Anda di halaman 1dari 16

Nama : 1.

Sri Dewi Rahayu (4152111052),


2. Winda Rahmasari Pangaribuan (4151111107)
Kelas : Dik E matematika 2015
Mata kuliah : Kapita Selekta Matematika 2

1. The Division Algorithm (Algoritma Pembagian)

Teorema 2.1 Algoritma Pembagian


Misalkan a dan b bilangan bulat dan b > 0, maka ada bilangan bulat q dan r yang
unik (tunggal) yang memenuhi a = qb + r dengan 0 r < b.
Bilangan q disebut hasil bagi dan r disebut sisa dari pembagian a oleh b.

Bukti:
Misalkan S = { a -xb x suatu bilangan bulat; a – xb≥0}. Pertama-tama akan
ditunjukkan S tidak kosong. Jelaslah S memuat bilangan bulat non-negatif. Karena 𝑏 ≥
1 maka|𝑎|𝑏 ≥ |𝑎|, juga𝑎 − (−|𝑎|)𝑏 = 𝑎 + |𝑎|𝑏 ≥ 𝑎 + |𝑎| ≥0. Untuk x =−|𝑎|, 𝑎 − 𝑥𝑏
terletak pada S. dengan demikian S tidak kosong.

Berdasarkan WOP himpunan S memuat unsur terkecil, sebut saja r. Berdasarkan


definisi dari S, maka ada bilangan bulat q yang memenuhi r = a –qb dengan 0 ≤ 𝑟.
Selanjutnya akan ditunjukkan 𝑟 < 𝑏. Andaikan tidak demikian, artinya 𝑟 ≥ 𝑏 atau 𝑟 −
𝑏 = 𝑎 − 𝑞𝑏 − 𝑏 = 𝑎 − (𝑞 + 1)𝑏 ≥ 0. Bentuk 𝑎 − (𝑞 + 1)𝑏 jelas menunjukkan unsur
dari S, tetapi karena b > 0, a - (q+1)b = r - b < r, menyimpulkan r bukan unsur terkecil
yangi bertentangan dengan pemisalan bahwa r sebagai unsur terkecil. Dengan demikian
pengandaian itu salah dan haruslah r < b.

Selanjutnya akan ditunjukkan keunikan (ketunggalan) dari q dan r.


Andaikan q dan r tidak unik, katakanlah memiliki dua representasi yang berbeda,
a = qb + r = q’b + r’ dengan 0 ≤ 𝑟 < 𝑏 dan 0 ≤ 𝑟′ < 𝑏. Dengan demikian 𝑟 ′ − 𝑟 =
𝑏(𝑞 − 𝑞 ′ ) atau |𝑟 ′ − 𝑟| = |𝑏(𝑞 − 𝑞 ′ )| atau |𝑟 ′ − 𝑟| = 𝑏|𝑞 − 𝑞 ′ |.

Berdasarkan pertidaksamaan 0 ≤ 𝑟 < 𝑏 dan 0 ≤ 𝑟′ < 𝑏, diperoleh −𝑏 < 𝑟 ′ −


𝑟 < 𝑏 atau dengan kata lain, |𝑟 ′ − 𝑟| < 𝑏. Dengan demikian disimpulkan 𝑏|𝑞 − 𝑞 ′ | < 𝑏
atau 0 < |𝑞 − 𝑞 ′ | < 1. Karena |𝑞 − 𝑞 ′ | bilangan bulat non negatif, maka haruslah
|𝑞 − 𝑞 ′ | = 0 atau 𝑞 = 𝑞 ′ dan mengakibatkan 𝑟 = 𝑟′.

Corollary (Akibat Teorema 2.1)

Jika a dan b bilangan bulat dan b ≠ 0, maka ada bilangan bulat yang unik q dan r
sehingga a = qb + r dengan dengan 0 ≤ 𝑟 < |𝑏|
Pembuktian ini cukup untuk 𝑏 < 0, sebab untuk 𝑏 > 0 telah dibuktikan
sebelumnya.
Jika b < 0, maka b > 0, berdasarkan teorema 1.3 di atas ada q’ dan r yang unik
sehingga a = q’ b + r dengan 0 r < b .
Sebagai catatan bahwa b = -b, dapat dipilih q = -q’, hingga diperoleh a = qb + r
dengan 0 r < b .

