Anda di halaman 1dari 12

Laporan Pendahuluan

Fraktur Humerus Tertutup

1. Konsep Dasar Medis


A. Definisi
 Fraktur adalah terputusnya kontinuitas tulang dan ditentukan sesuai jenis dan
luasnya. Umumnya fraktur disebabkan oleh trauma atau aktivitas fisik dimana
terdapat tekanan yang berlebihan pada tulang Fraktur dapat diklasifikasikan
menurut garis fraktur (transversal, spiral, oblik, segmental, komunitif), lokasi
(diafise, metafise, epifise) dan integritas dari kulit serta jaringan lunak yang
mengelilingi (terbuka atau compound dan tertutup).
 Fraktur humerus adalah salah satu fraktur yang cukup sering terjadi. Insiden
terjadinya fraktur shaft humerus adalah 1-4% dari semua kejadian
fraktur. Fraktur shaft humerus dapat terjadi pada sepertiga proksimal, tengah dan
distal humerus.
 Fraktur tulang humerus adalah adanya diskontinuitas atau hilangnya struktur dari
humerus yang terbagi atas :
1) Fraktur suprakondilar humerus
2) Fraktur interkonditer humerus
3) Fraktur batang humerus
4) Fraktur kolum humerus
B. Klasifikasi
Menurut Rosyidi (2013) pada fraktur tertutup ada klasifikasi tersendiri yang
berdasarkan keadaan jaringan lunak sekitar trauma, yaitu :
1) Tingkat 0 : Fraktur biasa dengan sedikit atau tanpa cedera jaringan lunak
sekitarnya.
2) Tingkat 1 : Fraktur dengan abrasi dangkal atau memar kulit dan jaringan
subkutan.
3) Tingkat 2 : Fraktur yang lebih berat dengan kontusio jaringan lunak bagian
dalam dan pembengkakan.
4) Tingkat 3 : Cedera berat dengan kerusakan jaringan lunak yang nyata dan
ancaman sindrom kompartement.
C. Etiologi
Etiologi Terjadinya Fraktur Menurut Rosyidi (2013) yaitu :
1) Kekerasan langsung
Kekerasan langsung menyebabkan patah tulang pada titik terjadinya
kekerasan.Fraktur demikian sering bersifat fraktur terbuka dengan garis patah
melintang atau miring.
2) Kekerasan tidak langsung
Kekerasan tidak langsung menyebabkan patah tulang ditempat yang jauh dari
tempat terjadinya kekerasan.Yang patah biasanya adalah bagian yang paling
lemah dalam jalur hantaran vektor kekerasan.
3) Kekerasan akibat tarikan otot
Patah tulang akibat tarikan otot sangat jarang terjadi. Kekuatan dapat berupa
pemuntiran,penekukan, dan penekanan, kombinasi dari ketiganya, dan
penarikan
D. Patofisiologi
Tulang bersifat rapuh namun cukup mempunyai kekeuatan dan gaya pegas untuk
menahan tekanan. Tapi apabila tekanan eksternal yang datang lebih besar dari yang
dapat diserap tulang, maka terjadilah trauma pada tulang yang mengakibatkan
rusaknya atau terputusnya kontinuitas tulang. Setelah terjadi fraktur, periosteum dan
pembuluh darah serta saraf dalam korteks, marrow, dan jaringan lunak yang
membungkus tulang rusak. Perdarahan terjadi karena kerusakan tersebut dan
terbentuklah hematoma di rongga medula tulang. Jaringan tulang segera berdekatan
ke bagian tulang yang patah. Jaringan yang mengalami nekrosis ini menstimulasi
terjadinya respon inflamasi yang ditandai denagn vasodilatasi, eksudasi plasma dan
leukosit, dan infiltrasi sel darah putih. ini merupakan dasar penyembuhan tulang.
E. Tanda dan gejala
Tanda dan gejala fraktur adalah sebagai berikut :
1) Nyeri
Nyeri terus menerus dan bertambah berat sampai fragmen tulang di imobilisasi.
Spasme otot yang menyertai fraktur merupakan bentuk bidai alamiah yang
