Anda di halaman 1dari 14

LAPORAN PENDAHULUAN

PERSALINAN LAMA

Disusun oleh:
Dewi Syarifatul Isnaeni (13.0190.N)

PROGRAM STUDI PROFESI KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN MUHAMMADIYAH
PEKAJANGAN-PEKALONGAN
2013-2014
LAPORAN PENDAHULUAN

PERSALINAN LAMA

A. DEFINISI
Persalinan lama adalah persalinan yang berjalan lebih dari 24 jam
untuk primigravida dan atau 18 jam bagi multi gravida (Ida Bagus, 1998).
Partus lama adalah fase laten lebih dari 8 jam. Persalinan telah
berlangsung 12 jam atau lebih, bayi belum lahir. Dilatasi serviks di kanan
garis waspada persalinan aktif (Syaifuddin, AB., 2002).

B. ETIOLOGI
Sebab-sebab terjadinya partus lama ini sangat kompleks dan
tergantung pada pengawasan saat hamil, pertolongan persalinan yang baik
dan pentalaksanaanya. Faktor-faktor penyebabnya adalah:
1) Kelainan letak janin
2) Kelainan-kelainan panggul
3) Kelainan his
4) Pimpin partus yang salah
5) Janin besar atau ada kelainan conginental
6) Ptimitua
7) Perut gantung, grandemulti
8) Ketuban pecah dini (Wahyu, 2010).

C. MANIFESTASI KLINIS
1) Pada ibu
a. Gelisah letih, suhu badan meningkat berkeringat, nadi cepat,
pernafasan cepat, meteorismus
b. Di daerah local sering dijumpai edema vulva, edema serviks, cairan
berbau, terdapat mekonium

2) Pada janin
a. Denyut jantung janin cepat/tidak teratur, bahkan negative, air ketuban
terdapat mekonium, kental kehijau-hijauan, berbau
b. Kaput suksadenum yang membesar
c. Moulage kepala yang hebat
d. Kematian janin dalam kandungan
e. Kematian janin intra partum (Wahyu, 2010).
Gejala utama yang perlu diperhatikan pada persalinan kasep/persalinan lama:
1. Dehidrasi
2. Tanda infeksi:
a. Temperatur tinggi
b. Nadi dan pernafasan
c. Abdomen meteorismus
3. Pemeriksaan abdomen:
a. Meteorismus
b. Lingkaran Bandle tinggi
c. Nyeri segmen bawah rahim
d. Temperatur tinggi
e. Nadi dan pernafasan
f. Abdomen meteorismus
4. Pemeriksaan lokal vulva-vagina:
a. Edema vulva
b. Cairan ketuban berbau
c. Cairan ketuban bercampur mekoneum
5. Pemeriksaan dalam:
a. Edema serviks
b. Bagian terendah sulit didorong ke atas
c. Terdapat kaput pada bagian terendah

6. Keadaan janin rahim:


Asfiksia sampai terjadi kematian
7. Akhir dari persalinan kasep:
a. Ruptura uteri immien sampai ruptura uteri
b. Kematian karena pendarahan, dan atau infeksi (Ida Bagus, 1998).

D. KLASIFIKASI
1. Fase laten yang memanjang
Fase laten yang melampaui waktu 20 jam pada primigravida
atau waktu 14 jam pada multipara merupakan keadaan abnormal. Sebab-
sebab fase laten yang memanjang mencakup :
a. Cerviks belum matang pada awal persalinan
b. Posisi janin abnormal
c. Disproporsi fetopelvik
d. Persalinan disfungsional
e. Pemberian sedatif yang berlebihan
Cervik yang belum matang hanya memperpanjang fase laten,
dan kebanyakan cervik akan membuka secara normal begitu terjadi
pendataran. Sekalipun fase laten berlangsung lebih dari 20 jam, banyak
pasien mencapai dilatasi cervik yang normal ketika fase aktif dimulai.
2. Fase aktif yang memanjang pada primigravida
Pada primigravida, fase aktif yang lebih panjang dari 12 jam
merupakan keadaan abnormal. Yang lebih penting daripada panjangnya
fase ini adalah kecepatan dilatasi cervik. Laju yang kurang dari 1,2 cm
perjam membuktikan adanya abnormalitas dan harus menimbulkan
kewaspadaan dokter yang akan menolong persalinan tersebut.
Pemanjangan fase aktif menyertai :
a. Malposisi janin
b. Disproporsi fetopelvik
c. Penggunaan sedatif dan analgesik secara berlebihan
d. Ketuban pecah sebelum dimulainya persalinan.
Keadaan ini diikuti oleh peningkatan kelahiran dengan forceps tengah,
sectio caesare dan cedera atau kematian janin.