Sebagai ilustrasi, jika b < 0, misalkan b = -7, untuk masing-masing a = 1, -2,


61, dan –59 diperoleh ekspresi sebagai berikut:
1 = 0(-7) + 1 -2 =
1(-7) + 5
61 = (-8)(-7) + 5
-59 = 9(-7) + 4

Sekarang akan digambarkan terapan dari algoritma pembagian tersebut. Sebagai


ilustrasi, jika b = 2 , maka sisa pembagian yang mungkin adalah r = 0 dan r =1, bilangan
bulat a yang dapat dinyatakan sebagai a = 2q disebut bilangan genap, jika r = 1, bilangan
bulat a dapat dinyatakan sebagai 2q + 1 disebut bilangan ganjil. Perhatikan bilangan
bulat a2, maka kemungkinannya (2q)2 = 4k atau (2q+1)2 = 4(q2+q) +1 = 4k + 1. Dengan
demikian dapat disimpulkan bahwa suatu bilangan kuadrat dibagi oleh 4, maka sisanya 0
atau 1.

Selanjutnya akan ditunjukkan bahwa, kuadrat dari suatu bilangan ganjil


berbentuk 8k +1. Berdasarkan algoritma pembagian, setiap bilangan bulat dapat
dinyatakan sebagai sebuah bentuk dari empat bentuk berikut; 4k, 4k + 1, 4k + 2, atau 4k
+3. Menurut klasifikasi itu bilangan ganjil hanya dapat berbentuk 4k + 1 atau 4k +3. Jika
bilangan ganjil itu berbentuk 4k + 1, maka (4k+1)2 = 8(2q2 + q) + 1 = 8k +1. Jika
bilangan ganjil itu berbentuk 4k + 3, maka (4k+3)2 = 8(2q2 + 3q +1) + 1 = 8k +1.
Sebagai contoh kuadrat dari bilangan 7 adalah 49 = 8.6 + 1, sedangkan kuadrat dari 13
adalah 169 = 8.21 + 1.

Contoh 1
Misalkan a bilangan bulat dengan a 1 .
Tunjukkan bahwa a(a2 +2)/3 adalah sebuah bilangan bulat.

Bukti:
Menurut algoritma pembagian, setiap bilangan bulat a dapat diklasifikasikan ke
dalam bentuk 3q, 3q + 1, atau 3q + 2
a(a 2 2) 3q(9q 2 2) 2
Jika a = 3q, maka q(9q 2)
3 3
2
a(a 2) (3q 1)((3q 1)2 2)
Jika a = 3q + 1, maka (3q 1)(3q 2 2q 1)
3 3
Sedangkan jika a = 3q +2, maka
a(a 2 2) (3q 2)((3q 2)2 2)
(3q 2)(3q2 4q 2)
3 3

Dengan demikian untuk semua kasus telah dibuktikan bahwa setiap bilangan bulat a ≥ 1
ekspresi a(a2 +2)/3 adalah bilangan bulat.

2. The Greatest Common Divisor (Gcd) And The Euclidean Algorithm (Pembagi Yang
Terbesar)

Jika a dan b sembarang bilangan bulat dan d bilangan bulat yang memenuhi sifat
d|a dan d|b, maka d disebut pembagi persekutuan dari a dan b. Nilai terbesar dari d disebut
pembagi persekutuan terbesar Greater Common Divisor (GCD) dan ditulis dengan GCD
(a, b), misal : GCD (8, 12) = 4.

Pembagi persekutuan terbesar dapat juga ditentukan dengan menggunakan


Algoritma Euclede.
Teorema (Algoritma Euclede)

Diberikan dua bilangan bulat a dan b dengan a > b > 0, maka GCD (a, b) bisa dicari
dengan mengulang algoritma pembagian.

a = q1b + r1 0 < r1 < b

b = q2 r1 + r2 0 < r2 < r1

r1 = q3 r2 + r3 0 < r3 < r2

rn-2 = qn rn-1 + rn 0 < rn-1 < rn-2

rn-1 = qn+1 rn + 0

maka rn , sisa terakhir dari pembagian di atas yang bukan nol merupakan GCD (a, b).

