Anda di halaman 1dari 15

PENAFSIRAN AYAT-AYAT JILBAB

Dosen Pengampu: Afriadi Putra, S.Th.I, M.Hum

Di susun Oleh:

Dian Widianti (11632200619)

Elin Srimulyani

Ziska Yanti

JURUSAN ILMU AL-QURAN DAN TAFSIR/4A

FAKULTAS USHULUDDIN

UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SULTAN SYARIF KASIM RIAU

2018
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Allah SWT yang telah melimpahkan rahmat dan karunia-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan judul “Penafsiran Ayat-ayat Jilbab”

Penulisan tugas ini disusun untuk memenuhi tugas mata kuliah Tafsir III semester empat.
Makalah ini diharapkan dapat membantu dalam penerapannya pada kehidupan sehari-hari dan
membantu dalam proses pembelajaran.

Dalam penulisan ini penulis menyadari bahwa tulisan ini masih jauh dari kesempurnaan,
oleh karena itu, kritik dan saran sangat dibutuhkan untuk membangun menjadi lebih baik
kedepannya. Sekian dan terima kasih, semoga makalah ini bermanfaat bagi pembacanya.

Pekanbaru, 18 Maret 2018

Penulis

i
PEMBAHASAN

A. Ayat-ayat Jilbab

1. Qs. al-Ahzab: 59

َ ِ‫ك َو ن ِ سَ ا ِء ال ْ ُم ْؤ ِم ن ِ ي َن ي ُ د ْ ن ِ ي َن عَ ل َ ي ْ ِه َّن ِم ْن َج ََل ب ِ ي ب ِ ِه َّن ۚ ذَٰ َ ل‬


‫ك أ َد ْ ن ََٰى أ َ ْن‬ َ ِ ‫ك َو ب َ ن َا ت‬ ِ ‫ي ق ُ ْل ِِل َ ْز َو‬
َ ‫اج‬ ُّ ِ ‫ي َ ا أ َي ُّ هَ ا ال ن َّ ب‬
‫ي ُ ع ْ َر ف ْ َن ف َ ََل ي ُ ْؤ ذ َي ْ َن ۗ َو كَا َن َّللاَّ ُ غَ ف ُ و ًر ا َر ِح ي ًم ا‬

Hai Nabi, katakanlah kepada isteri-isterimu, anak-anak perempuanmu dan


isteri-isteri orang mukmin: "Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh
tubuh mereka". Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena
itu mereka tidak di ganggu. Dan Allah adalah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang.

Makna Mufrodat:

‫ي ُ د ْ ن ِ ي َن‬ : Mengulurkan dan menguraikan

‫َج ََل ب ِ ي ب ِ ِه َّن‬ : Jamak dari jilbab, yaitu baju kurung yang meliputi seluruh
tubuh wanita, lebih dari sekedar baju biasa dan kerudung

