Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

REUMATOID HEART DISEASE ( RHD )

A. DEFINISI
RHD atau Penyakit jantung rheumatic adalah penyakit yang ditandai dengan kerusakan
pada katub jantung akibat serangan karditis rheumatic akut yang berulang kali ( arif mansjoer,
1996 )
Penyakit jantung rheumatic adalah suatu komplikasi yang biasa ditemukan pada demam
rheumatic, dimana satu atau beberapa katub jantung mengalami penyempitan, terutama katub
metral

B. ETIOLOGI
Disebabkan oleh karditis rheumatic akut dan fibrosis, dan beberapa factor predisposisi
lainnya, seperti :
a. Faktor Genetik
Banyak penyakit jantung rheumatic yang terjadi pada satu keluarga maupun pada anak-
anak kembar, meskipun pengetahuan tentang factor genetic pada penyakit jantung rheumatic ini
tidak lengkap, namun pada umumnya disetujui bahwa ada factor keturunan pada penyakit
jantung rheumatic, sedangkan cara penurunannya belum dapat dipastikan
b. Jenis Kelamin
Dahulu sering dinyatakan bahwa lebih sering didapatkan pada anak wanita dibanding
anak laki-laki, tetapi data yang lebih besar menunjukkan tidak ada perbedaan jenis kelamin.
Kelainan katub sebagai gejala sisa penyakit jantung rheumatic menunjukkan perbedaan jenis
kelamin. Pada orang dewasa gejala sisa berupa stenosis mitral sering didapatkan pada wanita.
Sedangkan insufisiensi aorta lebih sering ditemukan pada laki-laki
c. Golongan Etnik dan Ras
Di Negara-negara barat umumnya stenosis mitral terjadi bertahun-tahun setelah penyakit
jantung rheumatic akut, tetapi di India menunjukkan bahwa stenosis mitral organic yang berat
sering kali tejadi dalam waktu yang singkat, hanya 6 bulan – 3 tahun.
d. Umur
Umur agaknya merupakan factor predisposisi terpenting pada timbulnya penyakit jantung
rheumatic, penyakit ini paling sering mengenai anak berumur 5-18 tahun dengan puncak sekitar
umur 8 tahun, tidak biasa ditemukan pada anak antara umur 3-5 tahun dan sangat jarang sebelum
anak berumur 3 tahun atau setelah 20 tahun
C. PATOFISIOLOGI
Hubungan yang pasti antara infeksi streptokokus dan demam rematik akut tidak
diketahui. Cedera jantung bukan merupakan akibat langsung infeksi, seperti yang ditunjukkan
oleh hasil kultur streptokokus yang negative pada bagian jantung yang terkena. Fakta berikut ini
menunjukkan bahwa hubungan tersebut terjadi akibat hipersensitifitas imunologi yang belum
terbukti terhadap antigen-antigen streptokokus :
1. Demam rematik akut terjadi 2-3 minggu setelah faringitis streptokokus, sering setelah pasien
sembuh dari faringitis.
2. Kadar antibody anti streptokokus tinggi (antistreptolisin o, anti –DNase, anti hialoronidase )
terdapat pada pasien demam rematik akut.
3. Pengobatan dini faringitis streptokokus dengan penisilin menurunkan resiko demam rematik
akut.
4. Immunoglobulin dan komplemen terdapat pada permukaan membrane sel-sel miokardium yang
terkena.
Hipersensitifitas kemungkinan bersifat imunologik, tetapi mekanisme demam rematik
akut masih belum diketahui. Adanya antibody-antibodi yang memiliki aktifitas terhadap antigen
streptokokus dan sel-sel miokardium menunjukkan kemungkinan adanya hipersensitifitas tipe II
yang diperantarai oleh antibody reaksi silang. Adanya antibody-antibodi tersebut di dalam serum
beberapa pasien yang kompleks imunnya terbentuk untuk melawan antigen-antigen streptokokus
menunjukkan hipersensitifitas tipe III
D. TANDA DAN GEJALA
Untuk menegakkan diagnosis RHD dengan melihat tanda dan gejala maka digunakan
kriteria Jones yang terdiri dari kriteria mayor dan kriteria minor.
a. Kriteria Mayor
1) Carditis
Yaitu terjadi peradangan pada jantung (miokarditis dan atau endokarditis) yang menyebabkan
