Akuntansi Positif
Akuntansi Positif
1
politik. Dari dasar tersebut muncul tiga hipotesisi yang dirumuskan Watt dan Zimmerman
dalam bentuk perilaku oportunistis dari manajemen yaitu:
1. Hipotesis rencana bonus (plan bonus hypothesis), dalam ceearis paribus para
manajer perusahaan dengan rencana bonus akan lebih memungkinkan untuk
memilih prosedur akuntansi yang dapat menggantikan laporan earning untuk
periode mendatang ke periode sekarang atau yang dikenal dengan income
smoothing. Dasar pemikirannya bahwa tindakan seperti itu mungkin akan
meningkatkan persentase bonus jika tidak terdapat penyesuaian terhadap
metode terpilih.
2. Hipotesis perjanjian utang (debt convenant hypothesis), dalam ceteris paribus
manajerr perusahaan yang mempunyai ratio leverage yang besar akan lebih
suka memilih prosedur akuntansi yang dapat mengganikan laporan earning
untuk periode mendatang ke periode sekarang.
3. Hipotesis biaya proses politik (politic process hypohtesis), dalam ceteris
paribus semakin besar biaya politik perusahaan, maka semakin mungkin
manajer perusahaan untuk memilih prosedur akuntansi yang menangguhkan
laporan earning periode ekarang ke periode mendatang.
2
2. Healy (1985), penelitian Healy menyatakan bahwa manajer perusahaan yang
termotivasi oleh bonus yang berdasar pada income netto akan memilih untuk
menerapkan metode menerapkan kebijakan akuntansi accrual untuk dapat
memaksimalkan bonus yang akan manajer tersebut terima.
3. Jones (1991), penelitian Jones ini menggunakan sampel sebanyak 23
perusahaan dari lima industri. Enam penyelidikan import relief dengan
International Trade Commission (ITC) periode 1980 sampai dengan 1985.
Penelitian ini menemukan bahwa pihak manajer cenderung akan lebih memilih
kebijakan akuntansi yang dapat memberikan laporan income yang lebih kecil
dan cenderung untuk memilih kebijakan akuntansi accrual yang dikenal dengan
istilah discretionary accrual. Hal tersebut dilakukan pihak perusahaan adalah
untuk keringanan impor. Pemberian keringanan impor dirasa tidak adil, karena
hal tersebut dipengaruhi oleh kompetisi asing dan merupakan hasil keputusan
politik.
4. Basu (1993), berpendapat bahwa semakin konservatif akuntansinya, semakin
tinggi rating hutang perusahaan yang mengakibatkan rendahnya biaya bunga,
dengan semua hal dianggap sama. Hasil tersebut sesuai dengan kontrak hutang
yang efisien karena perusahaan menjadi semakin konservatif jika kebutuhannya
makin besar. Jika manajer berperilaku oportunistis, mereka tidak akan begitu
memperhatikan biaya bunga dan karenanya akan berusaha mengeluarkan diri
dari ancaman pelanggaran persyaratan pinjaman hutang dengan menggeser ke
pendapatan periode berjalan dari pendapatan yang akan datang.
5. Christie dan Zimmerman (1994), menyelidiki mengenai tingkat pilihan
kebijakan akuntansi yang meningkatkan pendapatan dalam sampel yang terdiri
dari perusahaan yang menjadi target pengambilalihan. Alasan mereka adalah
bahwa jika pilihan kebijakan akuntansi yang oportunis sedang terjadi, pilihan
seperti ini akan lebih tak terkendali dalam perusahaan yang kemudian akan
diambil, karena manajemen yang saat itu berusaha menepis tawaran
pengambilalihan dengan memaksimalkan posisi keuangan dan laba bersih yang
dilaporkan.
6. Sweeney (1994), penelitian Sweeney ini terkait dengan perubahan metode
akuntansi yang dilakukan oleh 130 perusahaan yang melakukan pelanggaran
perjanjian kredit. Penelitian ini dilakukan pada 130 perusahaan manufaktur di
Amerika yang melakukan pelanggaran pertama kali pada debt convenant dan
3
sebagai sampel kontrol penelitian digunakan 130 perusahaan yang memiliki
ukuran dan jenis industri yang sama tetapi tidak melakukan pelanggaran debt
covenant. Perubahan metode akuntansi yang terindentifikasi adalah perubahan
depresiasi, perubahan metode LIFO, FIFO, perubahan umur ekonomis dari
aktiva perusahaan, dan perubahan dalam alokasi biaya overhead. Penelitian ini
memberikan bukti empiris bahwa pihak manajer perusahaan memberikan
respon terhadap pemilihan metode akuntansi yang dapat meningkatkan laba
perusahaan dalam hal menghindari pelanggaran terhadap perjanjian hutang.
