Anda di halaman 1dari 66

Bab 1: Mission: Under One Roof

[edit]
Bagian 1 [edit]
“... haaa...”
Shidou menghela nafas panjang dalam-dalam.
Melangkah di jalanan perumahan diiringi
matahari yang perlahan tenggelam, ia
menyeret tungkai dan lututnya seperti orang
tua, pelan-pelan berjalan maju.
Terbersit keletihan di wajahnya, dan, entah
mengapa, poni yang hampir menutupi
matanya telah kehilangan kilaunya.
Meskipun ia seorang pemuda yang baru berumur
16 tahun......ia terlihat lebih tua
dari usianya.
Tapi, itu sudah sewajarnya!
“... haaa.”
Sekali lagi ia mengeluh.
Pada akhirnya, Tohka dan Origami mulai
bertengkar, terpaksa Shidou
menengahi.
Tambah lagi, konflik di antara mereka berdua
bukan hal baru.
Meski Tohka baru bulan lalu masuk ke Raizen
High School dimana Shidou
bersekolah, mereka berdua sudah bersaing
seperti ini setiap hari.
——Bagaimanapun juga, kalau memang yang
terjadi cuma adu mulut gadis-gadis
sekolahan seperti biasa, kondisi Shidou
mungkin tidak akan sekritis ini.
“...”
Shidou mengingat-ingat wujud Tohka dan
Origami sebulan lalu.
Di satu sisi, seorang <Spirit> kejam yang
dianggap sebagai malapetaka yang
akan memporak-porandakan dunia.

Di sisi lain adalah seorang Wizard Anti-


Spirit Team dari Angkatan Darat Bela Diri
Jepang.
Keduanya merupakan gadis dengan kekuatan
abnormal melebihi manusia biasa.
Untuk saat ini, seorang manusia biasa, Shidou,
berperan sebagai mediator di
antara kedua gadis itu.
“Yang benar saja, mereka berdua tidak bisa
akur apa...?”
Setelah mengatakan itu, Shidou menundukkan
kepala dengan pandangan suram,
menyadari kebodohan kata-katanya sendiri.
Sampai satu bulan lalu, mereka berdua
bermaksud mencabut nyawa masingmasing.
Sekarang ini, untuk mencegah kekuatan Spirit
Tohka lepas kendali, Origami dan
anggota AST lainnya menghindari mengincar
nyawanya berdasarkan [perintah]...
Tentu saja, membangun hubungan yang baik
tidak akan menjadi hal yang
mudah.
Akan tetapi, kalau ini berlanjut terus, tubuh
Shidou tidak akan bertahan,
sebagaimana dapat diperkirakan dari situasi
ini.
Shidou kemudian menghela nafas terdalamnya
namun——
“Hmm...?”
Tiba-tiba, ia mengangkat kepalanya.
Tanpa diduga, selagi berdiri seorang diri, ia
merasakan sesuatu yang menetes
dingin di lehernya.
“...uwaa”
Ia mengatakannya seolah sedang mengerang,
kerutan muncul di wajahnya.
Sebelum ia menyadarinya, langit sudah mulai
ditutupi awan-awan abu-abu gelap.
“Hujan ya? Hei, hei, bukannya perkiraan
cuaca bilang akan cerah?”
Ia mengomel tentang ramalan cuaca yang akhir-
akhir ini seringkali meleset.
Dan dengan timing yang sulit dipercaya seakan
ini sudah direncanakan dari awal,
*crik crik*, tetesan besar air mulai
membasahi jalanan beraspal.
“Gawat...”
Buru-buru ia mengangkat tas yang dipegangnya
ke atas kepala. Lalu dengan
segera berlari kecil menuju rumahnya.
Akan tetapi, seakan sedang menertawakan
Shidou, hujan tersebut menjadi lebat
dalam sekejap.
“Hei, hei, yang benar saja...”
Merasakan sensasi dingin menyebar di seluruh
seragamnya, Shidou
mengernyitkan alis dengan jengkel.
Saat ini kedua orang-tuanya sedang berada di
luar dalam perjalanan bisnis, maka
pekerjaan rumah diserahkan pada Shidou, ia,
alih-alih memikirkan hal-hal seperti
“bajuku menempel di badanku, tidak nyaman
sekali” atau “jangan sampai aku kena flu”,
malah lebih mengkhawatirkan apakah pakaiannya
akan kering hari
berikutnya. Masalah yang biasanya diserahkan
pada ibu rumah tangga. Sambil
mencoba sebisanya agar pakaiannya tidak basah,
ia berlari sepanjang jalan ke
rumah meskipun ia sadar itu akan menjadi
usaha yang sia-sia.
Namun, segera setelah berbelok kanan di
sebuah pertigaan...
“Ah...?”
Di tengah hujan deras, Shidou tiba-tiba
berhenti berlari.
Ia menahan mati rasa di kakinya. Sebenarnya
bukan karena kakinya capai, atau
karena ia sudah tidak lagi peduli akan
kehujanan.
Tapi karena di hadapannya ——
Alih-alih butiran air yang jatuh dari langit,
ada hal lain yang menarik perhatiannya
dari kejauhan.
“Anak perempuan...?”
Bibir Shidou mengucapkan kata-kata itu.
Ya, rupanya itu memang seorang anak perempuan.
Sebuah mantel dengan desain yang lucu,
menyelubungi tubuhnya, membentuk
siluet mungil.
Wajahnya tidak terlihat, sebagian besar
karena tudungnya yang dipasang hiasan
telinga kelinci menutupi seluruh mukanya.
Yang paling mencolok adalah tangan kirinya.
Boneka kelinci yang terkesan komikal
terpasang di sana.
Gadis itu, di jalanan kosong tanpa kehadiran
orang lain… *pyon* *pyon*
...sedang berjingkrak-jingkrak dengan
senangnya.
“Apa...?”
Shidou menyipitkan mata dan mengamati sang
gadis.
Dalam kepalanya, terproses berbagai
pertanyaan.
‘Kenapa anak itu tidak memegang payung tapi
malahan melompat naik turun di
bawah terpaan hujan?’— Bukan, bukan
pertanyaan itu.
Kenapa?
Kenapa ia merasa seolah pandangannya tercuri
oleh gadis itu?
Pertanyaan seperti itulah.
Memang dia mengenakan pakaian yang menarik
pandangan.
Tapi bukan, bukan karena itu.
Meskipun ia tidak dapat mengungkapkannya
dengan baik dalam kata-kata,
sensasi yang tidak nyaman meluap-luap dalam
pikiran Shidou.
Sensasi yang tidak bisa dipahaminya. Tambah
lagi, ia akhir-akhir ini merasakan
sensasi yang serupa.
“...”