terjadinya gangguan pada katup mitral dan aorta dengan manifestasi terjadi penurunan curah
jantung ( seperti hipotensi, pucat, sianosis, berdebar-debar dan heart rate meningkat ), bunyi
jantung melemah, dan terdengar suara bising katup pada auskultasi akibat stenosis dari katup
terutama mitral ( bising sistolik ), Friction rub.
2) Polyarthritis
Klien yang menderita RHD biasanya datang dengan keluhan nyeri pada sendi yang berpindah-
pindah, radang sendi-sendi besar, lutut, pergelangan kaki, pergelangan tangan, siku ( polyarthritis
migrans ), gangguan fungsi sendi.
3) Khorea Syndenham
Merupakan gerakan yang tidak disengaja / gerakan abnormal , bilateral,tanpa tujuan dan
involunter, serta sering kali disertai dengan kelemahan otot ,sebagai manifestasi peradangan pada
sistem saraf pusat.
4) Eritema Marginatum
Eritema marginatum merupakan manifestasi RHD pada kulit, berupa bercak-bercak merah
dengan bagian tengah berwarna pucat sedangkan tepinya berbatas tegas , berbentuk bulat dan
bergelombang tanpa indurasi dan tidak gatal. Biasanya terjadi pada batang tubuh dan telapak
tangan.
5) Nodul Subcutan
Nodul subcutan ini terlihat sebagai tonjolan-tonjolan keras dibawah kulit tanpa adanya
perubahan warna atau rasa nyeri. Biasanya timbul pada minggu pertama serangan dan
menghilang setelah 1-2 minggu. Ini jarang ditemukan pada orang dewasa.Nodul ini terutama
muncul pada permukaan ekstensor sendi terutama siku,ruas jari,lutut,persendian kaki. Nodul ini
lunak dan bergerak bebas.
b. Kriteria Minor
1) Memang mempunyai riwayat RHD
2) Artralgia atau nyeri sendi tanpa adanya tanda obyektif pada sendi, klien kadang-kadang sulit
menggerakkan tungkainya
3) Demam namun tidak lebih dari 39 derajat celcius dan pola tidak tentu
4) Leukositosis
5) Peningkatan laju endap darah ( LED )
6) C- reaktif Protein ( CRP ) positif
7) P-R interval memanjang
8) Peningkatan pulse/denyut jantung saat tidur ( sleeping pulse )
9) Peningkatan Anti Streptolisin O ( ASTO )
Selain kriteria mayor dan minor tersebut, terjadi juga gejala-gejala umum seperti , akral dingin,
lesu,terlihat pucat dan anemia akibat gangguan eritropoesis.gejala lain yang dapat muncul juga
gangguan pada GI tract dengan manifestasi peningkatan HCL dengan gejala mual dan anoreksia
Diagnosis RHD ditegakkan apabila ada dua kriteria mayor dan satu kriteria minor, atau dua
kriteria minor dan satu kriteria mayor.
E. PEMERIKSAAN PENUNJANG
a. Pemeriksaan laboratorium
Dari pemeriksaan laboratorium darah didapatkan peningkatan ASTO, peningkatan laju endap
darah ( LED ),terjadi leukositosis, dan dapat terjadi penurunan hemoglobin .
b. Radiologi
Pada pemeriksaan foto thoraks menunjukan terjadinya pembesaran pada jantung.
c. Pemeriksaan Echokardiogram
Menunjukan pembesaran pada jantung dan terdapat lesi
d. Pemeriksaan Elektrokardiogram
Menunjukan interval P-R memanjang.
e. Hapusan tenggorokan :ditemukan steptococcus hemolitikus b grup A
F. KOMPLIKASI
Penyakit jantung rematik merupakan komplikasi dari demam rematik dan biasanya terjadi
setelah serangan demam rematik. Insiden penyakit jantung rematik telah dikurangi dengan luas
penggunaan antibiotic efektif terhadap streptokokal bakteri yang menyebabkan demam rematik.
G. THERAPY / PENATALAKSANAAN
Tata laksana RHD aktif atau reaktifitas adalah sebagai berikut :
a. Tirah baring dan mobilisasi bertahap sesuai dengan keadaan jantungnya.
Kelompok Tirah baring Mobilisasi
Klinis ( minggu ) bertahap
( minggu)
- Karditis ( - )
- Artritis ( + ) 2 2
- Karditis ( + )
- Kardiomegali (-) 4 4
- Karditis ( + )
- Kardiomegali(+) 6 6
- karditis ( + )
- Gagal jantung (+ ) >6 > 12

