Anda di halaman 1dari 68

FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN

ANEMIA PADA REMAJA DAN DEWASA DI DKI JAKARTA


TAHUN 2007

AGNITA INDAH YULIANASARI

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
RINGKASAN
AGNITA INDAH YULIANASARI. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian
Anemia pada Remaja dan Dewasa di DKI Jakarta Tahun 2007 (dibimbing oleh
Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS dan Bambang P. Cadrana, SKM, MKM).

Secara umum penelitian ini bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor yang


mempengaruhi kejadian anemia pada kelompok remaja dan dewasa di DKI
Jakarta tahun 2007. Adapun tujuan khusus dari penelitian ini adalah (1)
Mengidentifikasi sebaran contoh anemia pada kelompok remaja di DKI Jakarta,
(2) Mengidentifikasi sebaran contoh anemia pada kelompok dewasa di DKI
Jakarta, (3) Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian
anemia pada kelompok remaja di DKI Jakarta, (4) Mengidentifikasi faktor-faktor
yang berhubungan dengan kejadian anemia pada kelompok dewasa di DKI
Jakarta, (5) Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian anemia
pada kelompok remaja di DKI Jakarta, dan (6) Mengidentifikasi faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian anemia pada kelompok dewasa di DKI Jakarta.
Penelitian ini seluruhnya dilakukan dengan mengolah data dari Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 yang berupa data sekunder dengan
metode cross-sectional study. Penelitian yang memiliki desain cross sectional
study ini dilakukan di Bogor pada bulan Maret hingga Mei 2009. Pemilihan
daerah penelitian hanya dipilih untuk wilayah DKI Jakarta dari 33 provinsi di
Indonesia. Pengolahan, analisis, dan interpretasi data dilakukan di kampus IPB
Dramaga Bogor, Jawa Barat. Umur contoh dibagi menjadi 2 kelompok yakni
remaja menurut WHO (1995) berada pada kisaran umur 10-19 tahun, sedangkan
kelompok dewasa menurut Ge K et al. (1994) diacu dalam WHO (1995) berada
pada kisaran umur 20-59 tahun sehingga besar sampel dengan data lengkap
adalah 767 sampel yang meliputi 140 sampel remaja dan 627 sampel dewasa.
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya merupakan
data sekunder wilayah DKI Jakarta tahun 2007 yang diperoleh dari Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdes 2007), Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. Data terdiri dari data Kesehatan
Masyarakat (Kesmas) dan biomedis. Data Kesmas meliputi karakterisik umum
contoh (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, besar keluarga),
status gizi, riwayat diare, dan gaya hidup (perilaku minum alkohol, minuman
berkafein, dan konsumsi buah), sedangkan data biomedis berupa kadar
hemoglobin untuk mengetahui status anemia contoh. Data yang telah diperoleh
dan terkumpul kemudian dianalisis baik secara manual atau dengan
menggunakan Microsoft Excel 2003 for Windows dan SPSS 13.0 for Windows
dan analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah univariat, bivariat (Chi
Square dan korelasi Spearman), dan multivariat (regresi logistik).
Persentase terbesar sampel anemia pada kelompok remaja adalah
perempuan (15.7%), memiliki anggota keluarga besar (19.3%), berpendidikan
tamat SLTP (10.7%), berstatus pelajar (14.3%), berstatus gizi normal (16.4%),
tidak memiliki riwayat penyakit (23.6%), tidak mengkonsumsi alkohol (25%),
sering mengkonsumsi minuman berkafein (17.9%), dan tidak cukup
mengkonsumsi buah setiap hari (25.7%).
Persentase terbesar sampel anemia pada kelompok dewasa adalah
perempuan (15.6%), memiliki anggota keluarga besar (11.2%), berpendidikan
tamat SLTA (9.7%), tidak bekerja (12.4%), berstatus gizi normal (13.2%), tidak
memiliki riwayat penyakit (19.1%), tidak mengkonsumsi alkohol (20.6%), sering
mengkonsumsi minuman berkafein (18.8%), dan tidak cukup mengkonsumsi
buah setiap hari (19.9%).
Hasil analisis Chi Square menunjukkan bahwa perilaku minuman
berkafein mempunyai hubungan bermakna (p<0.05) dengan kejadian anemia
pada kelompok remaja, sedangkan jenis kelamin, pekerjaan, riwayat diare,
perilaku minum alkohol tidak mempunyai hubungan bermakna (p>0.05) dengan
kejadian anemia pada kelompok remaja. Hasil analisis korelasi Spearman
menunjukkan bahwa besar keluarga (r=0.156) dan tingkat pendidikan (r=0.177)
mempunyai hubungan bermakna (p<0.05) dengan kadar hemoglobin, sedangkan
status gizi (r=-0.065) dan konsumsi buah (r=-0.065) tidak mempunyai hubungan
bermakna (p>0.05) dengan kadar hemoglobin kelompok remaja.
Hasil analisis Chi Square menunjukkan bahwa jenis kelamin dan
pekerjaan terdapat hubungan bermakna (p<0.05) dengan kejadian anemia pada
kelompok dewasa, sedangkan riwayat diare, perilaku minum alkohol, dan
perilaku minuman berkafein tidak mempunyai hubungan bermakna (p>0.05)
dengan kejadian anemia pada kelompok dewasa. Hasil analisis korelasi
Spearman menunjukkan bahwa besar keluarga (r=-0.119) mempunyai hubungan
bermakna (p<0.05) dengan kadar hemoglobin, sedangkan tingkat pendidikan
(r=0.037), status gizi (r=0.023), dan konsumsi buah (r=0.026) tidak mempunyai
hubungan bermakna (p>0.05) dengan kadar hemoglobin kelompok dewasa.
Hasil analisis regresi logistik diperoleh bahwa faktor yang mempengaruhi
kejdian anemia pada kelompok dewasa adalah perilaku mengkonsumsi minuman
berkafein (kopi, kratingdeng, coca-cola). Namun perilaku mengkonsumsi
minuman berkafein bukan merupakan faktor risiko, melainkan faktor protektif
terjadinya anemia pada kelompok remaja (OR 0.354), artinya remaja yang sering
mengkonsumsi minuman berkafein (kopi, dll) memiliki peluang terkena anemia
sebesar 64.6 persen lebih rendah dibandingkan remaja yang jarang
mengkonsumsi minuman berkafein.
Hasil analisis regresi logistik diperoleh bahwa faktor yang mempengaruhi
kejdian anemia pada kelompok dewasa adalah jenis kelamin dan status gizi
gemuk. Jenis kelamin merupakan faktor risiko kejadian anemia (OR 2.332),
artinya wanita memiliki risiko terkena anemia 2.33 kali lebih besar dibandingkan
pria atau wanita memiliki peluang terkena anemia sebesar 133 persen lebih
tinggi dibandingkan pria. Selanjutnya status gizi gemuk bukan merupakan faktor
risiko kejadian anemia, melainkan faktor protektif kejadian anemia pada
kelompok dewasa (OR 0.504), artinya kelompok dewasa berstatus gizi gemuk
memiliki peluang terkena anemia sebesar 49.6 persen lebih rendah dibandingkan
kelompok dewasa berstatus gizi normal.

Kata kunci : anemia, remaja, dewasa, faktor protektif, faktor risiko, regresi
logistik, kafein.
ABSTRACT

AGNITA INDAH YULIANASARI. Factors Affected Anemia among Adolescents


and Adults in Jakarta, 2007. Supervised by HARDINSYAH and BAMBANG P.
CADRANA.

Anemia is one of the public health problem. Data of RISKESDAS 2007


showed that the prevalence of anemia in DKI Jakarta 2007 is about 15.0 %
(14.2% among adolescents and 59.1% among adults), which is higher compared
to the national prevalence (11.9%). The objective of this research was to analyze
factors that affect anemia among adolescents and adults in Jakarta year 2007.
This was a cross-sectional study design, using secondary data of RISKESDAS
year 2007. The subjects were 140 adolescents (10-19 yrs) and 627 adults (20-59
yrs). Data was processed by Microsoft Excel 2003 and SPSS program
version 13.0. Anemia, defined as haemoglobin concentration <11.5 g/dl (10-11
yrs), <12 g/dl (12-14 yrs), <12 g/dl (women >15 yrs), and <13 g/dl (men >15 yrs)
(WHO 2001). The results of a binary logistic regression analysis show that
the factors that affected anemia for adolescents is frequently caffeine
consumption (OR 0.354). While the factors that affected anemia for adults are
women (OR 2.332) and overweight (OR 0.504).

Keywords: anemia, adolescents, adults, protective factor, risk factor, logistic


regression, caffeine
FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEJADIAN
ANEMIA PADA REMAJA DAN DEWASA DI DKI JAKARTA
TAHUN 2007

AGNITA INDAH YULIANASARI

Skripsi
Sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar
Sarjana Gizi pada
Departemen Gizi Masyarakat

DEPARTEMEN GIZI MASYARAKAT


FAKULTAS EKOLOGI MANUSIA
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2009
Judul Skripsi : Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Anemia
pada Remaja dan Dewasa di DKI Jakarta Tahun 2007
Nama Mahasiswa : Agnita Indah Yulianasari
NIM : I14051271

Disetujui :
Dosen Pembimbing I Dosen Pembimbing II

Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS Bambang P. Cadrana, SKM, MKM


NIP. 19590807 198303 1 001 NIP. 19690205 199403 1 003

Diketahui :
Ketua Departemen Gizi Masyarakat

Dr. Ir. Evy Damayanthi, MS


NIP. 19621204 198903 2 002

Tanggal Lulus :
PRAKATA

Puji dan syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan
karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik.
Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai
bentuk rasa syukur kepada Tuhan, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan
penghargaan kepada :
1. Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS dan Bambang P. Cadrana, SKM, MKM selaku
dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah
diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
2. Dr. Ir. Dodik Briawan, MCN selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis
yang telah meluangkan waktunya serta memberi kritik dan saran demi
perbaikan skripsi ini.
3. Prof. Dr. Ir. Hardinsyah, MS yang telah menjadi pembimbing akademik dan
seluruh dosen dan staf Departemen Gizi Masyarakat.
4. Orangtua dan keluarga tercinta untuk setiap dukungan cinta kasih dan doa
yang diberikan serta rizki yang selalu memberikan dukungan dan bantuan
dalam bentuk apapun. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik.
5. Dr. Triono Soendoro, PhD selaku Kepala Badan Penelitian dan
Pengembangan Kesehatan Departemen Kesehatan RI dan Atmarita, MPH,
Dr. PH selaku Kepala Bagian Jaringan Informasi dan Iptek Kesehatan serta
Nariyah Handayani, s.kom selaku staf subbagian jaringan informasi iptek atas
waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan.
6. Teman-teman seperjuangan (Wardina, Farida, Elia) dan teman-teman
DIETISTA angkatan 42 atas semangat dan sharing selama penelitian hingga
penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per
satu, terima kasih atas bantuannya.

Bogor, Agustus 2009

Agnita Indah Yulianasari


RIWAYAT HIDUP

Penulis dilahirkan di Jakarta pada tanggal 16 Agustus 1987. Penulis


merupakan putri pertama dari lima bersaudara dari ayah Iman Subarkah dan ibu
Yuri Purbasari.
Tahun 2005 penulis lulus dari SMU Negeri 91 Jakarta dan pada tahun
yang sama lulus seleksi masuk IPB melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB
(USMI) dan pada tahun 2006 penulis diterima sebagai mahasiswa di Departemen
Gizi Masyarakat, Fakultas Ekologi Manusia, Institut Pertanian Bogor.
Selama menjadi mahasiswa penulis pernah aktif dalam kegiatan
organisasi Majalah Emulsi 2007/2008 dan juga pernah aktif dalam kegiatan
organisasi HIMAGIZI 2007/2008 dan FORSIA 2007/2008. Selain itu, penulis
pernah menjadi asisten mata kuliah Analisis Zat Gizi Mikro tahun ajaran
2008/2009.
DAFTAR ISI

Halaman
DAFTAR ISI ………………………….................................................................... i
DAFTAR TABEL …………………………………………………............................. iii
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………............................ v
DAFTAR LAMPIRAN........................................................................................... vi
PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
Latar Belakang ............................................................................................... 1
Perumusan Masalah ..................................................................................... 2
Tujuan ........................................................................................................... 2
Hipotesis ....................................................................................................... 3
Kegunaan....................................................................................................... 3
TINJAUAN PUSTAKA ......................................................................................... 4
Anemia........................................................................................................... 4
Tanda-tanda anemia................................................................................ 6
Akibat anemia.......................................................................................... 6
Hemoglobin.................................................................................................... 6
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Anemia................................... 7
Karakteristik umum contoh....................................................................... 7
Status gizi... ............................................................................................. 8
Intik dan bioavailabilitas zat besi (Fe)...................................................... 9
Gaya hidup.............................................................................................. 11
Konsumsi alkohol.................................................................................... 12
Riwayat penyakit..................................................................................... 12
Citra tubuh............................................................................................... 13
KERANGKA PEMIKIRAN.................................................................................... 15
METODE............................................................................................................. 17
Disain, Waktu, dan Tempat........................................................................... 17
Sumber dan Jenis Data................................................................................ 17
Pengolahan dan Analisis Data..................................................................... 17
Asumsi dan Keterbatasan Penelitian............................................................ 21
Definisi Operasional..................................................................................... 22
HASIL DAN PEMBAHASAN.............................................................................. 24
Keadaan Umum Lokasi................................................................................ 24
Geografis................................................................................................ 24
Kependudukan....................................................................................... 24
Karakteristik Umum Contoh......................................................................... 26
Jenis kelamin.......................................................................................... 26
Besar keluarga....................................................................................... 27
Tingkat pendidikan................................................................................. 28
Pekerjaan............................................................................................... 28
Status Gizi.................................................................................................... 29
Riwayat Diare............................................................................................... 30
Gaya Hidup.................................................................................................. 31
Perilaku minum alkohol.......................................................................... 31

i
Perilaku mengkonsumsi minuman berkafein (kopi, dll).......................... 31
Perilaku konsumsi buah......................................................................... 32
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia Pada
Kelompok Remaja........................................................................................ 33
Hubungan karakteritik umum contoh dengan kejadian anemia............. 33
Hubungan status gizi dengan kejadian anemia...................................... 34
Hubungan riwayat diare dengan kejadian anemia................................. 35
Hubungan gaya hidup dengan kejadian anemia.................................... 35
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia Pada
Kelompok Dewasa....................................................................................... 36
Hubungan karakteritik umum contoh dengan kejadian anemia............. 37
Hubungan status gizi dengan kejadian anemia..................................... 38
Hubungan riwayat diare dengan kejadian anemia................................. 38
Hubungan gaya hidup dengan kejadian anemia.................................... 38
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kejadian Anemia pada Remaja
dan Dewasa................................................................................................. 39
Kelompok remaja................................................................................... 39
Kelompok dewasa.................................................................................. 40
KESIMPULAN DAN SARAN.............................................................................. 42
Kesimpulan.................................................................................................. 42
Saran............................................................................................................ 43
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 44
LAMPIRAN......................................................................................................... 47

ii
DAFTAR TABEL

Halaman
1. Batas normal kadar hemoglobin.................................................................. 4
2. Standar penentuan kurus dan berat badan (BB) lebih menurut
nilai rerata IMT, umur, dan jenis kelamin..................................................... 8
3. Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT)......................................................... 9
4. Cara pengkategorian variabel penelitian..................................................... 18
5. Hubungan faktor risiko dengan kejadian anemia........................................ 20
6. Jumlah penduduk, luas wilayah, kepadatan penduduk tahun2006............. 24
7. Proporsi penduduk di DKI Jakarta (perkelompok usia) tahun 2004............ 25
8. Tingkat pendidikan penduduk masyarakat di Prov. DKI tahun 2004.......... 25
9. Prevalensi anemia menurut kelompok umur di DKI Jakarta pada tahun
2007............................................................................................................ 26
10. Sebaran contoh menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan status
anemia........................................................................................................ 26
11. Sebaran contoh menurut kelompok umur, besar keluarga, dan
status anemia............................................................................................. 27
12. Sebaran contoh menurut kelompok umur, tingkat pendidikan, dan
status anemia............................................................................................. 28
13. Sebaran contoh menurut kelompok umur, pekerjaan, dan status
anemia........................................................................................................ 29
14. Sebaran contoh menurut kelompok umur, status gizi, dan status
anemia........................................................................................................ 30
15. Sebaran contoh menurut kelompok umur, riwayat diare, dan
status anemia............................................................................................. 30
16. Sebaran contoh menurut kelompok umur, perilaku minum alkohol,
dan status anemia...................................................................................... 31
17. Sebaran contoh menurut kelompok umur, perilaku konsumsi minuman
Berkafein, dan status anemia..................................................................... 32
18. Sebaran contoh menurut kelompok umur, perilaku konsumsi buah,
dan status anemia....................................................................................... 33
19. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada
kelompok remaja (Hasil analisis Chi Square).............................................. 33
20. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada
kelompok dewasa (Hasil analisis Square)................................................... 36

iii
21. Hasil regresi logistik faktor risiko anemia pada kelompok remaja.............. 39
22. Hasil regresi logistik faktor risiko anemia pada kelompok dewasa............. 41

iv
DAFTAR GAMBAR

Halaman
1. Kerangka pemikiran faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian anemia
pada remaja dan dewasa di DKI Jakarta tahun 2007...................................16

v
DAFTAR LAMPIRAN

Halaman
1. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada
kelompok remaja (Hasil analisis korelasi Spearman)................................... 48
2. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada
Kelompok dewasa (Hasil analisis korelasi Spearman)................................. 49
3. Hasil regresi logistik faktor risiko anemia pada kelompok remaja................ 50
4. Hasil regresi logistik faktor risiko anemia pada kelompok dewasa.............. 52
5. Sebaran contoh menurut jenis kelamin, status gizi, dan status
anemia pada kelompok dewasa................................................................... 54

vi
1

PENDAHULUAN

Latar Belakang
Salah satu masalah gizi pada remaja dan dewasa yang masih menjadi
masalah kesehatan masyarakat (Public Health Problem) adalah anemia gizi.
Prevalensi anemia di dunia sangat tinggi, terutama di negara-negara sedang
berkembang termasuk Indonesia. Menurut WHO (2008), prevalensi kejadian
anemia di dunia antara tahun 1993 sampai 2005 sebanyak 24.8 persen dari total
penduduk dunia (hampir 2 milyar penduduk dunia). Laporan hasil Riset
Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 menunjukkan bahwa prevalensi anemia
pada tahun 2007 di DKI Jakarta sebesar 15 persen melebihi rata-rata prevalensi
nasional (11.9%) dan prevalensi anemia tertinggi di DKI Jakarta pada tahun 2007
terdapat pada kelompok dewasa (59.1%) dan tertinggi kedua terdapat pada
kelompok remaja (14.2%).
Anemia merupakan kondisi kurang darah yang umum terjadi ketika
jumlah eritrosit kurang dari normal atau akibat konsentrasi Hemoglobin yang
rendah dalam darah (Depkes 2008). Nilai batas ambang untuk anemia menurut
WHO (2001) untuk umur 10-11 tahun <11.5 g/dl, 12-14 tahun <12 g/dl, wanita
>15 tahun <12 g/dl, dan laki-laki >15 tahun <13 g/dl. Penyebab anemia yang
paling umum terjadi adalah defisiensi zat besi, meskipun defisiensi asam folat,
defisiensi vitamin B12 dan protein, serta vitamin-vitamin lainnya dan trace
elements berperan pula terhadap terjadinya anemia (Husaini 1999). Penyebab
anemia yang lain antara lain infeksi akut dan kronis (malaria, HIV) serta diare
kronis (UNICEF 1998).
Adapun tanda-tanda dari anemia adalah (1) lesu, lemah, letih, lelah, lalai
(5L), (2) Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang, dan (3) Gejala
lebih lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit dan telapak tangan menjadi
pucat. Anemia dapat membawa dampak yang kurang baik pada remaja maupun
dewasa. Anemia pada remaja dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan
dan konsentrasi belajar, mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak
mencapai optimal, menurunkan kemampuan fisik olahragawan dan olahragawati,
dan mengakibatkan muka pucat, serta dapat menurunkan daya tahan tubuh
sehingga mudah sakit, sedangkan anemia pada kelompok dewasa dapat
menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit, menurunkan produktivitas
kerja, dan menurunkan kebugaran (Depkes 1998).
2