Contoh Soal 7

Tentukan GCD (4840, 1512)

Penyelesaian :

4840 = 3 X 1512 + 304

1512 = 4 X 304 + 296

304 = 1 X 296 + 8

296 = 37 X 8 + 0

Jadi : GCD (4840, 1512) = 8

Jika GCD (a, b) = c maka ada bilangan bulat m dan n sehingga am + bn = c. Mencari m
dan n digunakan AlgoritmaEuclede.

Seperti pada contoh soal 7 di dapat bahwa GCD (4840, 1512) = 8, maka ada bilangan
bulat m dan n segingga 4840m + 1512n = 8. Mencari m dan n dimulai dari baris kedua dari
bawah pada Algoritma EucledeI.

8 = 304 – 296

= 304 – (1512 – 4 X 304) = -1512 + 5 X 304

= -1512 + 5 (4840 – 3 X 1512)

8 = 5 X 4840 – 16 X 1512 maka m = 5 dan n = -16

Jika GCD (a, b) = 1 maka a dan b dikatakan saling prima.

Contoh soal 8

Buktikan bahwa jika GCD (a, b) = 1 dan a|bc, maka a|c


Bukti :

Karena GCD (a, b) = 1, maka terdapat bilangan-bilangan m dan n sehingga 1 = ma +


nb.

Diketahui a|bc, berarti terdapat bilangan bulat k sehingga bc = ak.

Dengan menggandakan persamaan 1 = ma + nb dengan c didapat :

c = mac + nbc

c = mac + nak

c = a(mc + nk) a|c

Contoh soal 9

Jika GCD (a, m) = GCD (b, m) = 1, maka buktikan bahwa GCD (ab, m) = 1.

Bukti :

1 = ax0 + my0

= bx1 + my1

Sehingga : (ax0 + bx1) = (1 – my0)(1 – my1)

= 1 – my1 – my0 + m2y0y1

= 1 – m (y1 + y0 – my0y1)

Tulis : y1 + y0 – my0y1 = y2 , maka :

ab (x0x1) + m(y2) = 1 maka GCD (ab, m) = 1

3. The Division Algorithm For Polynomial (Algoritma Pembagian Suku Banyak)


a. Pengertian Suku Banyak

Suku banyak adalah suatu bentuk yang memuat variabel berpangkat. Suku banyak
dalam x berderajat n dinyatakan dengan:

Dengan syarat: n bagian dari bilangan cacah dan an, an – 1, … , a0 disebut koefisien-
koefisien suku banyak, a0 disebut suku tetap dan an ≠ 0
Contoh
1) 6×3 – 3×2 + 4x – 8 adalah suku banyak berderajat 3, dengan koefisien x3 adalah
6,koefisien x2 adalah –3, koefisien x adalah 4, dan suku tetapnya –8.
2) 2×2 – 5x + 4 – 7/x adalah bukan suku banyak karena memuat pangkat negatif yaitu
7/x atau
7x–1 dengan pangkat –1 bukan anggota bilangan cacah.

b. Nilai Suku Banyak


Suku banyak dengan derajat n dapat dinyatakan sebagai suatu fungsi f(x) berikut ini.
f(x) = anxn + an – 1xn – 1 + an – 2xn – 2 + … + a1x + a0, di mana n bagian dari
bilangan cacah dan an ≠ 0. Nilai f(x) tersebut merupakan nilai suku banyak. Untuk
menentukan nilai suku banyak dapat dilakukan dengan dua cara berikut :
1) Cara substitusi
Misalkan suku banyak f(x) = ax3 + bx2 + cx + d. Jika nilai x diganti k, maka nilai suku
banyak f(x) untuk x = k adalah f(k) = ak3 + bk2 + ck + d. Agar lebih memahami
tentang cara substitusi, pelajarilah contoh soal berikut ini.
Contoh soal
Hitunglah nilai suku banyak berikut ini untuk nilai x yang diberikan.
1. f(x) = 2×3 + 4×2 – 18 untuk x = 3
2. f(x) = x4 + 3×3 – x2 + 7x + 25 untuk x = –4
Penyelesaian :
1. f(x) = 2×3 + 4×2 – 18

f(3) = 2 . 33 + 4 . 32 – 18
= 2 . 27 + 4 . 9 – 18
= 54 + 36 – 18
f(3) = 72
Jadi, nilai suku banyak f(x) untuk x = 3 adalah 72.
2. f(x) = x4 + 3×3 – x2 + 7x + 25
f(–4) = (–4)4 + 3⋅ (–4)3 – (–4)2 + 7 ⋅ (–4) + 25
= 256 – 192 – 16 – 28 + 25
f(–4) = 45
Jadi, nilai suku banyak f(x) untuk x = –4 adalah 45.