dirancang untuk memanimalkan gerakan antar fragmen tulang.
2) Kehilangan fungsi
Setelah terjadi fraktur , Bagian-bagian yang mengalami tak dapat digunakan dan
cenderung bergerak secara tidak almiah (Gerakan luar biasa) bukannya tetap
rigid seperti normalnya. Pergeseran fragmen pada fraktur lengan atau tungkai
menyebabkan deformitas (terlihat maupun teraba) ekstrimitas yang bisa
diketahui dengan membandingkan ekstrimitas normal. Ekstrimitas tak dapat
berfungsi dengan baik karena fungsi normal otot bergantung pada integritas
tulang tempat melekatnya otot.
3) Pemendekan ekstrimitas
Pada fraktur tulang panjang terjadi pemendekkan tulang yang sebenarnya
karena kontraksi otot yang melekat diatas dan dibawah tempat fraktur. Fragmen
sering saling melingkupi satu sama lain sampai 2,5-5 cm (1-2 inci)
4) Krepitus
Saat ekstrimitas diperiksa dengan tangan,teraba adanya derik tulang dinamakan
krepitus yang teraba akibat gesekan antara fragmen satu dengan lainny. Uji
krepitus dapat mengakibatkan kerusakan jaringan lunak yang lebih berat.
5) Pembengkakan lokal dan perubahan warna
Pembengkakan dan perubahan warna lokal pada kulit terjadi sebagai akibat
trauma dan perdarahan yang mengikuti fraktur. Tanda ini bisa baru terjadi
setelah beberapa jam atau hari setelah cidera.
Secara khusus untuk fraktur humerus menurut Arif Manjoer, Dkk tahun 2015
dapat terjadi :
1) Fraktur suprakondilar humerus
a. Tipe ekstensi. Trauma terjadi ketika siku dalam posisi hiperekstensi, lengan
bawah dalam posisi supinasi. Hal ini menyebabkan fraktur pada
suprakondilar, fragmen distal humerus akan mengalami dislokasi keanterior
dari fragmen proksimalnya.
b. Tipe fleksi. Trauma terjadi ketika posisi siku dalam keadaan fleksi, sedang
lengan bawah dalam keadaan pronasi. Hal ini megakibatkan fragmen distal
humerus mengalami dislokasi keposterior dari fragmen proksimalnya.
Hal ini akan menyebabkan komplikasi jika terjadi penekanan pada arteri
brakialis yang disebut dengan iskemia volkmanss. Timbulnya sakit, denyut
arteri radialis berkurang, pucat, rasa kesemutan, dan kelumpuhan.
2) Fraktur interkondilar humerus
Pada fraktur ini bentuk garis patah yang terjadi berupa bentuk huruf Y atau T.
Nampak didaerah sibu tampak jejas pembengkakan, kubiti varus atau kubiti
valgus.
3) Fraktur batang humerus
Biasanya terjadi pada penderita dewasa, terjadinya karena trauma langsung yang
menyebabkan garis patah transversal atau kominutif. Terjadi functio laesa
lengan atas yang cedera, untuk menggunakan siku harus dibantu oleh tangan
yang sehat
4) Fraktur kolum humerus
Sering terjadi pada wanita tua karena osteoporosis. Biasanya berupa fraktur
impaksi. Ditandai dengan sakit didaerah bahu tetapi fungsi lengan masih baik
karena fraktur impaksi merupakan fraktur yang stabil.
F. Komplikasi
 Komplikasi awal
a. Kerusakan arteri: pecahnya arteri karena trauma bisa di tandai dengan tidak
adanya nadi, CRT menurun, cianosis bagian distal, hematoma yang lebar dan
dingin pada ekstermitas
b. Kompartement syndrom Merupakan komplikasi serius yang terjadi karena
terjebaknya otot, tulang, saraf, dan pembuluh darah dalam jaringan parut.
c. Fat embolism syndrom Yang paling sering terjadi pada fraktur tulang panjang.
Terjadi karena sel-sel lemak yang dihasilkan bone marrow kuning masuk