b. Eradikasi dan selanjutnya pemberian profilaksis terhadap kuman sterptococcus dengan


pemberian injeksi Benzatine penisillin secara intramuskuler. Bila berat badan lebih dari 30 kg
diberikan 1,2 juta unit dan jika kurang dari 30 kg diberikan 600.000-900.000 Unit.
c. Untuk antiradang dapat diberikan obat salisilat atau prednison tergantung keadaan klinisnya.
Salisilat diberikan dengan dosis 100 mg/kg BB/hari selama kurang lebih 2 minggu dan 25 mg/
Kg BB/hari selama 1 bulan. Prednison diberikan selama kurang lebih 2 minggu dan teppering off
( dikurangi bertahap ). Dosis awal prednison 2 mg/ kg BB/hari.
d. Pengobatan rasa sakit dapat diberikan analgetik
e. Pengobatan terhadap khorea hanya untuk symtomatik saja, yaitu klorpromazin,diazepam atau
haloperidol. Dari pengalaman ternyata khorea ini akan hilang dengan sendirinya dengan tirah
baring dan eradikasi.
f. Pencegahan komplikasi dari carditis misal adanya tanda-tanda gagal jantung dapat diberikan
terapi digitalis dengan dosis 0,04-0,06 mg/kg BB.
g. Pemberian diet bergizi tinggi mengandung cukup vitamin
H. PENCEGAHAN
Jika kita lihat di atas bahwa penyakit jantung paru sangat mungkin terjadi dengan adanya
kejadian awal yaitu demam rematik (DR). tentu saja pencegahan yang terbaik adlah bagaimana
upaya kita jangan sampai mengalami demam rematik (terserang infeksi kuman streptokokus beta
hemolyticus ). Ada beberapa factor yang dapat mendukung seseorang terserang kuman tersebut,
diantaranya factor lingkungan seperti kondisi kehidupan yang jelek, kondisi tinggal yang
berdesakan dan akses kesehatan yang kurang merupakan determinan yang signifikan dalam
distribusi penyakit ini. Variasi cuaca juga mempunyai peranan yang besar dalam terjadinya
infeksi streptokokus untuk terjadi DR.
Seseorang yang terinfeksi kuman streptokokus beta hemolyticus dan mengalami demam
rematik harus diberikan terapi yang maksimal dengan antibiotiknya. Hal ini menghindarkan
kemungkinan serangan kedua kalinya atau bahkan menyebabkan penyakit jantung rematik.
ASUHAN KEPERAWATAN
REUMATOID HEART DISEASE ( RHD )