2) Cara Horner/bangun/skema/sintetik
Misalkan suku banyak f(x) = ax3 + bx2 + cx + d. Jika akan ditentukan nilai suku
banyak x = k, maka:
f(x) = ax3 + bx2 + cx + d
f(x) = (ax2 + bx + c)x + d
f(x) = ((ax + b)x + c)x + d
Sehingga f(k) = ((ak + b)k + c)k + d.
Bentuk tersebut dapat disajikan dalam bentuk skema berikut ini.
Agar lebih memahami tentang cara Horner, pelajarilah contoh soal berikut.
Contoh soal
Hitunglah nilai suku banyak untuk nilai x yang diberikan berikut ini.
1. f(x) = x3 + 2×2 + 3x – 4 untuk x = 5
2. f(x) = 2×3 – 3×2 + 9x + 12 untuk x = ½

Penyelesaian :

Jadi nilai suku banyak f(x) untuk x = 5 adalah 186.

Jadi, nilai suku banyak f(x) untuk x = ½ adalah 16.

INGAT !!!
• Masing-masing koefisien x disusun dari pangkat terbesar sampai terkecil
(perpangkatan x yang tidak ada, ditulis 0).
• Tanda panah pada skema berarti mengalikan dengan k, kemudian dijumlahkan
dengan koefisien yang berada di atasnya.

2. Derajat Suku Banyak pada Hasil Bagi dan Sisa Pembagian


Derajat merupakan pangkat tertinggi dari variabel yang terdapat pada suatu suku
banyak. Jika suku banyak ditulis : anxn + an – 1xn – 1 + … + a1x + a0, maka derajat
dari suku banyak tersebut adalah n. Bagaimanakah derajat suku banyak pada hasil
bagi? Perhatikanlah uraian berikut ini. Misalkan, suku banyak ax3 + bx2 + cx + d
dibagi oleh (x – k). Dengan pembagian cara susun, maka dapat dilakukan perhitungan
sebagai berikut.
Dari perhitungan tersebut diperoleh ax2 + (ak + b)x + (ak2 + b + c) sebagai hasil bagi.
Maka, dapat diketahui dari ax3 + bx2 + cx + d dibagi oleh (x – k) hasil baginya
berderajat 2. Selain itu, dari perhitungan di atas diperoleh ak3 + bk2 + ck + d sebagai
sisa pembagian. Jika terdapat suku banyak f(x) dibagi (x – k) menghasilkan h(x)
sebagai hasil bagi dan f(k) sebagai sisa pembagian, sedemikian hingga f(x) = (x – k)
h(x) + f(k). Perhatikanlah penentuan nilai suku banyak dengan cara Horner berikut ini.

Jika kita bandingkan hasil di atas dengan pembagian cara susun, maka diperoleh hasil
sebagai berikut:
a. ak3 + bk2 + ck + d merupakan hasil bagi.
b. a, ak + b, dan ak2 + bk + c merupakan koefisien hasil bagi berderajat 2.

Dengan demikian, menentukan nilai suku banyak dengan cara Horner dapat juga
digunakan untuk menentukan hasil bagi dan sisa pembagian dengan pembagi (x – k).
Berdasarkan uraian yang telah kita pelajari maka dapat ditarik kesimpulan sebagai
berikut.

Perhatikan contoh soal berikut ini untuk memahami cara menentukan derajat hasil bagi
dan sisa pembagian suku banyak.
Contoh soal:
Tentukanlah derajat dari hasil bagi dan sisa pembagian suku banyak berikut.
2×3 + 4×2 – 18 dibagi x – 3.
Penyelesaian
2×3 + 4×2 – 18 dibagi x – 3.
a. Dengan cara susun

b Dengan cara Horner

Dari penyelesaian tersebut diperoleh 2×2 + 10x + 30 sebagai hasil bagi berderajat 2 dan
72 sebagai sisa pembagian.