Periode aktif yang memanjang dapat dibagi menjadi dua kelompok klinis
yang utama :
a. Primary disfunctional labor
Laju dilatasi cerviks pada keadaan ini kurang dari 1,2 cm
perjam. Peningkatan laju dilatasi secara spontan jarang terjadi, dan
hanya sedikit yang bisa dilakukan untuk mempercepat kemajuan
persalinan.
Tanpa adanya komplikasi lain, resiko bagi ibu dan bayi
adalah kecil. Karena itu, selama kemajuan persalinan tetap ada dan
tidak gawat janin, fenomena dilatasi serviks yang lambat ini harus
diterima.
b. Secondary arrest of silatasi (penghentian sekunder dilatasi)
Dalam fase aktif, dilatasi cerviks yang sebelumnya berjalan
baik lalu berhenti. Pada grafik terlihat pendataran kurva. Diagnosis
ditegakkan bila penghentian ini berlangsung dua jam.
Ada dua subkelompok pada keadaan ini yaitu :
1) Kontraksi uterus menjadi tidak memadai untuk mempertahankan
kelangsungan dilatasi serviks.
2) Dilatasi serviks berhenti sekalipun kontraksi uterus berlangsung
dengan kuat dan efisien
Kalau persalinan yang tidak efektif (sering karena kelelahan
myometrium) merupakan satu-satunya penyebab, separuh dari
pasien-pasien tersebut akan menunjukkan kemajuan persalinan lagi
setelah istirahat dan infus larutan glukosa tanpa tindakan lain. dalam
kelompok ini, amniotomi dan stimulasi dengan oxytocin
memberikan hasil yang baik.

3. Fase aktif yang memanjang pada multipara


Fase aktif pada multipara yang berlangsung lebih dari 6 jam (rata-
rata 2.5 jam) dan laju dilatasi cerviks yang kurang dari 1.5 cm perjam
merupakan keadaan abnormal. Kelahiran noemal yang terjadi di waktu
lampau tidak berarti bahwa kelahiran berikutnya pasti normal kembali.
Berikut ini ciri-ciri partus lama pada multipara :
a. Insidennya kurang dari 1%
b. Mortalitas perinatalnya lebih tinggi dibandingkan pada primigravida
dengan pertus lama
c. Jumlah bayi besar bermakna
d. Malpresentasi menimbulkan permasalahan
e. Prolapsus funiculi merupakan komplikasi
f. Perdarahan postpartum berbahaya
g. Ruptura uteri terjadi pada grande multipara
h. Sebagian besar kelahirannya berlangsung spontan pervaginam
i. Ekstraksi forcep tengah sering dilakukan
j. Angka sectio caesare tinggi, sekitar 25%.
4. Penurunan bagian terendah
Begitu penurunan yang aktif dimulai pada akhir kala satu
persalinan, proses ini harus terus berlangsung sepanjang perjalanan kala
dua. Gangguan pada penurunan merupakan ancaman dan menunjukkan
adanya suatu permasalahan yang serius. Diagnosis didasarkan pada
petunjuk tidak adanya perubahan stasiun bagian terendah janin selama
waktu sedikitnya 2 jam. Disproporsi cephalopelvik dan abnormalitas
kerja uterus sering tampak setelah terjadi kemacetan penurunan. Sectio
caesare, forceps tengah, rotasi dengan forceps dan forceps yang gagal
seringkali dijumpai menyertai masalah ini. Pada tindakan melahirkan
pervaginam yang sulit, trauma maternal dan fetal sering terjadi.
5. Partus lama dalam kala dua
Begitu cerviks mencapai dilatasi penuh, jangka waktu sampai
terjadinya kelahiran tidak boleh melampaui 2 jam pada primigravida dan
1 jam pada multipara. Pengalaman menunjukkan bahwa setelah batas
waktu ini, morbiditas maternal dan fetal akan naik.

