Anda di halaman 1dari 24

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Epinefrin
2.1.1. Pengertian

Epinefrin merupakan neurotransmiter sistem saraf, tergolong katekolamin.


Epinefrin sebagian besar dihasilkan oleh serabut postganglionik simpatis, perannya
pada divisi simpatis Sistem Saraf Otonom. Epinefrin dihasilkan oleh sebagian besar
saraf simpatis postganglionik, sehingga seringkali saraf ini juga disebut saraf
adrenergik. Selain oleh serabut simpatis postganglionik, epinefrin juga dikeluarkan
oleh kelenjar medulla adrenal dan berfungsi sebagai hormon. Sel-sel medula
adrenal secara embriologis merupakan analog terhadap saraf simpatis
postganglionik, sehingga mampu membuat dan melepaskan epinefrin dan
norepinefrin. Adrenalin memiliki semua khasiat adrenergis alfa dan beta, tetapi efek
betanya relative lebih kuat (stimulasi jantung dan bronkodilatasi).1,2

2.1.2 Farmakodinamik
Pada umumnya, pemberian Epinefrin menimbulkan efek mirip stimulasi
saraf adrenergik. Ada beberapa perbedaan karena neurotransmitor pada saraf
adrenergik adalah NE. Efek yang paling menonjol adalah efek terhadap jantung,
otot polos pembuluh darah dan otot polos lain.5
Pembuluh darah.
Efek vaskular Epinefrin terutama pada arteriol kecil dan sfingter prekapiler,
tetapi vena dan arteri besar juga dipengaruhi. Pembuluh darah kulit, mukosa dan
ginjal mengalami konstriksi akibat aktivasi reseptor α oleh Epinefrin. Pembuluh
darah otot rangka mengalami dilatasi oleh Epinefrin dosis rendah, akibat aktivasi

3
4

reseptor β2 yang mempunyai afinitas lebih besar pada Epinefrin dibandingkan


dengan reseptor α. Epinefrin dosis tinggi bereaksi dengan kedua jenis reseptor.
Dominasi reseptor α menyebabkan peningkatan resistensi perifer yang berakibat
peningkatan tekanan darah. Pada waktu kadar Epinefrin menurun, efek terhadap
reseptor α yang kurang sensitif lebih dulu menghilang. Efek Epinefrin terhadap
reseptor β2 masih ada pada kadar yang rendah ini, dan menyebabkan hipotensi
sekunder pada pemberian Epinefrin secara sisternik. Jika sebelum Epinefrin telah
diberikan suatu penghambat reseptor α, maka pemberian Epinefrin hanya
menimbulkan vasodilatasi dan penurunan tekanan darah. Gejala ini disebut
epinephrine reversal. Suatu kenaikan tekanan darah yang tidak begitu jelas mungkin
timbul sebelum penurunan tekanan darah ini; kenaikan yang selintas ini akibat
stimulasi jantung oleh Epinefrin.2
Pada manusia, pemberian Epinefrin dalam dosis terapi yang menimbulkan
kenaikan tekanan darah tidak menyebabkan konstriksi arteriol otak, tetapi
menimbulkan peningkatan aliran darah otak. Epinefrin dalam dosis yang tidak
banyak mempengaruhi tekanan darah, meningkatkan resistensi pembuluh darah
ginjal dan mengurangi aliran darah ginjal sebanyak 40%. Ekskresi Na, K, dan Cl
berkurang; volume urin mungkin bertambah, berkurang atau tidak berubah.2
Tekanan darah arteri maupun vena paru meningkat oleh Epinefrin.
Meskipun terjadi konstriksi pembuluh darah paru, redistribusi darah yang berasal
dari sirkulasi sistemik akibat konstriksi vena-vena besar juga berperan penting
dalam menimbulkan kenaikan tekanan darah paru. Dosis Epinefrin yang berlebih
dapat menimbulkan kematian karena udem paru.2

Arteri koroner.
Epinefrin meningkatkan aliran darah koroner. Di satu pihak Epinefrin
cenderung menurunkan aliran darah koroner karena kompresi akibat peningkatan
kontraksi otot jantung, dan karena vasokonstriksi pembuluh darah koroner akibat
efek reseptor α. Di lain pihak Epinefrin memperpanjang waktu diastolik,
meningkatkan tekanan darah aorta, dan menyebabkan dilepaskannya adenosin,
suatu metabolit yang bersifat vasodilator, akibat peningkatan kontraksi jantung dan
5

konsumsi oksigen miokard; semuanya ini akan meningkatkan aliran darah koroner.
Autoregulasi metabolik merupakan faktor yang dominan, sehingga hasil akhirnya
adalah vasodilatasi dan peningkatan aliran darah koroner. Tetapi, efek Epinefrin ini
tidak dapat dimanfaatkan pada keadaan iskemia miokard, karena manfaat
peningkatan aliran darah ditiadakan oleh bertambahnya kerja miokard akibat
perangsangan langsung oleh Epinefrin. 2

Jantung
Epinefrin mengaktivasi reseptor β1 di otot jantung, sel pacu jantung dan
jaringan konduksi. lni merupakan dasar efek inotropik dan kronotropik positif
Epinefrin pada jantung. Epinefrin mempercepat depolarisasi fase 4, yakni
depolarisasi lambat sewaktu diastole, dari nodus sino-atrial (SA) dan sel otomatik
lainnya, dengan demikian mempercepat firing rate pacu jantung dan merangsang
pembentukan lokus ektopik dalam ventrikel. Dalam nodus SA, Epinefrin juga
menyebabkan perpindahan pacu jantung ke sel yang mempunyai firing rate lebih
cepat. Epinefrin mempercepat konduksi sepanjang jaringan konduksi, mulai dari
atrium ke nodus alrioventrikular (AV), sepanjang bundle of His dan serat Purkinje
sampai ke ventrikel. Epinefrin juga mengurangi blokade AV yang terjadi akibat
penyakit, obat atau aktivitas vagal. Selain itu Epinefrin memperpendek periode
refrakter nodus AV dan berbagai bagian jantung lainnya. Epinefrin memperkuat
kontraksi dan mempercepat relaksasi. Dalam mempercepat denyut jantung dalam
kisaran fisiologis, Epinefrin memperpendek waktu sistolik tanpa mengurangi waktu
diastolik. Akibatnya, curah jantung bertambah, tetapi kerja jantung dan pemakaian
oksigen sangat bertambah, sehingga efisiensi jantung (kerja dibandingkan dengan
pemakaian oksigen) berkurang. Dosis Epinefrin yang berlebih di samping
menyebabkan tekanan darah naik sangat tinggi, juga menimbulkan kontraksi
ventrikel prematur, diikuti takikardi ventrikel, dan akhirnya fibrilasi ventrikel. 2

Tekanan darah
Pemberian Epinefrin lV dengan cepat (pada hewan) menimbulkan kenaikan
tekanan darah yang cepat dan berbanding langsung dengan besarnya dosis.
6