Hasil Bagi dan Sisa Pembagian Suku Banyak


a. Pembagian Suku Banyak oleh Bentuk Linear (ax + b)
Pembagian suku banyak dengan pembagi (x – k) yang telah kamu pelajari, dapat dijadikan
dasar perhitungan pembagian suku banyak dengan pembagi (ax + b). Untuk lebih jelasnya,
perhatikanlah uraian berikut ini. Suku banyak f(x) dibagi (x – k) menghasilkan h(x) sebagai
hasil bagi dan f(k) sebagai sisa pembagian, sedemikian sehingga f(x) = (x – k) h(x) + f(k).
Pembagian suku banyak f(x) dibagi (ax + b), dapat diubah menjadi bentuk f(x) dibagi

x – (- b/a ). Berarti, nilai k = – b/a , sehingga pada pembagian suku banyak f(x) tersebut
dapat dilakukan perhitungan sebagai berikut.
Suku banyak f(x) dibagi (ax + b) menghasilkan ( (h (x))/a ). a sebagai hasil bagi dan f (-
b/a ) sebagai sisa pembagian, sehingga f(x) = (ax + b) . ( (h (x))/a ) + f (- b/a )

Untuk lebih jelasnya, perhatikanlah contoh soal berikut ini.


Contoh soal
Tentukanlah hasil bagi dan sisanya jika memakai cara horner.
f(x) = 2×3 + x2 + 5x – 1 dibagi (2x – 1)
Penyelesaian
f(x) = 2×3 + x2 + 5x – 1 dibagi (2x – 1) dengan cara horner sebagai berikut:

f(x) = ( x – ½ )(2×2 + 2x + 6) + 2
= (( 2x-1 ))/2 (2×2 + 2x + 6) + 2
= (2x – 1)(x2 + x + 3) + 2
Jadi, (x2 + x + 3) merupakan hasil bagi dan 2 merupakan sisa pembagian.

b. Pembagian Suku Banyak oleh Bentuk Kuadrat (ax2 + bx + c)


Pembagian suku banyak dengan ax2 + bx + c, di mana a ≠ 0 dapat dilakukan dengan
cara biasa apabila ax2 + bx + c tidak dapat difaktorkan, sedangkan jika ax2 + bx + c
dapat difaktorkan dapat dilakukan dengan cara Horner. Misalkan, suatu suku banyak
f(x) dibagi ax2 + bx + c dengan a ≠ 0 dan dapat difaktorkan menjadi (ax – p1)(x – p2).
Maka, pembagian tersebut dapat dilakukan dengan mengikuti langkah-langkah berikut
ini.

1) f(x) dibagi (ax – p1), sedemikian hingga f(x) = (ax – p1) . h1(x) + f (p1/a ), di mana
h1(x) = (h (x))/a
2) h(x) dibagi (x – p2), sedemikian hingga h1(x) = (x – p2) ⋅ h2(x) + h1(p2).
Agar kamu memahami pembagian suku banyak oleh bentuk kuadrat, pelajarilah contoh
soal berikut.
Contoh soal
Tentukanlah hasil bagi dan sisa pembagian jika:
3×4 + 4×3 – 5×2 – 2x + 5 dibagi (x2 + 2x + 3)
Penyelesaian
1. 3×4 + 4×3 – 5×2 – 2x + 5 dibagi (x2 + 2x + 3)
Karena x2 + 2x + 3 tidak dapat difaktorkan, maka dilakukan pembagian biasa
(cara susun).

Pembagian Bersusun Suku Banyak

Pembagian suku banyak hampir sama dengan pembagian bilangan. Ketika kita
membagi 46 dengan 5, hasil baginya adalah 9 dan sisanya adalah 1.
Untuk membagi suku banyak, kita gunakan pembagian bersusun yang dijelaskan
sebagai berikut.

4. Different Base Number Systems (Sistem Bilangan Dengan Basis Yang Berbeda)

System bilangan (number system) adalah suatu cara untuk mewakili besaran dari
suatu item fisik. Sistem bilanan yang banyak dipergunakan oleh manusia adalah system
biilangan desimal, yaitu sisitem bilangan yang menggunakan 10 macam symbol untuk
mewakili suatu besaran.Sistem ini banyak digunakan karena manusia mempunyai
sepuluh jari untuk dapat membantu perhitungan. Lain halnya dengan komputer, logika
di komputer diwakili oleh bentuk elemen dua keadaan yaitu off (tidak ada arus) dan on
(ada arus). Konsep inilah yang dipakai dalam sistem bilangan binary yang mempunyai
dua macam nilai untuk mewakili suatu besaran nilai.
Selain system bilangan biner, komputer juga menggunakan system bilangan octal
dan hexadesimal.
a. Sistem Desimal ( Dinari )

Pada sistem desimal ( lat. decum =10 ), seperti telah kita ketahui bersama bahwa sistem
ini berbasis 10 dan mempunyai 10 simbol yaitu dari angka 0 hingga 9. Setiap tempat
mempunyai nilai kelipatan dari 10 0, 10 1, 10 2, dst . Penulisan bilangan terbagi dalam
beberapa tempat dan banyaknya tempat tergantung dari besarnya bilangan.