kealiran darah dan menyebabkan tingkat oksigen dalam darah rendah yang
ditandai dengan gangguan pernafasan, takikardi, hipertensi, tachypnea,
demam
d. Infeksi: jika sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan.
e. Avaskuler nekrosis Terjadi karena aliran darah ke tulang rusak atau
terganggu yang bisa menyebabkan nekrosis tulang
f. Shock : karena kehilangan banyak darah
 Komplikasi dalam waktu lama
a. Delayed union Kegagalan fraktur berkonsolidasi sesuai dengan waktu yang
dibutuhkan tulang untuk menyambung karena penurunan suplai darah ke
tulang.
b. Nonunion Merupakan kegagalan fraktur berkonsolidasi dan memproduksi
sambungan yang lengkap, kuat, dan stabil setelah 6-9 bulan. Ditandai dengan
pergerakan yang berlebih pada sisi fraktur yang membentuk sendi palsu atau
pseudoarthritis. Ini juga disebabkan karena aliran darah yang kurang.
c. Malunion Penyembuhan tulang yang ditandai dengan meningkatnya tingkat
kekuatan dan perubahan bentuk (deformitas). Malunion dilakukan dengan
pembedahan dan reimmobilisasi yang baik.
G. Pemeriksaan Penunjang
Menurut (Rosyidi, 2013) pemeriksaan penunjang yang dilakukan sebagai berikut :
1) Pemeriksaan Rontgen: Menentukan lokasi atau luasnya Fraktur atau trauma, dan
jenis fraktur.
2) Sken tulang, tomogram, CT SCAN/MRI: memperlihatkan tingkat keparahan fraktur,
juga dapat untuk mengidentifikasi kerusakan jaringan lunak.
3) Arteriogram:dilakukan bila dicurigai adanya kerusakan vaskuler.
4) Hitung darah lengkap : Ht mungkin meningkat (hemokonsentrasi) atau menurun
(perdarahan bermakna pada sisi fraktur atau organ jauh pada multiple
trauma).Peningkatan jumlah SDP adalah proses stress normal setelah trauma.
5) Kreatinin : Trauma otot meningkat beban kreatinin untuk klien ginjal.
6) Profil koagulasi: perubahan dapat terjadi pada kehilangan darah, tranfusi multiple
atau cidera hati
H. Penatalaksanaan
1) Reduksi fraktur, berarti mengembalikan fragmen tulang pada kesejajarannya dan
rotasi anatomis
a. Reduksi tertutup dilakukan dengan mengembalikan fragmen tulang ke
posisinya dengan manipulasi dan traksi manual.
b. Traksi digunakan untuk mendapatkan efek reduksi dan imobilisasi. Beratnya
traksi disesuaikan dengan spasme otot yang terjadi.
c. Reduksi terbuka, dengan pendekatan bedah, fragmen tulang direduksi. Alat
fiksasi interna dalam bentuk pin, kawat, sekrup, plat, paku atau batangan logam
yang dapat digunakan untuk mempertahankan fragmen tulang dalam posisinya
sampai penyembuhan tulang yang solid terjadi.
2) Imobilisasi fraktur, mempertahnkan reduksi sampai terjadi penyembuhan. Setelah
fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi atau dipertahankan dalam
posisi dan kesejajaran yang benar sampai trejadi penyatuan. Metode fiksasi
eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai, traksi kontinu, pin, dan teknik gips atau
fiksator eksterna. Sedangkan fiksasi interna dapat digunakan implant logam yang
dapat berperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur.
3) Rehabilitasi, mempertahankan dan mengembalikan fungsi setelah dilakukan
reduksi dan imobilisasi
I. Prognosis
Prognosis jangka pendek dan panjang sedikit banyak bergantung pada berat
ringannya trauma yang dialami, bagaimana pengananan yang tepat dan usia
penderita. Pada anak prognosis sangat baik karena proses penyembuhan sangat cepat,