Kenaikan sistolik lebih besar daripada kenaikan diastolik, sehingga tekanan nadi
membesar. Tekanan darah kemudian turun sampai di bawah normal sebelum
kembali pada tekanan semula. Kenaikan tekanan darah disebabkan oleh
perangsangan jantung dan terutama oleh konstriksi arteriol kulit, mukosa dan ginjal,
serta konstriksi vena, Denyut nadi mula-mula bertambah cepat, kemudian dapat
menjadi sangat lambat pada waklu tekanan darah mencapai puncaknya karena
pengaruh kompensasi vagal. Turunnya tekanan darah di bawah normal yang
ditimbulkan oleh dosis kecil' atau oleh dosis besar pada fase akhir, adalah akibat
aktivasi hanya reseptor β2.
Pemberian Epinefrin pada manusia secara SK atau secara lV dengan lambat
menyebabkan kenaikan tekanan sistolik yang sedang dan penurunan tekanan
diastolik. Tekanan nadi bertambah besar, tetapi tekanan darah rata-rata (mean
arterial pressure) jarang sekali menunjukkan kenaikan yang besar. Resistensi
perifer berkurang akibat kerja Epinefrin pada reseptor β2 di pembuluh darah otot
rangka, di mana aliran darah bertambah. Karena kenaikan tekanan darah tidak
begitu besar, refleks kompensasi vagal yang melawan efek langsung Epinefrin
terhadap jantung juga tidak begitu kuat. Dengan demikian, denyut jantung, curah
jantung, curah sekuncup dan kerja ventrikel meningkat akibat stimulasi langsung
pada jantung dan peningkatan aliran balik vena (venous return). Biasanya efek
vasodilatasi Epinefrin mendominasi sirkulasi; kenaikan tekanan sistolik terutama
disebabkan oleh peningkatan curah jantung.2

Otot Polos
Efek Epinefrin pada otot polos berbagai organ bergantung pada jenis reseptor
adrenergik pada otot polos yang bersangkutan.2

Saluran cerna
Melalui reseplor α dan β, Epinefrin menimbulkan relaksasi otot polos saluran cerna
pada umumnya: tonus dan motilitas usus dan lambung berkurang. Reseptor α1 dan
β2 terdapat pada membran sel otot polos sedangkan reseptor α2 pada membran saraf
mienterik kolinergik. Aktivasi reseptor α2 menyebabkan hambatan penglepasan
7

Ach. Pada sfingter pilorus dan ileosekal, Epinefrin menimbulkan kontraksi melalui
aktivasi reseptor α1.2

Uterus
Otot polos uterus manusia mempunyai reseptor α1 dan β2. Responsnya terhadap
Epinefrin berbeda-beda, tergantung pada fase kehamilan dan dosis yang diberikan.
Selama kehamilan bulan terakhir dan diwaktu partus, Epinefrin menghambat tonus
dan kontraksi uterus melalui reseptor β2; efek ini tidak mempunyai arti klinis
karena singkat dan disertai elek kardiovaskular. Tetapi β2-agonis yang lebih selektif
seperti ritodrin atau terbutalin ternyata efektif untuk menunda kelahiran prematur.2

Kandung kemih
Epinefrin menyebabkan relaksasi otot detrusor melalui reseptor β2 dan kontraksi
otot trigon dan sfingter melalui reseptor α1, sehingga dapat menimbulkan kesulitan
urinasi serta retensi urin dalam kandung kemih.

Pernapasan
Epinefrin mempengaruhi pernapasan terutama dengan cara merelaksasi otot
bronkus melalui reseptor β2. Efek bronkodilatasi ini jelas sekali bila sudah ada
kontraksi otot polos bronkus karena asma bronkial, histamin, ester kolin,
pilokarpin, bradikinin, zat penyebab analilaksis yang bereaksi lambat (SRS-A), dan
lain-lain. Di sini Epinefrin bekerja sebagai antagonis fisiologik. Pada asma,
Epinefrin juga menghambat penglepasan mediator inflamasi dari sel-sel mast
melalui reseptor β2, serta mengurangi sekresi bronkus dan kongesti mukosa melalui
reseptor α1.

Susunan saraf pusat.


Epinefrin pada dosis terapi tidak mempunyai efek stimulasi SSp yang kuat karena
obat ini relatif polar sehingga sukar masuk SSP. Tetapi pada banyak orang
Epinefrin dapat menimbulkan kegelisahan, rasa kuatir, nyeri kepala dan tremor;
sebagian karena efeknya pada sistem kardiovaskular.
8

Proses Metabolik.
Epinefrin menstimutasi glikogenolisis di sel hati dan otot rangka melalui reseptor
β2; glikogen diubah menjadi glukosa-l-fosfat dan kemudian glukosa-6-fosfat. Hati
mempunyai glukosa-6-fosfatase tetapi otot rangka tidak, sehingga hati melepas
glukosa sedangkan otot rangka melepas asam laktat. Epinefrin juga menyebabkan
penghambatan sekresi insulin akibat dominasi aktivasi reseptor α2 yang
menghambat, terhadap aktivasi reseptor β2 yang menstimulasi sekresi insulin.
Selain itu Epinefrin menyebabkan berkurangnya ambilan (uptake) glukosa oleh
jaringan perifer, sebagian akibat efeknya pada sekresi insulin. Akibatnya, terjadi
peningkatan kadar glukosa dan laktat dalam darah, dan penurunan kadar glikogen
dalam hati dan otot rangka. Epinefrin melalui aktivasi reseptor β3 meningkatkan
aktivitas lipase trigliserida dalam jaringan lemak, sehingga mempercepat
pemecahan trigliserida menjadi asam lemak bebas dan gliserol. Akibatnya, kadar
asam lemak bebas dalam darah meningkat. Efek kalorigenik Epinefrin terlihat
sebagai peningkatan pemakaian oksigen sebanyak 20 sampai 30% pada pemberian
dosis terapi. Efek ini terutama disebabkan oleh peningkatan katabolisme lemak,
yang menyediakan lebih banyak substrat untuk oksidasi. Suhu badan sedikit
meningkat, hal ini antara lain disebabkan vasokonstriksi di kulit.

LAIN-LAIN.
Kelenjar. Efek Epinefrin terhadap berbagai kelenjar tidak nyata; kebanyakan
kelenjar mengalami penghambatan sekresi, sebagian disebabkan berkurangnya
aliran darah akibat vasokonstriksi. Epinefrin merangsang sekresi air mata dan
sedikit sekresi mukus dari kelenjar ludah. Aktivitas pilomotor tidak limbul setelah
pemberian Epinefrin secara sistemik, tetapi timbul setelah penyuntikan intradermal
larutan Epinefrin atau NE yang sangat encer; demikian juga dengan pengeluaran
keringat dari kelenjar keringat apokrin di telapak tangan dan beberapa tempat lain
(adrenergic sweating). Efek-efek ini dihambat oleh bloker.