A. PENGKAJIAN
Data fokus:
o Peningkatan suhu tubuh tidak terlalu tinggi kurang dari 39 derajat celcius namun tidak terpola
o Adanya riwayat infeksi saluran nafas.
o Tekanan darah menurun, denyut nadi meningkat, dada berdebar-debar..
o Nyeri abdomen, Mual, anoreksia dan penurunan hemoglobin
o Arthralgia, gangguan fungsi sendi
o Kelemahan otot
o Akral dingin
o Mungkin adanya sesak.
o Manifestasi khusus:
 Carditis:
takikardia terutama saat tidur ( sleeping pulse )
kardiomegali
suara bising katup ( suara sistolik )
perubahan suara jantung
perubahan ECG (PR memanjang)
Precordial pain
Precardial friction rub
Lab : leukositosis, LED meningkat, peningkatan ASTO,.
 Polyarthritis
Nyeri dan nyeri tekan disekitar sendi Menyebar pada sendi lutut, siku, bahu, lengan (
gangguan fungsi sendi )
 Nodul subcutaneous:
Timbul benjolan dibawah kulit, teraba lunak dan bergerak bebas,
Muncul sesaat, pada umumnya langsung diserap.
Terdapat pada permukaan ekstensor persendian
 Khorea:
Pergerakan ireguler pada ekstremitas, involunter dan cepat.
Emosi labil
Kelemahan otot
 Eritema marginatum:
bercak kemerahan umum pada batang tubuh dan telapak tangan.
Bercak merah dapat berpindah lokasi  tidak permanen
eritema bersifat non pruritus
B. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL
1) Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan pada katup mitral ( stenosis
katup )
2) Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan metabolisme terutama
perifer akibat vasokonstriksi pembuluh darah
3) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran sinovial
4) Hipertermia berhubungan dengan Peradangan pada membran sinovial dan peradangan katup
jantung
5) Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
asam lambung akibat kompensasi sistem saraf simpatis.
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi
7) Syndrome kurang perawatan diri berhubungan Gangguan muskuloskeletal ;
Poltarthritis/arthalgia dan therapi bed rest .
8) Kerusakan integritas kulit behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan subcutan.
9) Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan darah diparu akibat
pengisian atrium yang meningkat
10) Resiko cidera berhubungan dengan Gerakan involunter,irrigulaer, cepat dan kelemahan
otot/khorea
C. RENCANA TINDAKAN KEPERAWATAN
1) Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan katup mitral ( stenosis
katup )
Tujuan: Setelah diberikan asuhan keperawatan,penurunan curah jantung dapat
diminimalkan.
Kriteria hasil: Menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas yang dapat diterima (disritmia
terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung (mis : parameter hemodinamik dalam
batas normal, haluaran urine adekuat). Melaporkan penurunan episode dispnea,angina. Ikut
serta dalam akyivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
Intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
1. Kaji frekuensi nadi, RR, TD 1. Memonitor adanya perubahan
secara teratur setiap 4 jam. sirkulasi jantung sedini mungkin
dan terjadinya takikardia-disritmia
sebagai kompensasi meningkatkan
curah jantung
2. Kaji perubahan warna kulit 2. Pucat menunjukkan adanya
terhadap sianosis dan pucat. penurunan perfusi perifer terhadap
tidak adekuatnya curah jantung.
Sianosis terjadi sebagai akibat
adanya obstruksi aliran darah pada
ventrikel.
3. Batasi aktifitas secara adekuat.3. Istirahat memadai diperlukan untuk
memperbaiki efisiensi kontraksi
jantung dan menurunkan komsumsi
O2 dan kerja berlebihan.
4. Stres emosi menghasilkan
4. Berikan kondisi psikologis vasokontriksi yang meningkatkan
lingkungan yang tenang. TD dan meningkatkan kerja
jantung.
5. Meningkatkan sediaan oksigen
5. Kolaborasi untuk pemberian untuk fungsi miokard dan
oksigen mencegah hipoksia.
6. Diberikan untuk meningkatkan
6. Kolaborasi untuk pemberian kontraktilitas miokard dan
digitalis menurunkan beban kerja jantung.

2) Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan perubahan metabolism


terutama perifer akibat vasokonstriksi pembuluh darah
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan , perfusi jaringan perifer efektif
Kriteria hasil : Klien tidak pucat, Tidak ada sianosis, Tidak ada edema
Intervensi dan rasional :
Intervensi Rasional
1. Selidiki perubahan tiba-tiba atau
1. Perfusi serebral secara langsung
gangguan mental kontinyu, sehubungan dengan curah
contoh: cemas, bingung, letargi, jantung dan juga dipengaruhi
pingsan. oleh elektrolit atau variasi asam
basa, hipoksia, atau emboli
sistemik.
2. Lihat pucat, sianosis, belang, kulit
2. Vasokontriksi sistemik
dingin atau lembab. Catat diakibatkan oleh penurunan
kekuatan nadi perifer. curah jantung mungkin
dibuktikan oleh penurunan
perfusi kulit dan penurunan nadi.
3. Indikator trombosis vena dalam.
3. Kaji tanda edema. 4. Pompa jantung gagal dapat
mencetuskan distress
4. Pantau pernapasan, catat kerja pernapasan. Namun dispnea
pernapasan. tiba-tiba atau berlanjut
menunjukkkan komplikasi
tromboemboli paru.
5. Indikator perfusi atau fungsi
organ
5. Pantau data laboratorium, contoh:
GDA, BUN, creatinin, dan
elektrolit.

3) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran sinovial


Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan, masalah nyeri teratasi.
Kriteria hasil : Skala nyeri 0-1, tanda-tanda vital dalam batas normal, klien tidak mengeluh
nyeri, tidak ada nyeri tekan dan klien tidak membatasi gerakanya.Klien tampak rileks
Intervensi dan rasional:
Intervensi Rasional
1. Kaji keluhan nyeri. Perhatikan 1. Memberikan informasi sebagai
intensitas ( skala 1-10 ) dasar dan pengawasan intervensi
2. Pantau tanda-tanda vital (TD,
Nadi, RR , suhu). 2. Mengetahui keadaan umum dan
memberikan informasi sebagai
3. Pertahankan posisi daerah dasar dan pengawasan intervensi
sendi yang nyeri dan beri 3. Menurunkan spasme/ tegangan
posisi yang nyaman sendi dan jaringan sekitar
4. Kompres dengan air hangat
jika diindikasikan 4. Menghambat kerja reseptor nyeri
5. Ajarkan teknik relaksasi
progresif ( napas dalam, Guid 5. Membantu menurunkan spasme
imageri,visualisasi ) sendi-sendi, meningkatkan rasa
kontrol dan mampu mengalihkan
6. Kolaborasi untuk pemberian nyeri.
analgetik 6. Menghilangkan nyeri

4) Hipertermia berhubungan dengan Peradangan pada membran sinovial dan peradangan


katup jantung.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah hiperteemia teratasi
Kriteria hasil : Suhu normal ( 26-37 derajat celcius ), nadi normal,leukosit normal (4.300-
11.400 per mm³ darah), tidak ditemukan steptococcus hemolitikus b grup A pada hapusan
tenggorokan.
Intervensi dan rasional :
Intervensi Rasional
1. Kaji suhu tubuh klien dan 1. Mengetahui data dasar terhadap
ukur tanda-tanda vital lain perencanaan tindakan yang tepat
seperti nadi, TD dan respirasi.
2. Berikan klien kompres hangat
pada lipatan tubuh dan 2. Membantu meberikan evek
terdapat banyak pembuluh vasodilatasi pembuluh darah
darah besar seperti aksilla, sehungga pengeluaran panas
perut ) terjadi secara evaporasi
3. Anjurkan klien untuk minum
2 liter/hari jika
3. Peningkatan suhu juga dapat
memungkinkan meyebabkan kehilangan cairan
4. Anjurkan klien untuk tirah akibat evaporasi
baring ( bed rest ) 4. Mencegah terjadinya peningkatan
reaksi peradangan dan
5. Kolaborasi untuk pemberian hipermetabolisme.
antipiretik dan antiradang 5. Mengurangi proses peradangan
seperti salisilat/ prednison sehingga peningkatan suhu tidak
serta pemberian Benzatin terjadi serta streptococus
penicillin hemolitikus b grup A akan mampu
dimatikan
5) Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
peningkatan asam lambung akibat kompensasi sistem saraf simpatis
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah ketidakseimbangan nutrisi
kurang dari kebutuhan dapat teratasi.
Kriteria hasil : Klien mengatakan mual dan anoreksia berkuarang / hilang, masukan
makanan adekuat dan kelemahan hilang. BB dalam rentang normal.
Intervensi dan Rasional :
Intervensi Rasional