‫أ َد ْ ن ََٰى‬ : Lebih dekat/mudah

‫ي ُ ْؤ ذ َيْ َن‬ : Mereka diganggu

2. Qs. an-Nur: 31

‫ار هِ َّن َو ي َ ْح ف َ ظْ َن ف ُ ُر و َج هُ َّن َو ََل ي ُ بْ ِد ي َن ِز ي ن َ ت َهُ َّن إ ِ ََّل َم ا ظ َ َه َر‬ ِ ‫ص‬ َ ْ ‫ض َن ِم ْن أ َب‬ ْ ُ‫ت ي َ غ ْ ض‬ ِ ‫َو ق ُ ْل لِ ل ْ ُم ْؤ ِم ن َا‬
‫ض ِر ب ْ َن ب ِ ُخ ُم ِر هِ َّن عَ ل َ َٰى ُج ي ُو ب ِ ِه َّن ۖ َو ََل ي ُ ب ْ ِد ي َن ِز ي ن َ ت َهُ َّن إ ِ ََّل لِ ب ُ ع ُ و ل َ ت ِ ِه َّن أ َ ْو آ ب َ ا ئ ِ ِه َّن أ َ ْو آ ب َ ا ِء‬ ْ َ ‫ِم ن ْ َه ا ۖ َو ل ْ ي‬
‫ب ُ ع ُ و ل َ ت ِ ِه َّن أ َ ْو أ َب ْ ن َا ئ ِ ِه َّن أ َ ْو أ َب ْ ن َا ِء ب ُ ع ُ و ل َ ت ِ ِه َّن أ َ ْو إ ِ ْخ َو ا ن ِ ِه َّن أ َ ْو ب َ ن ِ ي إ ِ ْخ َو ا ن ِ ِه َّن أ َ ْو ب َ ن ِ ي أ َ َخ َو ا ت ِ ِه َّن أ َ ْو‬
‫الط ف ْ ِل ا ل َّ ِذ ي َن ل َ ْم‬
ِ ‫الر َج ا ِل أ َ ِو‬
ِ ‫اْل ْر ب َ ةِ ِم َن‬ ِ ْ ‫أ َ ِو ال ت َّا ب ِ ِع ي َن غَ ي ِْر أ ُو لِ ي‬ ‫َت أ َي ْ َم ا ن ُ هُ َّن‬
ْ ‫ن ِ سَ ا ئ ِ ِه َّن أ َ ْو َم ا َم ل َ ك‬
‫ض ِر ب ْ َن ب ِ أ َ ْر ُج لِ ِه َّن لِ ي ُ ع ْ ل َ مَ َم ا ي ُ ْخ فِ ي َن ِم ْن ِز ي ن َ ت ِ ِه َّن ۚ َو ت ُو ب ُوا إ ِ ل َ ى‬ ْ َ ‫َو ََل ي‬ ۖ ‫ت ا لن ِ سَ ا ِء‬ ِ ‫ي َ ظْ َه ُر وا عَ ل َ َٰى عَ ْو َر ا‬
‫ح و َن‬ ُ ِ ‫ت ُف ْ ل‬ ‫َّللاَّ ِ َج ِم ي ع ً ا أ َي ُّ ه َ الْ ُم ْؤ ِم ن ُ و َن ل َ ع َ ل َّ ك ُ ْم‬

1
Katakanlah kepada wanita yang beriman: "Hendaklah mereka menahan
pandangannya, dan kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya,
kecuali yang (biasa) nampak dari padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung kedadanya, dan janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami
mereka, atau ayah mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau
putera-putera suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-
putera saudara lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau
wanita-wanita islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan
laki-laki yang tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang
belum mengerti tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua
agar diketahui perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian
kepada Allah, hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.

Makna Mufrodat:

ْ ُ‫ي َ غ ْ ض‬
‫ض َن‬ : Menahan/menundukkan

‫ي َ ْح ف َ ظْ َن‬ : dan mereka menjaga

‫ف ُ ُر و َج هُ َّن‬ : Kemaluan mereka

‫ي ُ بْ ِد ي َن‬ : Mereka menampakkan

‫ِز ي ن َ ت َهُ َّن‬ : Perhiasan mereka

ْ َ ‫ َو ل ْ ي‬: dan hendaklah mereka menutupkan


‫ض ِر بْ َن‬

‫ب ِ ُخ ُم ِر هِ َّن‬ : dengan kerudung mereka

‫ج ي ُو ب ِ ِه َّن‬
ُ : Dada mereka

2
B. Asbabun Nuzul

1. Asbabun Nuzul Surah al-Ahzab: 59

Pada suatu riwayat dikemukakan bahwa Siti Saudah (istri Rasulullah) keluar
rumah untuk sesuatu keperluan setelah diturunkan ayat hijab. Ia adalah seorang yang
badannya tinggi besar sehingga mudah dikenali orang. Pada waktu itu Umar
melihatnya, dan ia berkata: “Hai Saudah. Demi Allah, bagaimana pun kami akan
dapat mengenalmu. Karenanya cobalah pikir mengapa engkau keluar?” Dengan
tergesa-gesa ia pulang dan saat itu Rasulullah berada di rumah Aisyah sedang
memegang tulang sewaktu makan. Ketika masuk ia berkata: “Ya Rasulullah, aku
keluar untuk sesuatu keperluan, dan Umar menegurku (karena ia masih
mengenalku)”. Karena peristiwa itulah turun ayat ini (Surat alAhzab: 59) kepada
Rasulullah Saw. disaat tulang itu masih di tangannya. Maka bersabdalah Rasulullah:
“Sesungguhnya Allah telah mengizinkan kau keluar rumah untuk sesuatu
keperluan.”1