sementara pada orang dewasa prognosis tergantung dari penanganan, jika penaganan
baik maka komplikasi dapat diminamilasir, begitupun sebaliknya
2. Konsep Dasar Keperawatan
A. Pengkajian
1) Identitas Klien
Lakukan pengkajian pada identitas klien dan isi identitasnya yang meliputi:
nama, jenis kelamin, suku bangsa, tanggal lahir, alamat, agama, dan tanggal
pengkajian serta siapa yang bertanggung jawab terhadap klien
2) Keluhan utama : Penderita biasanya mengeluh nyeri.
3) Riwayat kesehatan
a. Riwayat kesehatan dahulu : Pada klien fraktur pernah mengalami kejadian
patah tulang apa pernah mengalami tindakan operasi apa tidak.
b. Riwayat kesehatan sekarang : Pada umumnya penderita mengeluh nyeri pada
daerah luka (pre/post op).
c. Riwayat kesehatan keluarga : Didalam anggota keluarga tidak / ada yang
pernah mengalami penyakit fraktur / penyakit menular.
4) Keadaan umum
Kesadaran: compos mentis, somnolen, apatis, sopor koma dan koma dan apakah
klien paham tentang penyakitnya.
5) Pengkajian Kebutuhan Dasar
a. Rasa nyaman/nyeri
Gejala : nyeri berat tiba-tiba pada saat cedera (mungkin terlokalisasi pada
area jaringan/kerusakan tulang, dapat berkurang pada imobilisasi), tidak ada
nyeri akibat kerusakan saraf. Spasme/kram otot (setelah imobilisasi)
b. Nutrisi
Pada klien fraktur harus mengkonsumsi nutrisi melebihi kebutuhan sehari-
harinya seperti kalsium, zat besi, protein, vit. C dan lainnya untuk membantu
proses penyembuhan tulang. Evaluasi terhadap pola nutrisi klien bisa
membantu menentukan penyebab masalah muskuloskeletal dan
mengantisipasi komplikasi dari nutrisi yang tidak adekuat terutama kalsium
atau protein dan terpapar sinar matahari yang kurang merupakan faktor
predisposisi masalah muskuloskeletal terutama pada lansia. Selain itu juga
obesitas juga menghambat degenerasi dan mobilitas klien.
c. Kebersihan Perorangan
Klien fraktur pada umumnya sulit melakukan perawatan diri.
d. Cairan
Perdarahan dapat terjadi pada klien fraktur sehingga dapat menyebabkan
resiko terjadi kekurangan cairan.
e. Aktivitas dan Latihan
Kehilangan fungsi pada bagian yang terkena dimana Aktifitas dan latihan
mengalami perubahan/gangguan akibat adanya luka sehingga perlu dibantu.
f. Eliminasi
Untuk kasus fraktur tidak ada gangguan pada pola eliminasi, tapi walaupun
begitu perlu juga dikaji frekuensi, konsistensi, warna serta bau feces pada
pola eliminasi alvi. Sedangkan pada pola eliminasi urin dikaji frekuensi,
kepekatannya, warna, bau, dan jumlah. Pada kedua pola ini juga dikaji ada
kesulitan atau tidak.
g. Tidur dan Istirahat
Semua klien fraktur timbul rasa nyeri, keterbatasan gerak, sehingga hal ini
dapat mengganggu pola dan kebutuhan tidur klien. Selain itu juga, pengkajian
dilaksanakan pada lamanya tidur, suasana lingkungan, kebiasaan tidur, dan
kesulitan tidur serta penggunaan obat tidur
h. Neurosensory
Biasanya klien mengeluh nyeri yang disebabkan oleh adanya kerusakan
jaringan lunak dan hilangnya darah serta cairan seluler ke dalam jaringan.
Gejala : Kesemutan, Deformitas, krepitasi, pemendekan, kelemahan.
i. Keamanan
Tanda dan gejala : laserasi kulit, perdarahan, perubahan warna,
pembengkakan local
j. Seksualitas
Dampak pada klien fraktur yaitu, klien tidak bisa melakukan hubungan