Penelitian mengenai faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian anemia


pada kelompok remaja dan dewasa yang dilakukan di DKI Jakarta masih
terbatas dan penelitian ini juga akan menganalisis hubungan perilaku
mengonsumsi minuman berkafein (kopi, kratingdeng, coca-cola) dengan kejadian
anemia pada remaja dan dewasa yang masih jarang dilakukan di Indonesia.
Selain itu, RISKESDAS 2007 juga menyediakan data-data yang berhubungan
dengan kejadian anemia sesuai dengan teori-teori yang telah ada. Berdasarkan
pertimbangan ini, peneliti tertarik menganalisis secara lebih mendalam mengenai
faktor-faktor yang dapat mempengaruhi kejadian anemia pada remaja dan
dewasa di DKI Jakarta pada tahun 2007.
Perumusan Masalah
Perumusan Masalah dalam studi faktor-faktor yang mempengaruhi
kejadian anemia pada remaja dan dewasa di DKI Jakarta tahun 2007 adalah
sebagai berikut :
1. Apakah karakteristik umum contoh (jenis kelamin, besar keluarga, tingkat
pendidikan, dan pekerjaan) mempengaruhi kejadian anemia pada remaja
dan dewasa di DKI Jakarta tahun 2007?
2. Apakah status gizi mempengaruhi kejadian anemia pada remaja dan
dewasa di DKI Jakarta tahun 2007?
3. Apakah riwayat diare mempengaruhi kejadian anemia pada remaja dan
dewasa di DKI Jakarta tahun 2007?
4. Apakah gaya hidup (perilaku minum alkohol, minuman berkafein, dan
konsumsi buah) mempengaruhi kejadian anemia pada remaja dan
dewasa di DKI Jakarta tahun 2007?
Tujuan
Tujuan Umum :
Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada
remaja dan dewasa di DKI Jakarta tahun 2007.
Tujuan Khusus :
1. Mengidentifikasi sebaran contoh anemia pada remaja di DKI Jakarta.
2. Mengidentifikasi sebaran contoh anemia pada orang dewasa di DKI
Jakarta.
3. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia
pada remaja di DKI Jakarta.
3

4. Mengidentifikasi faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia


pada orang dewasa di DKI Jakarta.
5. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada
remaja di DKI Jakarta.
6. Mengidentifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada
orang dewasa di DKI Jakarta.
Hipotesis
Ho : Karakteristik umum contoh (jenis kelamin, besar keluarga, tingkat
pendidikan, dan pekerjaan), status gizi, riwayat diare, dan gaya hidup
(perilaku minum alkohol, minuman berkafein, dan konsumsi buah) tidak
berpengaruh terhadap kejadian anemia pada remaja dan dewasa di DKI
Jakarta tahun 2007.
H1 : Karakteristik umum contoh (jenis kelamin, besar keluarga, tingkat
pendidikan, dan pekerjaan), status gizi, riwayat diare, dan gaya hidup
(perilaku minum alkohol, minuman berkafein, dan konsumsi buah)
berpengaruh terhadap kejadian anemia pada remaja dan dewasa di DKI
Jakarta tahun 2007.
Kegunaan
1. Bagi Peneliti, menambah wawasan peneliti tentang faktor-faktor yang
mempengaruhi kejadian anemia pada remaja dan dewasa di DKI Jakarta
tahun 2007, menerapkan ilmu yang diperoleh selama bangku perkuliahan
dan dapat mempraktekannya di lingkungan masyarakat nantinya.
2. Bagi Institusi, sebagai bahan penelitian bagi peneliti selanjutnya.
3. Bagi Lahan Praktek, sebagai bahan masukan bagi penentu kebijakan,
perencana serta pelaksana program dan instansi terkait seperti
Departemen Kesehatan, Puskesmas, dan lain-lain dalam meningkatkan
derajat kesehatan SDM yang berkualitas.
4

TINJAUAN PUSTAKA

Anemia
Anemia merupakan kondisi kurang darah yang terjadi bila kadar
hemoglobin darah kurang dari normal (Depkes 2008). Nilai tersebut berbeda-
beda untuk kelompok umur dan jenis kelamin sebagaimana ditetapkan oleh
WHO seperti tercantum pada tabel 1.
Tabel 1 Batas normal kadar hemoglobin
Kelompok Umur Hemoglobin
(g/dl)
Anak 1-4 tahun 11
5-11 tahun 11.5
12-14 tahun 12
Dewasa Laki-laki (>15 tahun) 13
Wanita (>15 tahun) 12
Wanita hamil 11
* WHO (2001).

Penggolongan jenis anemia menjadi ringan, sedang, dan berat belum ada
keseragaman mengenai batasannya, hal ini disebabkan oleh perbedaan
kelompok umur, kondisi penderita, komplikasi dengan penyakit lain, keadaan
umum gizi penderita, lamanya menderita anemia, dan lain-lain yang sulit
dikelompokkan. Akan tetapi, menurut Husaini (1989) bahwa semakin rendah
kadar Hb, makin berat anemia yang diderita.
Secara umum, terdapat dua faktor yang menyebabkan anemia gizi yaitu
faktor gizi dan non-gizi. Adapun faktor non gizi adalah sebagai berikut :
1. Banyak kehilangan darah. Pendarahan mengakibatkan tubuh kehilangan
banyak sel darah merah. Pendarahan ada 2 jenis, yakni pendarahan
eksternal (pendarahan yang terjadi secara mendadak dan dalam jumlah
banyak) dan pendarahan kronis (pendarahan yang terjadi sedikit demi sedikit,
tetapi berlangsung secara terus-menerus). Contoh pendarahan adalah
investasi cacing tambang, kecelakaan, atau menstruasi. Wanita mengalami
kehilangan darah sebanyak 40-50 ml setiap bulannya akibat menstruasi
(UNICEF 1998).
2. Rusaknya sel darah merah. Perusakan sel dapat berlangsung di dalam
pembuluh darah akibat penyakit, seperti malaria atau thalasemia (UNICEF
1998).
5

3. Kurangnya produksi sel darah merah. Hal ini dapat disebabkan karena
makanan yang dikonsumsi kurang mengandung zat gizi, terutama besi, asam
folat, vitamin B12, vitamin C, dan zat gizi lainnya (Wirakusumah 1998).
Selanjutnya faktor gizi yang menjadi penyebab anemia antara lain :
a. Anemia defisiensi besi merupakan anemia yang disebabkan karena
kekurangan zat besi. Zat besi dibutuhkan untuk sintesis hemoglobin dalam
pembentukan sel darah merah (Allen & Sabel 2001). Anemia defisiensi besi
ditandai dengan pengecilan ukuran sel darah merah (microcytic) dan
penurunan kadar Hb (hypochromic). Anemia defisiensi besi merupakan
penyebab anemia yang paling umum terjadi di negara sedang berkembang,
khususnya Indonesia, meskipun defisiensi asam folat, defisiensi vitamin B12
dan protein, serta vitamin-vitamin lainnya dan trace elements berperan pula
terhadap terjadinya anemia (Husaini 1999). Faktor risiko utama anemia gizi
besi yaitu rendahnya intik besi, penyerapan besi yang rendah karena
tingginya konsumsi komponen fitat atau fenol, dan periode kehidupan ketika
kebutuhan besi tinggi (misalnya pertumbuhan dan kehamilan) (WHO 2008).
b. Anemia akibat defisiensi asam folat. Folat atau vitamin B9 merupakan zat gizi
yang ditemukan terutama pada buah-buahan citrus dan sayuran berdaun
hijau. Bila secara lama kurang mengkosumsi pangan jenis tersebut maka
dapat mengalami defisiensi asam folat. Ketidakmampuan menyerap asam
folat dari pangan juga dapat mengalami defisiensi asam folat. Kekurangan
asam folat dapat menyebabkan terjadinya anemia megaloblastic, yaitu sel
darah merah lebih besar dari normal dan memiliki nukleus yang belum
terdiferensiasi secara sempurna (megaloblasts) (Allen & Sabel 2001).
c. Anemia akibat defisiensi vitamin B12. Penyebab anemia karena kekurangan
konsumsi pangan sumber vitamin B12 (daging, telur, dan susu) jarang terjadi,
namun sering terjadi karena usus halus tidak dapat menyerap vitamin ini. Hal
ini dikarenakan adanya pembedahan perut atau usus halus. Kekurangan
karena vitamin ini juga dapat menyebabkan terjadinya anemia megaloblastic,
yakni sel darah merah lebih besar dari normal dan memiliki nukleus yang
belum terdiferensiasi secara sempurna (megaloblasts) (Wirakusumah 1998).
d. Anemia akibat defisiensi vitamin C. Kekurangan konsumsi vitamin C juga
dapat menyebabkan anemia. Tubuh memerlukan vitamin C untuk
menghasilkan sel darah merah. Vitamin ini juga membantu tubuh menyerap
zat besi yang penting sebagai pembangun blokade sel-sel darah merah
6

(Almatsier 2000). Selain itu, vitamin ini berperan dalam penyerapan besi
sebagai reducing agent yang mengubah bentuk feri menjadi fero dan
chelating agent yang mengikat besi sehingga daya larut besi meningkat
(Allen & Sabel 2001).
Tanda-tanda Anemia
Adapun tanda-tanda dari anemia adalah (1) lesu, lemah, letih, lelah, lalai
(5L), (2) Sering mengeluh pusing dan mata berkunang-kunang, (3) Gejala lebih
lanjut adalah kelopak mata, bibir, lidah, kulit, dan telapak tangan menjadi pucat.
Penderita anemia dapat mengalami salah satu tanda atau beberapa tanda
anemia tersebut (Depkes 1998).
Akibat Anemia
Banyak dampak yang dapat ditimbulkan akibat anemia. Anemia pada
remaja dapat mengakibatkan menurunnya kemampuan dan konsentrasi belajar,
mengganggu pertumbuhan sehingga tinggi badan tidak mencapai optimal,
menurunkan kemampuan fisik olahragawan dan olahragawati, dan
mengakibatkan muka pucat, serta dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga
mudah sakit (Grantham et al. 2001), sedangkan anemia pada kelompok dewasa
dapat menurunkan daya tahan tubuh sehingga mudah sakit, menurunkan
produktivitas kerja, dan menurunkan kebugaran (Hass & Brownlie 2001).
Hemoglobin
Hemoglobin ialah sejenis pigmen yang terdapat dalam sel darah merah,
bertugas membawa oksigen dari paru-paru ke jaringan tubuh (Brody 1994).
Hemoglobin kaya akan zat besi (Pearce 1992 diacu dalam Puri 2007).
Hemoglobin yang mewakili lebih dari 95% dari protein pada sel darah merah,
mengandung 60% besi tubuh. Hemoglobin bersama dengan kofaktor heme,
disintesis di dalam sel darah merah yang immature (belum dewasa) (Brody
1994).
Hemoglobin memiliki berat molekul 64 500 dan tersusun atas empat sub
unit. Dua sub unit disebut α-globin, dan dua lainnya disebut β-globin. Masing-
masing sub unit mengandung sebuah grup heme yang dapat mengikat sebuah
molekul oksigen. Atom besi yang terdapat dalam kelompok heme tersebut harus
dalam bentuk fero untuk mengikat oksigen (Brody 1994).
Nilai hemoglobin darah merupakan salah satu indikator paling umum
yang digunakan untuk mengetahui anemia gizi besi (Almatsier 2000).
Berkurangnya kadar hemoglobin dalam darah merah berbanding lurus dengan
7

banyaknya zat besi yang tersedia dalam sel darah merah. Bila intake zat besi
yang dikonsumsi dari bahan pangan sedikit maka produktivitas hemoglobin akan
menurun (Depkes 1998).
Nilai hemoglobin kurang peka terhadap tahap awal kekurangan besi,
akan tetapi berguna untuk mengetahui beratnya anemia. Nilai hemoglobin yang
rendah menggambarkan kekurangan besi yang sudah lanjut (Almatsier 2000).
Hemoglobin merupakan indikator yang paling sering digunakan untuk melihat
defisiensi besi karena murah, mudah untuk dilakukan dan cepat. Tetapi, kadar
hemoglobin juga dipengaruhi oleh faktor lain selain defisiensi besi.
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kejadian Anemia
Karakteristik Umum Contoh
Jenis Kelamin. Jumlah penderita anemia lebih banyak wanita dibanding pria.
Beberapa alasan wanita lebih banyak terkena anemia yaitu 1) Pada umumnya
masyarakat Indonesia lebih banyak mengonsumsi makanan nabati dibandingkan
hewani, sehingga masih banyak yang menderita anemia; 2) Wanita lebih jarang
makan makanan hewani dan sering melakukan diit pengurangan makan karena
ingin langsing; 3) Mengalami haid setiap bulan, sehingga membutuhkan zat besi
dua kali lebih banyak daripada pria (Depkes 1998).
Besar Keluarga. Menurut Prihartini et al. (1996) besar keluarga sangat
berpengaruh pada jumlah makanan yang harus disediakan. Semakin sedikit
jumlah anggota kelurga maka semakin mudah terpenuhi kebutuhan makanan
seluruh anggota keluarga. Demikian juga, apabila jumlah anggota keluarga
banyak, maka makanan yang tersedia tidak mencukupi apabila pendapatan
terbatas. Besar keluarga akan mempengaruhi konsumsi gizi di dalam suatu
keluarga dan akan mempengaruhi pula pada kesehatan anak-anak dan ibu.
Konsumsi pangan tidak hanya dipengaruhi oleh faktor ekonomi tetapi juga
faktor non ekonomi. Faktor non ekonomi tersebut di antaranya besar keluarga
dan komposisi umur dalam keluarga (Putri 2004). Sanjur (1982) diacu dalam
Putri (2004) menyatakan bahwa besar keluarga mempunyai pengaruh pada
belanja pangan. Pendapatan per kapita dan belanja pangan akan menurun
sejalan dengan meningkatnya jumlah anggota keluarga.
Pendidikan. Faktor pendidikan dapat mempengaruhi status anemia seseorang
sehubungan dengan pemilihan makanan yang dikonsumsi. Tingkat pendidikan
yang lebih tinggi akan mempengaruhi pengetahuan dan informasi tentang gizi
yang lebih baik dibandingkan seseorang yang berpendidikan lebih rendah
8