Mata. Midriasis mudah terjadi pada perangsangan simpatis tetapi tidak bila
Epinefrin diteteskan pada konjungtiva mata normal. Tetapi, Epinefrin biasanya
9

menurunkan tekanan intraokuler yang normal maupun pada penderita glaukoma


sudut lebar. Timbulnya efek ini mungkin karena berkurangnya pembentukan cairan
mata akibat vasokonstriksi dan karena bertambahnya aliran ke luar. Anehnya,
timolol, suatu B-bloker, juga mengurangi tekanan intraokuler dan elektif untuk
pengobatan glaukoma.

Otot rangka. Epinefrin tidak langsung merangsang otot rangka, tetapi melalui
aktivasi reseptor α dan β pada ujung saraf somatik, Epinefrin meningkatkan influks
Ca++ (reseptor α) dan meningkatkan kadar siklik AMp intrasel (reseptor β)
sehingga meningkatkan pelepasan neurotransmitor ACh pada setiap impuls dan
terjadi fasilitasi transmisi saraf-otot. Hal ini terjadi terutama setelah stimulasi saraf
somatik yang terus-menerus. Epinefrin dan β2 -agonis memperpendek masa aktif
otot merah yang kontraksinya lambat (dengan mempercepat sekuestrasi Ca++
dalam sitoplasma) sehingga stimulasi saraf pada kecepatan fisiologis menyebabkan
kontraksi otot yang terjadi tidak bergabung dengan sempurna dan dengan demikian
kekuatan kontraksinya berkurang. Efek ini disertai dengan peningkatan aktivitas
listrik dari otot (akibat aktivasi reseptor β) sehingga menyebabkan terjadinya tremor
yang merupakan efek samping pada penggunaan β2-agonis sebagai bronkodilator.

Pembekuan darah. Epinefrin mempercepat pembekuan darah. Mekanismenya


diduga melalui peningkatan aktivitas faktor V.

2.1.3 Farmakokinetik
Absorpsi
Pada pemberian oral, Epinefrin tidak mencapai dosis terapi karena sebagian
besar dirusak oleh enzim COMT dan MAO yang banyak terdapat pada dinding usus
dan hati. Pada penyuntikan SK, absorpsi yang lambat terjadi karena vasokonstriksi
lokal, dapat di percepat dengan memijat tempat suntikan. Absorpsi yang lebih cepat
terjadi dengan penyuntikan lM. Pada pemberian lokal secara inhalasi, efeknya
terbatas terutama pada saluran napas, tetapi efek sistemik dapat terjadi, terutama
bila digunakan dosis besar.
10

Biotransformasi dan Eksresi


Epinefrin stabil dalam darah. Degradasi Epinefrin terutama terjadi dalam
hati yang banyak mengandung kedua enzim COMT dan MAO, tetapi jaringan lain
juga dapat merusak zat ini. Sebagian besar Epinefrin mengalami biotransformasi,
mula-mula oleh COMT dan MAO, kemudian terjadi oksidasi, reduksi dan/atau
konjugasi, menjadi metanelrin, asam 3-metoksi-4-hidroksimandelal, 3-metoksi-4-
hidroksifeniletilenglikol, dan bentuk konjugasi glukuronat dan sulfat. Metabolit-
metabolit ini bersama Epinefrin yang tidak diubah dikeluarkan dalam urin. Pada
orang normal, jumlah Epinefrin yang utuh dalam urin hanya sedikit. Pada penderita
leokromositoma, urin mengandung Epinefrin dan NE utuh dalam jumlah besar
bersama metabolitnya.2

2.1.4 INTOKSIKASI, EFEK SAMPING DAN KONTRAINDIKASI


Pemberian Epinefrin dapat menimbulkan gejala seperti perasaan takut,
khawatir, gelisah, tegang, nyeri kepala berdenyut, tremor, rasa lemah, pusing,
pucat, sukar bernapas dan palpitasi. Gejala-gejala ini mereda dengan cepat setelah
istirahat. Penderita hipertiroid dan hipertensi lebih peka terhadap efek-efek tersebut
di atas maupun terhadap efek pada sistem kardiovaskular. Pada penderita
psikoneurotik, Epinefrin memperberat gejala-gejalanya.3,4
Dosis Epinefrin yang besar atau penyuntikan lV cepat yang tidak disengaja
dapat menimbulkan perdarahan otak karena kenaikan tekanan darah yang hebat.
Bahkan penyuntikan SK 0,5 ml larutan 1 : 1000 dapat menimbulkan perdarahan
subaraknoid dan hemiplegia. Untuk mengatasinya, dapat diberikan vasodilator
yang kerjanya cepat, misalnya nitrit atau natrium nitroprusid; a-bloker mungkin
luga berguna.2
Epinefrin dapat menimbulkan aritmia ventrikel. Fibrilasi ventrikel bila
terjadi, biasanya bersilal fatal; ini terutama terjadi bila Epinefrin diberikan sewaktu
anestesia dengan hidrokarbon berhalogen, atau pada penderita penyakit jantung
organik. Pada penderita asma bronkial yang sudah lama dan menderita emfisema,
yang sudah mencapai usia di mana penyakit jantung degeneratif sering terdapat,
pemberian Epinefrin harus sangat hati-hati. Pada penderita syok, Epinefrin dapat
11

memperberat penyebab dari syok. Pada penderita angina pektoris, Epinefrin mudah
menimbulkan serangan karena obat ini meningkatkan kerja jantung sehingga
memperberat kekurangan akan kebutuhan oksigen. Epinefrin dikontraindikasikan
pada penderita yang mendapat β-bloker nonselektif, karena kerjanya yang tidak
terimbangi pada reseptor α pembuluh darah dapat menyebabkan hipertensi yang
berat dan perdarahan otak.2,6

2.1.5 PENGGUNAAN KLINIS


Manfaat Epinefrin dalam klinik berdasarkan efeknya terhadap pembuluh
darah, jantung dan otot polos bronkus. Penggunaan paling sering ialah untuk
menghilangkan sesak napas akibat bronkokonstriksi, untuk mengatasi reaksi
hipersensitivitas terhadap obat maupun alergen lainnya, dan untuk memperpanjang
masa kerja anestetik lokal. Epinefrin juga dapat digunakan untuk merangsang
jantung pada waktu henti jantung oleh berbagai sebab. Secara lokal obat ini
digunakan untuk menghentikan perdarahan kapiler.2

2.1.6 SEDIAAN
Epinefrin adalah isomer L
Suntikan epinefrin adalah larutan steril 1 : 1.000 Epinefrin HCI dalam air untuk
penyuntikan SK; ini digunakan untuk mengatasi syok anafilaktik dan reaksi-reaksi
hipersensitivitas akut lainnya. Dosis dewasa berkisar antara 0.2-0,5 mg (0,2-0,5 ml
larutan 1 : 1.000). Untuk penyuntikan lV, yang jarang dilakukan, larutan ini harus
diencerkan lagi dan harus disuntikkan dengan sangat perlahan-lahan. Dosisnya
jarang sampai 0,25 mg, kecuali pada henti jantung, dosis 0,5 mg dapat diberikan
tiap 5 menit. Penyuntikan intrakardial kadang-kadang dilakukan untuk resusitasi
dalam keadaan darurat (0,3-0,5 ms).2
lnhalasi epinefrin adalah larutan lidak steril 1% Epinefrin HCI atau 2%
Epinefrin bitartrat dalam air untuk inhalasi oral (bukan nasal) yang digunakan untuk
menghilangkan bronkokonstriksi. Epinefrin tetes mata adalah larutan 0,l-2%
Epinefrin HCl, 0,5-2% Epinefrin borat dan 2% Epinefrin bitartrat.2
12

