Jelajahi eBook
Kategori
Jelajahi Buku audio
Kategori
Jelajahi Majalah
Kategori
Jelajahi Dokumen
Kategori
TINJAUAN PUSTAKA
1.2.2. Berdasarkan sifat toksisitas selektif, ada antibiotik yang bersifat bakteriostatik
dan ada yang bersifat bakterisid (Anonim, 2008).
Agen bakteriostatik menghambat pertumbuhan bakteri. Sedangkan
agen bakterisida membunuh bakteri. Perbedaan ini biasanya tidak penting
secara klinis selama mekanisme pertahanan pejamu terlibat dalam eliminasi
akhir patogen bakteri. Pengecualiannya adalah terapi infeksi pada pasien
immunocompromised dimana menggunakan agen-agen bakterisida (Neal,
2006).
Kadar minimal yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan
mikroba atau membunuhnya, masing-masing dikenal sebagai kadar hambat
minimal (KHM) dan kadar bunuh minimal (KBM). Antibiotik tertentu
aktivitasnya dapat meningkat dari bakteriostatik menjadi bakterisid bila kadar
antimikrobanya ditingkatkan melebihi KHM (Anonim, 2008).
2) Sitoplasma
Sitoplasma merupakan cairan koloid yang mengansung
molekul organik seperti lemak, protein, karbohidrat, garam-garam
mineral, DNA, enzim, klorosom pada bakteri fotosintetik dan ribosom.
Fungsi sitoplasma yaitu sebagai tempat terjadinya reaksi-reaksi
metabolisme sel.
3) Ribosom
Ribosom merupakan organel-organel kecil yang tersebar dalam
sitoplasma. Ribosom terdiri atas senyawa protein dan RNA. Jumlah
ribosom dalam sel bakteri dapat menjacap ribuan, contohnya E. coli
memiliki 15.000 ribosom. Fungsi ribosom yaitu sebagai tempat sintetis
protein.
4) Membran Plasma
Membaran Plasma terdiri atas senyawa fosfolipid dan protein
yang bersifat selektif permeabel yaitu hanya dapat dilewati oleh zat-zat
tertentu. Fungsi membran plasma yaitu membungkus sitoplasma,
mengatur pertukaran antara zat dalam sel dan zat luar sel
6) Granula Penyimpanan
Fungsi granula penyimpanan yaitu sebagai tempat
penyimpanan cadangan makanan
1.3.2. Struktur tambahan bakteri
1) Kapsul atau Lapisan lender
Kapsul atau lapisan lendir adalah lapisan terluar yang melapisi dinding
sel pada jenis bakteri tertentu. Lapisan ini memiliki ketebalan yang
bervariasi, jika laisan ini tebal maka disebut dengan kapsul, jika lapisan
ini tipis maka disebut dengan lapisan lendir. Kapsul terdiri atas glikoprotei
yaitu senyawa campuran antara glikogen dan prorein. Sedangkan lapisan
lendir terdiri atas air dan polisakarida.
Fungsi kapsul atau Lapisan lendir yaitu sebagai alat pertahanan dan
pelindungan bakteri, mencegah kekeringan pada sel bakteri, sebagai alat
melekat bakteri pada sel inang, sebagai sumber makanan bakteri
4) Klorosom
Klorosom adalah struktur bakteri yang berada dibagian bawa membran
plasma. Klorosom mengandung pigemen klorofil dan pigmen lain yang
berperan dalan fotosintesis.
5) Vakuola Gas
Vakuola gas berguna agar bakteri dapat mengapung di permukaan air
untuk mendapatkan cahaya.
6) Endospora
Endospora merupakan bentuk istirahat atau laten dari beberapa jenis
bakteri gram positif dan terbentuk dalam sel bakteri apabila kondisi tidak
menguntungkan bagi bakteri. endospora mengandung sitoplasma, materi
genetik dan ribosom dalam jumlah sedikit. Dinding endospora tebal
tersususn ayas protei yang menyebabkan endospora dapat tahan terhadap
kekeringan, suhu tinggi, radiasi cahaya dan juga zat kimia.
b) Transmisi horizontal
Pada transmisi horisontal terjadi transfer gen dari bakteri yang
mengalami mutasi menjadi resisten (pada transmisi vertikal). Penelitian
terakhir menunjukkan bahwa transmisi horisontal ini bertanggungjawab
terhadap berkembangnya resistensi bakteri terhadap antibiotika. Proses
transmisi horisontal diawali dengan perpindahan gen penyebab resistensi dari
satu bakteri ke bakteri lainnya dengan perantara plasmid. Plasmid merupakan
elemen genetik yang dapat berpindah antar sel. Fragmen DNA ini berpindah
menuju sel lain melalui 3 mekanisme, yakni transformasi, transduksi, dan
konjugasi
b) Resistensi ekstrakromosomal
Resistensi ekstrakromosomal sering disebut plasmid. Plasmid
adalah molekul DNA yang bulat/ sirkuler. Ciri-ciri plasmid :
1) Kira-kira memepunyai berat 1-3% dari kromosom bakteri
2) Berada bebas dalam sitoplasma bakteri
3) Adakalanya dapat bersatu ke dalam kromosom bakteri
4) Dapat melakukan replikasi sendiri secara otonom
5) Dapat pula berpindah atau dapat dipindahkan dari spesies ke
spesies lain
3) Toksin
Beberapa toksin dari bakteri merupakan produk dari plasmid
sehingga toksin yang dihasilkan bakteri menghambat antibiotik
untuk bekerja membunuh bakteri.