(Permaesih & Herman 2005). Menurut Atmarita dan Fallah (2004), tingkat
pendidikan sangat berpengaruh terhadap perubahan sikap dan perilaku hidup
sehat. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi memudahkan seseorang untuk dapat
menerima informasi dan menerapkannya dalam perilaku dan gaya hidup sehat
sehari-hari, khususnya dalam hal kesehatan dan gizi.
Pekerjaan. Pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi besarnya pendapatan,
selain itu juga lamanya waktu yang dipergunakan seseorang ibu untuk bekerja di
dalam dan di luar rumah, jarak tempat kerja dapat mempengaruhi susunan
makanan dalam keluarganya (Khumaidi 1989).
Hasil penelitian Oktaviani (1989) diacu dalam Putri (2004) menunjukkan
bahwa tingkat pendapatan yang berbeda akan menyebabkan alokasi
pengeluaran yang berbeda. Golongan berpendapatan rendah, proporsi
pengeluaran untuk pangan lebih besar dibandingkan pengeluaran lainnya,
sedangkan pada golongan berpendapatan tinggi persentase pengeluaran
pangan lebih kecil dibandingkan pengeluaran lainnya.
Status Gizi
Status gizi adalah keadaan seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi,
penyerapan, dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang
lama (Supariasa et al. 2001). Menurut Thompson (2007) diacu dalam Arumsari
(2008), status gizi mempunyai korelasi positif dengan konsentrasi hemoglobin,
artinya semakin buruk status gizi seseorang maka semakin rendah kadar Hbnya.
Adapun penilaian status gizi berbeda-beda untuk setiap kelompok umur.
Status Gizi Usia 10-14 tahun. Status gizi penduduk umur 10-14 tahun dapat
dinilai berdasarkan IMT yang dibedakan menurut umur dan jenis kelamin.
Rujukan untuk menentukan kurus, apabila nilai IMT kurang dari 2 standar deviasi
(SD) dari nilai rerata, dan berat badan (BB) lebih jika nilai IMT lebih dari 2 SD
nilai rerata standar WHO 2007.
Tabel 2 Standar penentuan kurus dan berat badan (BB) lebih menurut nilai
rerata IMT, umur, dan jenis kelamin
Umur Laki-laki Perempuan
(Tahun) Rerata -2SD +2SD Rerata IMT -2SD +2SD
IMT
10 16.4 13.7 21.4 16.6 13.5 22.6
11 16.9 14.1 22.5 17.3 13.9 23.7
12 17.5 14.5 23.6 18.0 14.4 24.9
13 18.2 14.9 24.8 18.8 14.9 26.2
14 19.0 15.5 25.9 19.6 15.5 27.3
*WHO 2007 diacu dalam Depkes (2008)
9

Status Gizi Usia >15 tahun. Pengukuran paling reliabel untuk ras spesifik dan
populasi untuk menentukan status gizi adalah Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT
merupakan indeks berat badan seseorang dalam hubungannya dengan tinggi
badan, yang ditentukan dengan membagi berat badan dalam satuan kilogram
dengan kuadrat tinggi dalam satuan meter kuadrat (Riyadi 2003).
IMT = Berat Badan (kg)
Tinggi Badan2 (m2)
Tabel 3 Klasifikasi Indeks Massa Tubuh (IMT)
Kategori IMT (kg/m2)
Kurus <18.5
Normal 18.5 - 24.9
Overweight 25.0 – 26.9
Obese >27
*Depkes (1998) diacu dalam Depkes (2008)
Intik dan Bioavailabilitas Zat Besi (Fe)
Besi merupakan mineral mikro yang paling banyak terdapat di dalam
tubuh manusia dan hewan, yakni sebanyak 3-5 gram di dalam tubuh manusia
dewasa (Almatsier 2000). Zat besi berperan sebagai pusat katalis untuk berbagai
fungsi metabolik. Besi dibutuhkan tubuh dalam transportasi oksigen dalam
bentuk hemoglobin yang penting untuk respirasi sel. Besi dalam bentuk
mioglobin, dibutuhkan dalam penyimpanan oksigen di dalam otot. Zat besi juga
merupakan komponen berbagai enzim jaringan, seperti sitokrom, yang penting
dalam produksi energi (Strain & Cashman 2002).
Besi bekerja sama dengan rantai protein-pengangkut elektron, yang
berperan dalam metabolisme energi di dalam tiap sel. Protein pengangkut
memindahkan hidrogen dan elektron yang berasal dari zat gizi penghasil energi
ke oksigen sehingga membentuk air. Selanjutnya dalam proses tersebut
dihasilkan ATP (Almatsier 2000).
Tidak semua zat besi yang berada dalam makanan dapat diserap oleh
tubuh karena bioavailabilitasnya yang rendah atau kurangnya asupan pangan
hewani (UNICEF 1998). Zat besi yang berasal dari hewani, penyerapannya tidak
banyak dipengaruhi oleh jenis kandungan makanan lain dan lebih mudah
diabsorpsi dibandingkan zat besi yang berasal dari nabati. Makanan nabati,
misalnya sayuran hijau tua, walaupun kaya akan zat besi namun hanya sedikit
yang bisa diserap dengan baik oleh usus (Wirakusumah 1998). Namun pangan
10

sumber zat besi terutama zat besi hem, yang bioavailabilitasnya tinggi, sangat
jarang dikonsumsi oleh masyarakat di negara berkembang. Kebanyakan
masyarakat memenuhi kebutuhan besi dari produk nabati (Depkes 1998).
Ada tiga faktor utama yang mempengaruhi jumlah zat besi yang diserap
oleh tubuh, yaitu ketersediaan zat besi di dalam tubuh, bioavailabitas zat besi,
dan adanya faktor penghambat zat besi. Apabila jumlah zat besi yang berada di
dalam tubuh menurun maka penyerapan zat besi akan meningkat. Pada laki-laki,
penyerapan zat besi akan meningkat setelah pertumbuhan berhenti dan
memasuki masa dewasa. Sebaliknya, pada wanita setelah masa menopause
cadangan zat besi dalam tubuh meningkat dan penyerapannya menurun karena
tidak mengalami menstruasi lagi (Wirakusumah 1998).
Zat besi yang terdapat dalam bahan makanan dapat berasal dari hewan
maupun tumbuhan. Zat besi yang berasal dari tumbuh-tumbuhan memiliki daya
serap lebih rendah (5%) dibanding zat besi yang berasal dari hewan yang
mempunyai daya serap tinggi (15%). Bentuk zat besi yang terdapat di dalam
makanan dapat mempengaruhi penyerapan zat besi oleh tubuh. Ada dua macam
bentuk zat besi dalam makanan, yaitu hem dan nonhem. Zat besi hem berasal
dari hewan seperti daging, ikan, dan ayam, sedangkan zat besi non-hem
terdapat pada pangan nabati, seperti sayur-sayuran, biji-bijian, kacang-
kacangan, dan buah-buahan. Walaupun kandungan zat besi hem dalam
makanan hanya antara 5-10%, tetapi penyerapannya mencapai 15%, sedangkan
zat besi nonhem penyerapannya hanya 5% (UNICEF 1998).
Penyerapan zat besi non-hem sangat dipengaruhi oleh faktor-faktor
penghambat maupun pendorong, sedangkan besi hem tidak (Thankachan et al.
2008). Adapun faktor yang mempermudah penyerapan zat besi non-hem adalah
vitamin C (asam askorbat) (UNICEF 1998). Vitamin C dapat meningkatkan
penyerapan zat besi non-hem sampai empat kali lipat (Wirakusumah 1998). Zat
besi diangkut melalui dinding usus dalam senyawa dengan asam amino atau
dengan vitamin C. Vitamin C umumnya hanya terdapat di dalam pangan nabati,
yakni sayur dan buah terutama yang asam, seperti jeruk, nanas, rambutan,
pepaya, gandaria, dan tomat. Vitamin C juga banyak terdapat di dalam sayuran
daun-daunan dan jenis kol (Almatsier 2000). Namun pada sebuah percobaan
intervensi bagian pengawasan di sebuah daerah di Meksiko, konsumsi 25 mg
asam askorbat, misalnya jeruk limau dengan mengonsumsi 2 kali/hari selama 8
11

bulan gagal meningkatkan status besi pada wanita yang kekurangan besi (Garcia
et al. 1999).
Selain faktor yang mendorong penyerapan zat besi non-hem, terdapat
pula faktor-faktor yang menghambat. Menurut Thankachan et al. (2008), zat yang
menghambat penyerapan zat besi antara lain adalah asam fitat, asam oksalat,
dan polifenol seperti tanin yang terdapat pada teh dan kopi. Asam phytat dan
fosfat banyak terdapat pada bahan makanan yang berasal dari tumbuh-
tumbuhan, misalnya serealia. Seseorang yang banyak makan nasi, tetapi kurang
makan sayur-sayuran serta buah-buahan dan lauk pauk, akan dapat menjadi
anemia (Husaini 1978 diacu dalam Syarief 1994).
Beberapa jenis sayuran hijau juga mengandung asam oksalat yang dapat
menghambat penyerapan besi, namun efek menghambatnya relatif lebih kecil
dibandingkan asam fitat dalam serealia dan tanin yang terdapat dalam teh dan
kopi (Almatsier 2000). Kopi dapat menurunkan penyerapan besi bila dikonsumsi
setelah makan sebesar 39 persen karena kopi mengandung zat polifenol yang
dapat mengikat besi (Morck et al. 1983). Tanin yang terdapat dalam teh dan kopi
dan beberapa jenis sayuran dan buah juga menghambat absorpsi besi dengan
cara mengikatnya (Almatsier 2000). Absorpsi zat besi pada diet yang banyak
mengandung makanan yang tinggi kandungan tanin akan menurun sekitar 1-2
persen (UNICEF 1998).
Apabila makanan yang dikonsumsi setiap hari tidak cukup banyak
mengandung zat besi atau absorpsinya rendah, maka ketersediaan zat besi
untuk tubuh tidak cukup memenuhi kebutuhan akan zat besi. Hal ini terutama
terjadi pada orang-orang yang mengonsumsi makanan yang kurang beragam,
seperti menu makanan yang hanya terdiri dari nasi dan kacang-kacangan. Akan
tetapi, apabila di dalam menu terdapat pula bahan-bahan makanan yang
meninggikan absorpsi zat besi seperti daging, ayam, ikan, dan vitamin C, maka
ketersediaan zat besi yang ada dalam makanan dapat ditingkatkan sehingga
kebutuhan akan zat besi akan terpenuhi (Husaini 1989).
Gaya Hidup
Gaya hidup merupakan ciri pribadi yang dimiliki oleh setiap orang.
Sebagai ciri atau karakteristik, gaya hidup banyak berpengaruh terhadap tingkah
laku dalam kehidupan individu dan dengan kata lain, gaya hidup merupakan
disposisi atau watak yang melatarbelakangi perilaku, reaksi atau respon
seseorang terhadap diri dan lingkungan yang mempengaruhinya (Mulyono 1994
12

dalam Andiyani 2007). Selanjutnya menurut Sanjur (1982) dalam Andiyani


(2007), gaya hidup adalah hasil pengaruh beragam peubah bebas yang terjadi di
dalam keluarga atau keluarga. Peubah yang membentuk gaya hidup termasuk
penyediaan materi, sifat situasi, kerangka ide budaya dan sifat-sifat psikologis
serta kesehatan.
Gaya hidup merupakan hasil penyaringan dari sekumpulan interaksi
sosial, budaya, keadaan dan hasil pengaruh beragam variabel bebas yang terjadi
di dalam keluarga atau rumah tangga. Gaya hidup dapat diartikan sebagai cara
hidup masyarakat. Gaya hidup seperti kegiatan merokok, konsumsi alkohol dan
aktifitas fisik turut berperan dalam menentukan status kesehatan (Suharjo 1989).
Konsumsi Alkohol
Alkohol merupakan minuman yang hanya mengandung energi dan
bersifat diuretik. Metabolisme alkohol akan membutuhkan vitamin B1 dan niasin.
Sifat diuretik dari alkohol juga akan mengurangi vitamin-vitamin B, vitamin C,
mineral kalsium, kalium, dan magnesium. Minum alkohol secara berlebihan dapat
menurunkan penyerapan asam folat (Anonim 2007). Alkohol juga akan
menurunkan nafsu makan sehingga tubuh terhalang untuk memperoleh asupan
konsumsi gizi seimbang (Anonim 2009 & Khomsan 2002).
Riwayat Penyakit
Infeksi dan parasit dapat menyebabkan anemia melalui peningkatan
kehilangan zat gizi terutama besi. Prevalensi anemia yang tinggi pada laki-laki
sering disebabkan karena infeksi dan parasit (Yip 1994). Penyakit-penyakit yang
dapat menjadi penyebab anemia antara lain malaria, HIV, cacing tambang, dan
diare kronis.
Malaria. Penyakit malaria dapat menyebabkan penurunan absorpsi besi selama
periode sakit dan dari hasil hemolisis intravaskuler dapat menyebabkan
rendahnya kadar hemoglobin. Plasmodium falciparum malaria merupakan
penyebab utama dari anemia berat pada daerah Afrika tropis. Malaria
berkontribusi sekitar 60% dari semua kasus anemia tingkat berat pada bayi di
Tanzania, sementara kekurangan besi terhitung sebanyak 30%. Kekurangan besi
dan malaria dapat memperberat anemia (Menendez et al. 1994).
Infeksi HIV. Infeksi HIV secara kuat berhubungan dengan anemia, terutama di
Afrika dan dapat meningkatkan risiko perkembangan penyakit lainnya. Lebih dari
70% individu yang AIDS mengalami anemia. Anemia mungkin disebabkan oleh
penyakit kronis; defisiensi zat gizi; ketidakseimbangan faktor pertumbuhan yang
13

berakibat dari aksi HIV pada makrofag, fibroblas, dan sel T; infeksi parvovirus
B19 yang tidak terkontrol; dan overdosis (Bain 1997).
Infeksi Cacing Tambang. Cacing tambang menginfeksi hampir 1 milyar individu
dan menyebabkan kehilangan darah dari mukosa usus (Stephenson 1987).
Semakin banyak jumlah cacing tambang, maka semakin banyak darah dan besi
yang hilang. Kehilangan darah akibat infestasi cacing tambang dapat
menyebabkan anemia tingkat sedang dan berat (Gillespie & Johnston 1998).
Jumlah cacing tambang yang cukup banyak dapat menyebabkan kehilangan besi
yang lebih banyak dan kehilangan besi pada feses sebanyak 3.4 mg per hari.
Remaja dan dewasa lebih mudah terinfeksi dibandingkan bayi dan anak-anak
(Stephenson 1987).
Diare. Menurut UNICEF (1998), diare dapat memperberat kejadian anemia.
Diare adalah buang air besar dalam bentuk cairan lebih dari tiga kali dalam satu
hari dan biasanya berlangsung selama dua hari atau lebih. Orang dengan HIV
sering mengalami diare. Diare dapat menjadi masalah berat. Diare yang ringan
dapat pulih dalam beberapa hari. Namun, diare yang berat dapat menyebabkan
dehidrasi (kekurangan cairan) atau masalah gizi yang parah. Hal ini membuat
tubuh tidak dapat berfungsi dengan baik dan dapat membahayakan jiwa,
khususnya pada anak dan orang tua.
Adapun penyebab diare adalah 1) Infeksi dari berbagai bakteri yang
disebabkan oleh kontaminasi makanan maupun air minum; 2) Infeksi berbagai
macam virus; 3) Alergi makanan, khususnya susu atau laktosa (makanan yang
mengandung susu) 4) Parasit yang masuk ke tubuh melalui makanan atau
minuman yang kotor (Yayasan Spiritia 2008). Tanda-tanda dari penyakit diare
adalah 1) Buang air besar cair, 2) Muntah, 3) Tidak nafsu makan, 4) badan lesu
dan lemah, 5) Mata cekung, 6) Bibir kering, 7) Tangan dan kaki dingin, dan 8)
Kadang disertai kejang dan panas tinggi (Dinkes DKI Jakarta 2007).
Citra Tubuh
Citra tubuh adalah keyakinan individu terhadap tubuhnya, citra tubuh
yang negatif dapat menimbulkan suatu gangguan citra tubuh. Salah satu
gangguan citra tubuh adalah overestimation yaitu mempersepsikan tubuhnya
lebih besar dari keadaan yang sesungguhnya. Hasil penelitian Santy (2006)
menunjukkan bahwa sebanyak 52.6 persen remaja mengalami distorsi persepsi
(overestimation) terhadap tubunya. Citra tubuh yang keliru sering diikuti oleh
pembatasan konsumsi makanan dengan tidak memperhatikan kaidah gizi dan
14

kesehatan. Akibatnya, asupan gizi secara kuantitas dan kualitas tidak sesuai
dengan Angka Kecukupan Gizi (AKG) yang dianjurkan (Santy 2006).
Penelitian di kota Bogor menujukkan sekitar 20 persen perempuan
dewasa yang memiliki status gizi normal beranggapan dirinya gemuk
(Hardinsyah 1998 diacu dalam Hardinsyah 2007). Data survei IMT yang
dilakukan oleh Depkes (2003) diacu dalam Hardinsyah (2007) menunjukkan
bahwa seperenam jumlah perempuan yang bergizi baik merasa mengalami
kegemukan.
15

KERANGKA PEMIKIRAN

Anemia merupakan kondisi kurang darah yang terjadi bila kadar


hemoglobin darah kurang dari normal (Depkes 2008). Anemia hampir dialami
oleh semua tingkatan umur dan salah satunya adalah remaja dan dewasa.
Penyebab utama anemia adalah kekurangan besi. Faktor utama yang menjadi
penyebab terjadinya anemia gizi besi adalah kurangnya konsumsi pangan
sumber zat besi yang berasal dari makanan (WHO 2008). Namun, variabel
konsumsi pangan sumber besi tidak diteliti.
Selain kurangnya konsumsi pangan sumber zat besi, faktor lain yang
menyebabkan anemia gizi besi adalah penyerapan zat besi dari makanan yang
sangat rendah. Penyerapan zat besi nonhem juga dipengaruhi oleh adanya
faktor penghambat dan pemicu. Faktor penghambat penyerapan besi nonhem
adalah polifenol (tanin) yang terdapat pada kopi dan teh serta asam oksalat yang
terdapat dalam sayuran, sedangkan faktor pemicu penyerapan besi adalah
konsumsi buah-buahan sebagai sumber vitamin C (UNICEF 1998).
Penyebab anemia yang lain antara lain kehilangan darah akibat
menstruasi, infeksi parasit (cacing tambang), infeksi akut dan kronis (malaria,
HIV) (WHO 2008) serta diare juga dapat memperberat kejadian anemia (UNICEF
1998). Selain itu, faktor lain yang berpengaruh terhadap kejadian anemia adalah
gaya hidup seperti merokok, minum minuman keras, sosial ekonomi dan
demografi, pendidikan, jenis kelamin, umur, dan wilayah (ILSI 2000 diacu dalam
Permaesih dan Herman 2005). Menurut Julien Perisse yang dikutip oleh
Suhardjo (1989), anemia gizi dapat dipengaruhi oleh faktor internal (umur dan
jenis kelamin) dan eksternal (besarnya keluarga, pendapatan, pekerjaan,
pendidikan, pengetahuan, produksi, dan faktor lingkungan lain).
Pada penelitian kali ini digunakan beberapa variabel yang
berkemungkinan mempengaruhi kejadian anemia seperti faktor penghambat
penyerapan zat besi (perilaku konsumsi minuman berkafein) dan pemicu
penyerapan zat besi (perilaku konsumsi buah). Selain itu, akan diteliti pula
karakteristik umum contoh (jenis kelamin, besar keluarga, tingkat pendidikan, dan
pekerjaan), status gizi, riwayat diare, dan perilaku minum alkohol. Berikut adalah
bagan kerangka pemikiran faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian anemia
pada remaja dan dewasa di DKI Jakarta pada tahun 2007.
16

Konsumsi Pangan
Sumber Fe

Faktor penghambat Faktor pemicu


penyerapan Fe : penyerapan Fe :
Minuman Berkafein Konsumsi Buah
(kopi, kratingdeng,
coca-cola)

Kakteristik Umum
Contoh :
Riwayat Diare - Jenis Kelamin
- Besar Keluarga
ANEMIA - Tingkat
Status Gizi Pendidikan
- Pekerjaan

Perilaku Minum
Alkohol

Gambar 1. Kerangka pemikiran faktor-faktor yang mempengaruhi kejadian


anemia pada remaja dan dewasa di DKI Jakarta tahun 2007.