2.2 NOREPINEFRIN
2.2.1. Pemgertian

Norepinefrin adalah derivate tanpa gugus-metil pada atom-N. neurohormon


ini khususnya berkhasiat langsung terhadap reseptor α dengan efek vasokontriksi
dan naiknya tensi. Efek betanya hanya ringan kecuali kerja jantungnya ( β1 ).
Bentuk-dekstronya, seperti epinefrin, tidak digunakan karena 50 kali kurang aktif.
Karena efek sampingnya bersifat lebih ringan dan lebih jarang terjadi, maka
norepinefrin lebih disukai penggunaannya pada shok dan sebagainya. Atau sebagai
obat tambahan pada injeksi anastetika local.1,6

2.2.2 Farmakodinamik
Obat ini Juga dikenal sebagal levarterenol, l- arterenol atau l-noradrenalin,
dan merupakan neurotransmitor yang dilepas oleh serat pasca ganglion adrenergik.
NE bekerja terutama pada reseptor α, tetapi efeknya masih sedikit lebih lemah bila
dibandingkan dengan Epinefrin. NE mempunyai efek β1 pada jantung yang
sebanding dengan Epinefrin, tetapi efek β2 nya jauh lebih lemah daripada Epinefrin.
lnfus NE pada manusia menimbulkan peningkatan tekanan diastolik, tekanan
sistolik, dan biasanya juga tekanan nadi. Resistensi perifer meningkat sehingga
aliran darah melalui ginjal, hati, dan juga otot rangka berkurang. Filtrasi glomerulus
menurun hanya bila aliran darah ginjal sangat berkurang. Refleks vagal
memperlambat denyut Jantung, mengatasi efek langsung NE yang
mempercepatnya. Perpanjangan waktu pengisian Jantung akibat perlambatan
denyut jantung ini, disertai vasokonstriksi dan peningkatan kerja jantung akibat
efek langsung NE pada pembuluh darah dan jantung, mengakibatkan peningkatan
curah sekuncup. Tetapi curah jantung tidak berubah atau bahkan berkurang. Aliran
darah koroner meningkat, mungkin karena dilatasi pembuluh darah koroner akibat
peningkatan kerja jantung, dan karena peningkatan tekanan darah. Penderita angina
13

Prinzmetal mungkin supersensitif terhadap efek vasokonstriksi α-adrenergik dari


NE, Epinefrin dan perangsangan simpatis. Pada penderita ini, NE dapat mengurangi
aliran darah koroner, sehingga terjadi serangan angina saat istirahat dan bila hebat
sampai terjadi infark miokard. Berlainan dengan Epinefrin, NE dalam dosis kecil
tidak menimbulkan vasodilatasi maupun penurunan tekanan darah, karena NE
boleh dikatakan tidak mempunyai efek terhadap reseptor β2 pada pembuluh darah
otot rangka. Efek metabolik NE mirip Epinefrin tetapi hanya timbul pada dosis yang
lebih besar.2

2.2.3 Farmakokinetik
Norepinefrin, isoproterenol, dopamin, dan dobutamin, sebagai katekolamin,
tidak efektif pada pemberian oral. NE tidak diabsorpsi dengan baik pada pemberian
SK. lsoproterenol diabsorpsi dengan baik pada pemberian parenteral atau sebagai
aerosol, tetapi tidak dapat diandalkan pada pemberian oral atau sublingual sehingga
tidak dianjurkan.2,4
Obat ini merupakan substrat yang baik untuk COMT tetapi bukan substrat
yang baik untuk MAO, sehingga kerjanya sedikit lebih panjang daripada Epinefrin.
Di samping itu isoproterenol tidak diambil oleh ujung saral adrenergik. Non
katekolamin yang digunakan dalam klinik pada umumnya elektif pada pemberian
oral dan kerjanya lama, karena obat-obat ini resisten terhadap COMT dan MAO
yang banyak terdapat pada dinding usus, hati dan ginjal. Misalnya, amfetamin,
metamfetamin dan efedrin adalah obat-obat oral.2

2.2.4 Penggunaan terapi


Norepinefrin digunakan untuk pengobatan syok karena kemampuanya
menaikkan tahanan tepi dan oleh karena itu menaikkan tekanan darah; namun
demikian, dopamin ternyata lebih baik, karena tidak mengurangi aliran darah ke
ginjal seperti halnya norepinefrin. Kerja lainnya secara klinik kurang diperhatikan.
Obat ini tidak pernah digunakan untuk pengobatan asma. Norepinefrin yang sering
digunakan disebut levarterenol.1,4
14

2.2.5 Dosis Norepinefrin


Dosis norepinephrine dihitung berdasarkan norepinephrine base dan
formulasi sediaan iv adalah norepinephrine bitartrat. Norepinephrine bitartrat 2 mg
sama dengan norepinephrine base 1 mg.
- Infus intravena kontinyu : Anak-anak : dosis awal : 0,05–0,1
mikrogram/kgBB/menit; dosis dapat dititrasi sesuai efek yang diinginkan;
dosis maksimum: 1–2 mikrogram/kgBB/menit.
- Dewasa : dosis awal : 0,5-1 mikrogram/menit dosis dapat dititrasi sesuai respon
yang diinginkan; rentang dosis untuk ACLS : 0,5-30 mikrogram/menit.
- Akut hipotensi : infus iv, menggunakan central venous cathéter, gunakan
larutan yang mengandung norepinephrine bitartrat 80 mikrogram/mL (ekivalen
dengan norepinephrine base 40 mikrogram/mL) dengan kecepatan awal
pemberian 0,16–0,33 mL/menit, dosis diatur sesuai respon pasien.
- Cardiac arrest : injeksi iv cepat atau intracardiac, 0,5-0,75 mL larutan yang
mengandung norepinephrine bitartrat 200 mikrogram/mL (ekivalen dengan
norepinephrine base 100 mikrogram/mL).
- Cara Pemberian : Norephineprine bitartrat sebelum diberikan harus diencerkan
dulu dengan larutan infus D5 atau D5NS. Diberikan secara infus iv melalui
vena yang besar untuk mencegah ektravasasi yang potensial mungkin terjadi,
menggunakan infusion pump. Ektravasasi dapat menyebabkan kerusakan
jaringan dan sebaiknya dihindari. Pengenceran norephineprine base 4
mikrogram/mL untuk infus biasanya dibuat dengan menambahkan 4 mg (4
mL) sediaan norephineprine base menjadi 1000 mL dalam D5 NS atau D5.
Konsentrasi dan kecepatan pemberian infus tergantung pada kebutuhan pasien.
Jangan menambahkan larutan natrium bicarbonat (NaHCO3) melalui iv line
yang mengandung norepinephrine.3,4