1. Kaji status nutrisi( perubahan


1. Menyediakan data dasar untuk
BB< pengukuran memantau perubahan dan
antropometrik dan nilai HB mengevaluasi intervensi
serta protein
2. Kaji pola diet nutrisi klien(2. Membantu dalam
riwayat diet, makanan mempertimbangkan penyusunan
kesukaan) menu sehingga klien berselera
makan
3. Kaji faktor yang berperan 3. Menyediakan informasi mengenai
untuk menghambat asupan faktor yang harus ditanggulangi
nutrisi ( anoreksia, mual) sehingga asupan nutrisi adekuat.
4. Anjurkan makan dengan porsi 4. Membantu mengurangi produksi
sedikit tetapi sering dan tidak asam lambnung/HCl akibat faktor-
makan makanan yang faktor perangsang dari luar tubuh
merangsang pembentukan Hcl
seperti terlalu panas, dingin,
pedas 5. Membantu mengurangi produksi
5. Kolaborasi untuk pemberian HCL oleh epitel lambung
obat penetral asam lambung
seperti antasida 6. Mendorong peningkatan selera
6. Kolaborasi untuk penyediaan makan.
makanan kesukaan yang
sesuai dengan diet klien
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan intoleransi aktivitas teratasi
Kriteria hasil : klien tidak mudah lelah , klien dapat melakukan aktivitas sesuai batas
toleransi
Intervensi dan rasional :
Intervensi Rasional
1. Periksa tanda vital sebelum 1. Hipertensi ortostatik dapat
dan segera setelah aktivitas, terjadidengan aktivitas karena
khususnya bila pasien efek obat (vasodilasi),
menggunakan vasolidator, perpindahan cairan (diuretik) atau
diuretik, penyekat beta. pengaruh fungsi jantung
2. Catat respon kardiopulmonal2. Penurunan /ketidakmampuan
terhadap aktifitas, catat miokardium untuk meningkatkan
takikardi, disritmia, dispnea, volume sekuncup selama aktivitas,
berkeringat, pucat. dapat menyebabkan peningkatan
segera pada frekuensi jantung dan
kebutuhan oksigen, juga
peningkatan kelelahan dan
kelemahan.
3. Evaluasi peningkatan3. Dapat menunjukkan peningkatan
intoleran aktivitas dekompensasi jantung daripada
kelebihan aktivitas.
4. Kolaborasi Implementasikan4. Peningkatan bertahap pada
program rehabilitasi aktivitas menghindari kerja
jantung/aktifitas. jantung/konsumsi oksigen
berlebihan. Penguatan dan
perbaikan fungsi jantung dibawah
stres, bila disfungsi jantung tidak
dapat membaik kembali.
7) Syndrome kurang perawatan diri berhubungan Gangguan muskuloskeletal ; Polyarthritis
/ Arthralgia dan therapi bed rest.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah pemenuhan ADL klien teratasi.
Kriteria hasil : Klien mengatakan perawatan diri / ADL terpenuhi, Klien dapat melakukan
perawatan diri dalam batas toleransi

Intervensi dan Rasional :


Intervensi Rasional
1. Bantu pemenuhan ADL klien 1. Memenuhi kebutuhan klien
sehingga klien tetap bed rest dan
tenang
2. Libatkan keluarga untuk2. Kebutuhan klien akan l;ebih
membantu memenuhi terpenuhi sehingga klien merasa
kebutuhan klien tetap diperhatikan
3. Beri penjelasan kepada klien3. Mencegah adanya komplikasi
bahwa klien harus tirah baring peradangan sampai ketingkat
sesuai dengan waktu yang gagal jantung.
diindikasikan

8) Kerusakan integritas kulit behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan
subcutan
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan,kerusakan integritas kulit teratasi.
Kriteria hasil : Eritema hilang pada tangan dan tubuh klien, mempertahanakan integritas
kulit. Mendemonstrasikan perilaku / teknik mencegah kerusakan kulit
Intervensi dan Rasional :
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat kerusakan kulit 1. Memberikan pedoman untuk
memberikan intervensi yang tepat
2. Berikan perawatan kulit 2. Terlalu kering adan lembab
sering, minimalkan dengan merusak kulit dan mempercepat
kelembaban/ ekskresi kerusakan
3. Ubah posisi sering di tempat 3. Memperbaiki sirkulasi/
tidur / kursi, bantu latihan menurunkan waktu satu area yang
rentang gerak pasif/aktif mengganggu aliran darah
4. Berikan bantalan yang lembut 4. Mencegah penekanan pada
pada badan eritema sehingga tidak meluas
5. Kolaborasi untik pemberian 5. Mengurangi reaksi peradangan
obat antiradang ( prednison ) sehingga eritema hilang.

9) Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan darah diparu akibat
pengisian atrium yang meningkat
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan masalah resiko kerusakan pertukaran gas
tidak terjadi
Kriteria hasil : Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan
ditunjukkan oleh GDA/ oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan.
Berpartisipasi dalam program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi
Intervensi dan rasional:
Rasional
1. Auskultasi bunyi nafas, catat
1. Menyatakan adanay kongesti
krekels, mengii. paru/pengumpulan sekret
menunjukkan kebutuhan untuk
intervensi lanjut.
2. Anjurkan pasien batuk 2. Membersihkan jalan nafas dan
efektif, nafas dalam. memudahkan aliran oksigen.
3. Pertahankan posisi
3. Menurunkan komsumsi
semifowler, sokong tangan oksigen/kebutuhan dan
dengan bantal Jika meningkatkan ekspansi paru
memungkinkan maksimal.
4. Kolaborasi dalam pemberian 4. Meningkatkan konsentrasi oksigen
oksigen tambahan sesuai alveolar, yang dapat
indikasi. memperbaiki/menurunkan
hipoksemia jaringan.
5. Kolaborasi untuk5. Hipoksemia dapat menjadi berat
pemeriksaan AGD selama edema paru
6. Kolaborasi untuk pemberian 6. Menurunkan kongesti alveolar,
obat diuretik. meningkatkan pertukaran gas.
7. Kolaborasi untuk pemberian 7. Meningkatkan aliran oksigen
obat bronkodilator dengan mendilatasibjalan nafas
kecil dan mengeluarkan efek
diuretic ringan untuk menurunkan
kongesti paru

10) Resiko cidera berhubungan dengan Gerakan involunter,irrigulaer, cepat dan kelemahan
otot/khorea
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan resiko cidera tidak terjadi.
Kriteria hasil : Menyatakan pemahaman factor yang terlibat dalam kemugkinan cedera.
Menunnjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk menurunkan factor resiko dan untuk
melindungi diri dari cedera. Mengubah lingkungan sesuai indikasi untuk meningkatkan
keamanan
Intervensi dan Rasional :
Intervensi Rasional
1. Kaji tingkat gerakan klien 1. Menentukan dalam memberikan
yang berlebihan intervensi
2. Pantau dan bila mungkin 2. Mencegah terjadinya cidera akibat
temani klien selama serangan terjatuh atau terkena bahan
khorea dan jauhkan benda- berbahaya
benda berbahaya dari klien
3. Pasang pengaman tempat tidur 3. Mengurangi resiko klien terjatuh
klien dari tempat tidur
4. Anjurkan keluarga untuk 4. Memberikan rasa aman klien
menemani klien sehingga cidera tidak terjadi
5. Kolaborasi intuk pemberian 5. Memberikan efek rileks pada otot
obat penenang (klorpromazine sehingga klien tenang.
atau diazepam) sesuai indikasi