seksual karena harus menjalani rawat inap dan keterbatasan gerak serta rasa
nyeri yang dialami klien. Selain itu juga, perlu dikaji status perkawinannya
termasuk jumlah anak, lama perkawinannya.
k. Keseimbangan dan Peningkatan Hubungan Resiko serta Interaksi Sosial
Psikologis : gelisah, sedih, terkadang merasa kurang sempurna.
Sosiologis : komunikasi lancar/tidak lancar, komunikasi verbsl/nonverbal
dengan orang terdekat/keluarga, spiritual tak/dibantu dalam beribadah.
6) Pemeriksaan Fisik
 Keadaan Umum
a. Kesadaran penderita: apatis, sopor, koma, gelisah, komposmentis
tergantung pada keadaan klien
b. Kesakitan, keadaan penyakit: akut, kronik, ringan, sedang , berat, dan
pada kasus fraktur biasanya akut
c. Tanda-tanda vital tidak normal karena ada gangguan baik fungsi
maupun bentuk.
 Secara sistemik dari kepala sampai kelamin
a. Sistem integument:terdapat eritema, suhu sekitar daerah trauma
meningkat, bengkak, odema, nyeri tekan.
b. Kepala:tidak ada gangguan yaitu semetris, tidak ada penonjolan, tidak
ada nyeri kepala.
c. Leher:tidak ada gangguan yaitu semetris, tidak ada penonjolan, reflek
menelan ada.
d. Muka:Wajah terlihat menahan sakit , lain-lain tidak ada perubahan
fungsi maupun bentuk, tidak ada lesi, simetris, tidak odema.
e. Mata:Tidak ada gangguan seperti konjungtiva tidak anemis (karena
tidak terjadi perdarahan).
f. Telinga: tes bisik atau weber masih dalam keadaan normal, tidak ada
lesi atau nyeri tekan.
g. Hidung:tidak ada deformitas, tidak ada pernapasan cuping hidung
h. Mulut dan faring: tidak ada pembesaran tonsil, gusi tidak terjadi
perdarahan , mukosa mulut tidak pucat.
i. Thoraks:tidak ada pergerakan otot intercostae, gerakan dada simetris.
j. Paru
Inspeksi : Pernafasan meningkat, regular atau tidaknya tergantung
pada riwayat penyakit klien yang berhubungan dengan paru.
Palpasi : Pergerakan sama atau simetris, fermitus raba sama.
Perkusi : Suara ketok sonor, tidak ada redup, suara tambahan lainnya.
Auskultasi : Suara napas normal, tidak ada wheezing, atau suara
tambahan lainnya seperti stridor dan ronchi
j. Jantung
Inspeksi : Tidak tampak iktus jantung
Palpasi : Nadi meningkat, iktus tidak teraba
Perkusi : Sonor
Auskultasi: Suara s1 dan s2 tunggal, tidak ada mur-mur
k. Abdomen
Inspeksi : Bentuk datar , simetris,tidak ada hernia
Palpasi : Turgor baik, tidak ada defands muskuler (nyeri tekan pada
seluruh lapang abdomen), hepar tidak teraba
Perkusi : Suara timpani, ada pantulan gelembang cairan
Auskultasi : Peristaltik usus normal kurang lebih 20 kali permenit.
l. Inguinal-Genetalia-Anus : Tak ada hernia , tak ada pembesaran limfe,
tak ada kesulitan BAB.
B. Diagnosa Keperawatan
1) Nyeri akut berhubungan dengan agen penyebab cedera fisik.
2) Kerusakan integritas jaringan berhubungan dengan faktor mekanik: perubahan
sirkulasi, imobilisasi dan penurunan sensabilitas (neuropati).
3) Hambatan mobilitas fisik berhubungan dengan gangguan muskuloskeletal.
4) Risiko terhadap infeksi berhubungan dengan pengetahuan yang kurang untuk
menghindari pajanan pathogen.
5) Resiko ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan berhubungan dengan
akses terhadap makanan terbatas.
6) Defisit perawatan diri : mandi/hygiene berhubungan dengan nyeri, kelemahan.
7) Ansietas berhubungan dengan perubahan status kesehatan.
C. Intervensi Keperawatan

