PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Trombosis adalah terbentuknya masa dari unsur darah didalam pembuluh
darah vena atau arteri pada makluk hidup. Trombosis merupakan istilah yang umum
dipakai untuk sumbatan pembuluh darah, baik arteri maupun vena.
Trombosis hemostatis yang bersifat self-limited dan terlokalisir
untuk mencegah hilangnya darah yang berlebihan merupakan respon normal tubuh
terhadap trauma akut vaskuler, sedangkan trombosis patologis seperti trombosis
vena dalam (TVD), emboli paru, trombosis arteri koroner yang menimbulkan
infark miokard, dan oklusi trombotik pada serebro vascular merupakan respon tubuh
yang tidak diharapkan terhadap gangguan akut dan kronik pada pembuluh darah.
Ahli bedah vascular berperan untuk mengeluarkan thrombus yang sudah terbentuk
yaitu dengan melakukan trombektomi.
Konsep trombosis pertama kali diperkenalkan oleh Virchow pada tahun 1856
dengan diajukamya uraian patofisiologi yang terkenal sebagai Triad of Virchow,
yaitu terdiri dari abnormalitas dinding pembuluh darah, perubahan komposisi darah,
dan gangguan aliran darah. Ketiganya merupaka factor – factor yang memegang
peranan penting dalam patofisiologi thrombosis. Dikenal dua macam thrombosis,
yaitu thrombosis arteri dan thrombosis vena.
Etiologi trombosis adalah kompleks dan bersifat multifaktorial. Meskipunada
perbedaan antara trombosis vena dan trombosis arteri, pada beberapa
hal terdapat keadaan yang saling tumpang tindih. Thrombosis dapat mengakibatkan
efek local dan efek jauh. Efek local tergantung dari dan derajat sumbatan yang terjadi
pada pembuluh darah, sedangkan efek jauh berupa gejala – gejala akibat fenomena
tromboemboli. Trombosis pada vena besar akan memberikan gejala edema pada
ekstremitas yang bersangkutan. Terlepasnya thrombus akan menjadi emboli dan
mengakibatkan obstruksi dalam system arteri, seperti pada yang terjadi pada emboli
paru, otak dan lain – lain.
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. DEFINISI
Deep Vena Trombosis (DVT) adalah Suatu kondisi dimana terbentuk bekuan
darah dalam vena sekunder akibat inflamasi / trauma dinding vena atau karena
obstruksi vena sebagian, yang mengakibatkan penyumbatan parsial atau total
sehingga aliran darah terganggu.
Trombosis vena dalam adalah suatu keadaan terjadinya gumpalan darah
(trombus) pada pembuluh darah balik (vena) dalam di daerah tungkai bawah. Setiap
tahunnya diperkirakan terdapat 1 di antara 1000 orang menderita kelainan ini. Dari
jumlah tersebut, kurang lebih satu sampai lima persen penderita meninggal akibat
komplikasi yang ditimbulkan.
2
terletak tepat dibawah kulit dan dapat terlihat dengan mudah pada permukaan. Vena-
venadeep, seperti yang disiratkan namanya, berlokasi dalam didalam otot-otot
darikaki. Darah mengalir dari vena-vena superficial kedalam sistim vena
dalammelalui vena-vena perforator yang kecil. Vena-vena superficial dan
perforator mempunyai klep-klep (katup-katup) satu arah didalam mereka yang
mengizinkandarah mengalir hanya dari arah jantung ketika vena-vena ditekan.
Bekuan darah (thrombus) dalam sistim vena dalam dari kaki
adalahsebenarnya tidak berbahaya. Situasi menjadi mengancam nyawa ketika
sepotongdari bekuan darah terlepas (embolus, pleural=emboli), berjalan ke arah
muaramelalui jantung kedalam sistim peredaran paru, dan menyangkut dalam
paru.Diagnosis dan perawatan dari deep venous thrombosis (DVT) dimaksudkan
untuk mencegah pulmonary embolism.
3
B. EPIDEMIOLOGI
Trombosis vena dalam terjadi kira-kira 1 per 1000 orang per tahun. Kira-kira
1-5% menyebabkan kematian akibat komplikasi. Trombosis vena dalam sangat
sedikit dijumpai pada anak-anak. Ratio laki-laki dan perempuan yaitu 1:1,2.
Trombosis vena dalam biasanya terjadi pada umur lebih dari 40 tahun.