E. PENATALAKSANAAN
1. Persalinan palsu/belum in partu (Fase labor)
Bila his belum teratur dan porsio masih tertutup, pasien boleh
pulang.Periksa adanya infeksi saluran kencing, ketuban pecah dan bila
didapatkan adanya infeksi obati secara adekuat. Bila tidak ada pasien
boleh rawat janin.
2. Fase laten memanjang (Prolonged latent phase)
Diagnosis fase laten yang memanjang dibuat secara
retropekfektif. Bila his berhenti disebut persalinan palsu atau belum
inpartu. Bilamana kontraksi makin teratur dan pembukaan bertambah
sampai 3 cm. pasien kita sebut masuk fase Iaten. Apabila ibu berada
dalam fase laten lebih dari 8 jam dan tak ada kemajuan, lakukan
pemeriksaan dengan jalan melakukan pemeriksaan serviks :
a. Bila tidak ada perubahan penipisan dan pembukaan serviks serta tak
didapatkan tanda gawat janin. Kaji ulang diagnosisnya.
Kemungkinan ibu belum dalam keadaan in partu
b. Bila didapatkan perubahan dalam penipisan dan pembukaan serviks,
lakukan drip oksitosin dengan 5 unit dalam 500 cc dekstrose atau
NaCI mulai dengan 8 tetes per menit, setiap 30 menit ditambah 8
tetes sampai his adekuat (maksimum 40 tetes/menit) atau diberikan
preparat prostagladin. Lakukan penilaian ulang setiap 4 jam. Bila ibu
tidak masuk fase aktif setelah dilakukan pemberian oksitosin,
lakukan seksio sesarea.
c. Pada daerah yang prevalansi HIV tinggi, dianjurkan membiarkan
ketuban tetap utuh selama pemberian oksitosin untuk mengurangi
kemungkinan terjadi penularan HIV.
d. Bila didapatkan tanda adanya amnionitis, berikan induksi dengan
oksitosin 5 U dalam 500 cc dekstore atau NaCI mulai 8 tetes per
menit, setiap 15 menit ditambah 4 tetes sampai his adekuat
(maksimum 40 tetes/menit) atau diberikan preparat prostaglandin;
serta obati infeksi denga ampisilin 2 gr IV sebagai dosis awal dan I
dan IV setiap 6 jam dan gentamisin 2 x 80 mg.
3. Fase aktif yang memanjang (Prolonged active phase)
Bila tidak didapatkan tanda adanya CPD atau adanya obstruksi :
a. Berikan penanganan umum yang kemungkinan akan memperbaiki
dan mempercepat kemajuan persalinan
b. Bila ketuban intak, pecahkan ketuban. Bila kecepatan pembukaan
serviks pada waktu fase aktif kurang dari 1 cm per jam lakukan
penilaian kontraksi uterusnya.
4. Kontraksi uterus adekuat
Bila kontraksi uterus adekuat ( 3 dalam 10 menit dan lamanya
lebih dari 40 detik) pertimbangkan adanya kemungkinan CPD, obstruksi,
malposisi atau malpresentasi.
5. Disproporsi sefalopelvik
CPD terjadi karena bayi terlalu besar atau pelvis kecil. Bila
dalam persalinan terjadi CPD akan didaptkan persalinan yang macet.
Cara penilaian pelvis yang baik adalah dengan melakukan partus
percobaan (trial of labor). Kegunaan pelvimetri klinis terbatas.
a. Bila diagnosis CPD ditegakkan, lahirkan bayi dengan seksio sesarea.
b. Bila bayi mati lakukan kraniotami atau embriotomi (bila tidak
mungkin lakukan seksio sesarea)
6. Partus Macet (Obstruksi)
Bila ditemukan tanda-tanda obstruksi
a. Bayi hidup lahirkan seksio sesarea
b. Bayi mati lahirkan dengan kraniotomi embriotomi
7. Malposisi dan mal presentasi
Bila didapatkan adanya malposisi atau malpresentasi lihat bab malposisi/
malpresentasi.