Contohnya : Pada kasus diare yang disebabkan bakteri
Escherichia coli pemberian antibiotik justru memperparah diare
karena Escherichia coli yang menghasilkan toksin enteroksigenik
sehingga antibiotik sendiri bisa menyebabkan diare dan
mendorong timbulnya bakteri yang resisten.
1.6. Cara Transmigrasi Gen Resisten
Sifat ini merupakan suatu mekanisme alamiah bakteri untuk bertahan
hidup. Resistensi antibiotika terhadap bakteri dapat terjadi dengan berbagai
alasan seperti overcrowding yang memudahkan terjadinya transfer bakteri
antar personal, tingginya travelling dan perdagangan yang dapat
menyebarkan strains resisten secara global, penggunaan antibiotika yang
berlebihan pada manusia dan hewan (SPACH dan BLACK,1998; LEWIS,
1995).
Tipe resistensi bakteri terhadap antibiotika dapat bersifat non genetik yaitu
bakteri dapat mengalami resistensi intrinsik spesifik terhadap antibiotika, atau
resistensi dapat terjadi genetik melalui mutasi atau transfer gen antara bakteri
(HAWKEY, 1998).
1) Mutasi
2) Tranfer Gen
Pada tahun 1955 terjadi epidemik disentri bakterial dan ditemukan bakteri
Shigella dysentriae yang resisten terhadap kloramfenikol, streptomisin,
sulfanilamide, dan tetrasiklin. Gen yang bertanggung jawab atas resistensi
terhadap antibiotik tersebut adalah plasmid faktor- R (faktor resistensi) dengan
daerah resistence transfer factor (RTF) yang disambung dengan gen r yang
mengkode enzim-enzim yang dapat menginaktivasi obat-obat yang spesifik.
Plasmid faktor-R yang kecil tanpa daerah RTF biasanya hanya berperan dalam
resistensi satu macam antibiotik.
1.7 Uji Kepekaan in vitro
a) Dilusi agar
Pada teknik dilusi agar, antibiotik sesuai dengan pengenceran akan
ditambahkan kedalam agar, sehingga akan memerlukan perbenihan agar
sesuai jumlah pengeceran ditambah satu perbenihan agar untuk kontrol
tanpa penambahan antibiotik , konsentrasi terendah antibiotik yang mampu
menghambat pertumbuhan bakteri merupakan MIC antibiotik yang di uji.
Kondisi untuk uji kepekaan teknik agar dilusi terdapat pada lampiran 2.
Salah satu kelebihan metode agar dilusi untuk penentuan MIC Neisseria
gonorrhoeae yang tidak dapat tumbuh pada teknik dilusi perbenihan cair.
beta-
Staphylococcus spp. <28 >29 <0.25
Lactamase
Haemophilus spp. <19 >20 >4 <2
Enterococci <16 >17 >16
Other streptococci <21 22-29 >30 >4 <0.12
Chloramphenicol
<12 13-17 >18 >25 <12.5
(30 µg)
Erythromycin
<13 14-17 >18 >8 <2
(15 µg)
Asam nalikdisat
<13 14-18 >19 >32 <12
(30 µg)
Streptomycin (10µg) <11 12-14 >15
Tetracycline (30 µg) <14 15-18 >19 >16 <4
Trimethoprim (5 µg) <10 11-15 >16 >16 <4
a
dokumen diambil pada oktober 1983 (M2-T3 ) NCCLS. Sesuai dengan dokumen MCCLS terbaru
untuk perubahan dan diperbaharui
b
R, Resistant; I, intermediate; MS, moderately susceptible; S, susceptible. Hasil intermediate
mengindikasikan hasil yang kurang tegas yang dapat membutuhkan tes lebih lanjut. Hasil MS
seharusnya dilaporkan sebagai indikasi kepekaan yang menunjukkan dosis aman maksimal untuk
terapi. Strain bakteri dengan hasil MS dikategorikan sebagai sensitive bukan intermediate.
c
Korelasi perkiraan terdekat MIC digunakan untuk menentukan kategori resisten atau sensitif. Korelasi
ini tidak dapat digunakan untuk interpretasi uji kepekaan metode dilusi
1.9 Karakteristik Uji Kerentanan Antimikroba
Ini adalah metode untuk menguji mikroorganisme (diisolasi dari pasien)
dengan antibiotik untuk menentukan obat paling aman pada konsentrasi terendah
yang menghambat pertumbuhan bakteri pada pasien.
1.9.2 Manfaat
Terapi
Untuk memberikan kategorisasi klinis (S / I / R) strain terisolasidan memandu
seleksi dan modifikasi terapi antimikroba.
Epidemiologi
Untuk melakukan pengawasan terhadap resistensi antimikroba, memprediksi
kerentanan bakteri di suatu daerah dan mempengaruhi keputusan terapeutik
untuk pasien saat ini dan masa depan.
Uji kepekaan in vitro biasanya dilakukan setiap kali bakteri yang dianggap
bertanggung jawab atas infeksi pasien diisolasi dari spesimen klinis.