Anda di halaman 1dari 17

LAPORAN PENDAHULUAN

FRAKTUR

SARTIKA S.kep
B4 002 16 016

PROGRAM PROFESI NERS


STIKES BARAMULI PINRANG
TAHUN AJARAN 2016

1
LAPORAN PENDAHULUAN FRAKTUR

A. Definisi
Menurut Masjoer A, 2005 Fraktur atau sering disebut patah
tulang adalah terputusnya kontinuitas jaringan tulang dan atau tulang
rawan yang penyebabnya dapat dikarenakan penyakit pengeroposan
tulang diantaranya penyakit yang sering disebut osteoporosis,
biasanya dialami pada usia dewasa. Dan dapat juga disebabkan
karena kecelakaan yang tidak terduga.
Fraktur adalah terputusnya kontuinitas tulang yang ditentukan
sesuaijenis dan luasnya, fraktur terjadi jika tulang dikenai stress yang
lebih besar dari yang dapat diabsorbsinya (Smelzter and Bare, 2002).
Menurut mansjoer, 2000 Fraktur atau patah tulang adalah
terputusnya kontinuitas jaringan tulang atau tulang rawan yang
umumnya disebabkan oleh ruda paksa.
Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, kebanyakan
fraktur akibat dari trauma, beberapa fraktur sekunder terhadap proses
penyakit seperti osteoporosis, yang menyebabkan fraktur yang
patologis (Mansjoer, 2001).
Jadi, fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang, yang dapat
disebabkan oleh trauma maupun penyakit atau patologis.

B. Etiologi
Menurut FKUI (2010), penyebab fraktur adalah trauma yang
terbagi menjadi dua, yaitu:
a. Trauma langsung; berarti benturan pada tulang dan
mengakibatkan fraktur di tempat itu.
b. Trauma tidak langsung; bila mana titik tumpuh benturan dengan
terjadinya fraktur berjauhan.

C. Klasifikasi

2
Menurut Helmi (2012), klasifikasi fraktur dapat dibagi dalam
klasifikasi berdasarkan penyebab, jenis, klinis dan radiologi.
a. Klasifikasi berdasarkan penyebaab
1. Fraktur traumatik
Disebabkan oleh trauma yang tiba-tiba mengenai tulang dengan
kekuatan yang besar.
2. Fraktur patologi
Disebabkan oleh kelemahan tulang sebelimnya akibat kelainan
patologi didalam tulang.
3. Fraktur stres
Disebabkan oleh trauma yang terus-menerus pada suatu tempat
tertentu.
b. Klasifikasi berdasarkan jenis fraktur
Berbagai jenis fraktur tersebut adalah sebagai berikut:
1. Fraktur terbuka
2. Fraktur tertutup
3. Fraktur kompresi
4. Fraktur stress
5. Fraktur avulasi
6. Greenstick Fracture (Fraktur lentuk atau salah satu tulang patah
sedang disisi lainnya membengkok)
7. Fraktur transversal
8. Fraktur komunitif
9. Fraktur impaksi

D. Anatomi Fisiologi
Struktur tulang dan jaringan ikat menyusun kurang lebih 25%
berat badan, dan otot menyusun kurang lebih 50%. Kesehatan
baiknya fungsi system musculoskeletal sangat tergantung pada
sistem tubuh yang lain. Struktur tulang- tulang memberi perlindungan
terhadap organ vital termasuk otak, jantung dan paru.

3
Kerangka tulang merupakan kerangka yang kuat untuk
meyangga struktur tubuh otot yang melekat ke tulang memungkinkan
tubuh bergerak metrik. Tulang meyimpan kalsium, fosfor, magnesium,
fluor. Tulang dalam tubuh manusia yang terbagi dalam empat
kategori: tulang panjang (missalfemur tulang kumat) tulang pendek
(missal tulang tarsalia), tulang pipih (sternum) dan tulang tak teratur
(vertebra). Tulang tersusun oleh jaringan tulang kanselus (trabekular
atau spongius).Tulang tersusun atas sel, matrik protein, deposit
mineral. Sel – selnya terdiri atas tiga jenis dasar osteoblas, osteosit
dan osteocklas. Osteoblas berfungi dalam pembetukan tulang dengan
mensekresikan matriks tulang. Matrik merupakan kerangka dimana
garam - garam mineral anorganik di timbun. Ostiosit adalah sel
dewasa yang terlibat dalam pemeliharahan fungsi tulang dan tarletak
ostion. Ostioklas adalah sel multi nukliar yang berperan dalam
panghancuran, resorpsi dan remodeling tulang. Tulang diselimuti oleh
membran fibrus padat dinamakan periosteum mengandung saraf,
pembuluh darah dan limfatik. Endosteum adalah membrane faskuler
tipis yang menutupi rongga sumsum tulang panjang dan rongga –
rongga dalam tulang kanselus. Sumsum tulang merupakan jaringan
faskuler dalam rongga sumsum tulang panjang dan dalam pipih.
Sumsum tulang merah yang terletak disternum, ilium, fertebra dan
rusuk pada orang dewasa, bertanggung jawab pada produksi sel
darah merah dan putih.pembentukan tulang. Tulang mulai terbentuk
lama sebelum kelahiran. (Mansjoer. 2000 : 347)

E. Patofisiologi
Patofisiologi fraktur adalah jika tulang mengalami fraktur, maka
periosteum, pembuluh darah di korteks, marrow dan jaringan

4
disekitarnya rusak. Terjadi pendarahan dan kerusakan jaringan di
ujung tulang. Terbentuklah hematoma di canal medulla. Pembuluh-
pembuluh kapiler dan jaringan ikat tumbuh ke dalamnya, menyerap
hematoma tersebut, dan menggantikannya. Jaringan ikat berisi sel-sel
tulang (osteoblast) yang berasal dari periosteum. Sel ini menghasilkan
endapan garam kalsium dalam jaringan ikat yang di sebut callus.
Callus kemudian secara bertahap dibentuk menjadi profil tulang
melalui pengeluaran kelebihannya oleh osteoclast yaitu sel yang
melarutkan tulang (Smelter & Bare, 2001).
Pada permulaan akan terjadi pendarahan disekitar patah tulang, yang
disebabkan oleh terputusnya pembuluh darah pada tulang dan
periost, fase ini disebut fase hematoma. Hematoma ini kemudian akan
menjadi medium pertumbuhan sel jaringan fibrosis dengan kapiler
didalamnya. Jaringan ini yang menyebabkan fragmen tulang-tulang
saling menempel, fase ini disebut fase jaringan fibrosis dan jaringan
yang menempelkan fragmen patah tulang tersebut dinamakan kalus
fibrosa. Ke dalam hematoma dan jaringan fibrosis ini kemudian juga
tumbuh sel jaringan mesenkin yang bersifat osteogenik. Sel ini akan
berubah menjadi sel kondroblast yang membentuk kondroid yang
merupakan bahan dasar tulang rawan. Kondroid dan osteoid ini mula-
mula tidak mengandung kalsium hingga tidak terlihat foto rontgen.
Pada tahap selanjutnya terjadi penulangan atau osifikasi.
Kesemuanya ini menyebabkan kalus fibrosa berubah menjadi kalus
tulang.

5
F. Manifestasi Klinik
Adapun tanda dan gejala dari fraktur menurut Smeltzer & Bare
(2001) antara lain:
a. Deformitas
Daya tarik kekuatan otot menyebabkan fragmen tulang berpindah
dari tempatnya perubahan keseimbangan dan kontur terjadi seperti
:
1. Rotasi pemendekan tulang
2. Penekanan tulang.

6
b. Bengkak
Edema muncul secara cepat dari lokasi dan ekstravaksasi darah
dalam jaringan yang berdekatan dengan fraktur
c. Ekimosis dari perdarahan subculaneous
d. Spasme otot, spasme involunters dekat fraktur
e. Tenderness
f. Nyeri mungkin disebabkan oleh spame otot berpindah tulang dari
tempatnya dan kerusakan struktur di daerah yang berdekatan.
g. Kehilangan sensani (mati rasa, mungkin terjadi dari rusaknya saraf/
perdarahan).
h. Pergerakan abnormal
i. Shock hipovolemik hasil dari hilangnya darah
j. Krepitasi

G. Penatalaksanaan Medis
Proses penyembuhan dapat dibantu oleh aliran darah yang baik dan
stabilitas ujung patahan tulang sedangkan tujuan penanganan pada
fraktur femur adalah menjaga paha tetap dalam posisi normalnya
dengan cara reduksi tertutup dan imobilisasi.
Adapun prinsip penanganan fraktur menurut Smeltzer & Bare (2001)
meliputi :
a. Reduksi fraktur
Penyambungan kembali tulang penting dilakukan agar posisi dan
rentang gerak normal pulih. Sebagian besar reduksi dapat
dilakukan tanpa intervensi bedah (reduksi tertutup). Pada
kebanyakan kasus reduksi tertutup dilakukan dengan
mengembalikan fragmen tulang keposisinya (ujung-ujungnya saling
berhubungan) dengan manipulasi dan traksi manual. Dan apabila
diperlukan tindakan bedah (reduksi terbuka) dengan pendekatan
bedah fragmen tulang di reduksi. Alat fiksasi interna dalam bentuk

7
pin, kawat, skrup, plat, paku atau batangan logam dapat digunakan
untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya sampai
penyembuhan tulang yang sulit terjadi. Alat ini dapat diletakkan di
sisi tulang atau dipasang melalui fragmen tulang atau langsung
kerongga sum sum tulang. Alat tersebut menjaga aproksimasi dan
fiksasi yang kuat bagi fragmen tulang.
b. Imobilisasi Fraktur
Setelah fraktur di reduksi, fraktur tulang harus di imobilisasi, atau
dipertahankan dalam posisi dan kesejajarannya yang benar sampai
terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan dengan fiksasi
eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan,
gips, bidai, traksi kontinu, pin, atau fiksator eksterna. Implant logam
dapat digunakan untuk fiksasi interna yang berperan sebagai bidai
interna untuk mengimobilisasi fraktur.
c. Fisioterapi dan mobilisasi
Fisioterapi dilakukan untuk mempertahankan supaya otot tidak
mengecil dan setelah fraktur mulai sembuh mobilisasi sendi dapat
dimulai sampai ekstremitas betul betul telah kembali normal.
d. Analgetik
Diberikan untuk mengurangi rasa sakit yang timbul akibat trauma.
Nyeri yang timbul dapat menyebabkan pasien gelisah sampai
dengan shock yang biasanya di kenal dengan shock analgetik.

H. Komplikasi
Adapun komplikasi dari fraktur (Smeltzer & Bare, 2001) yaitu :
a. Komplikasi segera (immediate)
Komplikasi yang terjadi segera setelah fraktur antara lain syok
neurogenik, kerusakan organ, kerusakan syaraf, injuri atau
perlukaan kulit.
b. Early Complication

8
Dapat terjadi seperti : osteomelitis, emboli, nekrosis, dan syndrome
compartemen

c. Late Complication
Sedangkan komplikasi lanjut yang dapat terjadi antara lain stiffnes
(kaku sendi), degenerasi sendi, penyembuhan tulang terganggu
(malunion).

I. Pemeriksaan diagnostik
Menurut Doenges, Moorhouse & Geissler (1999) pemeriksaan
diagnostik pada pasien fraktur adalah sebagai berikut :
a. Pemeriksaan sinar-X untuk membuktikan fraktur tulang.
b. Scan tulang untuk membuktikan adanya fraktur stress.

J. Proses Keperawatan
a. Pengkajian
Pengkajian adalah langkah awal dan dasar dalam proses
keperawatan secara menyeluruh (Boedihartono, 1994 : 10).
Pengkajian pasien pada pasien fraktur , yaitu:
1. Aktivitas atau istirahat tidur
Tanda : Keterbatasan gerak atau kehilangan fungsi motorik pda
bagian yang terkena (dapat segera atau sekunder, akibat
pembengkakan atau nyeri). Adanya kesulitan dalam istirahat –
tidur akibat dari nyeri.
2. Sirkulasi
Gejala : Riwayat masalah jantung, edema pulmonal, penyakit
vascular perifer, atau stasis vascular (peningkatan risiko
pembentukan trombus).
Tanda : Hipertensi ( kadang-kadang terlihat sebagai respon
terhadap nyeri atau asientas) atau hipotensi ( hipovolemia ).
Takikardia ( respon stress hipovolemia ). Penurunan atau tak

9
teraba nadi distal , pengisian nkapiler lambat ( capillary refill) ,
kulit dan kuku pucat atau sianosis . Pembengkakkan jaringtan
atau massa hematoma pada sisi cedera
3. Neurosensori
Gejala: Hilang gerak atau sensasi , spasme otot . kebas atau
kesemutan ( parestesi ).
Tanda: Deformitas local , angulasi abnormal , pemendekan ,
rotasi krepitasi, spasme otot, kelemahan atau hilang fungsi .
agitasi berhubungan dengan nyeri, ansietas, trauma lain.
4. Nyeri atau keamanan
Gejala: Nyeri berat tiba tiba saat cidera ( mungkin terlokalisasi
pada area jaringan atau kerusakan tulang dapat berkurang pada
imobilisasi , tak ada nyeri akibat kerusakan syaraf. Spasme atau
kerang otot ( setelah imobilisasi )
5. Integritas ego
Gejala : Perasaan cemas, takut, marah, apatis ; factor-faktor
stress multiple, misalnya financial, hubungan, gaya hidup.
Tanda : Tidak dapat istirahat, peningkatan ketegangan/peka
rangsang ; stimulasi simpatis.
6. Makanan / cairan
Gejala: Insufisiensi pancreas/DM, (predisposisi untuk
hipoglikemia/ketoasidosis) ; malnutrisi (termasuk obesitas) ;
membrane mukosa yang kering (pembatasan pemasukkan /
periode puasa pra operasi).
7. Pernapasan
Gejala : Infeksi, kondisi yang kronis/batuk, merokok.
8. Keamanan
Gejala : Alergi/sensitive terhadap obat, makanan, plester, dan
larutan ; Defisiensi immune (peningkaan risiko infeksi sitemik
dan penundaan penyembuhan) ; Munculnya kanker / terapi
kanker terbaru ; Riwayat keluarga tentang hipertermia

10
malignant/reaksi anestesi ; Riwayat penyakit hepatic (efek dari
detoksifikasi obat-obatan dan dapat mengubah koagulasi) ;
Riwayat transfuse darah / reaksi transfuse.
Tanda : Munculnya proses infeksi yang melelahkan , demam.
9. Penyuluhan / Pembelajaran
Gejala: Pengguanaan antikoagulasi, steroid, antibiotic,
antihipertensi, kardiotonik glokosid, antidisritmia, bronchodilator,
diuretic, dekongestan, analgesic, antiinflamasi, antikonvulsan
atau tranquilizer dan juga obat yang dijual bebas, atau obat-
obatan rekreasional. Penggunaan alcohol (risiko akan kerusakan
ginjal, yang mempengaruhi koagulasi dan pilihan anastesia, dan
juga potensial bagi penarikan diri pasca operasi).

b. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan adalah suatu penyatuan dari masalah
pasien yang nyata maupun potensial berdasarkan data yang telah
dikumpulkan (Boedihartono, 1994 : 17).
Diagnosa keperawatan yang muncul pada pasien fraktur
(Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Nyeri berhubungan dengan terputusnya jaringan tulang,
gerakan fragmen tulang, edema dan cedera pada jaringan, alat
traksi/immobilisasi, stress, ansietas.
2. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan dispnea,
kelemahan/keletihan, ketidak edekuatan oksigenasi, ansietas,
dan gangguan pola tidur.
3. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan tekanan,
perubahan status metabolik, kerusakan sirkulasi dan penurunan
sensasi dibuktikan oleh terdapat luka / ulserasi, kelemahan,
penurunan berat badan, turgor kulit buruk, terdapat jaringan
nekrotik.

11
4. Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan nyeri/ketidak
nyamanan, kerusakan muskuloskletal, terapi pembatasan
aktivitas, dan penurunan kekuatan/tahanan.
5. Kurang pengetahuan tantang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang
terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
c. Perencanaan dan Implementasi
Intervensi adalah penyusunan rencana tindakan keperawatan
yang akan dilaksanakan untuk menanggulangi masalah sesuai
dengan diagnosa keperawatan (Boedihartono, 1994:20)
Implementasi adalah pengelolaan dan perwujudan dari
rencana keperawatan yang telah disusun pada tahap perencanaan
(Effendi, 1995:40).
Intervensi dan implementasi keperawatan yang muncul pada
pasien frakture (Wilkinson, 2006) meliputi :
1. Nyeri adalah pengalaman sensori serta emosi yang tidak
menyenangkan dan meningkat akibat adanya kerusakan
jaringan aktual atau potensial, digambarkan dalam istilah seperti
kerusakan ; awitan yang tiba-tiba atau perlahan dari intensitas
ringan samapai berat dengan akhir yang dapat di antisipasi atau
dapat diramalkan dan durasinya kurang dari enam bulan.
Tujuan : nyeri dapat berkurang atau hilang.
Kriteria Hasil :
- Nyeri berkurang atau hilang
- Klien tampak tenang.
- Intervensi dan Implementasi :
a) Lakukan pendekatan pada klien dan keluarga
Rasional : hubungan yang baik membuat klien dan
keluarga kooperatif
b) Kaji tingkat intensitas dan frekwensi nyeri.

12
Rasional : tingkat intensitas nyeri dan frekwensi
menunjukkan skala nyeri.
c) Jelaskan pada klien penyebab dari nyeri.
Rasional : memberikan penjelasan akan menambah
pengetahuan klien tentang nyeri.
d) Observasi tanda-tanda vital.
Rasional : untuk mengetahui perkembangan klien
e) Melakukan kolaborasi dengan tim medis dalam pemberian
analgesic.
Rasional : merupakan tindakan dependent perawat,
dimana analgesik berfungsi untuk memblok stimulasi nyeri.
2. Intoleransi aktivitas adalah suatu keadaaan seorang individu
yang tidak cukup mempunyai energi fisiologis atau psikologis
untuk bertahan atau memenuhi kebutuhan atau aktivitas sehari-
hari yang diinginkan.
Tujuan : pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
Kriteria hasil :
- Perilaku menampakan kemampuan untuk memenuhi
kebutuhan diri.
- Pasien mengungkapkan mampu untuk melakukan beberapa
aktivitas tanpa dibantu.
- Koordinasi otot, tulang dan anggota gerak lainya baik.
Intervensi dan Implementasi :
a) Rencanakan periode istirahat yang cukup.
Rasional : mengurangi aktivitas yang tidak diperlukan, dan
energi terkumpul dapat digunakan untuk aktivitas seperlunya
secar optimal.
b) Berikan latihan aktivitas secara bertahap.
Rasional : tahapan-tahapan yang diberikan membantu proses
aktivitas secara perlahan dengan menghemat tenaga namun
tujuan yang tepat, mobilisasi dini.

13
c) Bantu pasien dalam memenuhi kebutuhan sesuai kebutuhan.
Rasional : mengurangi pemakaian energi sampai kekuatan
pasien pulih kembali.
d) Setelah latihan dan aktivitas kaji respons pasien.
Rasional : menjaga kemungkinan adanya respons abnormal
dari tubuh sebagai akibat dari latihan.

3. Kerusakan integritas kulit adalah keadaan kulit seseorang yang


mengalami perubahan secara tidak diinginkan.
Tujuan : Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
Kriteria Hasil :
- Tidak ada tanda-tanda infeksi seperti pus.
- Luka bersih tidak lembab dan tidak kotor.
- Tanda-tanda vital dalam batas normal atau dapat ditoleransi.
Intervensi dan Implementasi :
a) Kaji kulit dan identifikasi pada tahap perkembangan luka.
Rasional : mengetahui sejauh mana perkembangan luka
mempermudah dalam melakukan tindakan yang tepat.
b) Kaji lokasi, ukuran, warna, bau, serta jumlah dan tipe cairan
luka.
Rasional : mengidentifikasi tingkat keparahan luka akan
mempermudah intervensi.
c) Pantau peningkatan suhu tubuh.
Rasional : suhu tubuh yang meningkat dapat diidentifikasikan
sebagai adanya proses peradangan.
d) Berikan perawatan luka dengan tehnik aseptik. Balut luka
dengan kasa kering dan steril, gunakan plester kertas.
Rasional : tehnik aseptik membantu mempercepat
penyembuhan luka dan mencegah terjadinya infeksi.
e) Jika pemulihan tidak terjadi kolaborasi tindakan lanjutan,
misalnya debridement.

14
Rasional : agar benda asing atau jaringan yang terinfeksi tidak
menyebar luas pada area kulit normal lainnya.
f) Setelah debridement, ganti balutan sesuai kebutuhan.
Rasional : balutan dapat diganti satu atau dua kali sehari
tergantung kondisi parah/ tidak nya luka, agar tidak terjadi
infeksi.
g) Kolaborasi pemberian antibiotik sesuai indikasi.
Rasional : antibiotik berguna untuk mematikan
mikroorganisme pathogen pada daerah yang berisiko terjadi
infeksi.
4. Hambatan mobilitas fisik adalah suatu keterbatasan dalam
kemandirian, pergerakkan fisik yang bermanfaat dari tubuh atau
satu ekstremitas atau lebih.
Tujuan : pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
Kriteria hasil :
- Penampilan yang seimbang.
- Melakukan pergerakkan dan perpindahan.
- Mempertahankan mobilitas optimal yang dapat di toleransi,
dengan karakteristik :
0=Mandiri penuh
1=Memerlukan alat Bantu.
2=Memerlukan bantuan dari orang lain untuk bantuan,
pengawasan, dan pengajaran.
3=Membutuhkan bantuan dari orang lain dan alat Bantu.
4=Ketergantungan; tidak berpartisipasi dalam aktivitas.
Intervensi dan Implementasi :
a) Kaji kebutuhan akan pelayanan kesehatan dan kebutuhan
akan peralatan.
Rasional : mengidentifikasi masalah, memudahkan intervensi.
b) Tentukan tingkat motivasi pasien dalam melakukan aktivitas.

15
Rasional : mempengaruhi penilaian terhadap kemampuan
aktivitas apakah karena ketidakmampuan ataukah
ketidakmauan.
c) Ajarkan dan pantau pasien dalam hal penggunaan alat bantu.
Rasional : menilai batasan kemampuan aktivitas optimal.
d) Ajarkan dan dukung pasien dalam latihan ROM aktif dan pasif.
Rasional : mempertahankan /meningkatkan kekuatan dan
ketahanan otot.
e) Kolaborasi dengan ahli terapi fisik atau okupasi.
f) Rasional : sebagai suaatu sumber untuk mengembangkan
perencanaan dan mempertahankan/meningkatkan mobilitas
pasien.
5. Kurang pengetahuan tentang kondisi, prognosis dan kebutuhan
pengobatan berhubungan dengan keterbatasan kognitif, kurang
terpajan/mengingat, salah interpretasi informasi.
Tujuan : pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek
prosedur dan proses pengobatan.
Kriteria Hasil :
- Melakukan prosedur yang diperlukan dan menjelaskan alasan
dari suatu tindakan.
- Memulai perubahan gaya hidup yang diperlukan dan ikut serta
dalam regimen perawatan.
Intervensi dan Implementasi:
a) Kaji tingkat pengetahuan klien dan keluarga tentang
penyakitnya.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pengalaman dan
pengetahuan klien dan keluarga tentang penyakitnya.
b) Berikan penjelasan pada klien tentang penyakitnya dan
kondisinya sekarang.

16
Rasional : dengan mengetahui penyakit dan kondisinya
sekarang, klien dan keluarganya akan merasa tenang dan
mengurangi rasa cemas.
c) Anjurkan klien dan keluarga untuk memperhatikan diet
makanan nya.
Rasional : diet dan pola makan yang tepat membantu proses
penyembuhan.
d) Minta klien dan keluarga mengulangi kembali tentang materi
yang telah diberikan.
Rasional : mengetahui seberapa jauh pemahaman klien dan
keluarga serta menilai keberhasilan dari tindakan yang
dilakukan.
d. Evaluasi
Evaluasi adalah stadium pada proses keperawatan dimana
taraf keberhasilan dalam pencapaian tujuan keperawatan dinilai
dan kebutuhan untuk memodifikasi tujuan atau intervensi
keperawatan ditetapkan (Brooker, 2001).
Evaluasi yang diharapkan pada pasien dengan post operasi fraktur
adalah:
1. Nyeri dapat berkurang atau hilang setelah dilakukan tindakan
keperawatan.
2. Pasien memiliki cukup energi untuk beraktivitas.
3. Mencapai penyembuhan luka pada waktu yang sesuai.
4. Pasien akan menunjukkan tingkat mobilitas optimal.
5. Infeksi tidak terjadi / terkontrol
6. Pasien mengutarakan pemahaman tentang kondisi, efek
prosedur dan proses pengobatan.

17

Anda mungkin juga menyukai