8. Kontraksi uterus tidak adekuat (inersia uteri)


Bila kontraksi uterus tidak adekuat dan disproporsi atau
obstruksi bisa disingkirkan, penyebab paling banyak partus lama adalah
kontraksi uterus yang tidak adekuat (Maternal Neonatal, 2002).

F. KOMPLIKASI
1. Kelelahan ibu ( tampak lelah, kekurangan cairan, nadi dan suhu
meningkat )
2. Terasa sakit saat kontraksi rahim terutama perut bagian bawah
3. Persalinan disertai infeksi ( suhu tubuh mningkat, bagian bawah rahim
terasa sakit dan tegang )
4. Terdapat tanda akan pecahnya rahim
5. Bagian bawah janin terfiksasi
6. Pada pemeriksaan liang senggama dapat dijumpai edema bibir besar-
kecil kemaluan, keluar cairan keruh, bernanah, bahkan berbau.
7. Hasil pemeriksaan dalam dijumpai bagian janin terendah terfiksasi, sudah
terasa edema dan disertai kaput (Ida Bagus, 1999).

G. KELAINAN LETAK JANIN


1. Letak lintang
2. Letak bokong ( sungsang )
3. Kelainan kepala – banyak air ( hidrosefalus )
4. Kelainan posisi kepala ( penempatan puncak, letak puncak, letak dahi,
letak muka )
5. Penempatan rangkap di antaranya penempatan kepala dan tangan atau
penempatan kepala dan tali pusat (Ida Bagus, 1999).

H. ASUHAN KEPERAWATAN
1. PENGKAJIAN
1) Ibu hamil trimester I (0-3 bulan/kehamilan dini) , tanyakan :
a) Umur kurang dari 16 tahun
b) Tinggi badan kurang dari 140 cm
c) Apakah ini kehamilan yang pertama?
d) Apakah mempunyai riwayat sulit melahirkan? mis.persalinan
lama, persalinan macet, operasi, perdarahan)
Bahaya persalinan yang akan terjadi :
 Umur kurang dari 16 tahun akan terjadi persalinan macet karena
jalan lahir/tempat keluar janin belum berkembamg
sempurna/masih kecil.
 Tinggi badan kurang dari 140 cm dikuatirkan akan terjadi
persalinan macet karena tulang panggul sempit.
 Kehamilan pertama dikhawatirkan akan terjadi disproporsi janin
dalam panggul sehingga akan membahayakan keselamatan
janin.
 Adanya riwayat persalinan sulit ditakutkan akan terjadi lagi
pada kehamilan yang selanjutnya.
2) Periksa kapasitas panggul pada usia kehamilan 36 minggu dengan
palpasi abdominal (hanya berlaku untuk presentasi kepala).
Caranya : pasien berbaring, dengan tangan kiri pemeriksa
mendorong kepala janin pelan pelan tetapi cukup kuat ke arah PAP
(Pintu Atas Panggul), jari jari tangan kanan diletakkan diatas simfisis
pubis. Pada waktu kepala janin didorong, pemeriksa menentukan
apakah kepala janin dapat masuk panggul atau menonjol di atas
simfisis karna tidak dapat masuk PAP.
3) Berdasarkan pemeriksaan di atas jika kepala tidak masuk panggul
berarti ukuran panggul mencurigakan, sebaiknya segera rujuk ke
rumah sakit.
4) Pada pemeriksaan no 3 kepala masuk panggul berarti ukuran
panggul normal dan dapat melahirkan spontan. Tunggu sampai saat
persalinan mulai.
5) Pada pertanyaan no.1 jika semua jawabanya "tidak" berarti ibu dapat
melahirkan spontan dan tunggu saja sampai saat persalinan.