Rencana keperawatan
No Diagnosa Keperawatan
Tujuan dan Indikator (NOC) Intervensi (NIC)
1 Nyeri akut berhubungan NOC NIC
dengan agen penyebab cedera Tujuan : Setelah dilakukan intervensi 1. Lakukan pegkajian nyeri secara komprehensif
fisik. keperawatan selama 3x24 jam, klien mampu termasuk lokasi, karakteristik, durasi, frekuensi,
mengontrol nyeri, nyeri berkurang dan kualitas dan ontro presipitasi.
tingkat kenyamanan meningkat. 2. Observasi reaksi nonverbal dari
Indikator : ketidaknyamanan.
 Klien dapat melaporkan nyeri, frekuensi 3. Gunakan teknik komunikasi terapeutik
nyeri, ekspresi wajah, dan menyatakan 4. Kontrol lingkungan yang mempengaruhi nyeri
kenyamanan fisik dan psikologis. seperti suhu ruangan, pencahayaan, kebisingan.
 TD : 120/80 mmHg, N : 60-100x/menit, S 5. Pilih dan lakukan penanganan nyeri
: 36-36,5°C, P : 16-20x/menit. (farmakologis/non farmakologis).
6. Ajarkan teknik non farmakologis (relaksasi,
distraksi dll)
7. Evaluasi tindakan pengurangan nyeri/kontrol
nyeri.
8. Kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
analgetik.
2 Kerusakan integritas jaringan Tujuan : Setelah dilakukan intervensi 1. Catat karakteristik luka:tentukan ukuran dan
berhubungan dengan faktor keperawatan selama 3x24 jam, terjadi kedalaman luka, dan klasifikasi pengaruh ulkus.
mekanik: perubahan sirkulasi, penyembuhan pada luka dan keutuhan 2. Bersihkan dengan cairan anti bakteri.
imobilisasi dan penurunan struktur maupun fungsi fisiologis normal 3. Bilas dengan cairan NaCl 0,9%.
sensabilitas (neuropati). kulit. 4. Dressing dengan kasa steril sesuai kebutuhan
5. Lakukan pembalutan
Indikator : 6. Amati setiap perubahan pada balutan
7. Bandingkan dan catat setiap adanya perubahan
pada luka
8. Berikan posisi terhindar dari tekanan
3 Hambatan mobilitas fisik Tujuan : Setelah dilakukan intervensi 1. Kaji derajat imobilitas yang dihasilkan oleh
berhubungan dengan gangguan keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan cidera/pengobatan dan perhatikan persepsi
muskuloskeletal. klien menunjukkan mobilitas optimal. pasien terhadap imobilisasi.
Indikator : 2. Awasi TD dengan melakukan aktivitas.
 Mempertahankan posisi fungsional. Perhatikan keluhan pusing.
 Menunjukkan teknik yang memampukan 3. Instruksikan pasien untuk/bantu dalam rentang
melakukan aktivitas. gerak pasien/aktif pada ekstremitas yang sakit
dan yang tidak sakit.
4. Dorong peningkatan masukan cairan sampai
2000-3000 ml/hari, termasuk air asam/jus.
5. Berikan diet tinggi protein, karbohidrat, vitamin,
dan mineral. Pertahankan penurunan kandungan
protein sampai setelah defekasi pertama.
6. Berikan/bantu dalam mobilisasi dengan kursi
roda, kruk, tongkat, sesegera mungkin.
Instruksikan keamanan dalam menggunakan alat
mobilitas.
7. Ubah posisi secara periodik dan dorong untuk
latihan batuk/napas dalam.
8. Kolaborasi, konsul dengan ahli terapi fisik
4 Risiko terhadap infeksi Tujuan ; Setelah dilakukan intervensi selama 1. Inspeksi kulit untuk adanya iritasi
berhubungan dengan 3x24 jam, diharapkan tidak terjadi infeksi 2. Perhatikan keluhan klien terhadap keluhan
pengetahuan yang kurang pada luka peningkatan nyeri, rasa terbakar, eritema atau
untuk menghindari pajanan Indikator : bau tak sedap.
pathogen.  Mencapai penyembuhan luka sesuai 3. Observasi luka terhadap pembentukan bula,
waktu perubahan warna luka, bau drainase yang tidak
 Bebas drainase purulen, eritem dan sedap.
demam 4. Lakukan perawatan luka sesuai protocol dengan
tehnik steril.
5. Lakukan perlindungan infeksi.
6. Berikan therapy obat-obatan sesuai indikasi; anti
biotic, TT dll.
5 Resiko ketidakseimbangan Tujuan : Setelah dilakukan intervensi 1. Kaji status nutrisi dan kebiasaan makan.
nutrisi kurang dari kebutuhan keperawatan selama 3x24 jam, kebutuhan 2. Beri dorongan individu untuk makan bersama
berhubungan dengan akses nutrisi dapat terpenuhi orang lain
terhadap makanan terbatas Indikator : 3. Pertahankan kebersihan mulut yang baik (sikat
 Berat badan dan tinggi badan ideal. gigi) sebelum dan sesudah mengunyah makanan
 Tidak ada tanda-tanda 4. Timbang berat badan setiap seminggu sekali.
hiperglikemia/hipoglikemia. 5. Identifikasi perubahan pola makan.
6. Jelaskan pentingnya nutrisi yang adekuat
6 Defisit perawatan diri : Tujuan : Setelah dilakukan intervensi selama 1. Kaji kemampuan untuk menggunakan alat bantu.
mandi/hygiene berhubungan 3x24 jam, klien mampu melakukan atau 2. Kaji kemampuan mukosa oral dan kebersihan
dengan nyeri, kelemahan. mmenuhi aktivitas mandi/hygiene. tubuh setiap hari.
Indikator : 3. Anjurkan klien/keluarga penggunaan metode
 Klien mampu mengakses kamar mandi alternative untuk mandi dan hygiene oral.
 Klien mampu mengambil perlengkapan 4. Dukung kemandirian klien dalam melakukan
mandi mandi dan hygiene oral, bantu klien hanya jika
 Klien mampu membersihkan tubuh diperlukan.
5. Tawarkan untuk mencuci tangan setelah eliminasi
dan sebelum makan.
6. Libatkan keluarga dalam pemberian asuhan
keperawatan.
7 Ansietas berhubungan dengan Tujuan : Setelah dilakukan intervensi 1. Kaji tingkat ansietas dan diskusikan penyebabnya
perubahan status kesehatan. keperawatan selama 3x24 jam, diharapkan bila mungkin.
ansietas pasien dapat diatasi 2. Orientasikan pada aspek-aspek fisik dari fasilitas,
Indikator : jadwal dan aktivitas. Perkenalkan pada teman
 Pasien tampak rileks sekamar dan staf. Berikan penjelasan tentang
peran-peran.
3. Berikan informasi tertulis atau rekaman.
4. Berikan waktu untuk mendengarkan pasien
mengenai masalah dan dorong ekspresi perasaan
yang bebas, misalnya marah, ragu atau takut.
Daftar Pustaka