Variabel yang diteliti


Variabel yang tidak diteliti
Hubungan yang diteliti
Hubungan yang tidak diteliti
17

METODE

Disain, Waktu, dan Tempat


Penelitian yang memiliki desain cross sectional study ini dilakukan di
Bogor pada bulan Maret hingga Mei 2009. Pemilihan daerah penelitian hanya
dipilih untuk wilayah DKI Jakarta dari 33 provinsi di Indonesia. Pengolahan,
analisis, dan interpretasi data dilakukan di kampus IPB Dramaga Bogor, Jawa
Barat.
Sumber dan Jenis Data
Data-data yang digunakan dalam penelitian ini seluruhnya merupakan
data sekunder wilayah DKI Jakarta tahun 2007 yang diperoleh dari Riset
Kesehatan Dasar (Riskesdes 2007), Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan, Departemen Kesehatan RI. Remaja menurut WHO (1995) berada
pada kisaran umur 10-19 tahun, sedangkan kelompok dewasa menurut Ge K et
al. (1994) diacu dalam WHO (1995) berada pada kisaran umur 20-59 tahun
sehingga besar sampel dengan data lengkap adalah 767 sampel yang meliputi
140 sampel remaja dan 627 sampel dewasa.
Pemeriksaan sampel biomedis dilakukan di laboratorium Badan Litbang
Kesehatan dan Lembaga Biologi Molekuler Eijkman tahun 2008. Sampel
ditetapkan oleh Tim pewancara dengan memperhatikan kriteria inklusi dan
eksklusi. Kriteria inklusi yang digunakan adalah 1) Tercantum dalam daftar
responden Kesehatan Masyarakat, 2) Usia dengan kisaran 10-59 tahun, dan 3)
Bersedia menandatangani surat pernyataan ikut serta (Informed consent) dalam
penelitian. Terkait dengan pengambilan sampel darah, kriteria eksklusi yang
harus diperhatikan adalah 1) Wanita hamil, 2) Sakit berat, 3) Riwayat
pendarahan (hemofili, Idiopathic thrombocytopenic purpura), dan 4) Penyakit
kronis yang menggunakan obat pengencer darah (asam asetil salisilat : asetosal,
aspirin, aspilet, ascardia) secara rutin.
Pengolahan dan Analisis Data
Data yang diolah dalam penelitian ini terdiri dari data kesehatan
masyarakat (kesmas) dan biomedis. Data kesmas meliputi karakterisik umum
contoh (umur, jenis kelamin, tingkat pendidikan, pekerjaan, besar keluarga),
status gizi, riwayat diare, dan gaya hidup (perilaku minum alkohol, minuman
berkafein, dan konsumsi buah), sedangkan data biomedis berupa kadar
hemoglobin untuk mengetahui status anemia contoh.
18

Pengumpulan data dilakukan dengan wawancara, pengukuran, dan


pemeriksaan secara bersamaan. Pengumpulan data dilakukan oleh tenaga
kesehatan dengan bimbingan teknis dari Departemen Kesehatan khususnya
Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan (Balitbangkes).
Status anemia diperoleh dengan metode penentuan kadar hemoglobin
contoh berdasarkan klasifikasi WHO 2001. Informasi mengenai karakteristik
umum, riwayat diare, gaya hidup (perilaku minum alkohol, konsumsi minuman
berkafein, dan konsumsi buah) contoh didapatkan melalui wawancara dengan
menggunakan kuisioner, sedangkan data berat badan dan tinggi badan contoh
diperoleh dengan cara pengukuran.
Data yang telah diperoleh dan terkumpul kemudian dianalisis baik secara
manual atau dengan menggunakan Microsoft Excel 2003 for Windows dan SPSS
13.0 for Windows. Tahap pengolahan data pertama adalah cleaning dan
pengeditan data yang sudah ada, kemudian dipilih berdasarkan variabel yang
akan diteliti.
Tabel 4 Cara pengkategorian variabel penelitian

No. Variabel Kategori Pengukuran


1. Karakteristik Contoh

 Umur 1 = 10-19 tahun (remaja)


2 = 20-59 tahun (dewasa)

 Jenis Kelamin 1 = Perempuan


2 = Laki-laki

 Besar Keluarga 1= Keluarga besar >4 orang


2= Keluarga kecil <4 orang

1 = Tidak pernah sekolah


2 = Tidak tamat SD
 Tingkat Pendidikan 3 = Tamat SD
4 = Tamat SLTP
5 = Tamat SLTA
6 = Tamat Perguruan Tinggi
1 = Tidak kerja/Ibu Rumah Tangga
2 = Sekolah
3 = PNS
 Pekerjaan 4 = Pegawai BUMN/Swasta
5 = Wiraswasta/Pedagang/Pelayanan
Jasa
6 = Petani/Nelayan/Buruh
7 = Lainnya
1 = kurus
2. Status Gizi 2 = normal
3 = gemuk
19

No. Variabel Kategori Pengukuran


3. Riwayat Diare 1 = Ya
2 = Tidak
4. Gaya Hidup

 Perilaku Minum Alkohol 1 = Ya


2 = Tidak
 Perilaku Konsumsi Minuman
Berkafein (kopi, kratingdeng, 1 = Sering
coca-cola) 2 = Jarang
1 = Tidak cukup
 Perilaku Konsumsi Buah 2 = Cukup
5. Status Anemia 1 = Ya
2 = Tidak
*Pada umumnya diacu dari Depkes (2008).

Analisis yang digunakan dalam penelitian ini adalah univariat, bivariat,


dan multivariat. Analisis univariat digunakan untuk mendeskripsikan setiap
variabel baik variabel dependen dan independen dengan data berjenis kategorik
disajikan dalam bentuk jumlah dan persentase.
Analisis bivariat digunakan untuk mengetahui hubungan antara dua
variabel, yaitu variabel dependen dengan salah satu independen. Analisis
bivariat dalam penelitian ini ada dua yakni analisis Chi square dan korelasi
Spearman.
Analisis Chi square dilakukan bila variabel yang dianalisis berjenis
kategorik, baik variabel dependen atau independen. Variabel yang dianalisis
dengan Chi square adalah jenis kelamin, pekerjaan, riwayat diare, perilaku
minum alkohol, perilaku mengonsumsi minuman berkafein (kopi, kratingdeng,
coca-cola), dan status anemia. Analisis yang digunakan dilakukan dengan
rumus:

(n  1) s 2
x
2
Selain itu, analisis bivariat ini dilakukan dengan analisis tabel 2x2, dengan
tujuan untuk menghitung nilai Odds Ratio (OR), yaitu resiko relatif antara
kelompok penderita dengan kelompok bukan penderita. Perhitungan OR dapat
dilakukan sebagai berikut :
20

Tabel 5. Hubungan faktor risiko dengan kejadian anemia


Faktor Risiko Normal Tidak Normal Jumlah
Ya a b a + b = n1
Tidak c d c + d = n2
Jumlah a + c = m1 b + d = m2 a+b+c+d = N
Odds a/c b/d
a/c
OR = = ad / bc
b/d
Keterangan:
Bila OR = 1, artinya : Tidak ada hubungan antara faktor risiko dengan anemia.
Bila OR<1, artinya : Adanya faktor risiko dapat menurunkan risiko terkena
anemia.
Bila OR >1, artinya : Adanya faktor risiko dapat meningkatkan risiko terkena
anemia.
Analisis korelasi Spearman digunakan untuk mengetahui derajat hubungan
linier antara satu variabel dengan variabel lain bila variabelnya numerik. Variabel
yang dianalisis dengan korelasi Spearman adalah besar keluarga, tingkat
pendidikan, IMT, perilaku konsumsi buah, dan kadar hemoglobin. Dua variabel
dikatakan berkorelasi apabila perubahan pada satu variabel akan diikuti oleh
perubahan variabel lain, maupun dengan arah yang sama maupun dengan arah
yang berlawanan. Besarnya hubungan antara variabel yang satu dengan variabel
yang lain dinyatakan dengan koefisien korelasi yang disimbolkan dengan huruf
”r”. Besarnya koefisien korelasi akan berkisar antara -1 (negatif satu) sampai
dengan +1 (positif satu) :
-1 < r < +1
Keterangan:
+ menunjukkan korelasi positif
- menunjukkan korelasi negatif
0 menunjukkan tidak adanya korelasi
Analisis multivariat yang digunakan dalam penelitian ini adalah analisis
regresi logistik. Analisis regresi logistik digunakan untuk mengetahui nilai faktor
resiko atau Odds Ratio (OR) variabel independen terhadap variabel dependen.
Seluruh variabel independen dianalisis bersama-sama untuk mengetahui variabel
independen mana yang paling berpengaruh terhadap variabel dependen. Analisis
ini menggunakan model binary logistic regression dengan metode backward
wald. Cara menentukan variabel yang dapat masuk ke dalam analisis regresi
21

logistik adalah dengan kriteria tingkat kemaknaan statistik yang dianjurkan yaitu
p<0,05. Rumus yang digunakan adalah sebagai berikut:

e  0  1 x1   2 x 2   3 x3 .......  n x n
 ( x) 
1  e  0  1 x1   2 x2   3 x3 .......  n x n
Keterangan:
л (x) = Peluang terjadinya anemia (1 = anemia; 0 = tidak anemia)
e = eksponensial
β0 - β1 = koefisien regresi
x1-xn = variabel independen yang mempengaruhi kejadian anemia
_1 = jenis kelamin (1=perempuan, 0=laki-laki)
_2 = besar keluarga (1=besar, 0=kecil)
_3 = tingkat pendidikan (3=tamat SLTP, 2=tamat SD, 1=tidak pernah
sekolah, 0=tamat SLTA & PT)
_4 = pekerjaan (1= tidak bekerja, 0= bekerja)
_5 = status gizi (2= status gizi gemuk, 1=status gizi kurus, 0=status gizi
normal)
_6 = riwayat diare (1=ya, 0=tidak)
_7 = perilaku minum alkohol (1=ya, 0=tidak)
_8 = perilaku mengonsumsi minuman berkafein (1=sering, 0=jarang)
_9 = perilaku konsumsi buah (1=tidak cukup, 0=cukup)
Asumsi dan Keterbatasan Penelitian
Penelitian ini menggunakan beberapa asumsi dan mempunyai beberapa
keterbatasan. Data Riskesdas memiliki keterbatasan yang mencakup berbagai
permasalahan non-random error . Asumsi-asumsi digunakan agar hasil penelitian
dapat diterima secara umum.
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah 1) Data-data
sekunder yang digunakan dalam penelitian seluruhnya benar; 2) Keadaan
wilayah yang diteliti stabil dan normal, yakni tidak ada kejadian khusus yang
menyebabkan terjadinya perubahan sosial dan ekonomi secara drastis seperti
bencana alam, wabah, dan konflik. Keterbatasan dalam penelitian ini adalah
tergantung pada data-data sekunder yang ada sehingga peneliti tidak dapat
menginovasi hasil penelitian tersebut.
22

Definisi Operasional

Anemia adalah suatu kondisi kadar Hemoglobin (Hb) dalam darah kurang dari
normal (umur 10-11 tahun <11.5 g/dl, 12-14 tahun <12 g/dl, wanita >15
tahun <12 g/dl, dan laki-laki >15 tahun <13 g/dl).
Umur adalah umur contoh pada saat penelitian dilakukan yang dinyatakan dalam
tahun dan dibedakan menjadi dua kelompok, yaitu umur 10-19 tahun
(remaja) dan 20-59 tahun (dewasa).
Jenis kelamin adalah jenis kelamin contoh pada saat penelitian dilakukan dan
dibedakan menjadi laki-laki dan perempuan.
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang tinggal dalam satu
rumah yang dikelompokkan menjadi keluarga besar (>4 orang) dan kecil
(< 4 orang).
Tingkat pendidikan adalah pendidikan formal yang ditempuh oleh contoh yang
dibedakan menurut jenjang tertentu dari sekolah dasar sampai perguruan
tinggi.
Pekerjaan adalah jenis pekerjaan yang dilaksanakan oleh contoh yang meliputi
tidak kerja/ibu rumah tangga, sekolah, PNS, pegawai BUMN, pegawai
swasta, wiraswasta/ pedagang, pelayanan jasa, petani, nelayan, buruh,
dan lainnya.
Status gizi adalah keadaan contoh yang diakibatkan oleh konsumsi,
penyerapan, dan penggunaan zat gizi dalam waktu yang lama yang
dinyatakan dalam satuan Indeks Massa Tubuh (IMT) per umur untuk usia
10-14 tahun dan IMT untuk usia >15 tahun.
Riwayat diare adalah penyakit menular yang pernah dialami contoh selama 1
bulan terakhir berdasarkan diagnosis dari tenaga kesehatan maupun
yang mengalami tanda dan gejala penyakit menular yaitu diare.
Gaya hidup adalah kebiasaan pola hidup seseorang yang terdiri dari perilaku
minum alkohol, minuman berkafein (kopi, kratingdeng, coca-cola), dan
konsumsi buah.
Perilaku minum alkohol adalah kebiasaan contoh mengonsumsi alkohol 12
bulan terakhir yang meliputi 1.Ya dan 2.Tidak.
Perilaku mengonsumsi minuman berkafein (kopi, kratingdeng, coca-cola)
adalah perilaku contoh mengonsumsi minuman berkafein yang meliputi 1)
sering mengonsumsi minuman berkafein bila mengonsumsi >1 kali per
23

hari dan 2) jarang mengonsumsi minuman berkafein bila mengonsumsi


<1 kali per hari.
Perilaku konsumsi buah adalah kebiasaan contoh mengonsumsi buah dan
dikatakan tidak cukup bila konsumsi <2 porsi/hari dalam seminggu dan
cukup bila konsumsi >2 porsi/hari dalam seminggu.
Faktor risiko adalah faktor-faktor yang mempengaruhi tinggi rendahnya kejadian
anemia pada remaja dan dewasa.
Status anemia adalah status anemia contoh yang meliputi 1) anemia dan 2)
tidak anemia yang ditentukan berdasarkan kadar hemoglobin contoh.
24

HASIL DAN PEMBAHASAN


Keadaan Umum Lokasi
Geografis
Daerah Khusus Ibukota Jakarta (DKI Jakarta) adalah sebuah provinsi
sekaligus ibu kota negara Indonesia. Jakarta terletak di bagian barat laut Pulau
Jawa. Koordinatnya adalah 6°11′ LS 106°50′ BT.
Jakarta berlokasi di pesisir utara pulau Jawa, di muara sungai Ciliwung,
Teluk Jakarta. Jakarta terletak di dataran rendah pada ketinggian rata-rata 8
meter d.p.l. Selatan Jakarta merupakan dataran tinggi yang dikenal dengan
daerah Puncak. Jakarta dialiri oleh 13 sungai yang kesemuanya bermuara ke
Teluk Jakarta. Sungai yang terpenting ialah Ciliwung, yang membelah kota
menjadi dua. Sebelah timur dan selatan Jakarta berbatasan dengan propinsi
Jawa Barat dan disebelah barat berbatasan dengan propinsi Banten. Kemudian
di sebelah utara Jakarta terdapat Kepulauan Seribu, sebuah kabupaten
administratif, terletak di Teluk Jakarta. Sekitar 105 pulau terletak sejauh 45 km
(28 mil) sebelah utara kota.
Kependudukan
Jumlah Penduduk Provinsi DKI tahun 2006 sebesar 7.523.591 jiwa. Luas
wilayah DKI adalah 650 km2, sehingga kepadatan penduduk rerata adalah
11.365 jiwa per km2. Apabila diperinci dari informasi profil kesehatan maka
daerah yang memiliki kepadatan penduduk terbesar adalah Jakarta Pusat
sebesar 18.309 jiwa per km2 dan wilayah paling jarang adalah Jakarta Utara
yaitu 8.598 jiwa per km2 (Kependudukan 2006 diacu dalam Depkes 2008).
Tabel 6 Jumlah penduduk, luas wilayah, kepadatan penduduk tahun 2006
Deskripsi Kecamatan Kelurahan Jumlah Luas Kepadatan
Penduduk (Km2)
Jakarta 8 44 881.592 48 18.309
Pusat
Jakarta 7 35 1.181.295 137 8.598
Utara
Jakarta 8 56 1.576.899 125 12.59
Barat
Jakarta 10 65 1.725.079 146 11.838
Selatan
Jakarta 10 65 2.139.073 197 10.836
Timur
Kepulauan - - 19.653 9 2.259
Seribu
DKI 43 265 7.523.591 662 11.365
Jakarta
*Dinas Kesehatan, Dinas Kependudukan DKI (2006) diacu dalam Depkes (2008)
25