2.2.6 Interaksi Obat


Efek meningkat / toksisitas : Efek norepinephrine dapat ditingkatkan oleh
antidrepresan trisiklik (imipramine), MAO inhibitors, antihistamin (difenhidramin,
15

tripelennamine, dexchlorpheniramine), beta-blockers (nonselective), guanethidine,


alkaloid ergot parenteral, reserpin, dan metildopa, dapat mempotensiasi efek
pressor norepinephrine, menghasilkan prolonged hypertensi yang berat. Atropin
sulfat dapat memblok refleks bradikardi yang disebabkan oleh norepinephrine dan
meningkatkan respon vasopressor. Efek menurun : alfa blocker mengurangi respon
terhadap norepinephrine. Pemberian furosemid atau diuretik lainnya, dapat
menurunkan arterial responsiveness dari norepinephrine. Obat anestesi umum :
Pemberian norepinephrine pada pasien yang mendapat cyclopropane atau
halogenated hydrocarbon general anaesthetics, dapat meningkatkan cardiac
irritability, yang dapat menyebabkan aritmia.3,6

2.2.7 INTOKSIKASI, EFEK SAMPING DAN KONTRAINDIKASI


Efek samping NE serupa dengan efek samping Epinefrin tetapi biasanya
lebih ringan dan lebih jarang. Efek samping yang paling umum berupa rasa kuatir,
sukar bernapas, denyut Jantung yang lambat tetapi kuat, dan nyeri kepala selintas.
Dosis berlebih atau dosis biasa pada penderita yang hiper-reaktif (misalnya
penderita hipertiroid) menyebabkan hipertensi berat dengan nyeri kepala yang
hebat, totofobia, nyeri dada, pucat, berkeringat banyak, dan muntah.2
Obat ini merupakan kontraindikasi pada anestesia dengan obat-obat yang
menyebabkan sensitisasi jantung karena dapat timbul aritmia. Ekstravasasi obat
sewaktu penyuntikan lV atau infus dengan NE dapat menimbulkan nekrosis
jaringan. Gangguan sirkulasi pada tempat suntikan dengan maupun tanpa
ekstravasasi NE, dapat diobati dengan fentolamin. Berkurangnya aliran darah ke
organ-organ merupakan bahaya yang selalu ada pada penggunaan NE.2
Obat ini dikontraindikasikan pada wanita hamil karena menirnbulkan
kontraksi uterus hamil. Hipertensi (monitor tekanan darah dan kecepatan pemberian
obat secara ketat), kehamilan. Hipersensitif terhadap norepinephrine, bisulfit
(mengandung metabisulfit), atau komponen lain dalam formulasi sediaan; hipotensi
dari hipovolemia kecuali untuk pengukuran kegawatan untuk menjaga perfusi
koroner dan cerebral sampai keadaan yang dikehendaki, mesentrik atau vaskular
perifer trombosis kecuali untuk tindakan atau prosedur live-shaving, selama
16

pelaksanaan anestesi dengan cyclopropane atau halothane (resiko ventrikular


aritmia).2,6

2.3. DOPAMIN
2.3.1. Pengertian

Dopamin suatu prekursor metabolik awal norepinefrin, terjadi alamiah


dalam SSP pada ganglia basalis yang berfungsi sebagai neurotransmitter seperti
halnya pada medulla adrenalis. Dopamine dapat mengaktifkan reseptor α,
sebaliknya pada dosis rendah, obat akan memacu reseptor jantung β. Selain itu,
reseptor dopaminergik D1 dan D2 berada dengan reseptor adrenergik α dan β, yang
terdapat pada mesenterik tepi dan paparan vaskular ginjal, dimana ikatan dopamin
menyebabkan vasodilatasi. Reseptor D2 terdapat pula pada neuron adrenergik
presinaptik, tempat aktivasinya menggangu pelepasan norepinefrin. 2,3

2.3.2 Farmakodinamik
Prekursor NE ini mempunyai kerja langsung pada reseptor dopaminergik
dan adrenergik, dan dapat melepaskan NE endogen. Pada kadar rendah, doparnin
bekerja pada reseptor dopaminergik D1 pembuluh darah, terutama di ginjal,
mesenterium, dan pembuluh darah koroner. Stimulasi reseptor βl menyebabkan
vasodilatasi melalui aktivasi adenilsiklase. Dengan demikian infus dopamin dosis
rendah akan meningkatkan aliran darah ginjal, laju filtrasi glomerulus dan ekskresi
Na+. Pada dosis yang sedikit lebih tinggi, dopamin meningkatkan kontraktilitas
miokard melalui aktivasi reseptor β1. Dopamin juga melepaskan NE endogen yang
menambah efeknya pada jantung. Pada dosis rendah sampai sedang, resistensi
perifer total tidak berubah. Hal ini mungkin karena dopamin mengurangi resistensi
arterial di ginjal dan mesenterium dengan hanya sedikit peningkatan di tempat-
17

tempat lain. Dengan demikian dopamin meningkatkan tekanan sistolik dan tekanan
nadi tanpa mengubah tekanan diastolik (atau sedikit meningkat). Akibatnya,
dopamin terutama berguna untuk keadaan curah jantung rendah disertai dengan
gangguan fungsi ginjal, misalnya syok kardiogenik dan hipovolemik. Pada kadar
yang tinggi dopamin menyebabkan vasokonstriksi akibat aktivasi reseptor α1
pembuluh darah. Karena itu bila dopamin digunakan untuk syok yang mengancam
jiwa, tekanan darah dan fungsi ginjal harus dimonitor. Reseptor dopamin juga
terdapat dalam otak, tetapi dopamin yang diberikan lV, tidak menimbulkan efek
sentral karena obat ini sukar melewati sawar darah-otak.2

2.3.3 Penggunaan terapi


Dopamin adalah obat yang terpilih untuk syok dan diberikan dalam botol
infus terus menerus. Obat ini akan menaikkan tekanan darah dengan memacu
jantung (kerja β1). Selain itu, obat ini memperkuat pula perfusi ke ginjal dan daerah
splanknik seperti diuraikan diatas. Peningkatan aliran darah ke ginjal ini
memperkuat laju filtrasi glomerular (GFR) dan menimbulkan diuresis natrium.
Dalam kaitan ini dopamin ternyata jauh lebih baik dari pada norepinefrin, yang
mengurangi suplai darah ke ginjal dan mungkin menimbulkan terhentinya kerja
ginjal. 3,2

2.3.4 Dosis Dopamin


- Dopamin dosis kecil (2,5-5 mcg/KgBB/mnt) merangsang reseptor DA
dipembuluh darah ginjal, mesenterium dan a. Koroner yang menyebabkan
vasodilatasi. Akibatnya selain terjadi diuresis dan natriuresis, aliran darah di
organ-organ tersebut juga meningkat.
- Dopamin dosis sedang (5-10 mcg/KgBB/mnt) merangsang adrenoreseptor beta
dijantung sehingga meningkatkan kontraktilitas miokard dan laju jantung, efek
inotropik dopamin relatif lebih besar dibandingkan efek kronotropiknya. Dengan
demikian obat ini menyebabkan kebutuhan O2 miokard yang sedikit
meningkatkan Tekanan Darah (TD) sistolik tanpa banyak mempengaruhi TD
18

diastolik. Sifat-sifat dari dopamin dosis rendah membuatnya menjadi pilihan


utama pada syok kardiogenik yang disebabkan infark miokard.
- Dopamin dosis tinggi (> 10mcg/KgBB/mnt) merangsang adrenoreseptor alfa 1 di
pembuluh darah menyebabkan vasokonstriksi di hampir semua pembuluh darah
termasuk arteri renalis dan mesenterik, juga meningkatkan kontraktilitas miokard
karena terjadi peningkatan pelepasan noradrenalin. 1,4

2.3.5 Indikasi
Syok kardiogenik: indikasi utama dopamin adalah syok kardiogenik akibat
infark miokard akut. Dosis rendah dopamin (2,5-5mcg mcg/KgBB/mnt)
meningkatkan diuresis, menurunkan preload sehingga perfusi jantung membaik.
Biasanya pada dosis ini sudah terjadi peningkatan TD. Apabila tidak ada respon
dosis dapat ditingkatkan sampai 5mcg/KgBB/mnt. Apabila masih tidak ada respon
sebaiknya dikombinasi dengan dobutamin, karena penambahan dosis selain
meningkatkan laju jantung, juga menimbulkan vasokonstriksi yang sangat
merugikan pasien infark miokard. Sebelum pemberian dopamin selalu harus
periksa bahwa pasien tidak ada keadaan hipovolume. 2,5

2.3.6 Kontra Indikasi


Dopamin kontraindikasi pada pasien yang sedang menggunakan MAO-
inhibitor. Efek samping yang timbul adalah over aktivasi saraf simpatis seperti
nausea, takikardia, sakit kepala dan muntah.2

2.3.7 Efek Samping


Dosis berlebihan dopamine menimbulkan efek mirip dengan pacu
simpatetik. Obat ini cepat dimetabolisme menjadi asam homovanilat, dan efek
sampingnya (seperti : mual,hipertensi,aritmia) menjadi singkat. Dosis berlebih
menimbulkan efek adrenergik yang berlebihan. Efek samping termasuk nausea,
muntah, takikardi, aritmia, nyeri dada, nyeri kepala, hipertensi dan peningkatan
tekanan diastolik. Dopamin harus dihindarkan atau dosisnya sangat dikurangi
(menjadi 1/10 atau kurang) pada penderita yang sedang diobati dengan penghambat
19

MAO. Dosis dopamin juga harus disesuaikan pada penderita yang mendapat
antidepresi trisiklik. 2,4

2.4. DOBUTAMIN
2.4.1 Pengertian

Dobutamin adalah suatu katekolamin sintetik, bekerja langsung yang


merupakan agonis reseptor β1. Obat ini tersedia dalam campuran rasemik. Satu
stereoisomernya berefek pacuan dengan mempercepat denyut jantung dan efek
vascular ringan. 5

2.4.2 Farmakodinamik
Senyawa ini mirip dopamin, dengan substitusi yang besar pada gugus
amino. Dobutamin merupakan campuran rasemik dari kedua isomer I dan d. lsomer
I adalah α1-agonis yang poten sedangkan isomer d α1-bloker yang poten. Sifat
agonis isomer I dominan, sehingga terjadi vasokonstriksi yang lemah melalui
aktivasi reseptor α1. lsomer d 10 kali lebih poten sebagai agonis reseptor β daripada
isomer I dan lebih selektif untuk reseptor α1 daripada β2, Dobutamin menimbulkan
efek inotropik yang lebih kuat daripada efek kronotropik dibandingkan
isoproterenol. Hal ini mungkin disebabkan karena resistensi perifer yang relatif
tidak berubah (akibat vasokonstriksi melalui reseptor α1 diimbangi oleh
vasodilatasi melalui reseptor β2) sehingga tidak menimbulkan refleks takikardi,
atau karena reseptor α1 di jantung menambah efek inotropik obat ini. 2
Pada dosis yang menimbulkan efek inotropik yang sebanding, efek
dobutamin dalam meningkatkan automatisitas nodus SA kurang dibanding
isoproterenol, tetapi peningkatan konduksi AV dan intraventrikuler oleh ke-2 obat
ini sebanding. Dengan demikian, infus dobutamin akan meningkatkan kontraktilitas
jantung dan curah jantung, hanya sedikit meningkatkan denyut jantung, sedangkan
resistensi perifer relatif tidak berubah. 2,5
20

2.4.3 Penggunaan
Dobutamin digunakan untuk meningkatkan curah jantung pada gagal
jantung kongestif. Obat ini meningkatkan denyut jantung dan tidak jelas
meningkatkan kebutuhan oksigen miokard-suatu keuntungan utama diantara obat-
obat simpatomimetik lainya. 2

2.4.4 Dosis Dobutamin


Pemberian dobutamine secara infus intravena, dosis yang diberikan
sebanyak 2,5-40 μg/kg/menit. Dosis lazimnya adalah 2,5-10 μg/kg/menit. Dosis
harus disesuaikan secara individual berdasarkan pada denyut jantung dan irama
jantung, tekanan darah dan diuresis. Toleransi parsial mungkin terjadi jika waktu
pemberian infus melebihi 72 jam, dan pada kasus seperti itu dapat dilakukan
peningkatan dosis. Onset of action (waktu onset) : IV : 1-10 menit, peak effect (efek
puncak) : 10-20 menit, metabolisme : di jaringan dan hepar menjadi bentuk
metabolit yang tidak aktif, eliminasi (half-life elimination) : 2 menit, ekskresi : urin
(sebagai metabolit) 2,5.

2.4.5 Kontra Indikasi


Hipersensitif terhadap dobutamine atau sulfit (beberapa sediaan
mengandung sodium metabisulfat), atau beberapa komponen dalam formulasi,
Obat ini mempercepat konduksi AV, maka sebaiknya dihindarkan pada fibrilasi
atrium.2,3

2.4.6 Interaksi Obat


Meningkatkan efek/toksisitas : anastetik umum (contoh: halothan atau
siklopropan) dan dosis lazim dobutamin menyebabkan aritmia ventrikular pada
hewan. Bretylium dapat mempotensiasi efek dobutamin. Beta blocker
(nonselective) dapat meningkatkan efek ;hipertensi,hindari penggunaan secara
bersamaan. Kokain dapat menyebabkan aritmia hebat. Guanetidin, inhibitor MAO,
metildopa, reserpin dan antidepresan trisiklik dapat meningkatkan respon presor
21

pada simpatomimetik.;Menurunkan efek : bloker beta adrenergik dapat


menurunkan efek dobutamin dan meningkatkan risiko hipotensi yang berat.1,4

2.4.7 Efek Samping


Dobutamin perlu diperhatikan bila diberikan pada pasien dengan fibrilasi
atrial, karena obat ini meningkatkan konduksi atrioventrikular. Efek samping
lainnya mirip dengan efek samping epinefrin. Penggunaan jangka panjang mungkin
akan terjadi toleransi. Aritmia yang berat dapat terjadi, tetapi lebih jarang
dibandingkan pada isoproterenol atau dopamin. Dobutamin dapat sangat
meningkatkan denyut jantung atau tekanan sistolik. Bila ini terjadi, kurangi
kecepatan infus obat. Efek samping yang jarang terjadi adalah nausea, nyeri kepala,
palpitasi, dispnea, dan nyeri angina. Seperti obat inotropik lainnya, dobutamin
dikontraindikasikan pada stenosis subaorta.1,2

