Anda di halaman 1dari 18

PROPOSAL TERAPI AKTIVITAS KELOMPOK

“HALUSINASI”

KEPERAWATAN JIWA

Disusun Oleh :

Kelompok R. Merak

Jeni Mamahit
Ida Kurniasah
Elies Setiadi
Rina Fitriani
Nur Anwar
Kulsum

SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN BINA PUTERA BANJAR


PROGRAM STUDI PROFESI NERS X
2014/2015
PROPOSAL TERAPI AKTIFITAS KELOMPOK
Topik : Halusinasi
Sesi : III (Tiga)
Terapis : 6 orang mahasiswa STIKes Bina Putra Banjar
Sasaran : 4 orang klien RSJ Provinsi Jawa Barat yang memenuhi criteria

A. TUJUAN

1. Tujuan Umum

Klien dapat mengenal dan mengontrol halusinasi dengan melakukan

kegiatan terjadwal.

2. Tujuan Khusus

a. Klien dapat memahami pentingnya melakukan kegiatan untuk

mencegah munculnya halusianasi

b. Klien dapat dapat menyusun jadwal kegiatan untuk mencegah

halusinasi

B. LANDASAN TEORITIS

A. Defenisi

Halusinasi adalah persepsi sensorik yang keliru dan melibatkan

panca indera (Isaacs, 2002). Halusinasi merupakan gangguan atau

perubahan persepsi dimana klien mempersepsikan sesuatu yang

sebenarnya tidak terjadi. Suatu penerapan panca indra tanpa ada

rangsangan dari luar. Suatu penghayatan yang dialami suatu persepsi

melalui panca indra tanpa stimulus eksteren: persepsi palsu (Maramis,

2005).
Halusinasi adalah kesan, respon dan pengalaman sensori yang salah

(Stuart, 2007). Dari beberapa pengertian yang dikemukan oleh para ahli

mengenai halusinasi di atas, maka penulis mengambil kesimpulan bahwa

halusinasi adalah persepsi klien melalui panca indera terhadap

lingkungan tanpa ada stimulus atau rangsangan yang nyata.

B. Jenis Halusinasi

Menurut (Menurut Stuart, 2007), jenis halusinasi antara lain:

1. Halusinasi pendengaran (auditorik) 70 %

Karakteristik ditandai dengan mendengar suara, teruatama suara-suara

orang, biasanya klien mendengar suara orang yang sedang

membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan memerintahkan

untuk melakukan sesuatu.

2. Halusinasi penglihatan (Visual) 20 %

Karakteristik dengan adanya stimulus penglihatan dalam bentuk

pancaran cahaya, gambaran geometrik, gambar kartun dan atau

panorama yang luas dan kompleks. Penglihatan bisa menyenangkan

atau menakutkan.

3. Halusinasi penghidu (olfactory)

Karakteristik ditandai dengan adanya bau busuk, amis dan bau yang

menjijikkan seperti: darah, urine atau feses. Kadang-kadang terhidu

bau harum. Biasanya berhubungan dengan stroke, tumor, kejang dan

dementia.
4. Halusinasi peraba (tactile)

Karakteristik ditandai dengan adanya rasa sakit atau tidak enak tanpa

stimulus yang terlihat. Contoh: merasakan sensasi listrik datang dari

tanah, benda mati atau orang lain.

5. Halusinasi pengecap (gustatory)

Karakteristik ditandai dengan merasakan sesuatu yang busuk, amis

dan menjijikkan, merasa mengecap rasa seperti rasa darah, urin atau

feses.

6. Halusinasi sinestetik

Karakteristik ditandai dengan merasakan fungsi tubuh seperti darah

mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau pembentukan

urine.

7. Halusinasi Kinesthetic

Merasakan pergerakan sementara berdiri tanpa bergerak.

C. Fase Halusinasi

Fase halusinasi ada 4 yaitu (Stuart dan Laraia, 2001):

1. Comforting

Klien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas sedang,

kesepian, rasa bersalah dan takut serta mencoba untuk berfokus pada

pikiran yang menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini klien

tersenyum atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa

suara, pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik.


2. Condemning

Pada ansietas berat pengalaman sensori menjijikkan dan

menakutkan. Klien mulai lepas kendali dan mungkin mencoba untuk

mengambil jarak dirinya dengan sumber yang dipersepsikan. Disini

terjadi peningkatan tanda-tanda sistem saraf otonom akibat ansietas

seperti peningkatan tanda-tanda vital (denyut jantung, pernapasan dan

tekanan darah), asyik dengan pengalaman sensori dan kehilangan

kemampuan untuk membedakan halusinasi dengan realita.

3. Controling

Pada ansietas berat, klien berhenti menghentikan perlawanan terhadap

halusinasi dan menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini klien sukar

berhubungan dengan orang lain, berkeringat, tremor, tidak mampu

mematuhi perintah dari orang lain dan berada dalam kondisi yang

sangat menegangkan terutama jika akan berhubungan dengan orang

lain.

4. Consquering

Terjadi pada panik Pengalaman sensori menjadi mengancam jika klien

mengikuti perintah halusinasi. Disini terjadi perilaku kekerasan,

agitasi, menarik diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang

kompleks dan tidak mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi klien

sangat membahayakan.
D. Tanda dan Gejala

Pasien dengan halusinasi cenderung menarik diri, sering

didapatkan duduk terpaku dengan pandangan mata pada satu arah

tertentu, tersenyum atau berbicara sendiri, secara tiba-tiba marah atau

menyerang orang lain, gelisah, melakukan gerakan seperti sedang

menikmati sesuatu. Juga keterangan dari pasien sendiri tentang

halusinasi yang dialaminya (apa yang dilihat, didengar atau

dirasakan). Berikut ini merupakan gejala klinis berdasarkan halusinasi

(Budi Anna Keliat, 1999):

1. Tahap 1: halusinasi bersifat tidak menyenangkan

Gejala klinis:

a. Menyeriangai/tertawa tidak sesuai

b. Menggerakkan bibir tanpa bicara

c. Gerakan mata cepat

d. Bicara lambat

e. Diam dan pikiran dipenuhi sesuatu yang mengasikkan

2. Tahap 2: halusinasi bersifat menjijikkan

Gejala klinis:

a. Cemas

b. Konsentrasi menurun

c. Ketidakmampuan membedakan nyata dan tidak nyata


3. Tahap 3: halusinasi bersifat mengendalikan

Gejala klinis:

a. Cenderung mengikuti halusinasi

b. Kesulitan berhubungan dengan orang lain

c. Perhatian atau konsentrasi menurun dan cepat berubah

d. Kecemasan berat (berkeringat, gemetar, tidak mampu

mengikuti petunjuk).

4. Tahap 4: halusinasi bersifat menaklukkan

Gejala klinis:

a. Pasien mengikuti halusinasi

b. Tidak mampu mengendalikan diri

c. Tidak mamapu mengikuti perintah nyata

d. Beresiko mencederai diri, orang lain dan lingkungan.

E. Faktor Predisposisi

Menurut Stuart (2007), faktor penyebab terjadinya halusinasi adalah:

1. Biologis

Abnormalitas perkembangan sistem saraf yang berhubungan

dengan respon neurobiologis yang maladaptif baru mulai dipahami.

Ini ditunjukkan oleh penelitian-penelitian yang berikut:

a. Penelitian pencitraan otak sudah menunjukkan keterlibatan

otak yang lebih luas dalam perkembangan skizofrenia. Lesi

pada daerah frontal, temporal dan limbik berhubungan dengan

perilaku psikotik.
b. Beberapa zat kimia di otak seperti dopamin neurotransmitter

yang berlebihan dan masalah-masalah pada system reseptor

dopamin dikaitkan dengan terjadinya skizofrenia.

c. Pembesaran ventrikel dan penurunan massa kortikal

menunjukkan terjadinya atropi yang signifikan pada otak

manusia. Pada anatomi otak klien dengan skizofrenia kronis,

ditemukan pelebaran lateral ventrikel, atropi korteks bagian

depan dan atropi otak kecil (cerebellum). Temuan kelainan

anatomi otak tersebut didukung oleh otopsi (post-mortem).

2. Psikologis

Keluarga, pengasuh dan lingkungan klien sangat

mempengaruhi respon dan kondisi psikologis klien. Salah satu

sikap atau keadaan yang dapat mempengaruhi gangguan orientasi

realitas adalah penolakan atau tindakan kekerasan dalam rentang

hidup klien.

3. Sosial Budaya

Kondisi sosial budaya mempengaruhi gangguan orientasi

realita seperti: kemiskinan, konflik sosial budaya (perang,

kerusuhan, bencana alam) dan kehidupan yang terisolasi disertai

stress.

F. Faktor Presipitasi

Secara umum klien dengan gangguan halusinasi timbul

gangguan setelah adanya hubungan yang bermusuhan, tekanan,


isolasi, perasaan tidak berguna, putus asa dan tidak berdaya. Penilaian

individu terhadap stressor dan masalah koping dapat mengindikasikan

kemungkinan kekambuhan (Keliat, 2006).

Menurut Stuart (2007), faktor presipitasi terjadinya gangguan

halusinasi adalah:

1. Biologis

Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang

mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme

pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan

untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak

untuk diinterpretasikan.

2. Stress lingkungan

Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap

stressor lingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan

perilaku.

3. Sumber koping

Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam

menanggapi stressor.

G. Penyebab

Gangguan persepsi sensori halusinasi sering disebabkan karena

panik, sterss berat yang mengancam ego yang lemah, dan isolasi sosial

menarik diri (Townsend, M.C, 1998). Menurut Carpetino, L.J (1998)

isolasi sosial merupakan keadaan dimana individu atau kelompok


mengalami atau merasakan kebutuhan atau keinginan untuk

meningkatkan keterlibatan dengan orang lain tetapi tidak mampu untuk

membuat kontak. Sedangkan menurut Rawlins, R.P dan Heacock, P.E

(1998), isolasi sosial menarik diri merupakan usaha menghindar dari

interaksi dan berhubungan dengan orang lain, individu merasa

kehilangan hubungan akrab, tidak mempunyai kesempatan dalam

berpikir, berperasaan. Berprestasi, atau selalu dalam kegagalan.

Isolasi sosial menarik diri sering ditunjukkan adanya perilaku

(Carpentino, L.J 1998) :

Data subjektif :

1. Mengungkapkan perasaan kesepian atau penolakan

2. Melaporkan dengan ketidaknyamanan konyak dengan situasi sosial

3. Mengungkapkan perasaan tak berguna

Data objektif :

1. Tidak tahan terhadap kontak yang lama

2. Tidak komunikatif

3. Kontak mata buruk

4. Tampak larut dalam pikiran dan ingatan sendiri

5. Kurang aktivitas

6. Wajah tampak murung dan sedih

7. Kegagalan berinteraksi dengan orang lain


H. Akibat

Adanya gangguang persepsi sensori halusinasi dapat beresiko

mencederai diri sendiri, orang lain dan lingkungan (Keliat, B.A, 2006).

Menurut Townsend, M.C suatu keadaan dimana seseorang melakukan

sesuatu tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik pada diri

sendiri maupuan orang lain. Seseorang yang dapat beresiko melakukan

tindakan kekerasan pada diri sendiri dan orang lain dapat menunjukkan

perilaku:

Data subjektif:

1. Mengungkapkan mendengar atau melihat objek yang mengancam

2. Mengungkapkan perasaan takut, cemas dan khawatir

Data objektif:

1. Wajah tegang, merah

2. Mondar-mandir

3. Mata melotot rahang mengatup

4. Tangan mengepal

5. Keluar keringat banyak

6. Mata merah
C. KRITERIA ANGGOTA KELOMPOK

a. Klien yang mampu diajak berkomunikasi verbal

b. Klien tidak mengalami gangguan/penyakit fisik

c. Klien kerusakan komunikasi verbal yang telah berespon sesuai dengan

stimulus.

D. PROSES SELEKSI

a. Hasil observasi sehari-hari

b. Informasi dan keterangan dari klien sendiri atau perawat

c. Kontrak dengan klien, yaitu kesediaan klien untuk mengikuti kegiatan

berdasarkan kesepakatan mengenai kegiatan, tempat dan waktu.

d. Klien-klien keloaan atau resume yang mengalami atau mempunyai

riwayat halusinasi

E. URAIAN STRUKTUR KEGIATAN

1. Hari/ tanggal : Selasa, 09 Juni 2015

2. Tempat : Halaman Ruang Merak

3. Waktu : 15.00 – 15.30 WIB

4. Metode : - Ceramah

- Diskusi dan Tanya jawab

- Bermain peran / simulasi dan latihan

5. Anggota kelompok : Tn. A


F. MEKANISME KEGIATAN TAK

No. Waktu Kegiatan Mahasiswa


1. 10 menit Pelaksanaan
a. Orientasi
1. Salam terapeutik
- Terapis mengucapkan salam

2. Evaluasi validasi
- Menanyakan perasaan klien saat ini

3. Kontrak
- Waktu
- Tempat
- Topic

4. Menjelaskan tujuan kegiatan

5. Menjelakan aturan main


6. Menjelaskan tata tertib

2. 15 menit b. Kerja
Melaksanakan kegiatan sesuai dengan aturan main :
1. Leader menjelaskan tentang melakukan kegiatan sehari
hari. Jelaskan bahwa dengan melakukan kegiatan yang
teratur akan mencegah munculnya halusianasi
2. Leader meminta tiap-tiap perta menyampaikan kegiatan
yang biasa dilakukan sehari-hari dan tulis d kertas.
3. Leader memberikan formulir jadwal kegiatan .
4. Leader membingbing peserta untuk membuat jadwal
kegiatan seharian
5. Leader melatih peserta memperagakan yang telah d susun.
6. Beri pujian dengan tepuk tangan bersama kepada pesrta.

3. 5 menit c. Terminasi
1. Evaluasi pencapaian tujuan :
-Menanyakan perasaan klien setelah mengikuti TAK
-Menanyakan perasaan klien (terkait dengan aspek tujuan
khusus yang ingin dicapai)
2. Memberikan PR kepada klien untuk melakukan kegiatan
yang telah di susun
3. Kontrak TAK berikutnya (jika TAK dilanjutkan )
G. PENGORGANISASIAN KELOMPOK

a. Leader : Elies Suharyati, S. Kep

b. Observer : Jeni Mamahit, S. Kep

c. Fasilitator : Ida Kurniasah, S. Kep., Rina Fitriyani, S. Kep., Nur

Anwar, S. Kep., Kulsum, S. Kep.

Perilaku Pemimpin/ Terapis yang diharapkan :

 Perilaku yang diharapkan dari Leader (Peran Leader) :

 Memperkenalkan anggota terapis

 Menjelaskan aturan permainan

 Menjelaskan tujuan aktifitas kelompok

 Memberi kesempatan pada anggota untuk saling mengenal

 Memberi respon yang sesuai dengan perilaku klien

 Mengaktifkan kelompok

 Meminta tanggapan dari klien atas permainan yang telah dilakukan

 Memberi Reinforcement positif

 Perilaku yang diharapkan dari Co Leader (Peran Co Leader) :

 Membantu Leader mengkoordinir permainan

 Menyampaikan informasi dari fasilitator ke leader

 Mengingatkan leader tentang kegiatan

 Perilaku yang diharapkan dari fasilitator (Peran Fasilitator) :

 Mampu memfasilitasi klien yang kurang aktif


 Dapat mengatasi hambatan-hambatan yang terjadi

 Mampu memotivasi klien untuk kesuksesan acara

 Memfasilitasi jalannya kegiatan yaitu persiapan dan pelaksanaan

 Perilaku yang diharapkan dari Observer :

 Mampu mengobservasi jalannya kegiatan

 Mencatat jumlah klien yang hadir

 Mencatat respon dan perilaku klien dalam kegiatan

 Mencatat tanggapan-tanggapan yan dikemukakan klien

 Mencatat penyimpangan acara terapi aktifitas kelompok

 Mencatat penyimpangan acara terapi aktifitas kelompok

 Mencatat prilaku verbal dan non verbal selama kegiatan berlangsung

 Perilaku yang diharapkan dari kelompok :

 Klien dapat mengikuti kegiatan dari awal hingga akhir sesuai dengan

aturan

 Klien dapat ikut serta dalam seluruh kegiatan terapi aktifitas kelompok

 Klien aktif dalam permainan

 Klien mampu mengungkapkan pendapat

G. MEDIA DAN ALAT

1. Handphone

2. Kursi

3. Kertas dan pena


H. SETTING TEMPAT

Keterangan :

: Klien

: Fasilitator

: Leader

: Observer

: Pembimbing

Keterangan : Terapis dan klien duduk bersama dalam lingkungan, ruangan

nyaman dan tenang.

I. PROSES EVALUASI

a. Evaluasi struktur

a. Terapis dan peserta TAK dapat hadir sesuai dengan rencana

b. Tempat, media serta alat-alat untuk TAK tersedia sesuai rencana

c. Pelaksanaan kegiatan sesuai dengan waktu yang direncanakan


b. Evaluasi proses

a. Peserta TAK mengikuti kegiatan dari awal sampai akhir

b. Peserta berperan aktif dalam jalannya diskusi

c. Peserta berperan aktif dalam bermain peran / stimulasi

d. Proses TAK berjalan lancar sesuai rencana

c. Evaluasi hasil

Setelah mengikuti TAK diharapkan peserta TAK mampu :

- Klien dapat mengenal halusinasi yang biasa dialaminya..

- Klien dapat mengetahui penyebab halusinasi yang biasa

dilakukannya.

- Klien dapat mengetahui tanda dan gejala halusinasi yang biasa

dilakukannya.

- Klien dapat mengetahui akibat halusinasi yang biasa dilakukannya


J. PENUTUP

Demikianlah proposal ini kami ajukan dalam rangka memenuhi tugas

praktek profesi keperawatan jiwa di RSJ Provisi Jawa Barat . Atas perhatian dan

kesempatan yang diberikan kami ucapkan terimakasih.

Cisarua,2 Juni 2015

Ketua Kelompok

(Rina Fitriyani S. Kep )

Disetujui oleh :

Pembimbing Klinik

( Eny Budiasih S.Kep.,Ners,Spd )

Anda mungkin juga menyukai