Dalam riwayat lain dikemukakan bahwa istri-istri Rasulullah Saw. pernah


keluar malam untuk mengqada hajat (buang air). Pada waktu itu kaum munafiqin
mengganggu mereka dan menyakiti. Hal ini diadukan kepada Rasulullah Saw.,
sehingga Rasul menegur kaum munafiqin. Mereka menjawab: “Kami hanya
mengganggu hamba sahaya.”Turunnya ayat ini (Surat alAhzab: 59) sebagai perintah
untuk berpakaian tertutup, agar berbeda dari hamba sahaya.2

2. Asbabun Nuzul surah an-Nur: 31

Ibnu Katsir r.a. meriwayatkan dari Muqatil bin Hayyan dari Jabir bin
Abdillan al-Anshari mengatakan bahwa Asma’ binti Murtsid berada dalam kebun
kurma Bani Haritsah kemudian perempuan-perempuan pada masuk ke dalam kebun
itu tanpa memakai kain panjang, sehingga tampak kaki-kaki mereka yakni
pergelangan kaki serta terlihat dada-dada mereka. Maka Asma’ berkata: “Alangkah

1
K.H.Q. Shaleh, dkk, Asbabun Nuzul (Bandung: Diponegoro, 2007), 443.
2
Ibid, 443.
3
buruknya ini!”. 3 Kemudian Allah menurunkan ayat: “Katakanlah kepada wanita
yang beriman: "Hendaklah mereka menahan pandangannya, dan kemaluannya, dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali yang (biasa) nampak dari
padanya. Dan hendaklah mereka menutupkan kain kudung kedadanya, dan
janganlah menampakkan perhiasannya kecuali kepada suami mereka, atau ayah
mereka, atau ayah suami mereka, atau putera-putera mereka, atau putera-putera
suami mereka, atau saudara-saudara laki-laki mereka, atau putera-putera saudara
lelaki mereka, atau putera-putera saudara perempuan mereka, atau wanita-wanita
islam, atau budak-budak yang mereka miliki, atau pelayan-pelayan laki-laki yang
tidak mempunyai keinginan (terhadap wanita) atau anak-anak yang belum mengerti
tentang aurat wanita. Dan janganlah mereka memukulkan kakinyua agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung.”

C. Hadis yang Berkaitan dengan Jilbab

Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pernah menegur Asma binti Abu Bakar
Radhiyallahu anhuma ketika beliau datang ke rumah Nabi Shallallahu ‘alaihi wa sallam
dengan mengenakan busana yang agak tipis. Rasûlullâh Shallallahu ‘alaihi wa sallam pun
memalingkan mukanya sambil berkata :

‫صلُحْ أَ ْن ي َُرى ِم ْن َها ِإ ََّل َهذَا َو َهذَا‬ َ ‫ت ْال َم ِح‬


ْ ‫يض لَ ْم َي‬ ِ َ‫َيا أ َ ْس َما ُء ِإ َّن ْال َم ْرأَةَ ِإذَا َبلَغ‬

Wahai Asma ! Sesungguhnya wanita jika sudah baligh maka tidak boleh nampak
dari anggota badannya kecuali ini dan ini (beliau mengisyaratkan ke muka dan telapak
tangan). [HR. Abu Dâwud, no. 4104 dan al-Baihaqi, no. 3218]

Surah an-Nur: 31 merupakan perintah kepada kaum mukminah untuk memakai


jilbab. Berarti perintah berjilbab dalam ayat ini bersifat wajib. Maka, perhatikanlah
praktek wanita di generasi utama ketika turun ayat ini.