2.5.1 Vasopresin
ADH (hormon anti diuretik) disebut juga vasopresin merupakan suatu
oktapeptid yang diproduksi oleh sel saraf dalam nukleus supraoptikus dan
paraventrikularis di hipotalamus. Melalui serabut saraf, ADH ditransport ke sel-sel
pituisit hipofisis posterior. Di hipofisis posterior, vasopresin ini terikat pada suatu
protein spesifik yang disebut neurofisin; ikatan ini dapat dilepaskan dengan
perangsangan listrik atau pemberian asetilkolin. Di alam, dikenal dua macam ADH
yaitu 8-Arginin vasopresin yang terdapat pada mamalia, kecuali babi dan 8-Lisin
vasopresin yang terdapat pada babi. ln vivo, kedua polipeptida ini mudah sekali
mengalami degradasi enzimatik sehingga efeknya singkat. Kemudian dibuat suatu
polipeptid sintetik yang lebih tahan terhadap degradasi enzimatik yaitu desmopresin
(1-deamino 8-D-arginin vasopresin - dDAVP). Desmopresin ini merupakan obat
yang terpilih untuk pengobatan penyakit diabetes insipidus yang sensitif terhadap
ADH. 2
Sekresi vasopresin diatur oleh beberapa mekanisme, yaitu: (1) Konsep
osmoreseptor yang diduga terletak di daerah nukleus hipotalamus; bila osmolalitas
plasma bertambah akibat dehidrasi, maka sekresi ADH bertambah. Sebaliknya pada
22

keadaan hidrasi, sekresi ADH akan berkurang sehingga kadarnya dalam plasma
maupun dalam urin tidak dapat diukur. (2) Konsep reseptor volume, yang terletak
di atrium kiri dan vena pulmonalis. Bila terjadi penurunan volume darah yang
beredar, misalnya akibat perdarahan hebat akan terjadi perangsangan sekresi ADH;
sebaliknya bila volume darah yang beredar bertambah banyak maka sekresi ADH
ditekan. (3) Selain kedua macam mekanisme di atas, sekresi vasopresin meningkat
akibat stres emosional atau fisik, atau obat seperti nikotin, klofibrat, siklofosfamid,
antidepresan trisiklik, karbamazepin, dan diuretik. Sebaliknya sekresi ADH
dihambat oleh alkohol dan fenitoin. Kekurangan atau tidak adanya ADH akan
menyebabkan diabetes insipidus, suatu kelainan yang ditandai dengan adanya
poliuria yang hebat. Sedangkan kelebihan ADH menyebabkan retensi air dan
hiponatremia dilusional. Kelainan ini dapat terjadi oleh berbagai sebab diantaranya
penyakit paru, meningitis atau ensefalitis dan lain-lain. 2

2.5.2 EFEK ADH PADA GINJAL


Setelah dilepas (release) oleh kelenjar hipofisis posterior ADH akan
disirkulasi dalam pembuluh darah dan pada individu dewasa ADH mempunyai
waktu paruh sekitar 17-35 menit. Ada beberapa faktor yang terlibat dalam eliminasi
hormon dan darah yang paling penting yaitu pemutusan rantai peptida oleh enzim
peptidase. 2
Efek seluler ADH terjadi melalui adanya interaksi antara ADH dengan
reseptor V1 dan V2. Reseptor V1 letaknya di dalam sel otot polos vaskular,
hepatosit, trombosit dan beberapa sel di ginjal. Reseptor ini bergabung (coupled)
dengan fosfolipase C yang menghidrolisis losfatidilinositol-4-5-bifosfat menjadi
inositol 1,4,5 triloslat dan diasil-gliserol. Reseptor V2, yang terletak di dalam sel
duktus koli' gentes dan sel ansa Henle asendens yang berepitel tebal, berafinitas
besar terhadap ADH. Perangsangan reseptor V2 oleh ADH akan merangsang
aktivitas enzim adenilat siklase, mengakibatkan akumulasi siklik AMP didalam
kedua jenis sel tersebut di atas. Selanjutnya siklik AMP ini akan memicu
serangkaian kejadian dan akhirnya membran luminal menjadi permeabel terhadap
air. 2
23

ADH mempunyai beberapa tempat kerja di ginjal, dan kedua reseptor V1


dan V2 berpartisipasi dalam terjadinya respons renal. Reseptor V1 yang terdapat di
dalam sel mesangial glomerulus, vasa rekta dan sel-sel interslisial di medula ginjal,
berturut-turut terlibat dalam pengaturan filtrasi glomerulus aliran darah di medula
ginjal dan sintesis prostaglandin. Reseptor V1 mungkin juga berperan dalam
pengaturan vasokonstriksi pembuluh darah arteriol eferen glomerulus. Tetapi efek
ADH yang paling menonjol yaitu di duktus koligentes, dan seperti telah disebutkan
di atas, diperantarai oleh reseptor V2. Duktus koligentes, bagian ini berperan amat
penting dalam konservasi air di dalam tubuh. Pada saat cairan tubuli mencapai
daerah segmen kortikal duktus koligentes, cairan ini cenderung menjadi hipotonik
sebagai akibat efek pompa klorida yang bekerja di daerah ansa Henle asendens
epitel tebal. 2,4
Dalam keadaan normal dimana kadar ADH juga rendah, seluruh sel duktus
koligentes relatif impermeabel terhadap air, sehingga urin yang terbentuk tetap
encer. Sebaliknya dalam keadaan dehidrasi atau adanya deplesi volume cairan
tubuh, kadar ADH akan meningkat secara bermakna, akibatnya sel-sel duktus
koligentes baik segmen kortikal maupun segmen medular menjadi permeabel
terhadap air. Ada perbedaan osmotik antara urin yang encer di dalam tubuli dengan
cairan interstisial daerah peritubular dan perbedaan ini semakin meningkat di
daerah medula dan di daerah (segmen) papila ginjal. Air akan bergerak secara pasif
sepanjang daerah yang berbeda osmotiknya ini dan akan direabsorpsi dari tubuli,
dan hal ini akan mengakibatkan osmolaritas urin makin meningkat, dapat mencapai
1.200 mOsm/kg pada manusia. Dengan demikian akan terjadi proses penghematan
pengeluaran air bersama urin. Peningkatan permeabilitas sel duktus koligentes ini
terhadap air terjadi akibat terikatnya ADH pada reseptor V2 yang terletak
dipermukaan basolateral sel duktus koligentes.2
Selain itu di dalam ginjal masih ada modulator endogen yang ikut berperan
pada efek ADH di ginjal. Misalnya, melalui reseptor V1, ADH merangsang
biosintesis prostaglandin E (PgE) di dalam sel interstisial medula, dan ini akan
menghambat efek ADH. Stimulator reseptor V1 oleh ADH juga akan mengaktifkan
protein kinase C, yang juga akan menambah penghambatan terhadap efek ADH.
24

Selain itu, suatu peptida yang berefek natriuretik yang dihasilkan atrium
menurunkan efek ADH baik di daerah kortikal maupun daerah medula ginjal. 2

EFEK ADH DILUAR GINJAL : SISTEM KARDIOVASKULAR.


