TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Epinefrin
2.1.1. Pengertian
2.1.2 Farmakodinamik
Pada umumnya, pemberian Epinefrin menimbulkan efek mirip stimulasi
saraf adrenergik. Ada beberapa perbedaan karena neurotransmitor pada saraf
adrenergik adalah NE. Efek yang paling menonjol adalah efek terhadap jantung,
otot polos pembuluh darah dan otot polos lain.5
Pembuluh darah.
Efek vaskular Epinefrin terutama pada arteriol kecil dan sfingter prekapiler,
tetapi vena dan arteri besar juga dipengaruhi. Pembuluh darah kulit, mukosa dan
ginjal mengalami konstriksi akibat aktivasi reseptor α oleh Epinefrin. Pembuluh
darah otot rangka mengalami dilatasi oleh Epinefrin dosis rendah, akibat aktivasi
3
4
Arteri koroner.
Epinefrin meningkatkan aliran darah koroner. Di satu pihak Epinefrin
cenderung menurunkan aliran darah koroner karena kompresi akibat peningkatan
kontraksi otot jantung, dan karena vasokonstriksi pembuluh darah koroner akibat
efek reseptor α. Di lain pihak Epinefrin memperpanjang waktu diastolik,
meningkatkan tekanan darah aorta, dan menyebabkan dilepaskannya adenosin,
suatu metabolit yang bersifat vasodilator, akibat peningkatan kontraksi jantung dan
5
konsumsi oksigen miokard; semuanya ini akan meningkatkan aliran darah koroner.
Autoregulasi metabolik merupakan faktor yang dominan, sehingga hasil akhirnya
adalah vasodilatasi dan peningkatan aliran darah koroner. Tetapi, efek Epinefrin ini
tidak dapat dimanfaatkan pada keadaan iskemia miokard, karena manfaat
peningkatan aliran darah ditiadakan oleh bertambahnya kerja miokard akibat
perangsangan langsung oleh Epinefrin. 2
Jantung
Epinefrin mengaktivasi reseptor β1 di otot jantung, sel pacu jantung dan
jaringan konduksi. lni merupakan dasar efek inotropik dan kronotropik positif
Epinefrin pada jantung. Epinefrin mempercepat depolarisasi fase 4, yakni
depolarisasi lambat sewaktu diastole, dari nodus sino-atrial (SA) dan sel otomatik
lainnya, dengan demikian mempercepat firing rate pacu jantung dan merangsang
pembentukan lokus ektopik dalam ventrikel. Dalam nodus SA, Epinefrin juga
menyebabkan perpindahan pacu jantung ke sel yang mempunyai firing rate lebih
cepat. Epinefrin mempercepat konduksi sepanjang jaringan konduksi, mulai dari
atrium ke nodus alrioventrikular (AV), sepanjang bundle of His dan serat Purkinje
sampai ke ventrikel. Epinefrin juga mengurangi blokade AV yang terjadi akibat
penyakit, obat atau aktivitas vagal. Selain itu Epinefrin memperpendek periode
refrakter nodus AV dan berbagai bagian jantung lainnya. Epinefrin memperkuat
kontraksi dan mempercepat relaksasi. Dalam mempercepat denyut jantung dalam
kisaran fisiologis, Epinefrin memperpendek waktu sistolik tanpa mengurangi waktu
diastolik. Akibatnya, curah jantung bertambah, tetapi kerja jantung dan pemakaian
oksigen sangat bertambah, sehingga efisiensi jantung (kerja dibandingkan dengan
pemakaian oksigen) berkurang. Dosis Epinefrin yang berlebih di samping
menyebabkan tekanan darah naik sangat tinggi, juga menimbulkan kontraksi
ventrikel prematur, diikuti takikardi ventrikel, dan akhirnya fibrilasi ventrikel. 2
Tekanan darah
Pemberian Epinefrin lV dengan cepat (pada hewan) menimbulkan kenaikan
tekanan darah yang cepat dan berbanding langsung dengan besarnya dosis.
6
Kenaikan sistolik lebih besar daripada kenaikan diastolik, sehingga tekanan nadi
membesar. Tekanan darah kemudian turun sampai di bawah normal sebelum
kembali pada tekanan semula. Kenaikan tekanan darah disebabkan oleh
perangsangan jantung dan terutama oleh konstriksi arteriol kulit, mukosa dan ginjal,
serta konstriksi vena, Denyut nadi mula-mula bertambah cepat, kemudian dapat
menjadi sangat lambat pada waklu tekanan darah mencapai puncaknya karena
pengaruh kompensasi vagal. Turunnya tekanan darah di bawah normal yang
ditimbulkan oleh dosis kecil' atau oleh dosis besar pada fase akhir, adalah akibat
aktivasi hanya reseptor β2.