Dari Aisyah r.a. berkata,

3
Juhaya S. Praja, Tafsir Hikmah Seputar Ibadah, Muamalah, Jin dan Manusia (Bandung: PT.
Remaja Rosdakarya, 2000), 324-325.
4
‫{و ْل َيض ِْربْنَ ِب ُخ ُم ِره َِّن َعلَى ُجيُو ِب ِه َّن} شقَ ْقنَ ُم ُروطهن فاختمرن به‬
َ :‫ لما أنزل هللا‬،‫يرحم هللا نساء المهاجرات اِلول‬

“Semoga Allah ta’ala merahmati wanita-wanita sahabat muhajirin generasi pertama,


ketika Allah ta’ala menurunkan firman-Nya, “Dan hendaklah mereka menutupkan kain
kudung ke dadanya” (An-Nur: 31) maka para wanita tersebut segera memotong kain-kain
mereka lalu mereka berkerudung dengannya.” [HR. Al-Bukhari]4

D. Munasabah

Surah an-Nur: 31 menjelaskan tentang perintah menutup aurat bagi perempuan


yang beriman dengan menutupkan kerudung ke dadanya dan larangan menampakkan
auratnya kepada orang – orang selain yang disebutkan dalam ayat tersebut, ayat ini
disambut oleh surah al-Ahzab: 59 yang menjelaskan fungsi dari menutup aurat adalah
supaya mudah dikenali (ciri khas seorang muslimah) dan supaya tidak diganggu pria-pria
nakal.

E. Penafsiran Menurut Para Ulama

Dalam surah al-Ahzab : 59, ulama berbeda pendapat tentang makna jilbab, berikut
penafsiran beberapa ulama5 :

1. Ibnu Jarir meriwayatkan bahwa Muhammadi Ibn Sirin bertanya kepada Abidah al-
Salamani tentang maksud penggalan ayat itu, lalu Abidah mengangkat semacam
selendang yang dipakainya dan memakainya sambil menutup kepalanya hingga
menutupi pula kedua alisnya dan wajahnya dan membuka mata kirinya untuk melihat
dari arah sebelah kirinya.
2. al-Suddi menyatakan bahwa wanita menutup salah satu matanya dan dahinya,
demikian jika bagian lain dari wajahnya kecuali satu mata saja.

4
Arif syaifudin Rozi, http://arifsrozi.blogspot.co.id/2016/02/kriteria-jilbab-muslimah-menurut-
syariat.html, diakses pada tanggal 21 Maret 2018.
5
Chamim Thohari, Konstruksi Pemikiran Quraish Shihab Tentang Hukum Jilbab,
ejournal.umm.ac.id (Volume 14 Nomor 1 Januari - Juni 2011), 79.
5
3. Pakar tafsir al-Alusi menyatakan bahwa yang dimaksud dengan kata ‘alaihinna adalah
seluruh tubuh mereka. Akan tetapi menurutnya ada juga yang menyatakan bahwa
yang dimaksud adalah di atas kepala mereka atau wajah mereka karena yang nampak
pada masa jahiliyah adalah wajah mereka
4. al-Biqa’i menjelaskan beberapa pendapat seputar makna jilbab. Diantaranya adalah
baju yang longgar atau kerudung penutup kepala wanita, atau pakaian yang menutupi
baju dan kerudung yang dipakainya, atau semua pakaian yang menutupi badan wanita.

Dalam QS an-Nur 31 ulama berbeda pendapat tentang makna illa ma zhahara


minha dengan kata lain ulama berbeda pendapat tentang batasan aurat. Berikut penafsiran
ulama ulama tentang makna illa ma zhahara minha 6:
1. al-Qurthubi mengemukakan bahwa Ibnu Mas’ud memahami makna illâ mâ zhahara
minhâ sebagai pakaian.
2. Sa’id bin Jubair, Atha’ dan al- Auza’i berpendapat bahwa yang boleh dilihat adalah
wajah wanita, kedua telapak tangan di samping busana yang dipakainya
3. Ibnu Abbas, Qatadah dan Miswar bin Makhzamah berpendapat bahwa yang boleh
dilihat termasuk juga celak mata, gelang, setengah dari tangan yang dalam kebiasaan
wanita Arab dihiasi dengan pacar, anting, cincin dan semacamnya
4. Ibnu Umar, Ikrimah dan Atha’ dalam riwayat Ibnu Katsir, perhiasan zhahir ialah
muka dan kedua telapak tangan, serta cincin. Riwayat Ibnu Katsir yang lain
menyatakan bahwa yang dimaksud dengan perhiasan zhahir ialah muka dan telapak
tangan
5. Sedangkan menurut Tafsir Khazîn, Ibnu Mas’ud menerangkan bahwa kecuali apa
yang zhahir itu adalah pakaian (Al-Khazin, 1399 H:235).
6. Ibnu Jarir al-Thabari, guru besar para mufasir, menjelaskan makna kalimat illâ mâ
zhahara minhâ tersebut sebagai muka dan tangan, dan mencakup pula celak mata,
cincin, gelang dan cat kuku.
7. Ibnu Asyur berpendapat bahwa yang dimaksud hiasan adalah hiasan yang bersifat
khilqiyah (melekat) seperti wajah, pergelangan tangan, kedua siku sampai bahu,