Ternyata proporsi usia produktif wanita (71,6%) lebih besar dari proporsi
usia produktif laki-laki (71%) dan usia tidak produktif laki-laki (29%) lebih besar
dari wanita (28,4). Kesimpulan diatas bahwa jumlah wanita lebih banyak di DKI
dan proporsi usia aktif lebih dominan wanita. Tabel 7 menunjukkan komposisi
penduduk di DKI Jakarta perkelompok umur pada tahun 2004 dan jumlah
terbanyak adalah penduduk berusia 21-25 tahun (11.73%). Sebagian besar
masyarakat berpendidikan SMA/Aliyah/SMEA yaitu sebesar 21.9 persen dan
SMP/MTs sebesar 18.1 persen. Ternyata sebesar 11.5 persen yang tidak
sekolah dan 2.6 persen berpendidikan S2/S3. Apabila diperinci per jenis kelamin
maka pendidikan SMU mayoritas pada kelompok laki-laki dan perempuan hanya
seperempatnya (Tabel 8).
Tabel 7 Proporsi penduduk di DKI Jakarta (perkelompok usia) tahun 2004
Umur Responden Frekuensi Persentase Kumulatif
(Tahun)
0-4 2,329 8.10 8.10
5-10 2,840 9.87 17.97
11-15 2,335 8.12 26.09
16-20 3,000 10.43 36.52
21-25 3,375 11.73 48.25
26-30 3,177 11.04 59.29
31-35 2,692 9.36 68.65
36-40 2,241 7.79 76.44
41-45 1,851 6.43 82.88
46-50 1,612 5.60 88.48
51-55 1,152 4.00 92.49
56-60 869 3.02 95.51
61-65 622 2.16 97.67
>65 670 2.33 100.00
Total 28,765 100 -
*Data Susenas 2004 yang diolah diacu dalam Depkes (2008)
Tabel 8 Tingkat pendidikan penduduk masyarakat di DKI Jakarta tahun 2004
Pendidikan Tertinggi yang Pernah Diduduki Persentase
Tidak Sekolah (<5 th) 11,5
Tidak Sekolah-2 (>5 thn) 16,05
SD/Ibtidaiyah 18,68
SMP/MTs 18,07
SMA/Aliyah/SMEA 20,94
D1/D2/D3/Sarmud 7,18
D4/S1 0,79
S2/S3 2,63
Total 100
*Susenas KOR 2004 yang diolah diacu dalam diacu dalam Depkes (2008)
26

Tabel 9 Prevalensi anemia menurut kelompok umur di DKI Jakarta pada tahun
2007
No Kelompok Umur (Tahun) Jumlah
n (%)
1. Balita (1-5) 27 (11.6)
2. Anak (6-9) 12 (5.2)
3. Remaja (10-19) 33 (14.2)
4. Dewasa (20-59) 137 (59.1)
5. Lansia (>60) 14 (6)
6. Wanita hamil 9 (3.9)
Total 232 (100)
*Hasil studi RISKESDAS 2007 dalam Depkes (2008).

Prevalensi kejadian anemia merupakan alat ukur frekuensi suatu penyakit


terhadap populasi yang mungkin beresiko terkena penyakit anemia. Tabel 9
menunjukkan bahwa prevalensi anemia tertinggi terdapat pada kelompok
dewasa (59.%) dan tertinggi kedua terdapat pada kelompok remaja (14.2%).
Selanjutnya prevalensi anemia terendah adalah terdapat pada kelompok wanita
hamil (3.9%).
Karakteristik Umum Contoh
Jenis Kelamin
Remaja menurut WHO (1995) berada pada kisaran umur 10-19 tahun,
sedangkan dewasa menurut Ge K et al. (1994) diacu dalam WHO (1995) berada
pada kisaran umur 20-59 tahun. Berikut adalah sebaran contoh menurut
kelompok umur, jenis kelamin, dan status anemia.
Tabel 10 Sebaran contoh menurut kelompok umur, jenis kelamin, dan status
anemia
No Kelompok Umur Jenis Anemia Tidak Total
(Tahun) Kelamin Anemia
n (%) n (%) n (%)
1. Remaja (10-19) Perempuan 22 (15.7) 52 (37.1) 74 (52.9)
Laki-laki 14 (10) 52 (37.1) 66 (47.1)
Total 36 (25.7) 104 (74.3) 140 (100)
2. Dewasa (20-59) Perempuan 98 (15.6) 281 (44.8) 379 (60.4)
Laki-laki 35 (5.6) 213 (34) 248 (39.6)
Total 133 (21.2) 494 (78.8) 627 (100)

Secara keseluruhan jumlah perempuan yang anemia lebih banyak


dibandingkan laki-laki baik remaja maupun dewasa. Namun jumlah remaja putri
yang anemia tidak jauh berbeda dengan remaja putra (15.7% dan 10%),
27

sedangkan jumlah wanita dewasa yang anemia tiga kali lebih banyak
dibandingkan pria dewasa (Tabel 10).
Jumlah remaja putri yang anemia hampir sama dengan remaja putra
dikarenakan remaja putri mengalami pertumbuhan dan semakin meningkat
dengan adanya menstruasi, sedangkan pada remaja putra terjadi peningkatan
jumlah simpanan besi pada massa otot (Dallman 1992 diacu dalam Allen & Sabel
2001). Sementara pada orang dewasa, wanita lebih banyak menderita anemia
dibandingkan laki-laki dikarenakan wanita mengalami kehilangan besi lebih
banyak dibanding pria akibat menstruasi setiap bulannya. Selain itu, frekuensi
melahirkan pada wanita juga merupakan salah satu faktor yang dapat
menyebabkan anemia (Baliwati & Sunarti 1995).
Besar Keluarga
Besar keluarga adalah banyaknya anggota keluarga yang tinggal dalam
satu rumah. BKKBN (1997) membagi keluarga menjadi dua, yakni keluarga
besar (berjumlah >4 orang) dan keluarga kecil (berjumlah <4 orang). Tabel 11
menunjukkan bahwa sebagian besar remaja (70.7%) memiliki anggota keluarga
besar. Persentase tertinggi remaja baik yang anemia maupun tidak anemia
adalah remaja yang memiliki anggota keluarga besar (19.3% dan 51.4%).
Selanjutnya kelompok dewasa yang memiliki anggota keluarga besar
persentasenya lebih sedikit (45.8%) dibandingkan orang dewasa yang memiliki
anggota keluarga kecil (54.2%). Persentase tertinggi kelompok dewasa yang
anemia terdapat pada kelompok dewasa yang memiliki anggota keluarga besar
(11.2%), sedangkan persentase tertinggi kelompok dewasa yang tidak anemia
terdapat pada kelompok dewasa yang memiliki anggota keluarga kecil (44.2%).
Tabel 11 Sebaran contoh menurut kelompok umur, besar keluarga, dan status
anemia
No Kelompok Umur Besar Anemia Tidak Total
(Tahun) Keluarga Anemia
n (%) n (%) n (%)
1. Remaja (10-19) Besar 27 (19.3) 72 (51.4) 99 (70.7)
Kecil 9 (6.4) 32 (22.9) 41 (29.3)
Total 36 (25.7) 104 (74.3) 140 (100)
2. Dewasa (20-59) Besar 70 (11.2) 217 (34.6) 287 (45.8)
Kecil 63 (10) 277 (44.2) 340 (54.2)
Total 133 (21.2) 494 (78.8) 627 (100)
*Kecil = <4 orang; besar = >4 orang
28

Tingkat Pendidikan
Depkes (2008) membagi tingkat pendidikan contoh menjadi 6 golongan,
yakni tidak pernah sekolah, tidak tamat SD, tamat SD, tamat SLTP, tamat SLTA,
dan tamat Perguruan Tinggi. Tabel 12 menunjukkan bahwa sebanyak 35.7
persen remaja berpendidikan tidak tamat SD, namun remaja dengan persentase
anemia tertinggi terdapat pada remaja berpendidikan tamat SLTP (10.7%),
sedangkan remaja yang tidak anemia memiliki persentase tertinggi dengan
pendidikan tidak tamat SD (28.6%).
Selanjutnya sebanyak 40.4 persen orang dewasa berpendidikan tamat
SLTA. Kelompok dewasa dengan persentase anemia tertinggi terdapat pada
kelompok dewasa berpendidikan tamat SLTA (9.7%). Demikian pula pada
kelompok dewasa tidak anemia memiliki persentase tertinggi dengan pendidikan
tamat SLTA (30.6%).
Tabel 12 Sebaran contoh menurut kelompok umur, tingkat pendidikan, dan status
anemia
No Kelompok Tingkat Anemia Tidak Total
Umur (Tahun) Pendidikan Anemia
n (%) n (%) n (%)
1. Remaja (10-19) -Tidak pernah 0 (0) 1 (0.7) 1 (0.7)
sekolah
-Tidak tamat SD 10 (7.1) 40 (28.6) 50 (35.7)
-Tamat SD 8 (5.7) 24 (17.1) 32 (22.9)
-Tamat SLTP 15 (10.7) 29 (20.7) 44 (31.4)
-Tamat SLTA 3 (2.1) 10 (7.1) 13 (9.3)
-Tamat Perguruan 0 0 0
Tinggi
Total 36 (25.7) 104 (74.3) 140 (100)
2. Dewasa (20-59) -Tidak pernah 2 (0.3) 16 (2.6) 18 (2.9)
sekolah
-Tidak tamat SD 13 (2.1) 38 (6.1) 51 (8.1)
-Tamat SD 28 (4.5) 112 (17.9) 140 (22.3)
-Tamat SLTP 22 (3.5) 103 (16.4) 125 (19.9)
-Tamat SLTA 61 (9.7) 192 (30.6) 253 (40.4)
-Tamat Perguruan 7 (1.1) 33 (5.3) 40 (6.4)
Tinggi
Total 133 (21.2) 494 (78.8) 627 (100)

Pekerjaan
Pekerjaan contoh dalam penelitian ini dibagi menjadi 7 kelompok, yakni
tidak bekerja/ibu rumah tangga, sekolah, PNS, Pegawai BUMN/Swasta,
wiraswasta/pedagang/pelayanan jasa, petani/nelayan/buruh, dan lainnya. Tabel
13 menunjukkan bahwa separuh total remaja (52.9%) berstatus pelajar atau
29

sekolah. Persentase tertinggi remaja baik yang anemia maupun tidak anemia
adalah remaja yang berstatus pelajar atau sekolah (14.3% dan 38.6%).
Selanjutnya hampir separuh total kelompok dewasa (48.6%) tidak
bekerja. Hal ini dikarenakan sebagian besar contoh adalah seorang ibu rumah
tangga. Persentase tertinggi kelompok dewasa baik yang anemia maupun tidak
anemia adalah kelompok dewasa yang tidak bekerja (12.4% dan 36.2%).
Tabel 13 Sebaran contoh menurut kelompok umur, pekerjaan, dan status anemia
No Kelompok Anemia Tidak Total
Umur Pekerjaan Anemia
(Tahun) n (%) n (%) n (%)
1. Remaja -Tidak kerja/Ibu rumah 9 (6.4) 37 (26.4) 46 (32.9)
(10-19) tangga
-Sekolah 20 (14.3) 54 (38.6) 74 (52.9)
-PNS 0 (0) 0 (0) 0 (0)
-Pegawai BUMN/Swasta 0 (0) 2 (1.4) 2 (1.4)
-Wiraswasta/Pedagang/ 3 (2.1) 4 (2.9) 7 (5)
Pelayanan Jasa
-Petani/Nelayan/Buruh 0 (0) 2 (1.4) 2 (1.4)
-Lainnya 4 (2.9) 5 (3.6) 9 (6.4)
Total 36 (25.7) 104 (74.3) 140 (100)
2. Dewasa -Tidak kerja/Ibu rumah 78 (12.4) 227 (36.2) 305 (48.6)
(20-59) tangga
-Sekolah 3 (0.5) 3 (0.5) 6 (1)
-PNS 5 (0.8) 9 (1.4) 14 (2.2)
-Pegawai BUMN/Swasta 16 (2.6) 78 (12.4) 94 (15)
-Wiraswasta/Pedagang/ 18 (2.9) 104 (16.6) 122 (19.5)
Pelayanan Jasa
-Petani/Nelayan/Buruh 10 (1.6) 55 (8.8) 65 (10.4)
-Lainnya 3 (0.5) 18 (2.9) 21 (3.3)
Total 133 (21.2) 494 (78.8) 627 (100)

Status Gizi
Status gizi adalah keadaan seseorang yang diakibatkan oleh konsumsi,
penyerapan, dan penggunaan zat gizi dari makanan dalam jangka waktu yang
lama (Supariasa et al. 2001). Status gizi ditentukan dengan menggunakan
pengukuran Indeks Massa Tubuh (IMT). IMT merupakan indeks berat badan
seseorang dalam hubungannya dengan tinggi badan, yang ditentukan dengan
membagi berat badan dalam satuan kilogram dengan kuadrat tinggi dalam
satuan meter kuadrat (Riyadi 2003). Klasifikasi IMT yang digunakan untuk usia
10-14 tahun adalah klasifikasi menurut WHO 2007, sedangkan klasifikasi IMT
yang digunakan untuk usia >15 tahun adalah klasifikasi menurut Depkes (1998)
diacu dalam Depkes (2008). Berikut adalah sebaran contoh menurut kelompok
umur, status gizi, dan jenis kelamin.
30

Tabel 14 Sebaran contoh menurut kelompok umur, status gizi, dan status anemia
No Kelompok Umur Status Anemia Tidak Total
(Tahun) Gizi Anemia
n (%) n (%) n (%)
1. Remaja (10-19) Kurus 9 (6.4) 26 (18.6) 35 (25)
Normal 23 (16.4) 73 (52.1) 96 (68.5)
Gemuk 4 (2.9) 5 (3.6) 9 (6.5)
Total 36 (25.7) 104 (74.3) 140 (100)
2. Dewasa (20-59) Kurus 13 (2.1) 57 (9.1) 70 (11.2)
Normal 83 (13.2) 246 (39.2) 329 (52.4)
Gemuk 37 (5.9) 191 (30.5) 228 (36.4)
Total 133 (21.2) 494 (78.8) 627 (100)

Tabel 14 menunjukkan bahwa lebih dari separuh total remaja (68.5%)


tergolong berstatus gizi normal. Persentase tertinggi baik remaja anemia maupun
tidak anemia adalah remaja berstatus gizi normal (16.4% dan 52.1%). Demikian
pula pada kelompok dewasa, lebih dari separuh kelompok dewasa tergolong
berstatus gizi normal (52.4%) dan persentase tertinggi baik kelompok dewasa
yang anemia maupun tidak anemia adalah tergolong berstatus gizi normal
(13.2% dan 39.2%).
Riwayat Diare
Riwayat penyakit dalam analisis ini adalah penyakit menular (diare) yang
diderita oleh contoh selama 1 bulan terakhir. Menurut UNICEF (1998), diare
dapat memperberat kejadian anemia. Diare adalah buang air besar dalam bentuk
cairan lebih dari tiga kali dalam satu hari dan biasanya berlangsung selama dua
hari atau lebih (Yayasan Spiritia 2008). Berikut adalah sebaran contoh menurut
kelompok umur, riwayat diare, dan jenis kelamin.
Tabel 15 Sebaran contoh menurut kelompok umur, riwayat diare, dan status
anemia
No Kelompok Umur Riwayat Anemia Tidak Anemia Total
(Tahun) Diare n (%) n (%) n (%)
1. Remaja (10-19) Ya 3 (2.1) 8 (5.7) 11 (7.9)
Tidak 33 (23.6) 96 (68.6) 129 (92.1)
Total 36 (25.7) 104 (74.3) 140 (100)
2. Dewasa (20-59) Ya 13 (2.1) 41 (6.5) 54 (8.6)
Tidak 120 (19.1) 453 (72.2) 573 (91.4)
Total 133 (21.2) 494 (78.8) 627 (100)

Tabel 15 menunjukkan bahwa remaja yang anemia maupun tidak anemia


tidak menderita diare selama 1 bulan terakhir (23.6% dan 68.6%). Demikian
31

halnya dengan kelompok dewasa baik yang anemia maupun tidak anemia tidak
menderita diare selama 1 bulan terakhir (19.1% dan 72.2%).
Gaya Hidup
Perilaku Minum Alkohol
Salah satu faktor gaya hidup adalah perilaku minum alkohol. Perilaku
minum alkohol yang dianalisis adalah perilaku contoh selama 12 bulan terakhir.
Minum alkohol secara berlebihan dapat menurunkan penyerapan asam folat dan
kekurangan asam folat juga menjadi salah satu penyebab anemia (Anonim
2007). Berikut adalah sebaran contoh menurut kelompok umur, perilaku minum
alkohol, dan jenis kelamin.
Tabel 16 Sebaran contoh menurut kelompok umur, perilaku minum alkohol, dan
status anemia
No Kelompok Umur Perilaku Anemia Tidak Anemia Total
(Tahun) Minum n (%) n (%) n (%)
Alkohol
1. Remaja (10-19) Ya 1 (0.7) 6 (4.3) 7 (5)
Tidak 35 (25) 98 (70) 133 (95)
Total 36 (25.7) 104 (74.3) 140 (100)
2. Dewasa (20-59) Ya 4 (0.6) 26 (4.1) 30 (4.8)
Tidak 129 (20.6) 468 (74.6) 597 (95.2)
Total 133 (21.2) 494 (78.8) 627 (100)