Pemberian Epinefrin pada manusia secara SK atau secara lV dengan lambat
menyebabkan kenaikan tekanan sistolik yang sedang dan penurunan tekanan
diastolik. Tekanan nadi bertambah besar, tetapi tekanan darah rata-rata (mean
arterial pressure) jarang sekali menunjukkan kenaikan yang besar. Resistensi
perifer berkurang akibat kerja Epinefrin pada reseptor β2 di pembuluh darah otot
rangka, di mana aliran darah bertambah. Karena kenaikan tekanan darah tidak
begitu besar, refleks kompensasi vagal yang melawan efek langsung Epinefrin
terhadap jantung juga tidak begitu kuat. Dengan demikian, denyut jantung, curah
jantung, curah sekuncup dan kerja ventrikel meningkat akibat stimulasi langsung
pada jantung dan peningkatan aliran balik vena (venous return). Biasanya efek
vasodilatasi Epinefrin mendominasi sirkulasi; kenaikan tekanan sistolik terutama
disebabkan oleh peningkatan curah jantung.2
Otot Polos
Efek Epinefrin pada otot polos berbagai organ bergantung pada jenis reseptor
adrenergik pada otot polos yang bersangkutan.2
Saluran cerna
Melalui reseplor α dan β, Epinefrin menimbulkan relaksasi otot polos saluran cerna
pada umumnya: tonus dan motilitas usus dan lambung berkurang. Reseptor α1 dan
β2 terdapat pada membran sel otot polos sedangkan reseptor α2 pada membran saraf
mienterik kolinergik. Aktivasi reseptor α2 menyebabkan hambatan penglepasan
7
Ach. Pada sfingter pilorus dan ileosekal, Epinefrin menimbulkan kontraksi melalui
aktivasi reseptor α1.2
Uterus
Otot polos uterus manusia mempunyai reseptor α1 dan β2. Responsnya terhadap
Epinefrin berbeda-beda, tergantung pada fase kehamilan dan dosis yang diberikan.
Selama kehamilan bulan terakhir dan diwaktu partus, Epinefrin menghambat tonus
dan kontraksi uterus melalui reseptor β2; efek ini tidak mempunyai arti klinis
karena singkat dan disertai elek kardiovaskular. Tetapi β2-agonis yang lebih selektif
seperti ritodrin atau terbutalin ternyata efektif untuk menunda kelahiran prematur.2
Kandung kemih
Epinefrin menyebabkan relaksasi otot detrusor melalui reseptor β2 dan kontraksi
otot trigon dan sfingter melalui reseptor α1, sehingga dapat menimbulkan kesulitan
urinasi serta retensi urin dalam kandung kemih.
Pernapasan
Epinefrin mempengaruhi pernapasan terutama dengan cara merelaksasi otot
bronkus melalui reseptor β2. Efek bronkodilatasi ini jelas sekali bila sudah ada
kontraksi otot polos bronkus karena asma bronkial, histamin, ester kolin,
pilokarpin, bradikinin, zat penyebab analilaksis yang bereaksi lambat (SRS-A), dan
lain-lain. Di sini Epinefrin bekerja sebagai antagonis fisiologik. Pada asma,
Epinefrin juga menghambat penglepasan mediator inflamasi dari sel-sel mast
melalui reseptor β2, serta mengurangi sekresi bronkus dan kongesti mukosa melalui
reseptor α1.
Proses Metabolik.
Epinefrin menstimutasi glikogenolisis di sel hati dan otot rangka melalui reseptor
β2; glikogen diubah menjadi glukosa-l-fosfat dan kemudian glukosa-6-fosfat. Hati
mempunyai glukosa-6-fosfatase tetapi otot rangka tidak, sehingga hati melepas
glukosa sedangkan otot rangka melepas asam laktat. Epinefrin juga menyebabkan
penghambatan sekresi insulin akibat dominasi aktivasi reseptor α2 yang
menghambat, terhadap aktivasi reseptor β2 yang menstimulasi sekresi insulin.