6
Ibid, 77-79.

6
payudara, kedua betis dan rambut. Sedangkan maksud kalimat illâ mâ zhahara
minhâ mengacu pada hiasan khilqiyah yang dapat ditoleransi karena dapat
menimbulkan kesulitan apabila ditutup seperti wajah, kedua tangan dan kedua kaki.
8. Quraish Shihab berpendapat bahwa batas aurat wanita tidaklah secara jelas
ditegaskan dalam ayat tersebut. Sehingga ayat tersebut tidak seharusnya menjadi
dasar yang digunakan untuk menetapkan batas aurat wanita . Selain itu, Quraish juga
menegaskan bahwa perintah dan larangan Allah dan Rasul-Nya tidak selalu harus
diartikan wajib atau haram, tetapi bisa juga perintah itu bermakna anjuran, sedangkan
larangan-Nya dapat berarti sebaiknya ditinggalkan. Quraish Shihab berpendapat
bahwa sangat penting untuk menjadikan adat kebiasaan sebagai pertimbangan dalam
penetapan hukum, namun dengan catatan adat tersebut tidak lepas kendali dari
prinsip-prinsip ajaran agama serta norma-norma umum. Karena itu ia sampai kepada
pendapat bahwa pakaian adat atau pakaian nasional yang biasa dipakai oleh putri-
putri Indonesia yang tidak mengenakan jilbab tidak dapat dikatakan sebagai telah
melanggar aturan agama.

F. Kontekstualisasi (Pemaknaan atau Pengaplikasian Kandungan Ayat Terhadap


Persoalan Kekinian)

Jilbab pada dasarnya telah dikenal sejak lama dari zaman ke zaman sebelum
kedatangan Islam, seperti di Negara Yunani dan Persia, namun dari sisi ini yang
membedakan adalah esensi jilbab itu sendiri bagi para pemakainya. 7 Sebagai kosakata
asli Arab, jilbab adalah bentuk tunggal, sedangkan bentuk jamaknya adalah jalabib.
Jilbab berasal dari akar kata jalaba yang berarti menghimpun dan membawa. Jilbab
merujuk pada pakaian yang dikenakan perempuan pada masyarakat Arab jauh sebelum
Islam. Bahkan jilbab dikenakan juga oleh bangsa selain Arab.8

Sedangkan secara istilah jilbab mempunyai arti antara lain:

7
Deni Sutan Bachtiar, Berjilbab dan Tren Buka Aurat (Yogyakarta: Mitra Pustaka, 2009), 2.
8
Fadwa El Guindi, Jilbab: Antara Kesalehan, Kesopanan dan Perlawanan, terj. Mujiburohman
(Jakarta: Serambi, 2003), 39.

7
1. Pakaian yang lapang dan dapat menutupi bagian anggota tubuh wanita (auratnya)
kecuali muka dan kedua telapak tangan sampai pergelangan tangan.
2. Dalam alQuran dan Terjemahannya, jilbab berarti sejenis baju kurung yang lapang,
yang dapat menutupi kepala, muka dan dada.

Kewajiban memakai jilbab bagi wanita muslimah tidak dapat dipisahkan dengan
masalah aurat. Aurat adalah bagian tubuh yang tidak boleh terlihat oleh orang lain,
karena akan menimbulkan nafsu apabila dibiarkan terbuka, bagian tersebut mrupakan
kehormatan manusia.