Kebiasaan sehari-hari harga suatu bilangan desimal dituliskan dalam bentuk yang
mudah sbb :
10932 = 1 . 10000 + 0. 1000 + 9 . 100 + 3 . 10 + 2 . 1
= 1 . 10 4 + 0. 103 + 9 . 10 2 + 3 . 10 1 + 2 . 10 0

b. Sistem Biner

Sistem Biner ( lat. Dual ) atau “duo” yang berarti 2, banyak dipakai untuk sinyal
elektronik dan pemrosesan data. Kekhususan sistem biner untuk elektronik yaitu bahwa
sistem biner hanya mempunyai 2 simbol yang berbeda, sehingga pada sistem ini hanya
dikenal angka “ 0 “ dan angka “1 “.

Contoh

10101 = 1. 2 4 + 0. 23 +1.22+0.21 +1.20


Dual = 1 . 16 + 0. 8 + 1. 4 + 0 . 2 +1.1
= 21 ( desimal )
Setiap tempat pada bilangan biner mempunyai kelipatan 2 0, 2 1, 2 2, 2 3
dst. yang
dihitung dari kanan kekiri. Selanjutnya kita juga dapat merubah bilangan desimal ke
bilangan biner atau sebaliknya dari bilangan biner ke bilangan desimal.
c. Sistem Oktal
Aturan pada sistem oktal ( lat. okto = 8 ) sama dengan aturan yang dipergunakan pada
sistem bilangan desimal atau pada sistem bilangan biner. Pada bilangan oktal hanya
menggunakan 8 simbol yaitu angka 0, 1, 2, 3, 4, 5, 6 dan 7 dan setiap nilai tempat
mempunyai kelipatan 8 0, 8 1, 8 2, 8 3, 8 4, dst.
Contoh

3174(8) = 3. 83 +1.82 +7.81 +4.80


= 3. 512 + 1 . 64 +7.8 +4.1
3174(8) = 1660 (10)

d. Sistem Heksadesimal
Sistem Heksadesimal yang juga disebut Sedezimalsystem, banyak dipakai pada teknik
komputer. Sistem ini berbasis 16 sehingga mempunyai 16 simbol yang terdiri dari 10 angka
yang dipakai pada sistem desimal yaitu angka 0 … 9 dan 6 huruf A, B, C, D, E, dan F.
Keenam huruf tersebut mempunyai harga desimal sbb : A=10; B=11; C=12; D=13;
E=14; dan F=15. Dengan demikian, untuk sistem heksadesimal penulisannya dapat
menggunakan angka dan huruf.
Contoh :

2 AF3 = 2. 163 + 10 . 16 2 + 15 . 16 1 + 3 . 16 0
=2 . 4096+ 10. 256 + 15. 16 + 3 . 1
= 10955 ( desimal )
5. Modular Arithmetic (Bilangan Modulo)
Definisi
Misalkan n adalah suatu bilangan bulat positif, a dan b adalah suatu bilangan
bulat. a dikatakan kongruen b modulo n, ditulis
a b (mod n)
jika dan hanya jika a – b adalah kelipatan n.
Untuk memantapkan pemahaman kita tentang definisi di atas, perhatikan
contoh di bawah ini:
Contoh 1.
Periksa kebenaran pernyataan berikut ini:
a) 3≡ 24 (mod 7)
b) –31≡11 (mod 7)
c) –15 ≡ -64 (mod 7)
d) 13 ≡ -1 (mod 7)
e) 23≡3(mod 7)
Jawab
a) 3≡24 (mod 7) benar karena 3 – 24 = -21 kelipatan dari 7
b) –31 ≡ 11 (mod 7) benar karena –31 – 11 = -42 kelipatan dari 7
c) –15≡ -64 (mod 7) benar karena –15 + 64 = 49 kelipatan dari 7
d) 13≡-1 (mod 7) benar karena 13 + 1 = 14 kelipatan dari 7
e) 23 ≡3 (mod 7) salah karena 23 – 3 = 20 bukan kelipatan dari 7.