Selain itu Epinefrin menyebabkan berkurangnya ambilan (uptake) glukosa oleh
jaringan perifer, sebagian akibat efeknya pada sekresi insulin. Akibatnya, terjadi
peningkatan kadar glukosa dan laktat dalam darah, dan penurunan kadar glikogen
dalam hati dan otot rangka. Epinefrin melalui aktivasi reseptor β3 meningkatkan
aktivitas lipase trigliserida dalam jaringan lemak, sehingga mempercepat
pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Akibatnya, kadar
asam lemak bebas dalam darah meningkat. Efek kalorigenik Epinefrin terlihat
sebagai peningkatan pemakaian oksigen sebanyak 20 sampai 30% pada pemberian
dosis terapi. Efek ini terutama disebabkan oleh peningkatan katabolisme lemak,
yang menyediakan lebih banyak substrat untuk oksidasi. Suhu badan sedikit
meningkat, hal ini antara lain disebabkan vasokonstriksi di kulit.
LAIN-LAIN.
Kelenjar. Efek Epinefrin terhadap berbagai kelenjar tidak nyata; kebanyakan
kelenjar mengalami penghambatan sekresi, sebagian disebabkan berkurangnya
aliran darah akibat vasokonstriksi. Epinefrin merangsang sekresi air mata dan
sedikit sekresi mukus dari kelenjar ludah. Aktivitas pilomotor tidak limbul setelah
pemberian Epinefrin secara sistemik, tetapi timbul setelah penyuntikan intradermal
larutan Epinefrin atau NE yang sangat encer; demikian juga dengan pengeluaran
keringat dari kelenjar keringat apokrin di telapak tangan dan beberapa tempat lain
(adrenergic sweating). Efek-efek ini dihambat oleh bloker.
Mata. Midriasis mudah terjadi pada perangsangan simpatis tetapi tidak bila
Epinefrin diteteskan pada konjungtiva mata normal. Tetapi, Epinefrin biasanya
9
Otot rangka. Epinefrin tidak langsung merangsang otot rangka, tetapi melalui
aktivasi reseptor α dan β pada ujung saraf somatik, Epinefrin meningkatkan influks
Ca++ (reseptor α) dan meningkatkan kadar siklik AMp intrasel (reseptor β)
sehingga meningkatkan pelepasan neurotransmitor ACh pada setiap impuls dan
terjadi fasilitasi transmisi saraf-otot. Hal ini terjadi terutama setelah stimulasi saraf
somatik yang terus-menerus. Epinefrin dan β2 -agonis memperpendek masa aktif
otot merah yang kontraksinya lambat (dengan mempercepat sekuestrasi Ca++
dalam sitoplasma) sehingga stimulasi saraf pada kecepatan fisiologis menyebabkan
kontraksi otot yang terjadi tidak bergabung dengan sempurna dan dengan demikian
kekuatan kontraksinya berkurang. Efek ini disertai dengan peningkatan aktivitas
listrik dari otot (akibat aktivasi reseptor β) sehingga menyebabkan terjadinya tremor
yang merupakan efek samping pada penggunaan β2-agonis sebagai bronkodilator.
2.1.3 Farmakokinetik
Absorpsi
Pada pemberian oral, Epinefrin tidak mencapai dosis terapi karena sebagian
besar dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding usus
dan hati. Pada penyuntikan SK, absorpsi yang lambat terjadi karena vasokonstriksi
lokal, dapat di percepat dengan memijat tempat suntikan. Absorpsi yang lebih cepat
terjadi dengan penyuntikan lM. Pada pemberian lokal secara inhalasi, efeknya
terbatas terutama pada saluran napas, tetapi efek sistemik dapat terjadi, terutama
bila digunakan dosis besar.