C. ETIOLOGI
a. Lupus eritematous
b. Penyakit Burger’s
c. Giant cell arteritis
d. Penyakit Takayasu
2. Hiperkoagulasi
3. Stasis
Selain itu ada beberapa faktor yang menyebabkan terjadinya trombosis vena
dalam seperti pada umur lanjut, obesitas, infeksi, immobilisasi, penggunaan
kontrasepsi, tembakau, dan perjalanan dengan pesawat terbang serta riwayat trauma.
D. PATOFISIOLOGI
4
bawah. statis darah dibelakang daun katup dapat menyebabkan penumpukan
trombosit dan fibrin, yang mencetuskan perkembangan thrombosis vena.
5
obat anti koagulan secara mendadak. Kontrasepsi oral dan sejumlah besar diskrasia
dapat menyebabkan hiperkoagulabilitas.
Trombos vena tersusun atas agregat trombosit yang menempel pada dinding
vena, di sepanjang bangunan tambahan ekor yang mengandug fibrin, sel darah putih
dan sel darah merah. Bekuan darah dapat membesar atau memanjang sesuai arah
aliran darah akibat terbentuknya lapisan bekuan darah. Trombosis vena yang terus
tumbuh ini sangat berbahaya karena sebagian bekuan dapat terlepas dan
mengakibatkan oklusi emboli pada pembuluh darah paru. Fragmentasi dapat terjadi
spontan karena bekuan secara alamiah bisa larut atau dapat terjadi sehubungan
dengan peningkatan tekanan vena seperti saat berdiri tiba-tiba atau melakukan
aktivitas otot setelah lama istirahat.
E. MANIFESTASI KLINIK
Trombosis biasanya mulai pada vena kecil di otot betis kadang permulaannya
di vena pelvis. Kebanyakan bertambah besar dari betis kea rah proksimal sampai ke
vena pelvis atau vena kava inferior.
Pada trombosis vena dalam yang kecil biasanya tidak memberikan gejala
(asimptomatik), lebih dari 50% penderita trombosis vena dalam tidak memberikan
keluhan dan tanda karena trombus tidak menyumbat lumen sehingga tidak
menyebabkan bendungan. Jika terjadi obstruksi akan tampak gejala dan tanda sebagai
berikut :
6
Kadang kaki membengkak dan nyeri karena seluruh trombus melekat pada
dinding vena sehingga seluruh vena tungkai sampai pelvis tersumbat, keadaan ini
disebut flegmasia alba dolens. Pada keadaan ini kaki nyeri sekali, sangat
membengkak dan kulitnya putih karena iskemia disertai dengan bercak bendungan.
Pada stadium lanjut terdapat flegmasia serulea dolens yang ditandai dengan kaki yang
nyeri sekali, berwarna biru tua dan hematoma karena mulai terjadi nekrosis atau
gangrene. Justru pada penderita yang tanpa gejala dan tanda, trombosis vena dalam
dapat menyebabkan emboli paru karena sebagian besar trombus di tungkai dan pelvis
tidak melekat ke dinding vena.
F. DIAGNOSA
Interpretasi:
7
iii. Resiko rendah < 0
G. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Tes Darah
a) Tes D-dimer
Plasma D-dimer adalah spesifik turunan dari fibrin, yang dihasilkan ketika
fibrin terdegradasi oleh plasmin, jadi konsentrasinya meningkat pada pasien dengan
tromboembolisme vena. Walaupun sensitive untuk tromboembolisme vena,
konsentrasi yang tinggi D-dimer tidak cukup spesifik untuk membuat suatu diagnosis
karena d-dimer juga dapat meninggi pada kelainan seperti keganasan, kehamilan dan
setelah operasi.
2. Imaging (pencitraan)
a) Venografi
b) Ultrasonografi
8
spontan dan fasik dengan pernapasan. Ketika pola fasik tidak ada, ini
mengindikasikan adanya obstruksi dari aliran vena.
Colour flow duplex : menggunakan teknik dupleks ultrasonografi tetapi
dengan tambahan warna pada Doppler sehingga dengan mudah
mengidentifikasi pembuluh darah.
H. PENATALAKSANAAN
1. Terapi Nonfarmakologi
a. Tinggikan posisi ekstremitas yang terkena untuk
melancarkanaliran darah vena
b. Kompres hangat untuk meningkatkan sirkulasi mikrovaskular
c. Latihan lingkup gerak sendi (range of motion) seperti gerakan fleksi-
ekstensi, menggengam, dan lain-lain. Tindakan ini akanmeningkatkan
aliran darah di vena-vena yang masih terbuka (patent)
d. Pemakaian kaus kaki elastis (elastic stocking), alat ini
dapatmeningkatkan aliran darah vena.