Data yang mendukung adanya persalinan dengan penyulit:


1) Riwayat
a. Disfungsi dapat terjadi saat terjadi persalinan atau setelah
persalian yang kuat
b. Dapat terjadi pada primi gravid atau grand multipara
c. Yang dilakukan versi luar setelah 34 minggu kehamilan dalam
usaha mengubah posisi sungsang ke posisi kepala
d. Kondisi ibu yang hamil cemas, kelelahan, takut
e. Telah terjadi persalinan palsu di rumah
f. Telah di identifikasi adanya tumor uteri
g. Yang menerima narkotok dan anastesi awal persalinan atau yang
mendapat magnesium sulfat pada kehamilan yang hipertensi
h. Fase laten yang panjang 20jam/lebih pada multipara atau 14jam
pada multipara
2) Pemeriksaan fisik
a. Kontraksi yang jarang, ringan-sedang, intensitasnya lambat,
dilatasi serviks lambat
b. Miomitreum lemah dapat terjadi 8 mmHg/kurang, kontraksi
dapat diukur > rendah 30 mmHg dan dapat terjadi lebih dari 5
menit
c. Uterus dapat terjadi overdistensi
d. Isi perut dan kandung kencing distensi terlihat dengan jelas
e. Pemeriksaan vagina didapatkan fetus dalam malposisi (posisi
dagu, wajah, dan sungsang)
f. Serviks kaku
g. Dilataso serviks <1,2 cm/jam pada primipara, <2cm/jam
multipara
3) Studi diagnostic
a. Pada pemeriksaan kehamilan ditemukan poli hidramnion
b. Adanya ukuran janin yang besar atau janin kembar
c. NST/CST janin yang keadaanya baik
d. Foto X-ray, pelvismetri, USG dapat membantu mengevaluasi
arsitektur pelvic, presentasi janin, posisi janin, formasi janin
e. Pengambilan kulit kepala janin jika diindikasikan untk
mendeteksi kemungkinan adanya kemungkinan asidosis
(Wahyu, 2010).
2. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1) Resiko injury pada ibu b.d disfungsi uterus sekunder terhadap:
hipotenik dan hipertonik uterus.
2) Resiko injury pada janin b.d masalah pada ibu sekunder terhadap
atonia uteri
3) Resiko infeksi (Vagina, perinium) berhubungan dengan infeksi
sekunder bakteri sampai proses persalinan, persalinan dan
episiotomy.
4) Ansietas b.d adanya persalinan yang menyimpang dari kondisi
normal/krisis situasi.

3. PERENCANAAN KESEHATAN
1. Resiko injury pada ibu b.d disfungsi uterus sekunder terhadap:
hipotenik dan hipertonik uterus.
a. Tujuan:
Penurunan janin paling sedikit 1 cm/jam untuk primipara
dan 2 cm/jam untuk multipara, pola kontraksi membaik dan
dimulai, dilatasi serviks paling sedikit 1,2 cm/jam, untuk
multipara 1,5 cm/jam pada fase aktif.

b. Intervensi
 Kaji kontraksi uterus secara manual atau elektronik
R/ pola hipotonik di gambarkan oleh frekuensi kontraksi
yang lemah. Diukur < 30 menit mmHg, pola hipertonik di
gambarkan peningkatkan frekuensi dan intensitas kontraksi
dengan waktu istirahat yang tinggi > 15 mmHg.
 Catat kedudukan janin, presentase janin
R/ adanya indikator persalinan maju dapat mengidentifikasi
semuanya yang menyebabkan lamanya persalinan.
 Palpasi perut klien dengan hati-hati dari adanya lingkaran
retraksi patologik diantara segmen uteri, adanya lingkaran
yang tidak jelas dalam vagina atau perut.
R/ dalam persalinan yang sulit, penurunan lingkaran yang
patologis dapat berkembang dalam waktu yang lama di atas
segmen uteri, ini diindikasi terjadi ruptur uteri.
 Tenangkan klien: beri lingkungan yang tenang
R/ mengurangi besarnya stimuli dibutuhkan untuk
mengistirahatkan/merilekskan saat penanganan/pengobatan
klien dan status hipertonik.
 Hindari pemberian narkotik/anathesi epidural blog sampai
dilatasi serviks mencapai 4 cm
R/ pemberian pengobatan terlalu awal dalam persalinan
mengganggu konsentrasi uterus dan berakibat relaksasi.
2. Resiko injury pada janin b.d masalah pada ibu sekunder terhadap
atonia uteri
a. Tujuan:
Faktor yang mengakibatkan persalianan abnormal
terindentifikasi dan dapat diperbaiki. FHR teratur antara batas
normal dengan perubahan yang baik dan tidak adanya
keterlambatan decelerasi dicatat.