10
memperberat penyebab dari syok. Pada penderita angina pektoris, Epinefrin mudah
menimbulkan serangan karena obat ini meningkatkan kerja jantung sehingga
memperberat kekurangan akan kebutuhan oksigen. Epinefrin dikontraindikasikan
pada penderita yang mendapat β-bloker nonselektif, karena kerjanya yang tidak
terimbangi pada reseptor α pembuluh darah dapat menyebabkan hipertensi yang
berat dan perdarahan otak.2,6
2.1.6 SEDIAAN
Epinefrin adalah isomer L
Suntikan epinefrin adalah larutan steril 1 : 1.000 Epinefrin HCI dalam air untuk
penyuntikan SK; ini digunakan untuk mengatasi syok anafilaktik dan reaksi-reaksi
hipersensitivitas akut lainnya. Dosis dewasa berkisar antara 0.2-0,5 mg (0,2-0,5 ml
larutan 1 : 1.000). Untuk penyuntikan lV, yang jarang dilakukan, larutan ini harus
diencerkan lagi dan harus disuntikkan dengan sangat perlahan-lahan. Dosisnya
jarang sampai 0,25 mg, kecuali pada henti jantung, dosis 0,5 mg dapat diberikan
tiap 5 menit. Penyuntikan intrakardial kadang-kadang dilakukan untuk resusitasi
dalam keadaan darurat (0,3-0,5 ms).2
lnhalasi epinefrin adalah larutan lidak steril 1% Epinefrin HCI atau 2%
Epinefrin bitartrat dalam air untuk inhalasi oral (bukan nasal) yang digunakan untuk
menghilangkan bronkokonstriksi. Epinefrin tetes mata adalah larutan 0,l-2%
Epinefrin HCl, 0,5-2% Epinefrin borat dan 2% Epinefrin bitartrat.2
12
2.2 NOREPINEFRIN
2.2.1. Pemgertian
2.2.2 Farmakodinamik
Obat ini Juga dikenal sebagal levarterenol, l- arterenol atau l-noradrenalin,
dan merupakan neurotransmitor yang dilepas oleh serat pasca ganglion adrenergik.
NE bekerja terutama pada reseptor α, tetapi efeknya masih sedikit lebih lemah bila
dibandingkan dengan Epinefrin. NE mempunyai efek β1 pada jantung yang
sebanding dengan Epinefrin, tetapi efek β2 nya jauh lebih lemah daripada Epinefrin.
lnfus NE pada manusia menimbulkan peningkatan tekanan diastolik, tekanan
sistolik, dan biasanya juga tekanan nadi. Resistensi perifer meningkat sehingga
aliran darah melalui ginjal, hati, dan juga otot rangka berkurang. Filtrasi glomerulus
menurun hanya bila aliran darah ginjal sangat berkurang. Refleks vagal
memperlambat denyut Jantung, mengatasi efek langsung NE yang
mempercepatnya. Perpanjangan waktu pengisian Jantung akibat perlambatan
denyut jantung ini, disertai vasokonstriksi dan peningkatan kerja jantung akibat
efek langsung NE pada pembuluh darah dan jantung, mengakibatkan peningkatan
curah sekuncup. Tetapi curah jantung tidak berubah atau bahkan berkurang. Aliran
darah koroner meningkat, mungkin karena dilatasi pembuluh darah koroner akibat
peningkatan kerja jantung, dan karena peningkatan tekanan darah. Penderita angina
13
2.2.3 Farmakokinetik
Norepinefrin, isoproterenol, dopamin, dan dobutamin, sebagai katekolamin,
tidak efektif pada pemberian oral. NE tidak diabsorpsi dengan baik pada pemberian
SK. lsoproterenol diabsorpsi dengan baik pada pemberian parenteral atau sebagai
aerosol, tetapi tidak dapat diandalkan pada pemberian oral atau sublingual sehingga
tidak dianjurkan.2,4
Obat ini merupakan substrat yang baik untuk COMT tetapi bukan substrat
yang baik untuk MAO, sehingga kerjanya sedikit lebih panjang daripada Epinefrin.