Adi Mahartha Gde Rastu, Dkk. 2013. Manajemen Fraktur Pada Trauma Muskuloskeletal.
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana

Brunner, Suddarth. 2012. Buku Ajar keperawatan medikal bedah, edisi 8 vol.3. EGC. Jakarta

Mansjoer Arif, dkk. 2012. Kapita Selekta Kedokteran. Jakarta: Media Aesculapius.

Price S.A, Wilson L.M. 2006. Patofifisiologi Konsepklinis Proses-Proses Penyakit. Jakarta :
EGC

Rendy, M Clevo dan Margareth TH. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit
Dalam. Yogyakarta : Nuha Medika

Nurarif & Kusuma. (2013). Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosa Medis &
Nanda Nic-Noc. Jilid 2.Yogyakarta:EGC

Http://download.portalgaruda.org/article.php?article=14484&val=970 diakses senin


03-04-2018 (12:20)

Herdman, T. Heather (2015) Nanda International Inc. diagnosis keperawatan : definisi &
klasifikasi 2015 ed 10, jakarta : EGC

Bulechek Gloria, Butcher Howard,dkk (2016) Nursing Interventions Classification (NIC), 6th
edition, Elsevier Singapore Pte Ltd

Moorhead Sue, Marion Johnson, dkk (2016) Nursing Outcomes Classification (NOC), 5th
edition, Elsevier Singapore Pte Ltd

Anda mungkin juga menyukai