Terdapat perbedaan pendapat tentang batasan-batasan aurat wanita dihadapan


bukan mahramnya, yaitu:

a. Dalam madzab Maliki ada tiga pendapat. Pertama mengatakan wajib menutup muka
dan kedua telapak tangan. Kedua, mengatakan tidak wajib menutup, tetapi laki-laki
wajib menundukkan pandangan. Ketiga, mereka membedakan perempuan cantik dan
yang tidak cantik.
b. Hanafi mengatakan wajib menutup keduanya.
c. al-Ahnaf (pengikut Hanafi) berpendapat wanita boleh membuka muka dan kedua
telapak tangan, namun laki-laki tetap haram melihat kepadanya dengan syahwat.
d. Menurut madzab Syafi’i adalah seluruh tubuh tanpa terkecuali.
e. Jumhur Fuqaha’ (golongan terbesar ahli fiqh) berpendapat bahwa muka dan kedua
telapak tangan bukan aurat. Maka tidak wajib menutupinya.9

Adapun mayoritas ulama telah menetapkan batas aurat muslimah dewasa, jika
disimpulkan sebagai berikut:

a. Di hadapan mahram diwajibkan menutup seluruh badan kecuali anggota badan yang
terkena air wudlu‘(kepala sampai leher, tangan, kaki dan betis), ini pendapat Maliki.
Sementara Syafi‘i, di hadapan mahramnya boleh terlihat tubuhnya, kecuali antara
pusar dan lutut.
b. Ketika bergaul sesama perempuan, auratnya dari pusar hingga ke lutut.

9
Haya Binti Mubarok al-Barik, Ensiklopedi Wanita Muslimah (Jakarta: Darul Fatah, 1998), 149.

8
c. Ketika bergaul dengan bukan mahram, ini terdapat perbedaan pendapat sebagaimana
dijelaskan di depan. Antara seluruh tubuh perempuan adalah aurat dan ada yang
mengecualikan wajah dan tangan (beberapa ulama ada yang menambahkan kaki).
d. Sedangan aurat ketika shalat adalah seluruh tubuhnya kecuali wajah dan telapak
tangan bagian dalam (batn al-kaff)

Kriteria jilbab muslimah menurut syari’at:10


1. Menutupi seluruh tubuh.
 Jilbab, yaitu pakaian yang menutupi seluruh tubuh. (al-Ahzab: 59).
 Kerudung, yaitu pakaian yang menutupi dari kepala sampai ke dada. (an-Nur: 31).
2. Pakaian tersebut bukan sebuah perhiasan, bukan pula sesuatu yang menggoda atau
menarik perhatian kaum pria, seperti mengenakan hiasan-hiasan, motif-motif
berlebihan, logo-logo dan yang semisalnya. Karena tujuan pakaian syar’i bagi
muslimah adalah untuk menutupi perhiasannya. (an-Nur: 31)
3. Tidak ketat, tidak tipis dan tidak tembus pandang.
 Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,

ٌ‫اريَات‬ ِ ‫سا ٌء كَا ِسيَاتٌ َع‬ َ ِ‫اس َون‬ َ َّ‫ب ْالبَقَ ِر يَض ِْربُونَ بِ َها الن‬ ِ ‫ط َكأَذْنَا‬ ٌ ‫ار لَ ْم أ َ َر ُه َما قَ ْو ٌم َمعَ ُه ْم ِسيَا‬
ِ َّ‫ان ِم ْن أ َ ْه ِل الن‬
ِ َ‫ص ْنف‬
ِ
‫ت ْال َمائِلَ ِة َلَ يَدْ ُخ ْلنَ ْال َجنَّةَ َوَلَ يَ ِجدْنَ ِري َح َها َو ِإ َّن ِري َح َها لَيُو َجدُ ِم ْن‬
ِ ‫س ُه َّن َكأ َ ْس ِن َم ِة ْالب ُْخ‬
ُ ‫ُم ِميَلَتٌ َمائَِلَتٌ ُر ُءو‬
َ‫ِيرةِ َكذَا َو َكذ‬
َ ‫َمس‬

“Ada dua golongan penghuni neraka yang belum pernah aku lihat, satu kaum yang
selalu bersama cambuk bagaikan ekor-ekor sapi, dengannya mereka memukul
manusia, dan wanita-wanita yang berpakaian tapi telanjang. Mereka berjalan
dengan melenggak-lenggok menimbulkan fitnah (godaan). Kepala-kepala mereka
seperti punuk-punuk unta yang miring. Mereka tidak akan masuk ke dalam surga.
Dan mereka tidak akan mencium baunya. Dan sungguh bau surga itu bisa tercium
dari jarak demikian dan demikian”. [HR. Muslim dari Abu Hurairah
radhiyallahu’anhu]

10
Arif syaifudin Rozi, http://arifsrozi.blogspot.co.id/2016/02/kriteria-jilbab-muslimah-menurut-
syariat.html, diakses pada tanggal 21 Maret 2018.
9
4. Tidak mengenakan harum-haruman.
5. Tidak menyerupai pakaian wanita kafir atau fasik.
6. Tidak menyerupai pakaian laki-laki.
7. Bukan pakaian ketenaran.
 Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam bersabda,
َ ‫َّللاُ َي ْو َم ْال ِق َيا َم ِة ثَ ْو‬
‫ب َمذَلَّ ٍة‬ َ ‫ش ْه َرةٍ أ َ ْل َب‬
َّ ُ‫سه‬ ُ ‫ب‬ َ ‫َم ْن لَ ِب‬
َ ‫س ث َ ْو‬
“Barangsiapa mengenakan pakaian ketenaran di dunia, maka Allah akan
memakaikan kepadanya pakaian kehinaan pada hari kiamat.” [HR. Ibnu Majah
dari Abdullah bin Umar radhiyallahu’anhuma]
 Ibnul Atsir rahimahullah berkata,

ِ ‫َو ْال ُم َراد أ َ َّن ث َ ْوبه يَ ْشت َ ِهر بَيْن النَّاس ِل ُمخَالَفَ ِة لَ ْونه ِِل َ ْل َو‬
َ ‫ان ثِيَابه ْم فَيَ ْرفَع النَّاس إِلَ ْي ِه أَ ْب‬
‫صاره ْم َويَ ْخت َال َعلَ ْي ِه ْم‬
‫ب َوالت َّ َكبُّر‬ِ ْ‫بِ ْالعُج‬

"Maksudnya adalah pakaiannya terkenal di tengah-tengah manusia, karena


warnanya yang berbeda dengan pakaian-pakaian mereka, maka orang-orang pun
selalu melihat kepadanya, sehingga ia bangga atas mereka dengan sifat 'ujub
(kagum terhadap dirinya) dan sombong." ['Aunul Ma'bud, 9/1035]

G. Studi Kasus

Beberapa tahun belakangan ini, muncul trend baru dalam berbusana. Namun bukan
busana Barat yang menampilkan sebagian tubuh yang menjadi trend. Pakaian yang sedang
menjadi trend di Indonesia sekarang ini adalah pakaian muslimah yang modis dengan berbagai
gaya dan pernak-pernik kerudungnya atau baju dengan model yang membentuk tubuh. Dalam
kesehariannya, para wanita tersebut yang terpengaruh dengan trend berbusana muslimah modis
memiliki perhatian tertentu terhadap penampilannya seperti gaya berjilbab dan berbusana. Hal
ini tentunya tidak dapat dilepaskan dari sejumlah faktor yang mempengaruhi seorang muslimah
berpenampilan fashionable yaitu kecenderungan mengenakan gaya jilbab yang menarik
perhatian, selanjutnya dapat ditiru oleh orang lain.

10
Jika dihubungkan dengan al-Qur’an, gaya wanita muslimah yang fashionable tersebut,
sangat menyalahi perintah Allah swt, sebagaimana disebutkan dalam surah an-Nur: 31, “Dan
janganlah mereka menampakkan perhiasannya…” Allah memerintahkan kepada para wanita
untuk tidak menampakkan perhiasan, agar tidak menarik perhatian pria yang bukan mahramnya.
Tetapi yang dilakukan wanita sekarang adalah berlomba-lomba dalam berpenampilan menarik
dalam berbusana muslimah, seperti memakai gaya jilbab yang dililit, jilbab yang banyak pernak-
perniknya, baju ketat yang membentuk tubuh, atau berjilbab tetapi memakai sanggul seperti
punuk unta, dan lain sebagainya. Jika seperti ini, tanpa disadari mereka telah menyalahi aturan
Allah swt. untuk tidak menampakkan perhiasan. Mereka telah mengkonstruksi nilai-nilai jilbab
menurut mereka sendiri. Ada pergeseran nilai dari jilbab itu sendiri. Jilbab dulu dan sekarang
sudah berbeda makna. Jika dulu memakai jilbab merupakan simbol ketaatan wanita pada ajaran
agama mereka, sedangkan memakai jilbab sekarang sudah menjadi suatu gaya hidup tersendiri.
Fashion muslimah berkembang dengan pesat dan bermunculan model-model yang bagus, stylish,
dan modis.

Dalam surah al-Ahzab: 59, “...’Hendaklah mereka mengulurkan jilbabnya ke seluruh


tubuh mereka’. Yang demikian itu supaya mereka lebih mudah untuk dikenal, karena itu mereka
tidak di ganggu…” Dalam ayat ini, Allah swt. Memerintahkan kepada wanita muslimah untuk
berjilbab dengan tujuan agar mudah dikenali sebagai wanita yang terhormat dan agar tidak
diganggu pria nakal. Namun, jika berpenampilan menarik dalam berjilbab seperti yang telah
disebutkan diatas, maka para pria pengganggu merasa memiliki peluang untuk menganggu
wanita tersebut karena penampilannya menarik perhatian.

H. Istinbath Hukum

Para ulama berbeda pendapat mengenai penafsiran makna jilbab dan aurat dalam
2 ayat diatas, melalui ijtihad dan ilmu yang mereka miliki tentunya mereka tidak
sembarangan dalam menafsirkan ayat, ada juga yang berpendapat bahwa ayat tersebut
hanya berlaku pada zaman Nabi dimana sistem perbudakan dilegalkan dan pelecehan
sosial terhadap budak merupakan fenomena umum. Dalam masyarakat kuno wanita yang
lalu lalang di hadapan publik di pandang sebagai pelacur. Karenanya dalam masyarakat,

11
seperti itu ketentuan tentang fungsi jilbab berfungsi untuk membedakan perempuan yang
berada di bawah perlindungan laki-laki dan perempuan yang bersedia di lecehkan11.

Terlepas dari perbedaan tersebut penulis lebih cenderung dengan pendapat yang
mengatakan bahwa menutup aurat adalah menutup seluruh tubuh kecuali muka dan
telapak tangan, merujuk kepada ayat di atas dan hadis Nabi yang diriwayatkan oleh Abu
Dawud “Bahwa Asma’ putri Abu Bakar r.a. datang menemui Rasulullah saw. dengan
mengenakan pakaian tipis (transparan), maka Rasulullah saw. berpaling enggan
melihatnya dan bersabda, “Hai Asma’, sesungguhnya perempuan jika telah haid maka
tidak lagi wajar terlihat darinya kecuali ini dan ini” (sambil beliau menunjuk ke arah wajah
dan kedua telapak tangan beliau)”, dan penulis cenderung kepada pendapat yang mengatakan
ayat tersebut berlaku untuk semua tempat dan semua waktu.

Jadi, hukum berjilbab bagi wanita sesuai dengan kaedah ushul fiqh: “Hukum-
hukum syara’ didasarkan pada ‘illat (penyebabnya) “ada” atau “tidak ada” ‘illat tersebut.
Jika ada, maka ada pula hukumnya. Sebaliknya jika tidak ada ‘illat maka tidak ada
hukumnya. Berdasarkan kaedah itu maka dapat ditarik kesimpulan bahwa berjilbab
hukumnya wajib.

11
Chamim Thohari, Konstruksi Pemikiran Quraish Shihab Tentang Hukum
Jilbab,ejournal.umm.ac.id (Volume 14 Nomor 1 Januari - Juni 2011), 86.
12
13

Anda mungkin juga menyukai