D. EVALUASI
1) Penurunan curah jantung b/d adanya gangguan pada penutupan pada katup mitral ( stenosis
katup ) dapat teratasi.dengan kriteria evaluasi : Menunjukkan tanda-tanda vital dalam batas
yang dapat diterima (disritmia terkontrol atau hilang) dan bebas gejala gagal jantung (mis :
parameter hemodinamik dalam batas normal, haluaran urine adekuat). Melaporkan penurunan
episode dispnea,angina. Ikut serta dalam akyivitas yang mengurangi beban kerja jantung.
2) Perfusi jaringan perifer tidak efektif berhubungan dengan penurunan metabolism terutama
perifer akibat vasokonstriksi pembuluh darah dapat teratasi dengan criteria evaluasi : klien
tidak pucat, tidak ada sianosis, tidak ada edema
3) Nyeri akut berhubungan dengan peradangan pada membran sinovial dapat teratasi dengan
kriteria evaluasi : Skala nyeri 0-1, tanda-tanda vital dalam batas normal, klien tidak mengeluh
nyeri, tidak ada nyeri tekan dan klien tidak membatasi gerakanya.Klien tampak rileks
4) Hipertermia berhubungan dengan Peradangan pada membran sinovial dan peradangan katup
jantung. Dapat teratasi dengan kriteria evaluasi : Suhu normal ( 26-37 derajat celcius ), nadi
normal,leukosit normal (4.300-11.400 per mm³ darah), tidak ditemukan steptococcus
hemolitikus b grup A pada hapusan tenggorokan.
5) Ketidakseimbangan nutrisi ; kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan peningkatan
asam lambung akibat kompensasi sistem saraf simpatis. Dapat teratasi dengan kriteria
evaluasi : Klien mengatakan mual dan anoreksia berkuarang / hilang, masukan makanan
adekuat dan kelemahan hilang. BB dalam rentang normal.
6) Intoleransi aktivitas berhubungan dengan kelemahan otot, tirah baring atau imobilisasi dapat
teratasi dengan criteria evaluasi : klien tidak cepat lelah, dapat beraktivitas sesuai dengan
batas toleransi
7) Syndrome kurang perawatan diri berhubungan Immobilitas fisik akibat Gangguan
muskuloskeletal ; arthralgia dan therapi.dapat terpenuhi dengan kriteria evaluasi : Klien
mengatakan perawatan diri / ADL terpenuhi, Klien dapat melakukan perawatan diri dalam
batas toleransi
8) Kerusakan integritas kulit behubungan dengan peradangan pada kulit dan jaringan subcutan.
Dapat teratasi dengan kriteria evaluasi : Eritema hilang pada tangan dan tubuh klien,
mempertahanakan integritas kulit. Mendemonstrasikan perilaku / teknik mencegah kerusakan
kulit
9) Resiko kerusakan pertukaran gas berhubungan dengan penumpukan darah diparu akibat
pengisian atrium yang meningkat tidak menjadi aktual dengan kritera evaluasi:
Mendemonstrasikan ventilasi dan oksigenasi adekuat pada jaringan ditunjukkan oleh GDA/
oksimetri dalam rentang normal dan bebas gejala distress pernafasan. Berpartisipasi dalam
program pengobatan dalam batas kemampuan/situasi
10) Resiko cidera berhubungan dengan Gerakan involunter,irrigulaer, cepat dan kelemahan
otot/khorea tidak menjadi aktual dengan kritera evaluasi: Menyatakan pemahaman factor
yang terlibat dalam kemugkinan cedera. Menunnjukkan perubahan perilaku, pola hidup untuk
menurunkan factor resiko dan untuk melindungi diri dari cedera. Mengubah lingkungan
sesuai indikasi untuk meningkatkan keamanan
DAFTAR PUSTAKA

Arthur C. Guyton and John E. Hall ( 1997), Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta

Marylin E. Doengoes, Mary Frances Moorhouse, Alice C. Geissler (2000), Rencana Asuhan
Keperawatan: Pedoman Untuk Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien Edisi
3, Peneribit Buku Kedokteran EGC, Jakarta

Nelson (1993), Ilmu Kesehatan Anak: Textbook of Pediatrics Edisi 12, Buku kedokteran EGC,
Jakarta.

Sunoto Pratanu (1990), Penyakit Jantung Rematik, Makalah Tidak dipublikasikan, Surabaya

Sylvia A. Price (1995), Patofisiologi: Konsep Klinis Proses - Proses Penyakit Edisi 4, Buku
kedokteran EGC, Jakarta.

Wong and Whaley’s (1996), Clinical Manual of Pediatrics Nursing 4th Edition, Mosby-Year Book,
St.Louis, Missouri.

Heni,dkk, (2001),Buku Ajar keperawatan Kardiovasculer Edisi 1, Harapan Kita, Jakarta

Suddarth, brunner, ( 2002). Buku Ajar keperawatan Medikal Bedah VOl 2 Edisi 8, EGC, Jakarta.

Carpenito, Lynda juall, ( 2001),BUku Saku diagnosa keperawatan EDisi 8, EGC, Jakarta

Nanda,2005-2006, Diagnosis Keperawatan

Lily, Dkk, (2001 ), Buku Ajar Kardiologi, EGC, Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai