Di AS pemberian vaksin antraks (anthrax vaccine adsorbed/AVA) terhadap
kelompok risiko tinggi terpajan spora sudah rutin dilakukan. Sebanyak 0,5 ml AVA
yang disuntikkan secara subkutan diberikan pada minggu ke 0, 2, dan 4, dan bulan
ke 6, 12, dan 18, selanjutnya booster dilakukan setiap tahun.1 Para ahli yang
terdapat pada kelompok kerja pertahanan sipil di AS mengemukakan bahwa pada
penduduk yang terpajan kuman antraks akibat bioterorisme maka pemberian
antibiotik selama 60 hari setelah pajanan ditambah dengan vaksinasi akan
memberikan proteksi yang optimal.
 Pengendalian Infeksi dan Dekontaminasi
Belum pernah ada laporan yang mengatakan adanya transmisi antraks dari
manusia ke manusia baik di komunitas maupun di rumah sakit. Oleh karena itu

12
penderita antraks dapat dirawat di ruang rawat biasa dengan tindakan pencegahan
yang umum dilakukan. Menghindari kontak terhadap penderita hanya diberlakukan
pada penderita antraks kulit dengan lesi yang berair. Pakaian yang terkena cairan
lesi kulit atau alat-alat laboratorium yang terkontaminasi sebaiknya dibakar atau
dimasukkan ke dalam autoklaf. Dekontaminasi dapat dilakukan dengan
memberikan larutan sporosidal yang biasa dipakai di rumah sakit pada tempat yang
terkontaminasi. Bahan pemutih atau larutan hipoklorit 0,5% dapat dipergunakan
untuk dekontaminasi.

2.7 Pemeriksaan Penunjang


Kelainan kulit berupa ulkus yang dangkal disertai krusta hitam yang tidak
nyeri patut dicurigai suatu antraks kulit. Ditemukannya basil Gram positif pada
pemeriksaan cairan vesikel merupakan temuan yang khas pada antraks kulit
tetapi diagnosis pasti baru dapat ditegakkan bila biakan kuman positif. Karena
mirip penyakit gastrointestinal lainnya maka antraks gastrointestinal sering sulit
didiagnosis. Adanya riwayat makan daging yang dicurigai mengandung kuman
antraks disertai dengan gejala nause, anoreksia, muntah, demam, nyeri perut,
hematemesis, dan diare (biasanya disertai darah) sangat membantu penegakan
diagnosis penyakit antraks.
Dari pewarnaan Gram yang dilakukan, bahan diambil dari darah dan atau
cairan asites, dapat ditemukan basil antraks. Untuk pemeriksaan biakan, bahan
diambil dari apusan faring (antraks faring), darah, dan cairan asites. Diagnosis
antraks inhalasi juga sulit ditegakkan. Seseorang yang tiba-tiba mengalami gejala
seperti flu yang mengalami perburukan secara cepat dan disertai hasil
pemeriksaan foto toraks menunjukkan pelebaran mediastinum, infiltrat, dan atau
efusi pleura, sangat patut dicurigai menderita antraks inhalasi (apalagi bila pada
penderita tersebut juga ditemukan antraks kulit). Pada pewarnaan Gram bahan
diambil dari darah, cairan pleura, cairan serebrospinalis, dan lesi kulit, dapat
ditemukan basilantraks.
Untuk pemeriksaan biakan bahan diambil dari darah, cairan pleura, cairan
serebrospinalis, dan lesi kulit. Pada pemeriksaan langsung pewarnaan Gram dari
lesi kulit, cairan serospinal atau darah yang mengandung kuman antraks akan
menunjukkan basil besar, encapsulated, dan Gram positif. Pada kultur darah
tampak pertumbuhan pada agar darah domba berupa koloni nonhemolitik, besar,
nonmotil, Gram positif, berbentuk spora, dan tidak tumbuh pada agar Mac
Conkey. Nilai prediksi pemeriksaan kultur apusan hidung (swab nasal) untuk

13
menentukan antraks inhalasi belum diketahui dan belum pernah diuji.
Oleh karena itu CDC tidak menganjurkan pemeriksaan tersebut sebagai
pemeriksaan diagnostik klinis. Tes serologis berguna secara retrospektif dan
membutuhkan dua kali pengambilan yaitu pada fase akut dan penyembuhan.
Pemeriksaan dengan menggunakan cara ELISA untuk mendeteksi antibodi
terhadap antigen protektif dan antigen kapsul.

2.8 Pengkajian dalam Asuhan Keperawatan


 Pengkajian
Pada pengkajian dilakukan wawancara dan pemeriksaan fisik untuk
memperoleh informasi dan data yang nantinya akan digunakan sebagai dasar
untuk membuat rencana asuhan keperawatan klien.
1. Keadaan Umum Klien, mengeluh nyeri kepala dan demam, rasa sakit
perut yang hebat
2. Tanda-tanda Vital Meliputi pemeriksaan: Tekanan darah: rendah
(<120/80mmHg) Pulse rate lemah dan cepat (>100 kali/menit)
Respiratory rate meningkat (>20 kali /menit)
Suhu meningkat >37,5OC)
3. Riwayat penyakit sebelumnya\
Ditanyakan apakah sebelumnya klien pernah mengalami luka, kontak dengan
hewan dengan antrax
4. Pola Fungsi Keperawatan
a. Aktivitas istirahat
Gejala : Kelemahan
b. Sirkulasi
Tanda : Takikardi,
Gejala: berkeringat, sianosis
c. Eliminasi
Gejala : Ketidakmampuan defekasi , Diare
Tanda : distensi abdomen. Penurunan bising usus,peningkatan
bising usus
d. Makanan dan cairan
Gejala : disfagia, mual, muntah.
d. Nyeri atau ketidaknyamanan
Gejala : Nyeri abdomen, nyeri otot
Tanda : Distensi
e. Pernapasan
Terdengar stridor, dispnea, batuk dengan sputum purulen, pemeriksaan
radiologi tampak pelebaran mediastinum , efusi pleura, pada pewarnaan gram

14
bahan diambil dari darah,cairan pleura, cairan serebrospinal, dan lesi anthrax
ditemukan basil anthrax.
f. Integumen
Terdapat lesi kulit primer yang tidak nyeri dan papula yang gatal, vesikel
yang berisi cairan jerni, vesikel mengalami nekrosis sentral menimbul eskar
(ulkus nekrotik) kehitaman yang khas dikelilingi edema dan vesikel
keunguan.
5. Pemeriksaan Diagnostik
• Pemeriksaan radiologi tampak pelebaran mediastinum , efusi pleura.
• Pemeriksaan cairan vesikel ditemukan bakteri gram positif.
• Pada pewarnaan gram bahan diambil dari darah,cairan pleura, cairan
serebrospinal, dan lesi anthrax ditemukan basil anthrax.
• Pemeriksaan ELIZA terdeteksi antibodi terhadap antigen protekstif dan
antigen kapsul.

 Diagnosa Keperawatan
1. Bersihan jalan nafas berhubungan dengan obstruksi jalan nafas ditandai
dengan terdengar stridor, dispnea, batuk dengan sputum purulen,
pemeriksaan radiologi tampak pelebaran mediastinum , efusi pleura
2. Pola napas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
ditandai dengan dispnea, menggunakan otot bantu pernapasan, RR meningkat
28 x /menit
3. Nyeri akut berhubungan dengan agen cedera biologi ditandai dengan klien
mengeluh nyeri , dispnea, nadi cepat, klien tampak gelisah
4. Kerusakan menelan berhubungan dengan obstruksi mekanik ( edema
orofaring) ditandai dengan klien menunjukkan sulit menelan, mengeluh nyeri
ketika menelan
5. Konstipasi berhubungan dengan penurunan motilitas traktus GI ditandai
dengan klien mengatakan sulit BAB, suara usus hipoaktif, adanya darah
dalam feses, feses keras
6. Diare berhubungan dengan peningkatan motilitas GI ditandai dengan BAB
cair dan leebih dari 3 kali/hari, suara usus hiperaktif dan nyeri perut
7. Kerusakan intergritas jaringan berhubungan dengan iritan toksin bakteri
anthrax ditandai dengan terdapat lesi kulit primer yang tidak nyeri dan papula
yang gatal, vesikel yang berisi cairan jerni, vesikel mengalami nekrosis
sentral menimbul eskar (ulkus nekrotik) kehitaman yang khas dikelilingi

15
edema dan vesikel keunguan
8. Hipertermi berhubungan dengan peningkatan metabolic ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh diatas rentang normal (36,5-37,5), RR meningkat 28
x / menit, dan kulit berwarna merah
9. PK Infeksi
10. PK Perdarahan GI

BAB III
PENUTUP

3.1Kesimpulan
 Antraks merupakan penyakit menular akut dan sangat mematikan yang
disebabkan bakteri Bacillus anthracis dalam bentuknya yang paling ganas. Sel
bakteri tersebut seperti spora untuk bertahan dari ganasnya kondisi. Spora
tumbuh subur secara berkoloni dalam tubuh binatang atau manusia.
 Sumber penyakit antraks adalah hewan ternak herbivora. Manusia
terinfeksi antraks melalui kontak dengan tanah, hewan, produk hewan yang
tercemar spora antraks. Penularan juga bisa terjadi bila menghirup spora dari
produk hewan yang sakit seperti kulit dan bulu. Penularan penyakit antraks pada
manusia pada umumnya karena manusia mengonsumsi daging yang berasal dari
ternak yang mengidap penyakit tersebut. Meskipun hanya mengonsumsi dalam
jumlah kecil, B.a. mempunyai daya menimbulkan penyakit sangat tinggi. Terlebih
pada saat pertahanan tubuh manusia menjadi rendah. Disamping itu penularan
pada manusia dapat melalui luka.
 Cara penanggulangan antraks dapat melalui upaya – upaya , antara lain
pemberian vaksin kepada orang – orang yang dapat menjadi agent penular
antraks, pemberian obat misalnya penicilin dengan dosis yang tepat, melakukan
pengawasan, bimbingan dan penyuluhan.

3.2Saran
Masyarakat dalam melakukan kegiatan yang berhubungan dengan ternak harus
berhati – hati.Selalu memakai alat pelindung diri dan menjaga hygiene perorangan
agar tidak terkena spora Bacillus anthracis.Banyak membaca informasi tentang
antraks diharapkan dapat lebih meningkatkan pemahaman dan pecegahan secara
dini. Jika terjadi infeksi segera di bawa ke rumah sakit agar segera mendapatkan
pertolongan dan di harapkan tidak menular kepada yang lain.

16
DAFTAR PUSTAKA

Widoyono.2002.Penyakit Tropis: Epidemiologi, penularan, pencegahan dan


pemberantasannya Edisi Kedua. Jakarta: Erlangga.
BUKU-20PEDOMAN-20KLB-20EPID-20PENYAKIT-202011
http://id.wikipedia.org/wiki/Antraks
http://www.pojok-vet.com/Peternakan/penyakit-antraks.html
http://mypotik.blogspot.com/2010/03/penyakit-antraks-adalah-disebabkan.html
http://www.suaramerdeka.com/harian/0411/01/ragam02.htm
http://kesehatan.kompasiana.com/medis/2011/07/11/waspadalah-dengan-wabah-antraks/
http://www.pojok-vet.com/Peternakan/penyakit-antraks/Penularan-Antraks.html
http://www.pojok-vet.com/Peternakan/penyakit-antraks/Gejala-Klinis.html
http://www.pojok-vet.com/Peternakan/penyakit-antraks/Siklus-Hidup-Antraks.html
http://duniaveteriner.com/2009/05/mengenal-bahaya-beberapa-penyakit-hewan-yang-
dapat-menular-ke-manusia-zoonosis/print
http://jenispenyakit.blogspot.com/2008/12/penyakit-antraks.html

17

Anda mungkin juga menyukai