Efek presor ADH hanya akan terjadi pada dosis jauh lebih tinggi daripada
dosis yang diperlukan untuk menimbulkan antidiuresis maksimal. Vasokonstriksi
terjadi hampir pada semua pembuluh darah. Sirkulasi di kulit, saluran cerna akan
sangat berkurang, juga sirkulasi koroner. Tekanan arteri di paru akan meningkat.
ADH juga berperan amat penting dalam mempertahankan tonus vaskular. Efek
vasokonstriksi ini rupanya melalui reseptor V1 , sebaliknya ADH juga berefek
vasodilatasi melalui reseptor V2 di dalam pembuluh darah. Efek ADH terhadap
jantung merupakan efek tidak langsung, yaitu akibat adanya vasokonstriksi
pembuluh darah koroner, penurunan aliran darah koroner dan adanya perubahan
tonus vagal dan tonus simpatis secara refleks terhadap otot polos saluran cerna, efek
ADH baru terjadi pada dosis yang besar. Dalam dosis besar, ADH dapat
merangsang kontraksi uterus pada semua fase siklus menstruasi ataupun semua fase
kehamilan. 2
Arginine Vasopressin (AVP) meningkatkan kalsium intraseluler pada sel
miokardium dengan cara menstimulasi reseptor vasopressin V1, dan menimbulkan
respons inotropik positif. AVP meningkatkan agonist stimulated cAMP formation
pada sel-sel otot polos aorta dengan Calcium-Calmodulindependent mechanism.
Pada kardiomiosit menunjukkan aksi inotropik dari norepinephrine dan milrinone.
Vasodilatasi koroner selektif dan meningkatkan aliran darah miokardium akibat
stimulasi reseptor vasopressin V1 dan V2.5

2.5.3 FARMAKOKINETIK
Pemberian ADH, lipresin, atau kongenernya secara oral tidak efektif karena
segera akan mengalami inaktivasi oleh tripsin yang memutuskan rantai peptida
pada ikatan 8-9. Sediaan ADH dalam larutan diberikan lV, lM atau SK dan dalam
bentuk bubuk untuk insuflasi nasal atau juga sebagai semprotan. Pada pemberian
lV efeknya hanya berlangsung sebentar akibat ADH cepat mengalami inaktivasi,
25

kecuali bila sediaan tersebut diberikan sebagai infus. Desmopresin dapat bertahan
lama dalam sirkulasi setelah diabsorpsi dari mukosa hidung. Sediaan kerja panjang,
misalnya vasopresin tanat dalam minyak, yang disuntikkan secara lM efeknya dapat
bertahan lebih lama, sekitar 48 sampai 96 jam. 2,5
MASA PARUH
ADH di dalam sirkulasi hanya 17- 35 menit, terutama akibat inaktivasi oleh
peptidase di dalam berbagai jaringan. ADH akan cepat menghilang dari sirkulasi
setelah mengalami metabolisme di dalam ginjal dan hati, namun pada manusia
bersihan melalui urin hanya sedikit. 2

2.5.4 EFEK SAMPING


Suntikan ADH dosis besar menyebabkan vasokonstriksi, tekanan darah naik
dan kulit jadi pucat. Peristalsis usus meningkat, menyebabkan rasa mual dan kolik
usus. Pada wanita ADH menyebabkan spasme uterus. Pembuluh darah koroner
menyempit sehingga pada pasien dengan insufisiensi koroner, ADH dalam dosis
kecil, yang dapat mengendalikan diabetes insipidus, ternyata dapat menimbulkan
serangan angina. lskemia miokard akibat ADH dapat berakibat fatal. Hal ini perlu
dipertimbangkan pada penggunaan ADH untuk mengontrol perdarahan di saluran
cerna. Gejala efek samping di atas hampir-hampir tidak ditemukan dengan
desmopresin, kecuali pada dosis besar (40 mg). Pada penggunaan sediaan
antidiuretik juga ada kemungkinan terjadinya efek samping keracunan air. 2

2.5.5 PENGGUNAAN KLINIK


Vasopresin terutama digunakan untuk pengobatan diabetes insipidus akibat
kekurangan hormon tersebut. Untuk penggunaan kronis, digunakan sediaan
suntikan vasopresin tanat dengan dosis 0,25-1 unit atau lebih per hari. Diabetes
insipidus yang disebabkan oleh defek anomali fungsi sel tubuli distal tidak dapat
diobati dengan ADH. Pemberian vasopresin secara inhalasi tidak dianjurkan karena
sangat iritatif dan absorpsinya tidak teratur. Untuk orang yang alergi terhadap
vasopresin hewan yaitu arginin vasotosin, dapat diberikan senyawa sintetiknya
yaitu lisin vasopresin yang dapat diberikan dalam bentuk semprotan hidung tanpa
26

menimbulkan efek samping. Vasopresin dosis tinggi sebesar 10-20 unit bersama
dengan tindakan lain, digunakan untuk mengatasi perdarahan varises esofagus;
dalam hal ini vasopresin menyebabkan penurunan tekanan darah dan aliran darah
portal. Dengan dosis besar ini dapat terjadi peninggian tekanan darah sistemik.
Desmopresin intranasal merupakan obat terpilih untuk sebagian terbesar pasien-
pasien dengan diabetes insipidus. 2,5

2.5.6 SEDIAAN ADH


Tersedia dalam bentuk injeksi dan untuk pemberian intranasal, yaitu
vasopresin (Pitresin) suntikan 20 Ulml terdapat dalam ampul 0,5 dan 1 Diuretik dan
Antidiuretik 399 ml untuk penggunaan subkutan atau lM. Vasopresin tanat 5 U/ml
untuk suntikan lM. Bubuk hipofisis posterior untuk insuflasi hidung. Lipresin
(Lisine-vasopresin) semprot hidung: 50 UniVml dalam botol semprot hidung;
setiap semprotan mengandung 2 unit. Desmopresin asetat (dDAVP), dalam bentuk
larutan bening yang berisi 0,1 mg/ml desmopresin dalam botol yang berisi 2,5 ml
untuk penggunaan intranasal. Terdapat juga sediaan larutan untuk suntikan.
Arginine vasopressin dalam bentuk infus, Dosis: infus : 0,0012 ± 0,0008
U/kg/menit. : 0,0004 - 0,002 U/kg/menit. : 4 - 6 unit/ jam. 2,4,5

Anda mungkin juga menyukai