b. Intervensi:
 Kaji tekanan uterus selama fase istirahat dan kontraksi
melalui tekanan intra uteri kareter jika tersedia
R/ fase istirahat > 30 mmHg/tekanan kontraksi > 50 mmHg
mengurangi atau membahayakan oksigenasi di antara
ontervillous spaces.
 Kaji frekuensi kontraksi uterus, konsul bila frekuensi uterus
tiap menit/kurang
R/ kontraksi yang terjadi setiap 2 menit/kurang tidak
memberikan oksigen yang adekuat pada intravillous space.
 Monitor penurunan janin dalam kelahiran pervagina dalam
hubungannya dengan spina ischiadika
R/ penurunan < 1 cm/jam pada primipara, < 2 cm/jam pada
multipara dapat diindikasikan CPD atau Malposisi.
 Berikan anti biotik pada klien bila diindikasikan
R/ mengurangi resiko infeksi janin oleh karena peningkatan
patogen.
3. Resiko infeksi (Vagina, perinium) berhubungan dengan infeksi
sekunder bakteri sampai proses persalinan, persalinan dan
episiotomy.
a. Tujuan : Infeksi tidak terjadi dengan kriteria hasil tidak ada tanda-
tanda infeksi, tanda-tanda vital dalam batas normal, dan luka
episiotomy sembuh dengan sempurna.
b. Intervensi :
 Kaji adanya perubahan suhu.
R/ Peningkatan suhu sampai 38,3º C pada 2-10 hari setelah
melahirkan sangat menandakan infeksi.
 Anjurkan pada pasien untuk mencuci tangan sebelum dan
sesudah menyentuh genital.
R/ Membantu mencegah penyebaran infeksi.
 Catat jumlah dan bau lochea atau perubahan yang abnormal.
R/ Lochea normal mempunyai bau amis, lochea yang purulen dan
bau busuk menunjukkan adanya infeksi.
 Anjurkan pada pasien untuk mencuci perineum dengan
menggunakan sabun dari depan kebelakang dan untuk mengganti
pembalut sedikitnya setiap 4 jam atau jika pembalut basah.
R/ Membantu mencegah kontaminasi rektal memasuki vagina
atau uretra.
 Ajarkan pada klien tentang cara perawatan luka perineum.
R/ Meningkatkan pengetahuan klien tentang perawatan vulva/
perineum.
 Kolaborasi untuk pemberian antibiotik
R/ Mencegah infeksi dan penyebaran kejaringan sekitar.

4. Ansietas b.d adanya persalinan yang menyimpang dari kondisi


normal/krisis situasi.
a. Tujuan : klien menyatakan peningkatan kenyamanan psikologis
dan fisiologis dengan kriteria hasil :
 Menggambarkan ansietas dan pola kopingnya
 Menggunakan mekanisme koping yang efektif
b. Intervensi :
 Kaji tingkat ansietas : ringan, sedang, berat, panik.
R/ untuk menentukan intervensi selanjutya
 Beri kenyamanan dan ketentraman hati
R/ mengurangi rasa cemas pada klien
 Gali intervensi yang menurunkan ansietas misalnya musik,
terapi aroma, latihan relaksasi.
R/ mengalihkan rasa cemas ke hal lain
 Kolaborasi
DAFTAR PUSTAKA

Farrer, Helen. 1999. Perawatan maternitas. Jakarta: EGC


Manuaba, Ida Bagus Gde. 1998. Ilmu kebidanan, Penyakit Kandungan dan
Keluarga Berencana untuk Pendidik Bidan. Jakarta: EGC
Manuaba, Ida Bagus Gde. 1999. Memahami Kesehatan Reproduksi Wanita.
Jakarta: Arcan
Purwaningsih, Wahyu. 2010. Asuhan Keperawatan Maternitas. Yogyakarta:
Muha Medika
http://www.asuhan-keperawatan-kebidanan.co.cc/2011/02/karakteristik-ibu-
bersalin-dengan.html
http://hakimdeio.blogspot.com/2009/10/partus-lama.html

Anda mungkin juga menyukai