Tabel 16 menunjukkan bahwa sebagian besar remaja (95%) tidak


mengonsumsi alkohol selama 12 bulan terakhir. Persentase terbesar kelompok
remaja baik yang anemia maupun tidak anemia adalah tidak mengonsumsi
alkohol (25% dan 70%). Begitu pula dengan kelompok dewasa, sebagian besar
kelompok dewasa (95.2 persen) tidak pernah mengonsumsi alkohol. Persentase
terbesar kelompok dewasa baik yang anemia maupun tidak anemia adalah tidak
mengonsumsi alkohol (20.6% dan 74.6%).
Perilaku Mengonsumsi Minuman Berkafein (Kopi, kratingdeng, coca-cola)
Faktor gaya hidup selain perilaku minum alkohol adalah perilaku
konsumsi minuman berkafein (kopi, kratingdeng, coca-cola). Perilaku
mengonsumsi minuman berkafein diperoleh dengan metode frekuensi makanan.
Metode tersebut memiliki beberapa kelebihan, yaitu relatif murah dan sederhana;
dapat dilakukan sendiri oleh responden; serta cepat dalam pelaksanaannya
(Supariasa et al. 2001). Perilaku konsumsi minuman berkafein dibagi menjadi
dua kategori, yakni sering bila mengonsumsi >1 kali/hari dan jarang bila
konsumsi <1 kali/hari atau tidak mengonsumsi. Berikut adalah sebaran contoh
32

menurut kelompok umur, perilaku konsumsi minuman berkafein, dan jenis


kelamin.
Tabel 17 Sebaran contoh menurut kelompok umur, perilaku konsumsi minuman
berkafein (kopi, kratingdeng, coca-cola), dan status anemia
No Kelompok Perilaku Anemia Tidak Anemia Total
Umur Konsumsi n (%) n (%) n (%)
(Tahun) Minuman
Berkafein
1. Remaja Sering 25 (17.9) 90 (64.3) 115 (82.1)
(10-19)
Jarang 11 (7.9) 14 (10) 25 (17.9)
Total 36 (25.7) 104 (74.3) 140 (100)
2. Dewasa Sering 118 (18.8) 418 (66.7) 536 (85.5)
(20-59)
Jarang 15 (2.4) 76 (12.1) 91 (14.5)
Total 133 (21.2) 494 (78.8) 627 (100)
*Sering : konsumsi >1 kali/hari; Jarang : <1 kali/hari.
Tabel 17 menunjukkan bahwa sebagian besar remaja (82.1%) sering
mengonsumsi minuman berkafein. Persentase terbesar baik yang anemia
maupun tidak anemia adalah remaja yang sering mengonsumsi minuman
berkafein (17.9% dan 64.3%). Demikian pula pada kelompok dewasa, sebagian
besar sering mengonsumsi minuman berkafein (85.5%). Persentase terbesar
baik yang anemia maupun tidak anemia adalah kelompok dewasa yang sering
mengonsumsi minuman berkafein (18.8 % dan 66.7%).
Perilaku Konsumsi Buah
Buah-buahan merupakan pangan sumber vitamin C yang baik digunakan
sebagai faktor pemicu penyerapan zat besi non hem (UNICEF 1998). Selain itu,
bila kekurangan mengonsumsi vitamin C dapat menyebabkan terjadinya anemia
(Almatsier 2000). Sebagian besar remaja mengonsumsi buah kurang dari 2 porsi
per hari (95.7%). Persentase terbesar pada kelompok remaja baik yang anemia
maupun tidak anemia adalah tidak cukup mengonsumsi buah (25.7% dan 70%).
Sebagian besar kelompok dewasa (93.6 persen) mengonsumsi buah kurang dari
2 porsi per hari. Persentase terbesar pada kelompok dewasa baik yang anemia
maupun tidak anemia adalah tidak cukup mengonsumsi buah (19.9% dan 73.7%)
(Tabel 18). Hal ini berarti sebagian besar kelompok remaja maupun dewasa
belum mengikuti anjuran PUGS untuk mengonsumsi buah >2 porsi setiap
harinya (Almatsier 2000). Berikut adalah sebaran contoh menurut kelompok
umur, perilaku konsumsi buah, dan jenis kelamin.
33

Tabel 18 Sebaran contoh menurut kelompok umur, perilaku konsumsi buah, dan
status anemia
No Kelompok Perilaku Anemia Tidak Anemia Total
Umur (Tahun) Konsumsi n (%) n (%) n (%)
Buah
1. Remaja (10-19) Tidak Cukup 36 (25.7) 98 (70) 134 (95.7)
Cukup 0 (0) 6 (4.3) 6 (4.3)
Total 36 (25.7) 104 (74.3) 140 (100)
2. Dewasa(20-59) Tidak Cukup 125 (19.9) 462 (73.7) 587 (93.6)
Cukup 8 (1.3) 32 (5.1) 40 (6.4)
Total 133 (21.2) 494 (78.8) 627 (100)
*Tidak cukup : <2 porsi/hari dalam seminggu; cukup : >2 porsi/hari dalam seminggu.

Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia


pada Kelompok Remaja
Tabel 19 Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada
kelompok remaja (Hasil analisis Chi Square)
Variabel Anemia Tidak anemia Sig. OR 95%Cl
n (%) n (%)
Jenis Kelamin
Perempuan 22 (15.7) 52 (37.1) 0.338 1.571 0.726-3.402
Laki-laki 14 (10) 52 (37.1)
Pekerjaan
Tidak bekerja 29 (20.7) 91 (65) 0.453 0.592 0.216-1.624
Bekerja 7 (5) 13 (9.3)
Riwayat Diare
Ya 3 (2.1) 8 (5.7) 1.000 1.091 0.273-4.356
Tidak 33 (23.6) 96 (68.6)
Minum Alkohol
Ya 1 (0.7) 6 (4.3) 0.677 0.467 0.054-4.014
Tidak 35 (25) 98 (70)
Minuman
Berkafein
Sering 25 (17.9) 90 (64.3) 0.040 0.354* 0.143-0.874
Jarang 11 (7.9) 14 (10)
*Bermakna pada p<0.05; **Bermakna pada p<0.01.

Hubungan Karakteritik Umum Contoh dengan Kejadian Anemia


Jenis Kelamin. Hasil analisis Chi Square menunjukkan tidak terdapat hubungan
bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian anemia (p>0.05) pada kelompok
remaja (Tabel 19). Berbeda dengan penelitian Permaesih dan Herman (2005)
yang menunjukkan terdapat hubungan antara jenis kelamin dengan kejadian
anemia pada kelompok remaja. Hubungan tidak bermakna dalam penelitian ini
disebabkan pada masa remaja baik remaja putri maupun remaja putra memiliki
risiko yang sama terkena anemia (Dallman 1992 diacu dalam Allen & Sabel
2001).
34

Besar Keluarga. Menurut Prihartini (1996) besar keluarga sangat berpengaruh


terhadap jumlah makanan yang harus disediakan. Semakin sedikit jumlah
anggota keluarga maka semakin mudah terpenuhi kebutuhan makanan seluruh
anggota keluarga atau sebaliknya. Hasil analisis korelasi Spearman
menunjukkan korelasi positif antara besar keluarga dengan kadar hemoglobin (r
= 0.156, p<0.05) pada kelompok remaja, artinya semakin banyak jumlah anggota
keluarga maka semakin tinggi kadar hemoglobin pada kelompok remaja
(Lampiran 1). Hasil ini berbeda dengan pernyataan Prihartini (1996) diduga
terkait dengan faktor pekerjaan, karena dengan memiliki keluarga besar akan
lebih banyak yang mencari nafkah, pendapatan keluarga tidak hanya tergantung
pada kepala keluarga sehingga dapat memenuhi konsumsi pangan zat gizi di
dalam suatu keluarga dan kemungkinan terkena anemia semakin kecil.
Tingkat Pendidikan. Hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan korelasi
positif antara tingkat pendidikan dengan kadar hemoglobin (r = 0.177, p<0.05)
pada kelompok remaja (Lampiran 1). Hal ini sesuai dengan pernyataan
Permaesih dan Herman (2005) bahwa faktor pendidikan dapat mempengaruhi
status anemia seseorang sehubungan dengan pemilihan makanan yang
dikonsumsi. Tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan mempengaruhi
pengetahuan dan informasi tentang gizi yang lebih baik dibandingkan seseorang
yang berpendidikan lebih rendah.
Pekerjaan. Pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi besarnya pendapatan
sehingga mempengaruhi kuantitas dan kualitas makanan yang dikonsumsi
(Khumaidi 1989). Hasil analisis Chi Square menunjukkan tidak adanya hubungan
bermakna antara pekerjaan dengan kejadian anemia (p>0.05) pada kelompok
remaja (Tabel 19). Hubungan yang tidak bermakna ini diduga terdapat faktor lain
yang dapat mempengaruhi kejadian anemia pada kelompok remaja, seperti
menstruasi, penyakit infeksi, dan pola konsumsi pangan yang kurang beragam
(UNICEF 1998).
Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Anemia
Hasil penelitian Permaesih dan Herman (2005) menunjukkan terdapat
hubungan antara status gizi dengan kejadian anemia pada remaja. Meski
demikian, hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat
hubungan bermakna antara IMT dengan kadar hemoglobin (r = -0.065, p>0.05)
pada kelompok remaja (Lampiran 1). Diduga pada penelitian ini, sebaran contoh
anemia tidak merata karena remaja yang memiliki status gizi normal paling
35

banyak terkena anemia dibandingkan remaja berstatus gizi lainnya yang diduga
berkaitan dengan citra tubuh keliru terutama pada remaja putri (Santy 2006).
Selain itu, diduga terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian anemia
pada remaja seperti pola konsumsi pangan yang kurang beragam, menstruasi,
dan penyakit infeksi (cacing tambang) (UNICEF 1998).
Hubungan Riwayat Diare dengan Kejadian Anemia
Menurut UNICEF (1998), status kesehatan dapat memperberat kejadian
anemia dan salah satunya adalah diare. Meski demikian, hasil analisis Chi
Square menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara riwayat diare
dengan kejadian anemia (p>0.05) pada kelompok remaja (Tabel 19). Hal ini
diduga terdapat faktor lain yang dapat mempengaruhi kejadian anemia pada
remaja yakni pola konsumsi pangan yang jarang mengonsumsi makanan sumber
hewani dan lebih sering melakukan diet terkait dengan citra tubuh yang negatif
terutama pada remaja putri (Santy 2006).
Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Anemia
Perilaku Minum Alkohol. Hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan tidak
terdapat hubungan bermakna antara perilaku minum alkohol dengan kejadian
anemia (p>0.05) pada kelompok remaja (Tabel 19). Hal ini diduga sebagian
besar remaja yang anemia tidak minum alkohol sehingga diduga terdapat faktor
lain yang dapat mempengaruhi kejadian anemia pada remaja, seperti menstruasi
dan pola konsumsi pangan remaja yang kurang beragam (Wirakusumah 1998).
Perilaku Mengonsumsi Minuman Berkafein (kopi, kratingdeng, coca-cola).
Kopi merupakan minuman yang dapat menghambat penyerapan besi karena
kopi mengandung polifenol (tanin) (UNICEF 1998). Konsumsi kopi setelah makan
dapat menurunkan absorpsi besi hingga 39 persen (Morck et al. 1983).
Hasil analisis Chi Square menunjukkan terdapat hubungan bermakna
antara perilaku mengonsumsi minuman berkafein dengan kejadian anemia
(p<0.05) pada kelompok remaja (OR 0.354), artinya remaja yang sering
mengonsumsi minuman berkafein memiliki peluang terkena anemia sebesar 64.6
persen lebih rendah dibandingkan remaja yang jarang mengonsumsi minuman
berkafein (Tabel 19) sehingga dengan kata lain, remaja yang sering
mengonsumsi minuman berkafein lebih sedikit terkena anemia dibandingkan
remaja yang jarang mengonsumsi minuman berkafein. Hal ini diduga karena
remaja sering mengonsumsi kopi sebelum makan atau pada waktu “break”
sehingga tidak menurunkan penyerapan besi yang berakibat tidak menyebabkan
36

terjadinya anemia pada remaja (Morck et al. 1983). Selain itu, tidak diketahui
pula jenis, jumlah, dan waktu mengonsumsi minuman berkafein yang dikonsumsi
oleh para remaja.
Perilaku Konsumsi Buah. Buah merupakan sumber vitamin C yang dapat
meningkatkan penyerapan zat besi non-hem sampai empat kali lipat
(Wirakusumah 1998). Zat besi diangkut melalui dinding usus dalam senyawa
dengan asam amino atau dengan vitamin C (Almatsier 2000). Namun, hasil
penelitian ini menunjukkan hasil yang berbeda karena hasil analisis korelasi
Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara perilaku
konsumsi buah dengan kadar hemoglobin (r = -0.065, p>0.05) pada kelompok
remaja (Lampiran 1). Hal ini diduga karena terdapat faktor lain yang dapat
menyebabkan kejadian anemia pada remaja yakni pola konsumsi pangan remaja
yang kurang beragam, seperti menu makanan yang hanya terdiri dari nasi dan
kacang-kacangan (Husaini 1989). Apabila makanan yang dikonsumsi setiap hari
tidak cukup banyak mengandung zat besi atau absorpsinya rendah, maka
ketersediaan zat besi untuk tubuh tidak cukup memenuhi kebutuhan akan zat
besi.
Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Kejadian Anemia
pada Kelompok Dewasa
Tabel 20 Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada
kelompok dewasa (Hasil analisis Chi Square)
Variabel Anemia Tidak anemia Sig. OR 95%Cl
n (%) n (%)
Jenis Kelamin
Perempuan 98 (15.6) 281 (44.8) 0.001 2.122** 1.388-3.247
Laki-laki 35 (5.6) 213 (34)
Pekerjaan
Tidak bekerja 81 (12.9) 230 (36.7) 0.005 1.788** 1.210-2.642
Bekerja 52 (8.3) 264 (42.1)
Riwayat
Penyakit
Ya 13 (2.1) 41 (6.5) 0.716 1.197 0.621-2.305
Tidak 120(19.1) 453 (72.2)
Minum Alkohol
Ya 4 (0.6) 26 (4.1) 0.394 0.558 0.191-1.628
Tidak 129 (20.6) 468 (74.6)
Minuman
Berkafein
Sering 118 (18.8) 418 (66.7) 0.292 1.430 0.793-2.581
Jarang 15 (2.4) 76 (12.1)
*Bermakna pada p<0.05; **Bermakna pada p<0.01.
37

Hubungan Karakteritik Umum Contoh dengan Kejadian Anemia


Jenis Kelamin. Hasil analisis Chi Square menunjukkan terdapat hubungan
bermakna antara jenis kelamin dengan kejadian anemia (p<0.01) pada kelompok
dewasa (OR 2.122), artinya wanita memiliki risiko terkena anemia sebesar 2.12
kali lebih tinggi dibandingkan pria atau wanita memiliki peluang terkena anemia
sebesar 112 persen lebih tinggi dibandingkan pria (Tabel 20). Hasil penelitian ini
tidak berbeda dengan Depkes (1998) yang menyatakan bahwa wanita memiliki
risiko lebih tinggi terkena anemia dibandingkan pria karena wanita mengalami
kehilangan besi lebih banyak dibanding pria akibat menstruasi setiap bulannya
yakni sebesar 40-50 ml setiap bulannya karena menstruasi. Selain itu, frekuensi
melahirkan pada wanita juga merupakan salah satu faktor yang dapat
menyebabkan anemia (Baliwati & Sunarti 1995).
Besar Keluarga. Menurut Prihartini et al. (1996), besar keluarga sangat
berpengaruh pada jumlah makanan yang harus disediakan. Semakin sedikit
jumlah anggota keluarga maka semakin mudah terpenuhi kebutuhan makanan
seluruh anggota keluarga atau sebaliknya. Hasil analisis korelasi Spearman
menunjukkan terdapat korelasi negatif antara besar keluarga dengan kadar
hemoglobin (r=-0.199, p<0.01) pada kelompok dewasa (Lampiran 2), artinya
semakin banyak anggota keluarga maka semakin rendah kadar hemoglobin pada
kelompok dewasa (semakin banyak anggota keluarga maka semakin tinggi
kejadian anemia pada kelompok dewasa). Hasil penelitian ini tidak jauh berbeda
dengan pernyataan Prihartini (1996) yang menyatakan bahwa dengan memiliki
keluarga besar maka akan mempengaruhi konsumsi pangan zat gizi di dalam
suatu keluarga sehingga pemenuhan akan kebutuhan zat gizi akan berkurang
yang berakibat semakin tingginya kejadian anemia.
Tingkat Pendidikan. Tingkat pendidikan dapat mempengaruhi status anemia
seseorang sehubungan dengan pemilihan makanan yang dikonsumsi
(Permaesih & Herman 2005). Namun hasil analisis korelasi Spearman
menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara tingkat pendidikan
dengan kadar hemoglobin (r = 0.037, p>0.05) pada kelompok dewasa (Lampiran
2). Hubungan yang tidak bermakna ini diduga terdapat faktor lain seperti
menstruasi dan pola konsumsi pangan orang dewasa yang kurang beragam
(UNICEF 1998).
Pekerjaan. Hasil analisis Chi Square menunjukkan terdapat hubungan bermakna
antara pekerjaan dengan kejadian anemia (p<0.01) pada kelompok dewasa (OR
38

1.778), artinya kelompok dewasa yang tidak bekerja memiliki peluang terkena
anemia sebesar 77.8 persen lebih tinggi dibandingkan kelompok dewasa yang
bekerja (Tabel 20). Hasil penelitian ini sejalan dengan pernyataan Khumaidi
(1989) yang menyatakan bahwa pekerjaan seseorang dapat mempengaruhi
besarnya pendapatan. Seseorang yang tidak bekerja cenderung tidak memiliki
uang untuk membeli pangan atau mendapatkan pangan dengan gizi yang baik
sehingga seseorang yang tidak bekerja lebih cenderung terkena anemia
dibandingkan seseorang yang bekerja.
Hubungan Status Gizi dengan Kejadian Anemia
Hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat hubungan
bermakna antara IMT dengan kadar hemoglobin (r = 0.023, p>0.05) pada
kelompok dewasa (Lampiran 2). Hal ini diduga terdapat faktor lain yang dapat
mempengaruhi kejadian anemia pada orang dewasa, seperti menstruasi pada
wanita dan pola konsumsi pangan yang kurang beragam (Wirakusumah 1998).
Hubungan Riwayat Diare dengan Kejadian Anemia
Hasil analisis Chi Square menunjukkan tidak terdapat hubungan
bermakna antara riwayat diare dengan kejadian anemia (p>0.05) pada kelompok
dewasa (Tabel 20). Hasil penelitian ini berbeda dengan UNICEF (1998) yang
menyatakan bahwa diare dapat memperberat kejadian anemia. Hal ini
dikarenakan sebagian besar kelompok dewasa tidak mengalami diare (91.4%)
sehingga diduga terdapat faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya
kejadian anemia pada kelompok dewasa, seperti pola konsumsi pangan yang
kurang beragam dan menstruasi (Wirakusumah 1998).
Hubungan Gaya Hidup dengan Kejadian Anemia
Perilaku Minum Alkohol. Hasil analisis Chi Square menunjukkan tidak terdapat
hubungan bermakna antara perilaku minum alkohol dengan kejadian anemia
(p>0.05) pada kelompok dewasa (Tabel 20). Hal ini dikarenakan sebagian besar
kelompok dewasa tidak mengonsumsi alkohol (91.4%) sehingga diduga terdapat
faktor lain yang terkait seperti menstruasi dan frekuensi kelahiran pada wanita
serta pola konsumsi pangan yang kurang beragam (Depkes 1998).
Perilaku Mengonsumsi Minuman Berkafein. Kopi merupakan minuman yang
dapat menghambat penyerapan besi karena kopi mengandung polifenol (tanin)
(UNICEF 1998). Konsumsi kopi setelah makan dapat menurunkan absorpsi besi
hingga 39 persen sehingga bila sering mengonsumsi setelah makan maka akan
menyebabkan anemia (Morck et al. 1983). Namun demikian hasil analisis Chi
39

Square menunjukkan tidak terdapat hubungan bermakna antara perilaku


mengonsumsi minuman berkafein dengan kejadian anemia (p>0.05) pada
kelompok dewasa (Tabel 20). Hal ini diduga karena tidak diketahui jenis dan
jumlah minuman berkafein yang dikonsumsi oleh kelompok dewasa. Selain itu,
dapat diduga terdapat faktor lain yang terkait yakni pola konsumsi pangan contoh
yang kurang beragam (Husaini 1989).
Perilaku Konsumsi Buah. Buah merupakan sumber vitamin C yang dapat
meningkatkan penyerapan zat besi nonhem sampai 4 kali lipat (Wirakusumah
1998). Namun hasil analisis korelasi Spearman menunjukkan tidak terdapat
hubungan bermakna antara perilaku konsumsi buah dengan kadar hemoglobin (r
= 0.026, p>0.05) pada kelompok dewasa (Lampiran 2). Hal ini diduga terdapat
faktor lain yang dapat menyebabkan terjadinya anemia, seperti menstruasi pada
wanita dan pola konsumsi pangan orang dewasa yang kurang beragam (UNICEF
1998).
Faktor-Faktor yang Mempengaruhi
Kejadian Anemia pada Remaja dan Dewasa
Kelompok Remaja
Tabel 21 menunjukkan hanya ada satu variabel yang mempunyai
hubungan bermakna dengan kejadian anemia pada kelompok remaja yakni
perilaku mengosumsi minuman berkafein (kopi, kratingdeng, coca-cola).
Tabel 21 Hasil regresi logistik faktor risiko anemia pada kelompok remaja
Variabel B Sig. OR 95% CI for Exp (B)
Perilaku Konsumsi Minuman
Berkafein (Sering=1, Jarang=0) -1.040 0.024* 0.354 0.143-0.874
Konstanta -0.241 0.549 0.786
*Bermakna pada p<0.05
Hasil analisis regresi logistik menunjukkan bahwa perilaku mengonsumsi
minuman berkafein merupakan faktor protektif terjadinya anemia pada kelompok
remaja (OR 0.354), artinya remaja yang sering mengonsumsi minuman berkafein
memiliki peluang terkena anemia sebesar 64.6 persen lebih rendah dibandingkan
remaja yang jarang mengonsumsi minuman berkafein (Tabel 21).
Salah satu minuman berkafein yang dapat menghambat penyerapan zat
besi adalah kopi, kopi merupakan salah satu penghambat yang cukup penting
dan tidak diragukan lagi karena mengandung polifenol (tanin) (Thankachan et al.
2008). Konsumsi kopi setelah makan dapat menurunkan absorpsi besi hingga 39
persen (Morck et al. 1983). Namun hasil penelitian ini menunjukkan hasil
40

berbeda, diduga remaja sering mengonsumsi kopi tidak setelah makan atau
mengonsumsi kopi sebelum makan atau pada waktu ”break” karena menurut
Morck et al. (1983) mengonsumsi kopi sebelum makan tidak berdampak
mengurangi penyerapan besi sehingga tidak berdampak terhadap anemia. Selain
itu, tidak diketahui jenis, jumlah, dan waktu mengonsumsi minuman berkafein
yang dikonsumsi oleh remaja.
Kelompok Dewasa
Tabel 22 menunjukkan bahwa ada dua variabel yang mempunyai
hubungan bermakna dengan kejadian anemia pada kelompok dewasa yaitu jenis
kelamin dan status gizi gemuk. Hasil analisis regresi logistik untuk variabel jenis
kelamin merupakan faktor risiko kejadian anemia pada kelompok dewasa (OR
2.332), artinya wanita memiliki risiko terkena anemia 2.33 kali lebih besar
dibandingkan pria atau wanita memiliki peluang terkena anemia sebesar 133
persen lebih tinggi dibandingkan pria (Tabel 22). Hal ini tidak jauh berbeda
dengan Depkes (1998) bahwa wanita memiliki risiko lebih tinggi terkena anemia
dibandingkan pria karena perempuan mengalami haid setiap bulannya yang
menyebabkan kehilangan besi sebanyak 40-50 ml setiap bulannya. Selain itu,
frekuensi melahirkan pada wanita juga merupakan salah satu faktor yang dapat
menyebabkan anemia (Baliwati & Sunarti 1995).
Hasil analisis regresi logistik untuk variabel kedua adalah status gizi
gemuk. Status gizi gemuk merupakan faktor protektif terjadinya anemia pada
kelompok dewasa (OR 0.504), artinya kelompok dewasa berstatus gizi gemuk
memiliki peluang terkena anemia sebesar 49.6 persen lebih rendah dibandingkan
kelompok dewasa berstatus gizi normal (Tabel 22). Hal ini diduga berkaitan
dengan citra tubuh terutama pada wanita (Santy 2006). Selain itu, hasil penelitian
menunjukkan bahwa sebanyak 42.9 persen kelompok dewasa yang anemia
berstatus gizi normal adalah wanita (Lampiran 5). Ketidakpuasan mengenai
bentuk tubuh akan menyebabkan wanita melakukan diet untuk menurunkan berat
badan sehingga tidak jarang wanita mengalami anemia. Selain itu, menurut
Depkes (1998), wanita lebih jarang mengonsumsi sumber makanan hewani dan
sering melakukan diit pengurangan makan karena ingin langsing sehingga dapat
menyebabkan anemia.
41

Tabel 22 Hasil regresi logistik faktor risiko anemia pada kelompok dewasa
Variabel B Sig. OR 95% CI for Exp (B)

Jenis Kelamin
(Perempuan=1, Laki-laki =0) 0.847 0.000** 2.332 1.512-3.596
Status Gizi
1.Status Gizi kurus (status
gizi kurus=1, status gizi
normal=0) -0.356 0.291 0.701 0.362-1.356
2.Status Gizi gemuk (status
gizi gemuk=1, status gizi
normal=0) -0.686 0.002** 0.504 0.324-0.783
Konstanta -1.602 0.000** 0.202
**Bermakna pada p<0.01.
42

KESIMPULAN DAN SARAN

Kesimpulan
1. Persentase terbesar sampel anemia pada kelompok remaja adalah
perempuan (15.7%), memiliki anggota keluarga besar (19.3%), berpendidikan
tamat SLTP (10.7%), berstatus pelajar (14.3%), berstatus gizi normal
(16.4%), tidak memiliki riwayat penyakit (23.6%), tidak mengonsumsi alkohol
(25%), sering mengonsumsi minuman berkafein (17.9%), dan tidak cukup
mengonsumsi buah setiap hari (25.7%).
2. Persentase terbesar sampel anemia pada kelompok dewasa adalah
perempuan (15.6%), memiliki anggota keluarga besar (11.2%), berpendidikan
tamat SLTA (9.7%), tidak bekerja (12.4%), berstatus gizi normal (13.2%),
tidak memiliki riwayat penyakit (19.1%), tidak mengonsumsi alkohol (20.6%),
sering mengonsumsi minuman berkafein (18.8%), dan tidak cukup
mengonsumsi buah setiap hari (19.9%).
3. Hasil analisis Chi Square menunjukkan bahwa perilaku minuman berkafein
mempunyai hubungan bermakna (p<0.05) dengan kejadian anemia pada
kelompok remaja, sedangkan jenis kelamin, pekerjaan, riwayat diare, perilaku
minum alkohol tidak mempunyai hubungan bermakna (p>0.05) dengan
kejadian anemia pada kelompok remaja. Hasil analisis korelasi Spearman
menunjukkan bahwa besar keluarga (r=0.156) dan tingkat pendidikan
(r=0.177) mempunyai hubungan bermakna (p<0.05) dengan kadar
hemoglobin, sedangkan status gizi (r=-0.065) dan konsumsi buah (r=-0.065)
tidak mempunyai hubungan bermakna (p>0.05) dengan kadar hemoglobin
kelompok remaja.
4. Hasil analisis Chi Square menunjukkan bahwa jenis kelamin dan pekerjaan
terdapat hubungan bermakna (p<0.05) dengan kejadian anemia pada
kelompok dewasa, sedangkan riwayat diare, perilaku minum alkohol, dan
perilaku minuman berkafein tidak mempunyai hubungan bermakna (p>0.05)
dengan kejadian anemia pada kelompok dewasa. Hasil analisis korelasi
Spearman menunjukkan bahwa besar keluarga (r=-0.119) mempunyai
hubungan bermakna (p<0.05) dengan kadar hemoglobin, sedangkan tingkat
pendidikan (r=0.037), status gizi (r=0.023), dan konsumsi buah (r=0.026)
tidak mempunyai hubungan bermakna (p>0.05) dengan kadar hemoglobin
kelompok dewasa.
43

5. Faktor yang mempengaruhi kejdian anemia pada kelompok remaja adalah


perilaku mengonsumsi minuman berkafein (kopi, kratingdeng, coca-cola) (OR
0.354).
6. Faktor yang mempengaruhi kejadian anemia pada kelompok dewasa adalah
jenis kelamin (OR 2.332) dan status gizi gemuk (OR 0.504).
Saran
1. Memberikan penyuluhan tentang cara-cara mengenali tanda dan gejala
anemia kepada kelompok masyarakat berisiko.
2. Menghimbau kepada masyarakat agar mengonsumsi bahan makanan yang
telah difortifikasi zat gizi, terutama fortifikasi besi, misalnya tepung terigu atau
mie yang telah difortifikasi besi untuk mengurangi risiko terjadinya anemia.
3. Menghimbau kepada kelompok masyarakat, terutama wanita agar
mengonsumsi suplemen pil besi secara rutin agar dapat mengurangi risiko
terkena anemia.
4. Sebaiknya dilakukan penelitian lanjutan tentang jenis, jumlah, dan waktu
ketika minuman berkafein dikonsumsi oleh kelompok remaja dan dewasa
agar dapat mengetahui lebih mendalam tentang hubungan perilaku
mengonsumsi minuman berkafein dengan status anemia.
5. Sebaiknya konsumsi kopi tidak setelah makan tetapi diminum pada waktu
”break” atau 2-3 jam setelah makan karena bila mengonsumsi kopi setelah
makan dapat mengurangi penyerapan besi dalam usus halus.
6. Sebaiknya para remaja dan orang dewasa rutin memeriksakan kadar Hb
dalam darah agar terhindar dari anemia dan risiko yang lebih kompleks.
44

DAFTAR PUSTAKA

Allen L, Sabel JC. 2001. Prevalence and causes of nutrional anemias. Di Dalam
Ramakrishnan U, editor. Nutrional Anemias. New York : CRC Press. Hlm
7-21.

Almatsier S. 2000. Prinsip Dasar Ilmu Gizi. Jakarta : Gramedia Pustaka Utama.

Andiyani SF. 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi gaya hidup dan coping
mecanism guru SD negeri dan swasta di Kecamatan Purwakarta, Kota
Cilegon, Jawa Barat [skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian
Bogor.

[Anonim]. 2007. Vitamin deficiency anemia. http://mayoclinic.com [23 Maret


2009].

[Anonim]. 2009. Vitamineral pelindung di saat stres. http://eramuslim.com. [03


Februari 2009].

Arumsari E. 2008. Faktor risiko anemia pada remaja putri peserta program
Pencegahan dan Penanggulangan Anemia Gizi Besi (PPAGB) di Kota
Bekasi [skripsi]. Bogor : Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya
Keluarga, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Atmarita, Fallah TS. 2004. Analisis situasi gizi dan kesehatan masyarakat. Di
Dalam Soekirman et al., editor. Widya Karya Pangan dan Gizi VIII.
Jakarta : LIPI. Hlm 141.

Bain BJ. 1997. The hematological features of HIV infection, Br. J Haema, 99, 1.

Baliwati YF, Sunarti E. 1995. Diktat penyuluhan gizi. Departemen Pendidikan dan
Kebudayaan. Bogor : Institut Pertanian Bogor.

[BKKBN] Badan Koordinasi Keluarga Berencana Nasional. 1997. Kamus Istilah


Kependudukan Keluarga Berencana Keluarga Sejahtera. Jakarta.

Brody T. 1994. Nutrition Biochemistry. New York : Academic Press.

[Depkes] Departemen Kesehatan. 1998. Pedoman Penanggulangan Anemia Gizi


untuk Remaja Putri dan Wanita Usia Subur. Jakarta : Direktorat Jenderal
Pembinaaan Kesehatan Masyarakat, Direktorat Bina Gizi Masyarakat.

[Depkes] Departemen Kesehatan. 2008. Laporan Hasil Riset Kesehatan Dasar


Indonesia. Jakarta : Badan Penelitian dan Pengembangan Kesehatan,
Departemen Kesehatan RI.

[Dinkes] Dinas Kesehatan DKI Jakarta. 2007. Tanda-tanda penyakit diare.


http://zoira_blogspot.com. [16 Juli 2009].

Garcia OP, Dias M, Rosado JL, Allen LH. 1999. Ascorbic acid from lime juice
doet not improve iron status of iron deficient women in rural mexivo,
FASEB J, 13 (4):A207, abs. 190.4.
45

Gillespie S, Johnston JL. 1998. Expert Consultation on Anemia Determinants and


Interventions, The Micronutrient Initiative, Ottawa.

Grantham Mc, Gregor S, Ani C. 2001. A review of studies on the effect of iron
deficiency on cognitive development in children. J. Nutr. 131: 649S-668S.

Haas JD, Brownlie IVT. 2001. Iron deficiency and reduced work capacity : a
critical review of the research to determine a causal relationship. J. Nutr.
131 : 676S-690S.

Hardinsyah. 2007. Inovasi Gizi dan Pengembangan Modal Sosial Bagi


Peningkatan Kualitas Hidup Manusia dan Pengentasan Kemiskinan
dalam Orasi Ilmiah guru besar tetap Ilmu Gizi Fakultas Ekologi Manusia,
IPB.

Husaini MA et al. 1989. Anemia Gizi : Suatu Studi Kompilasi Informasi dalam
Menunjang Kebijaksanaan Nasional dan Pengembangan Program.
Jakarta : Direktorat Bina Gizi Masyarakat dan Puslitbang Gizi.

Husaini MA. 1999. Iron deficiency in Indonesia. Presented at the Micronutrient


Symposium. Dies Natalis Sebelas Maret University. Surakarta, 2-3 march.

Khomsan A. 2002. Hindari defisiensi gizi akibat stres. http://kompas.com. [03


Februari 2009].

Khumaidi M. 1989. Gizi Masyarakat (E sambas, Penelaah). Ditjen Pendidikan


Tinggi, Pusat Antar Universitas IPB, Bogor.

Menendez C et al. 1997. Randomised placebo contolled trial of iron


suplementation and malaria chemoprophylaxis for prevention of severe
anemia and malaria in Tanzanian infants, Lancet, 350, 844.

Morck TA, Lynch SR, Cook JD. 1983. Inhibition on food iron absorption by coffee.
Am J Clin Nutr 1983;37:4l6-420.

Permaesih D, S Herman. 2005. Faktor-faktor yang mempengaruhi anemia pada


remaja. Buletin Penelitian Kesehatan 33(4):162-171.

Prihartini S, E Saraswati, Syafrudin, I Sumarno. 1996. Karakteristik rumah tangga


rawan pangan untuk pemantauan konsumsi dalam pwskpg di dua desa
idt di kabupaten Boyolali. Penelitian Gizi dan Makanan, Pusat Penelitian
dan Pengembangan Gizi Bogor.

Puri DK. 2007. Faktor-faktor yang berhubungan dengan status anemia


mahasiswi peserta program tambahan di IPB, Bogor [skripsi]. Bogor :
Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga, Fakultas
Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Putri T. 2004. Hubungan faktor sosial ekonomi, status gizi, dan penyakit dengan
keluhan kesehatan pada mahasiswa putri TPB tahun 2002/2003 [skripsi].
Bogor : Departemen Gizi Masyarakat dan Sumberdaya Keluarga,
Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
46

Riyadi H. 2003. Penilaian gizi secara antropometri [diktat]. Bogor : Fakultas


Pertanian, Institut Pertanian Bogor.