9
2. Terapi Farmakologi
Pada thrombosis vena superficial hanya diperlukan istirahat,
peninggianletak tungkai dan pemanasan local. Pengobatan yang lebih serius
ditujukan padathrombosis venadalam. Pada thrombosis vena dalam diperlukan
terapi denganantikoagulan sistemik seperti heparin dan warfarin.
a) Terapi Heparin
Terapi heparin harus diberikan dengan loading dose dati 10.000
unitdiikuti dengan infuse continuous yang awalnya berkecepatan 1.000
unit/jam.Dosis ini harus dapat mempertahankan Partial Thromboplastin Time
(PTT) antara1,5 dan 2 kontrol waktu. Manfaat setelah pemberian heparin ini
adalah menjagatingkat kesamaan dari antikoagulan dan memperkecil
manisfestasi perdarahan.Pada pasien yang tidak dapat menerima terapi
warfarin, heparin dapat diberikan10.000 unit subkutan selam >12 jam untuk
mempertahankan PTT 1,5 kontrolwaktu, 6 jam setelah pemberian heparin.
Heparin dapat membatasi pembentukan bekuan darah dan
meningkatkan proses fibrinolisis. Heparin lebih unggul dibandingkan dengan
antikoagulan oraltunggal sebagai terapi awal untuk DVT, karena antikoagulan
oral dapatmeningkatkan risiko tromboemboli disebabkan inaktivasi protein C
dan protein S sebelum menghambat faktor pembekuan eksternal. Sasaran
yang harus dicapaiadalah activated PTT 1,5 sampai 2,5 kali lipat untuk
mengurangi risiko rekurensi DVT, biasanya dapat dicapai dengan dosis
heparin ≥30.000 U/hari atau >1250 U/jam. Metode yang sering dipakai adalah
bolus intravena inisial diikuti denganinfus heparin kontinu. Selain itu metode
pemberian subkutan dua kali sehari jugaefektif. Pada tahun 1991 Cruikshank
dkk mempublikasikan normogram standar untuk dosis heparin. Menurut
protokol ini, pasien diberikan bolus inisial 5000 UUFH diikuti dengan 1280
U/jam UFH. Dosis heparin dititrasi menurut nilai aPTTselanjutnya. Pada
penelitian Cruikshank tersebut nilai aPTT sasaran tercapaidalam 24 sampai 48
jam. Untuk sebagian besar pasien dengan DVT, heparin harus diberikan ≥5
10
hari dan tidak dihentikan sampai INR (internationalized normalized ratio)
pada kisaran terapeutik ≥2 hari. Low molecular weight heparin (LMWH) juga
efektif terhadap DVT, bila dibandingkan dengan UFH, maka LMWH lebih
mempunyai keuntungan yaitu pemberian subkutan satu atau dua kali sehari
dengan dosis yang sama dan tidak memrlukan pemantauan laboratorium.
Keuntungan yang lain yaitu kemungkinan risiko perdarahan yang lebih sedikit
dan dapat diberikan dengan system rawat jalan di rumah tanpa memerlukan
pemberian intravena kontinu.
Komplikasi termasuk perdarahan, osteopenia reaksi hipersensivitas,
trombositopenia, dan thrombosis. Reaksi heparin dinetralisir / dihambat oleh
pemberian protamin silfat IV, 1 mg protamin sulfat akan menetralisir sekitar
100 unit heparin.
b) Terapi Warfarin
Warfarin adalah antikoagulan oral yang paling sering digunakan
untuk tatalaksana jangka panjang DVT. Warfarin adalah antagonis vitamin K
yangmenghambat produksi faktor II, VII, IX dan X, protein C dan protein S.
Efek warfarin dimonitor dengan pemeriksaan protrombin time (PT) dan
diekspresikansebagai internationalized normalized ratio (INR). Terapi
warfarin harus dimulaisegera setelah PTT berada pada level terapeutik,
baiknya dalam 24 jam setelahinisiasi terapi heparin. Sasaran INR yang ingin
dicapai adalah 2.0 sampai 3.0.Dosis inisial warfarin adalah 5 mg dan biasanya
mencapai INR sasaran pada harike-4 terapi. Dosis warfarin selanjutnya harus
diindividualisasi menurut nilai INR.
Warfarin diberikan pada dosis 10 mg/hari sampai waktu
protrombinmemanhang. Kemudian dosis dapat diturunkan menjadi 5 mg/hari
diberikan untuk memperhatikan waktu protrombin pada 1,2-1,5 kontrol waktu
untuk trombrosisvena. Warfarin biasanya dilanjutkan penggunaanya selama 3
bulan, namun sebaliknya pada kasus yang tanpa komplikasi.