Contoh 2 :
Tentukan semua bilangan bulat x sedemikian sehingga x≡1 (mod 10).
Jawab.
x≡1 (mod 10) jika dan hanya jika x – 1 = 10 k untuk setiap k bilangan bulat.
Jika k = 0, 1, 2, 3, … maka berturut-turut x = 1, 11, 21, 31, …
Begitu pula k = -1, -2, -3, … maka berturut-turut x = -9, -19, -29, …
Dua barisan tersebut digabungkan sehingga himpunan penyelesaian x≡1 (mod 10)
adalah {…, -29, -19, -9, 1, 11, 21, 31, …} .
Pada contoh 2 di atas, tampak bahwa stiap elemen pada 1, 11, 21, 31, …}
mempunyai sisa 1 jika dibagi oleh 10. Secara umum dapat dikatakan bahwa dua buah
bilangan cacah adalah kongruen modulo n jika dan hanya jika sisanya pada
pembagian oleh m adalah sama.
Misalkan n suatu bilangan bulat positif dan a, b, c, dan d bilangan bulat sebarang
berlaku:
1) a≡ a (mod n)
2) jika a≡b (mod n) maka b≡a (mod n)
3) jika a≡b (mod n) dan b≡c (mod n) maka a≡c (mod n)
4) jika a≡b (mod n) dan c ≡ d (mod n) maka a + c ≡ b + d (mod n)
5) jika a≡b (mod n) dan c ≡ d (mod n) maka ac ≡ bd (mod n)
6) jika a≡b (mod n) maka a + c ≡ b + c (mod n)
7) jika a≡b (mod n) maka ac ≡ bc (mod n)
8) jika a≡b (mod n) maka ak≡ bk (mod n) untuk k bilangan bulat positif
sebarang.
Bukti :
1) untuk a bilangan bulat sebarang dan n suatu bilangan bulat positif berlaku
a – a = 0.n.
Dengan demikian, a≡a (mod n)
2) a≡b (mod n)
ada k suatu bilangan bulat,
akibatnya, b-a = -(a-b)
= -(kn)
= (-k)n
Karena –k juga bilangan bulat, a≡b (mod n)
3) a≡b (mod n) dan b≡c (mod n)
ada h dan k bilangan bulat sehingga
a – b = hn dan b – c = kn.
Akibatnya, a – c = (a – b) + (b – c)
= hn + kn
= (h + k)n
Karena h dan k bilangan bulat, maka a≡c (mod n)
4) a ≡ b (mod n) dan c ≡ d (mod n)
Ada h dan k bilangan bulat sehingga
a – b = hn dan b – c = kn
(a + c) – (b + d) = (a – b) + (c – d)
= hn + kn
= (h + k)n
Karena h + k juga bilangan bulat, a + c ≡ b + d (mod n).
5) a≡b (mod n) dan c ≡ d (mod n)
Pandang ac = (b + hn)(d + kn)
bd + (bk + dh + hkn)n
Karena (bk + dh + hkn) bilangan bulat,
Ada h dan k bilangan bulat, ac ≡ bd (mod n)
6) a≡b (mod n)
Ada h bilangan bulat sehingga a – b = hn
Karena (a + c) – (b + c) = a – b = hn, a + c≡b + c (mod n).
7) a≡b (mod n)
Ada h bilangan bulat sehingga a – b = hn ac – bc
= (a – b)c
= hnc
= (hc)n
Karena hc bilangan bulat, ac≡bc (mod n).
8) Untuk bukti ini kita gunakan induksi matematik.
Untuk k = 1, berlaku a ≡ 𝑏(mod n).
Asumsikan ak≡ bk (mod n) berlaku,
Harus ditunjukkan ak+1≡ bk+1 (mod n) juga berlaku.
Dari (5), jika a≡b (mod n) dan c≡d (mod n) maka ac≡bd (mod n).
Kita ganti c oleh ak dan d oleh bk diperoleh
aak ≡ bbk (mod n) atau
ak+1≡ bk+1 (mod n)

Anda mungkin juga menyukai