Santy R. 2006. Determinan Indeks Massa Tubuh remaja putri di Kota Bukit
Tinggi, Tahun 2006. Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional Vol 1, No 3.
Hlm 134-138.

Stephenson LS. 1987. Impact of Helminth Infections on Human Nutrition. New


York : Taylor and Francis.

Strain JJ, Cashman KD. 2002. Minerals and Trace Elements. Di dalam : Gibney
MJ, Vorster HH, Kok FJ, editor. Introduction to Human Nutrition. USA :
Blackwell Publishing.

Suhardjo. 1989. Sosio Budaya Gizi. Bogor : IPB PAU Pangan dan Gizi.

Supariasa IDN, Bakrie B, Fajar I. 2001. Penilaian Status Gizi. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC.

Syarief O. 1994. Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia gizi


pada ibu hamil di kabupaten serang dan tangerang jawa barat [Tesis].
Depok: Program Pascasarjana, Program Studi Ilmu Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia.

Thankachan P et al. 2008. Iron absorption in young Indian women: the interaction
of iron status with the influence of tea and ascorbic acid. Am J Clin Nutr
2008;87:881–6.

UNICEF. 1998. Preventing Iron Deficiency in Woman and Children : backgrond


and consensus on key technical issues and resources for advocacy,
Planning, and Implementing National Programs. Canada : International
Nutritional Foundation (INF).

WHO Technical Report Series 854. 1995. Physical Status : the use and
interpretation of antropometry. Report of WHO Expert Committe.

WHO. 2001. Iron Deficiency Anemia Assessment, Prevention, and Control. A


guide for Programme Manager.

WHO. 2008. Worldwide Prevalence Of Anemia 1993–2005. WHO Global


Database on Anemia.

Wirakusumah ES. 1998. Perencanaan Menu Anemia Gizi Besi. Jakarta : Trubus
Agriwidya.

Yayasan Spritia. 2008. Diare. http://google.com. [09 April 2008].

Yip R. 1994. Iron deficiency : contemporary scientific issue and international


programmatic approaches, J. Nutr, 124, 1479S.
47
48

Lampiran 1 Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada


kelompok remaja (Hasil analisis korelasi Spearman)
Besar
Pendidikan IMT Buah Hb
keluarga
Besar Correlation
1.000 0.131 0.061 0.007 0.156 (*)
keluarga Coefficient
Sig.
. 0.061 0.238 0.467 0.033
(1-tailed)
N 140 140 140 140 140
Pendidikan Correlation
0.131 1.000 0.295 (**) 0.036 0.177 (*)
Coefficient
Sig.
0.061 . 0.000 0.337 0.018
(1-tailed)
N 140 140 140 140 140
IMT Correlation
0.061 0.295 (**) 1.000 0.116 -0.065
Coefficient
Sig.
0.238 0.000 . 0.086 0.224
(1-tailed)
N 140 140 140 140 140
buah Correlation
0.007 0.036 0.116 1.000 -0.065
Coefficient
Sig.
0.467 0.337 0.086 . 0.222
(1-tailed)
N 140 140 140 140 140
Hb Correlation
0.156 (*) 0.177 (*) -0.065 -0.065 1.000
Coefficient
Sig.
0.033 0.018 0.224 0.222 .
(1-tailed)
N 140 140 140 140 140
** Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
* Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
49

Lampiran 2 Faktor-faktor yang berhubungan dengan kejadian anemia pada


kelompok dewasa (Hasil analisis korelasi Spearman)
Besar
Pendidikan IMT Buah Hb
keluarga
Besar Correlation
1.000 0.009 -0.002 0.005 -0.119 (**)
keluarga Coefficient
Sig.
. 0.415 0.480 0.453 0.001
(1-tailed)
N 627 627 627 627 627
Pendidikan Correlation
0.009 1.000 -0.128 (**) 0.060 0.037
Coefficient
Sig.
0.415 . 0.001 0.067 0.176
(1-tailed)
N 627 627 627 627 627
IMT Correlation
-0.002 -0.128 (**) 1.000 0.073 (*) 0.023
Coefficient
Sig.
0.480 0.001 . 0.033 0.285
(1-tailed)
N 627 627 627 627 627
buah Correlation
0.005 0.060 0.073 (*) 1.000 0.026
Coefficient
Sig.
0.453 0.067 0.033 . 0.257
(1-tailed)
N 627 627 627 627 627
Hb Correlation
-0.119 (**) 0.037 0.023 0.026 1.000
Coefficient
Sig.
0.001 0.176 0.285 0.257 .
(1-tailed)
N 627 627 627 627 627
** Correlation is significant at the 0.01 level (1-tailed).
* Correlation is significant at the 0.05 level (1-tailed).
50

Lampiran 3 Hasil regresi logistik faktor risiko anemia pada kelompok remaja
95.0% C.I.for
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) EXP(B)
Lower Upper
Step Jenis klamin .247 .440 .314 1 .575 1.280 .540 3.032
1(a) Bsr keluarga .195 .484 .163 1 .687 1.215 .471 3.137
Pendidikan 2.171 3 .538
Pendidikan (1) -.389 .789 .243 1 .622 .678 .145 3.181
Pendidikan (2) -.195 .826 .056 1 .814 .823 .163 4.152
Pendidikan (3) .343 .781 .193 1 .661 1.409 .305 6.519
Pekerjaan -.457 .612 .559 1 .455 .633 .191 2.099
Status gizi .590 2 .745
Status gizi (1) .100 .500 .040 1 .841 1.105 .415 2.946
Status gizi (2) .623 .817 .582 1 .446 1.865 .376 9.247
Riwayat penyakit -.023 .754 .001 1 .975 .977 .223 4.279
Alkohol -1.001 1.178 .722 1 .395 .368 .037 3.696
Kafein -1.139 .497 5.261 1 .022 .320 .121 .847
Buah 16053.8 5253229
20.080 .000 1 .999 .000 .
70 75.235
Constant - 16053.8
.000 1 .999 .000
20.050 70
Step Jenis klamin .325 .436 .558 1 .455 1.385 .589 3.253
2(a) Bsr keluarga .258 .474 .295 1 .587 1.294 .511 3.277
Pendidikan 2.061 3 .560
Pendidikan (1) -.236 .771 .094 1 .759 .790 .174 3.577
Pendidikan (2) -.025 .805 .001 1 .975 .975 .201 4.723
Pendidikan (3) .477 .764 .390 1 .532 1.611 .361 7.195
Pekerjaan -.277 .587 .223 1 .637 .758 .240 2.394
Status gizi .860 2 .651
Status gizi (1) .041 .495 .007 1 .934 1.042 .395 2.751
Status gizi (2) .752 .813 .856 1 .355 2.121 .431 10.433
Riwayat penyakit .049 .752 .004 1 .948 1.050 .241 4.582
Alkohol -.903 1.181 .584 1 .445 .406 .040 4.102
Kafein -1.191 .497 5.753 1 .016 .304 .115 .804
Constant -.367 1.075 .117 1 .733 .693
Step Jenis klamin .325 .436 .557 1 .455 1.384 .589 3.253
3(a) Bsr keluarga .261 .472 .305 1 .581 1.298 .515 3.271
Pendidikan 2.068 3 .558
Pendidikan (1) -.234 .770 .092 1 .761 .791 .175 3.580
Pendidikan (2) -.027 .805 .001 1 .974 .974 .201 4.716
Pendidikan (3) .475 .763 .387 1 .534 1.607 .360 7.169
Pekerjaan -.281 .584 .232 1 .630 .755 .240 2.370
Status gizi .863 2 .650
Status gizi (1) .041 .495 .007 1 .934 1.042 .395 2.751
Status gizi (2) .753 .812 .859 1 .354 2.123 .432 10.435
Alkohol -.907 1.178 .592 1 .441 .404 .040 4.066
Kafein -1.191 .497 5.752 1 .016 .304 .115 .804
Constant -.361 1.072 .114 1 .736 .697
51

95.0% C.I.for
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) EXP(B)
Lower Upper
Step Jenis klamin .385 .427 .814 1 .367 1.470 .636 3.396
4(a) Bsr keluarga .220 .466 .222 1 .638 1.246 .499 3.108
Pendidikan 2.330 3 .507
Pendidikan (1) -.238 .771 .095 1 .757 .788 .174 3.570
Pendidikan (2) -.072 .802 .008 1 .929 .931 .193 4.487
Pendidikan (3) .479 .757 .400 1 .527 1.614 .366 7.113
Pekerjaan -.448 .542 .683 1 .408 .639 .221 1.848
Alkohol -.908 1.167 .605 1 .437 .403 .041 3.976
Kafein -1.174 .492 5.693 1 .017 .309 .118 .811
Constant -.162 1.042 .024 1 .876 .850
Step Jenis klamin .357 .423 .715 1 .398 1.430 .624 3.274
5(a) Pendidikan 2.351 3 .503
Pendidikan (1) -.242 .773 .098 1 .754 .785 .172 3.573
Pendidikan (2) -.072 .805 .008 1 .929 .931 .192 4.504
Pendidikan (3) .478 .760 .395 1 .529 1.612 .364 7.146
Pekerjaan -.461 .542 .724 1 .395 .631 .218 1.824
Alkohol -.912 1.169 .608 1 .436 .402 .041 3.976
Kafein -1.211 .487 6.180 1 .013 .298 .115 .774
Constant .054 .936 .003 1 .954 1.056
Step Jenis klamin .399 .418 .913 1 .339 1.490 .657 3.378
6(a) Pekerjaan -.537 .532 1.020 1 .313 .585 .206 1.658
Alkohol -.895 1.157 .598 1 .439 .409 .042 3.949
Kafein -1.169 .479 5.965 1 .015 .311 .122 .794
Constant .128 .683 .035 1 .851 1.137
Step Jenis klamin .485 .407 1.417 1 .234 1.624 .731 3.609
7(a) Pekerjaan -.531 .529 1.010 1 .315 .588 .209 1.657
Kafein -1.109 .470 5.562 1 .018 .330 .131 .829
Constant -.011 .660 .000 1 .987 .989
Step Jenis klamin .516 .404 1.626 1 .202 1.675 .758 3.701
8(a) Kafein -1.085 .468 5.378 1 .020 .338 .135 .845
Constant -.493 .453 1.183 1 .277 .611
Step Kafein
-1.040 .462 5.065 1 .024 .354 .143 .874
9(a)
Constant -.241 .403 .358 1 .549 .786
*) Variable(s) entered on step 1: jenis kelamin, besar keluarga, pendidikan, pekerjaan, status gizi,
riwayat penyakit, alkohol, kafein, buah.
52

Lampiran 4 Hasil regresi logistik faktor risiko anemia pada kelompok dewasa
95.0% C.I.for
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) EXP(B)
Lower Upper
Step Jenis klamin .698 .266 6.894 1 .009 2.010 1.194 3.386
1(a) Bsr keluarga .268 .202 1.760 1 .185 1.307 .880 1.942
Pendidikan 2.769 3 .429
Pendidikan (1) -.208 .338 .380 1 .538 .812 .419 1.574
Pendidikan (2) -.267 .265 1.014 1 .314 .766 .455 1.287
Pendidikan (3) -.437 .282 2.412 1 .120 .646 .372 1.121
Pekerjaan .277 .238 1.356 1 .244 1.319 .828 2.101
Status gizi 8.914 2 .012
Status gizi (1) -.344 .340 1.024 1 .312 .709 .364 1.380
Status gizi (2) -.680 .230 8.758 1 .003 .507 .323 .795
Riwayat penyakit .109 .346 .099 1 .753 1.115 .566 2.195
Alkohol -.197 .576 .117 1 .732 .821 .266 2.537
Kafein .411 .313 1.719 1 .190 1.508 .816 2.786
Buah .072 .423 .029 1 .864 1.075 .469 2.465
Constant -2.049 .530 14.957 1 .000 .129
Step Jenis klamin .699 .266 6.907 1 .009 2.012 1.195 3.388
2(a) Bsr keluarga .268 .202 1.767 1 .184 1.308 .880 1.943
Pendidikan 2.803 3 .423
Pendidikan (1) -.205 .337 .369 1 .543 .815 .421 1.577
Pendidikan (2) -.268 .265 1.027 1 .311 .765 .455 1.285
Pendidikan (3) -.440 .281 2.445 1 .118 .644 .371 1.118
Pekerjaan .274 .237 1.336 1 .248 1.315 .826 2.094
Status gizi 8.902 2 .012
Status gizi (1) -.342 .340 1.014 1 .314 .710 .365 1.382
Status gizi (2) -.679 .230 8.749 1 .003 .507 .323 .795
Riwayat penyakit .110 .346 .102 1 .750 1.117 .567 2.198
Alkohol -.197 .576 .118 1 .732 .821 .266 2.536
Kafein .412 .313 1.734 1 .188 1.510 .818 2.790
Constant -1.982 .355 31.232 1 .000 .138
Step Jenis klamin .701 .266 6.949 1 .008 2.016 1.197 3.396
3(a) Bsr keluarga .268 .202 1.761 1 .185 1.307 .880 1.941
Pendidikan 2.793 3 .425
Pendidikan (1) -.201 .337 .357 1 .550 .818 .423 1.582
Pendidikan (2) -.265 .265 1.004 1 .316 .767 .457 1.289
Pendidikan (3) -.441 .281 2.453 1 .117 .644 .371 1.117
Pekerjaan .278 .237 1.378 1 .240 1.321 .830 2.101
Status gizi 8.941 2 .011
Status gizi (1) -.341 .340 1.010 1 .315 .711 .365 1.383
Status gizi (2) -.681 .230 8.791 1 .003 .506 .323 .794
Alkohol -.194 .575 .113 1 .736 .824 .267 2.545
Kafein .406 .312 1.690 1 .194 1.501 .814 2.769
Constant -1.970 .353 31.228 1 .000 .139
53

95.0% C.I.for
B S.E. Wald df Sig. Exp(B) EXP(B)
Lower Upper
Step Jenis klamin .724 .258 7.897 1 .005 2.063 1.245 3.420
4(a) Bsr keluarga .265 .202 1.724 1 .189 1.303 .878 1.935
Pendidikan 2.788 3 .425
Pendidikan (1) -.200 .337 .354 1 .552 .818 .423 1.583
Pendidikan (2) -.265 .265 1.000 1 .317 .767 .457 1.289
Pendidikan (3) -.440 .281 2.451 1 .117 .644 .371 1.117
Pekerjaan .275 .237 1.351 1 .245 1.316 .828 2.093
Status gizi 8.903 2 .012
Status gizi (1) -.338 .340 .991 1 .319 .713 .367 1.388
Status gizi (2) -.680 .230 8.759 1 .003 .507 .323 .795
Kafein .410 .312 1.722 1 .189 1.507 .817 2.779
Constant -1.995 .346 33.203 1 .000 .136
Step Jenis klamin .689 .257 7.175 1 .007 1.991 1.203 3.295
5(a) Bsr keluarga .280 .201 1.946 1 .163 1.323 .893 1.962
Pekerjaan .270 .236 1.311 1 .252 1.310 .825 2.081
Status gizi 9.725 2 .008
Status gizi (1) -.360 .339 1.130 1 .288 .698 .359 1.355
Status gizi (2) -.701 .227 9.554 1 .002 .496 .318 .774
Kafein .347 .309 1.261 1 .262 1.414 .772 2.590
Constant -2.075 .342 36.856 1 .000 .126
Step Jenis klamin .685 .256 7.140 1 .008 1.983 1.200 3.276
6(a) Bsr keluarga .299 .200 2.232 1 .135 1.348 .911 1.996
Pekerjaan .278 .235 1.399 1 .237 1.321 .833 2.094
Status gizi 9.364 2 .009
Status gizi (1) -.366 .338 1.168 1 .280 .694 .357 1.347
Status gizi (2) -.684 .226 9.170 1 .002 .505 .324 .786
Constant -1.790 .222 64.806 1 .000 .167
Step Jenis klamin .836 .222 14.228 1 .000 2.307 1.494 3.562
7(a) Bsr keluarga .311 .200 2.426 1 .119 1.365 .923 2.018
Status gizi 9.192 2 .010
Status gizi (1) -.369 .338 1.191 1 .275 .691 .356 1.341
Status gizi (2) -.676 .225 8.986 1 .003 .509 .327 .791
Constant -1.747 .218 63.993 1 .000 .174
Step Jenis klamin .847 .221 14.660 1 .000 2.332 1.512 3.596
8(a) Status gizi 9.463 2 .009
Status gizi (1) -.356 .337 1.115 1 .291 .701 .362 1.356
Status gizi (2) -.686 .225 9.298 1 .002 .504 .324 .783
Constant -1.602 .195 67.515 1 .000 .202
*) Variable(s) entered on step 1: jenis kelamin, besar keluarga, pendidikan, pekerjaan, status gizi, riwayat
penyakit, alkohol, kafein, buah.
54

Lampiran 5 Sebaran contoh menurut jenis kelamin, status gizi, dan status anemia
pada kelompok dewasa
Status Gizi
No Status Jenis Kurus Normal Gemuk Total
Anemia Kelamin n (%) n (%) n (%) n (%)
1. Anemia Perempuan 7 (5.3) 57 (42.9) 34 (25.6) 98 (73.7)
Laki-laki 6 (4.5) 26 (19.5) 3 (2.3) 35 (26.3)
Total 13 (9.8) 83 (62.4) 37 (27.8) 133 (100)
2. Tidak Perempuan 28 (5.7) 126 (25.5) 127(25.7) 281 (56.9)
anemia
Laki-laki 29 (5.9) 120 (24.3) 64 (13) 213 (43.1)
Total 57 (11.5) 246 (49.8) 191 (38.7) 494 (100)

Anda mungkin juga menyukai