11
Monitoring farmakologi obat sangat diperlukan pada pasien yang
memakaiwarfarin, karena banyak obat - obat lain yang dapat
mempengaruhinefek warfarin, baik yang menghambat maupun yang
memperkuat seperti antibiotic, barbiturate, salisilat, rifampisin, kontrasepsi
oral dll.
Komplikasi berupa perdarahan harus diterapi dengan mengganti
factor antikoagulan dengan fresh frozen plasma. Apabila antikoagulan masih
harusdigunakan setelah episode perdarahan berhenti, maka vitamin Ktidak
bolehdiberikan karena dapat membuat pasien refrakter terhadap warfarin
dalam waktuyang lama.
c) Trombolisis
Pengobatan dengan trombolisis, contohnya streptokinase,
urokinaserecombinant tissue activator (tPA) dapat dipertimbangkan pada
pasien bila disertai emboli paru massif dan syok. Obat fibrinolisis mengurangi
besarnya darah beku pada DVT kaki yang diperlihatkan dengan angiografi,
yaitu 30-40% terjadi lisis komplet dan 30% terjadi lisis parsial. Obat
trombolisis diberikan langsung melalui kateter pada pasien dengan trombolisis
iliofemoral massif. Beberapa penelitian melaporkan pada pasien dengan
trombolisis, angka kejadian sindrom pasca trombolisis berkurang. Akan tetapi
saat ini pemberian obat trombolisis vena hanya dianjurkan pada trombolisis
venaili ofemoral.
d) Antiagregasi Trombosit
Umumnya tidak diberikan pada DVT, kecuali ada indikasi.
Sepertisindrom antifosfolipid (APS) dan sticky platelet syndrome. Aspirin
dapatdiberikan dengan dosis bervariasi mulai dari 80-320 mg.
e) Trombektomi Vena
Trombektomi vena yang mengalami trombosis memberikan hasil
yang baik bila dapat dilakukan segera sebelum lewat tiga hari dengan tujuan p
12
ertama untuk mengurangi gejala pascaflebitis, mempertahankan fungsi katup
dan dengandemikian mencegah terjadinya komplikasi seperti ulkus stasis
padatungkai bawahdan untuk mencegah emboli paru.
Kadang trombektomi masih memberikan hasil yang
baik,walaupundilakukan setelah lewat 5 hari bahkan sampai 4 minggu apalagi
bila trombosisyang terjadi segmental. Bila terjadi stenosis pada salah satu
segmen venadipertimbangkan untuk diatasi dengan balon dan bidai.
Kontraindikasi trombektomi adalah pada pasien dengan tumor yang
inoperable atau bila pemberian antikoagulan tidak dianjurkan.
Indikasi yang tepat untuk melakukan trombektomi pada thrombosis
venaadalah pada kasus phiegmasia cerulean dolens yaitu suatu kombinasi
trombosisvena dalam dengan iskemi yang sangat nyeri, hilangnya pulsasi
distal danekimosis. Trombektomi (dengan membuat fistula arteri-vena
sementara)merupakan pilihan baik pula pada pasien dengan thrombosis vena
ileofemoralkurang dari satu minggu.Tindakan ini bertujuan mencegah
meluasnya thrombosis serta terjadinya emboli dan rusaknya katup vena.
Kontraindikasi relative adalah perdarahan susunan saraf pusat,
metastasistumor, pada pembedahan, hipertensi berat, perkarditis atau
endokarditilis dan perdarahan aktif atau penkecenderungan untuk mengalami
perdarahan. Kontraindikasi relative pada penggunaan antikoagulan jangka
panjang adalah alkoholisme dan kehamilan pertama Karena warfarin bersifat
teratogenik.
I. KOMPLIKASI
1. Perdarahan
2. Emboli paru
13
Terjadi akibat terlepasnya trombus dari dinding pembuluh darah
kemudian trombus ini terbawa aliran darah hingga akhirnya berhenti di
pembuluh darah paru dan mengakibatkan bendungan aliran darah. Ini dapat
terjadi beberapa jam maupun hari setelah terbentuknya suatu bekuan darah
pada pembuluh darah di daerah tungkai. Gejalanya berupa nyeri dada dan
pernapasan yang singkat.
J. PROGNOSIS
Semua pasien dengan trombosis vena dalam pada masa yang lama
mempunyai resiko terjadinya insufisiensi vena kronik.
Kira-kira 20% pasien dengan DVT yang tidak ditangani dapat berkembang
menjadi emboli paru, dan 10-20% dapat menyebabkan kematian. Dengan
antikoagulan terapi angka kematian dapat menurun hingga 5 sampai 10 kali.
14
DAFTAR PUSTAKA
15