Di samping itu isoproterenol tidak diambil oleh ujung saral adrenergik. Non
katekolamin yang digunakan dalam klinik pada umumnya elektif pada pemberian
oral dan kerjanya lama, karena obat-obat ini resisten terhadap COMT dan MAO
yang banyak terdapat pada dinding usus, hati dan ginjal. Misalnya, amfetamin,
metamfetamin dan efedrin adalah obat-obat oral.2
2.3. DOPAMIN
2.3.1. Pengertian
2.3.2 Farmakodinamik
Prekursor NE ini mempunyai kerja langsung pada reseptor dopaminergik
dan adrenergik, dan dapat melepaskan NE endogen. Pada kadar rendah, doparnin
bekerja pada reseptor dopaminergik D1 pembuluh darah, terutama di ginjal,
mesenterium, dan pembuluh darah koroner. Stimulasi reseptor βl menyebabkan
vasodilatasi melalui aktivasi adenilsiklase. Dengan demikian infus dopamin dosis
rendah akan meningkatkan aliran darah ginjal, laju filtrasi glomerulus dan ekskresi
Na+. Pada dosis yang sedikit lebih tinggi, dopamin meningkatkan kontraktilitas
miokard melalui aktivasi reseptor β1. Dopamin juga melepaskan NE endogen yang
menambah efeknya pada jantung. Pada dosis rendah sampai sedang, resistensi
perifer total tidak berubah. Hal ini mungkin karena dopamin mengurangi resistensi
arterial di ginjal dan mesenterium dengan hanya sedikit peningkatan di tempat-
17
tempat lain. Dengan demikian dopamin meningkatkan tekanan sistolik dan tekanan
nadi tanpa mengubah tekanan diastolik (atau sedikit meningkat). Akibatnya,
dopamin terutama berguna untuk keadaan curah jantung rendah disertai dengan
gangguan fungsi ginjal, misalnya syok kardiogenik dan hipovolemik. Pada kadar
yang tinggi dopamin menyebabkan vasokonstriksi akibat aktivasi reseptor α1
pembuluh darah. Karena itu bila dopamin digunakan untuk syok yang mengancam
jiwa, tekanan darah dan fungsi ginjal harus dimonitor. Reseptor dopamin juga
terdapat dalam otak, tetapi dopamin yang diberikan lV, tidak menimbulkan efek
sentral karena obat ini sukar melewati sawar darah-otak.2
2.3.5 Indikasi
Syok kardiogenik: indikasi utama dopamin adalah syok kardiogenik akibat
infark miokard akut. Dosis rendah dopamin (2,5-5mcg mcg/KgBB/mnt)
meningkatkan diuresis, menurunkan preload sehingga perfusi jantung membaik.
Biasanya pada dosis ini sudah terjadi peningkatan TD. Apabila tidak ada respon
dosis dapat ditingkatkan sampai 5mcg/KgBB/mnt. Apabila masih tidak ada respon
sebaiknya dikombinasi dengan dobutamin, karena penambahan dosis selain
meningkatkan laju jantung, juga menimbulkan vasokonstriksi yang sangat
merugikan pasien infark miokard. Sebelum pemberian dopamin selalu harus
periksa bahwa pasien tidak ada keadaan hipovolume. 2,5
MAO. Dosis dopamin juga harus disesuaikan pada penderita yang mendapat
antidepresi trisiklik. 2,4
2.4. DOBUTAMIN
2.4.1 Pengertian
2.4.2 Farmakodinamik
Senyawa ini mirip dopamin, dengan substitusi yang besar pada gugus
amino. Dobutamin merupakan campuran rasemik dari kedua isomer I dan d. lsomer
I adalah α1-agonis yang poten sedangkan isomer d α1-bloker yang poten. Sifat
agonis isomer I dominan, sehingga terjadi vasokonstriksi yang lemah melalui
aktivasi reseptor α1. lsomer d 10 kali lebih poten sebagai agonis reseptor β daripada
isomer I dan lebih selektif untuk reseptor α1 daripada β2, Dobutamin menimbulkan
efek inotropik yang lebih kuat daripada efek kronotropik dibandingkan
isoproterenol. Hal ini mungkin disebabkan karena resistensi perifer yang relatif
tidak berubah (akibat vasokonstriksi melalui reseptor α1 diimbangi oleh
vasodilatasi melalui reseptor β2) sehingga tidak menimbulkan refleks takikardi,
atau karena reseptor α1 di jantung menambah efek inotropik obat ini. 2
Pada dosis yang menimbulkan efek inotropik yang sebanding, efek
dobutamin dalam meningkatkan automatisitas nodus SA kurang dibanding
isoproterenol, tetapi peningkatan konduksi AV dan intraventrikuler oleh ke-2 obat
ini sebanding. Dengan demikian, infus dobutamin akan meningkatkan kontraktilitas
jantung dan curah jantung, hanya sedikit meningkatkan denyut jantung, sedangkan
resistensi perifer relatif tidak berubah. 2,5
20
2.4.3 Penggunaan
Dobutamin digunakan untuk meningkatkan curah jantung pada gagal
jantung kongestif. Obat ini meningkatkan denyut jantung dan tidak jelas
meningkatkan kebutuhan oksigen miokard-suatu keuntungan utama diantara obat-
obat simpatomimetik lainya. 2
2.5.1 Vasopresin
ADH (hormon anti diuretik) disebut juga vasopresin merupakan suatu
oktapeptid yang diproduksi oleh sel saraf dalam nukleus supraoptikus dan
paraventrikularis di hipotalamus. Melalui serabut saraf, ADH ditransport ke sel-sel
pituisit hipofisis posterior. Di hipofisis posterior, vasopresin ini terikat pada suatu
protein spesifik yang disebut neurofisin; ikatan ini dapat dilepaskan dengan
perangsangan listrik atau pemberian asetilkolin. Di alam, dikenal dua macam ADH
yaitu 8-Arginin vasopresin yang terdapat pada mamalia, kecuali babi dan 8-Lisin
vasopresin yang terdapat pada babi. ln vivo, kedua polipeptida ini mudah sekali
mengalami degradasi enzimatik sehingga efeknya singkat. Kemudian dibuat suatu
polipeptid sintetik yang lebih tahan terhadap degradasi enzimatik yaitu desmopresin
(1-deamino 8-D-arginin vasopresin - dDAVP). Desmopresin ini merupakan obat
yang terpilih untuk pengobatan penyakit diabetes insipidus yang sensitif terhadap
ADH. 2
Sekresi vasopresin diatur oleh beberapa mekanisme, yaitu: (1) Konsep
osmoreseptor yang diduga terletak di daerah nukleus hipotalamus; bila osmolalitas
plasma bertambah akibat dehidrasi, maka sekresi ADH bertambah. Sebaliknya pada
22
keadaan hidrasi, sekresi ADH akan berkurang sehingga kadarnya dalam plasma
maupun dalam urin tidak dapat diukur. (2) Konsep reseptor volume, yang terletak
di atrium kiri dan vena pulmonalis. Bila terjadi penurunan volume darah yang
beredar, misalnya akibat perdarahan hebat akan terjadi perangsangan sekresi ADH;
sebaliknya bila volume darah yang beredar bertambah banyak maka sekresi ADH
ditekan. (3) Selain kedua macam mekanisme di atas, sekresi vasopresin meningkat
akibat stres emosional atau fisik, atau obat seperti nikotin, klofibrat, siklofosfamid,
antidepresan trisiklik, karbamazepin, dan diuretik. Sebaliknya sekresi ADH
dihambat oleh alkohol dan fenitoin. Kekurangan atau tidak adanya ADH akan
menyebabkan diabetes insipidus, suatu kelainan yang ditandai dengan adanya
poliuria yang hebat. Sedangkan kelebihan ADH menyebabkan retensi air dan
hiponatremia dilusional. Kelainan ini dapat terjadi oleh berbagai sebab diantaranya
penyakit paru, meningitis atau ensefalitis dan lain-lain. 2
Selain itu, suatu peptida yang berefek natriuretik yang dihasilkan atrium
menurunkan efek ADH baik di daerah kortikal maupun daerah medula ginjal. 2
2.5.3 FARMAKOKINETIK
Pemberian ADH, lipresin, atau kongenernya secara oral tidak efektif karena
segera akan mengalami inaktivasi oleh tripsin yang memutuskan rantai peptida
pada ikatan 8-9. Sediaan ADH dalam larutan diberikan lV, lM atau SK dan dalam
bentuk bubuk untuk insuflasi nasal atau juga sebagai semprotan. Pada pemberian
lV efeknya hanya berlangsung sebentar akibat ADH cepat mengalami inaktivasi,
25
kecuali bila sediaan tersebut diberikan sebagai infus. Desmopresin dapat bertahan
lama dalam sirkulasi setelah diabsorpsi dari mukosa hidung. Sediaan kerja panjang,
misalnya vasopresin tanat dalam minyak, yang disuntikkan secara lM efeknya dapat
bertahan lebih lama, sekitar 48 sampai 96 jam. 2,5
MASA PARUH
ADH di dalam sirkulasi hanya 17- 35 menit, terutama akibat inaktivasi oleh
peptidase di dalam berbagai jaringan. ADH akan cepat menghilang dari sirkulasi
setelah mengalami metabolisme di dalam ginjal dan hati, namun pada manusia
bersihan melalui urin hanya sedikit. 2
menimbulkan efek samping. Vasopresin dosis tinggi sebesar 10-20 unit bersama
dengan tindakan lain, digunakan untuk mengatasi perdarahan varises esofagus;
dalam hal ini vasopresin menyebabkan penurunan tekanan darah dan aliran darah
portal. Dengan dosis besar ini dapat terjadi peninggian tekanan darah sistemik.
Desmopresin intranasal merupakan obat terpilih untuk sebagian terbesar pasien-
pasien dengan diabetes insipidus. 2,5