7. Watts (2003), menyatakan bahwa akuntansi konservatif juga dapat berperan
dalam kontrak yang efisien. Disini berlaku hipotesis rencana bonus dimana
hipotesis tersebut menyiratkan bahwa para manajer tergoda untuk
meningkatkan estimasi–estimasi aliran kas akan datang lebih tinggi, dan
menggunakannya untuk membenarkan pencatatan pendapatan secara premature
dan penilaian aktiva terlalu tinggi, yang keduanya menggeser pendapatan dari
masa akan datang ke masa kini.
4
yang diberikan kelonggaran atauwewenang untuk memilih kebijakan akuntansi, memiliki
kemungkinan terjadinya perilaku oportunistik di mana kebijakan yang dipilih adalah yang
memenuhi tujuan mereka sehingga mengurangi kontrak efisien.
1. Perspektif Oportunistik versi Teori Akuntansi Positif
Pada perspektif oportunistik, diasumsikan bahwa manajer akan memilih
kebijakan akuntansi untuk memaksimalkan tingkat utilitas yang diharapkan
sehubungan dengan upah yang diberikan, kontrak-kontrak hutang, serta biaya-
biaya politik.
2. Perspektif Kontrak Efisien versi Teori Akuntansi Positif
Pada persepektif kontrak efisien, diasumsikan bahwa kontrak kompensasi,
sistem pengendalian internal, serta tata kelola yang baik dari perusahaan dapat
membatasi munculnya sifat oportunistik dan sebaliknya dapat memotivasi
manajer dalam memilih kebijakan akuntansi untuk mengendalikan biaya-biaya
kontrak, sehingga dapat menyeimbangkan kepentingan perusahaan dengan para
pemegang saham.
Tiga hipotesis yang dinyatakan di atas merupakan suatu bentuk oportunistik yang
mengasumsikan bahwa manajer memilih kebijakan akuntansi untuk memaksimalkan
harapan mereka. Hipotesis ini juga dinyatakan sebagai suatu bentuk efisiensi yang
mengasumsikan bahwa sistem pengendalian internal termasuk monitoring direktur utama,
keterbatasan kesempatan, serta motivasi manajer untuk memilih kebijakan akuntansi yang
dapat meminimalkan biaya kontrak. Konsekuensinya adalah sulit untuk memberitahu
apakah perusahaan dalam memilih kebijakan akuntansinya telah mempertimbangkan
oportunistik atau efisiensi.
Menurut para ahli dalam studinya, seperti Subramanyam (1996) juga mendukung
dilakukannya efisiensi kontrak. Manajer yang memilih melakukan discretionary accruals
akan mempunyai kemampuan lebih dalam meningkatkan earnings untuk memprediksi
kinerja perusahaan di masa depan, serta akan meningkatkan persistensi earnings.
Subramanyam juga mengemukakan bahwa pasar merespon positif terhadap harga saham
yang berpengaruh pada meningkatnya earnings manajemen. Selanjutnya, Dechow (1994)
memberikanpendapat sehubungan dengan dua versi teori akuntansi positif. Dechow
menemukan bahwa net income memiliki hubungan signifikan terhadap return atau
pengembalian daripada aliran kas. Ketika sistem akrual memberikan makna yang relatif
luas, maka net income seharusnya berhubungan signifikan dengan return saham dan aliran
kas perusahaan akanb erada dalam keadaan steady state, di mana aliran kas dan net income
5
akan berada pada posisi yang sama. Temuan empirisnya tersebut telah menambah
dukungan terhadap teori akuntansi positif versi kontrak efisien.
Subramanyam (1996) juga mendukung dilakukannya efisiensi kontrak. Manajer
yang memilih melakukan discretionary accruals akan mempunyai kemampuan lebih dalam
meningkatkan earnings untuk memprediksi kinerja perusahaan di masa depan, serta akan
meningkatkan persistensi earnings. Subramanyam juga mengemukakan bahwa pasar
merespon positif terhadap harga saham yang berpengaruh pada meningkatnya earnings
manajemen.
6
Referensi
Ahned Riahi dan Belkauri. 2007. Accounting Theory buku 2 Edisi 5. Jakarta: Salemba
Empat
Januarti, I. 2004. Pendekatan dan Kritik Teori Akuntansi Positif. Jurnal Akuntansi dan
Auditing (JAA), Vol.1(1), h: 83-94.
Scoot, Wiliam Robert. 2000. Financial Accounting Theory Second Edition. Ontario:
Pearson Education.
Setijaningsih, Herlin Tundjung. Teori Akuntansi Positif dan Konsekuensi Ekonomi. Jurnal
Akuntansi Universitas Tarumanagara. Jakarta. Vol. 16(03), h:427-438.