Hujan dingin melekat di kulitnya selagi


pakaiannya membasah, namun ia tidak
lagi memedulikan ketidaknyamanannya.
Ia hanya bisa menatap gadis itu, yang sedang
menari bebas di tengah-tengah
terpaan hujan dingin—
*Sraaaat*!
“Ha...?”
Ia membuka matanya, terkaget dengan apa yang
baru saja terjadi.
… si gadis kehilangan tumpuannya.
Muka dan perutnya membentur keras tanah,
menyipratkan genangan air. Secara
tidak sengaja, boneka di tangan kirinya
terlepas dan melayang ke depan.
Kemudian, jatuh tengkurap di tanah, dia
berhenti bergerak.
“... o-oi!”
Shidou dengan panik bergegas, dan membalikkan
badannya sambil memapah
tubuh kecilnya.
“K-kau baik-baik saja? Oi!”
Untuk pertama kalinya, ia dapat melihat wajah
sang gadis.
Usianya mungkin sekitar umur adik Shidou -
Kotori. Rambut azur yang
mengembang, bibir halus berwarna merah muda,
dan dia adalah seorang gadis
yang terlihat seperti boneka Prancis jelita.
“...!”
Lalu, sang gadis membuka matanya, menampakkan
bulu-bulu matanya yang
panjang dan pupilnya yang bagaikan batu safir.
“Ahh...syukurlah. Kau tidak apa-apa?”
Usai Shidou mengatakan itu, wajah gadis
tersebut pucat pasi dan matanya
berputar-putar, lalu dia melonjak seakan
mencoba melarikan diri dari Shidou.
Sesudah itu, dia membuat jarak; seluruh
tubuhnya mulai sedikit gemetar. Dia
melihat Shidou dengan tatapan ketakutan.
“...err...”
Yah, meskipun ia cuma bermaksud menolongnya,
ia memang menyentuh
tubuhnya tiba-tiba tadi, mungkin itu memang
tindakan yang sembrono... meski
begitu, Shidou tetap merasa sedikit syok.
“Me-mengenai itu. Aku cuma——”
“...! tolong, jangan... mendekat..."
“Eh?”
Baru saja Shidou melangkah maju, gadis itu
berkata dengan takut-takut:
“Jangan, sakiti... saya.”
Gadis itu lanjut berkata demikian.
Mungkinkah dia memandang Shidou sebagai orang
yang akan menyakitinya?
Memang begitulah kelihatannya, dia terlihat
seperti hewan kecil yang sedang
ketakutan.
“Errr...”
Dan, Shidou, yang tidak tahu harus bereaksi
apa, melihat boneka yang jatuh di
tanah.
Sepertinya itu yang sebelumnya jatuh dari
tangan si gadis. Perlahan ia
membungkuk, mengambilnya, lalu membawakannya
pada gadis itu.
“Ini...punyamu?”
“...!”
Gadis itu terbelalak dan hendak bergegas
menuju Shidou, namun tiba-tiba
berhenti.
Meskipun dia mau mengambil kembali boneka itu,
dia memasang wajah yang
mengekspresikan ketakutan untuk mendekati
Shidou, jadi dengan gelisah dia
menanti timing yang lebih baik.
Ketika Shidou melihat kondisi gadis itu, ia
menyunggingkan senyum pahit. Lalu ia
memajukan tangan yang memegang boneka itu
untuk mengurangi jarak.
“...!”
Bahu gadis itu tersentak ——mungkin karena
sadar dengan niat Shidou, dia
bergerak maju mendekat perlahan-lahan.
Lalu, dia menyambar boneka itu dari tangan
Shidou dan memakainya di tangan
kiri.
Segera setelahnya, gadis itu mulai memainkan
mulut boneka agar membuka dan
menutup.
[Yahaa——, maaf ya kak. Kamu sudah menolongku—
]
Sepertinya suara perut, pikir Shidou, selagi
kelinci itu membuat suara berlaras
tinggi.
Boneka itu memiringkan kepala ke samping,
melihat wajah gadis itu seakan
sedang menanyainya... dan seolah ingin
menengahi Shidou dan si gadis, boneka
kelinci itu lanjut berbicara.
[———Hmmm hei—, waktu kamu membangunkanku tadi,
sepertinya kamu
menyentuh Yoshinon di sana-sini ya. Jadi,
bagaimana rasanya hmmm? Ayo jujur
dan beritahu kami— bagaimana?]
“H-haah...?”
Boneka itu membuat kesan seumpama sedang
tertawa *kara* *kara*,
bergemeretak dan bergerak seirama.
[Ya ampun—— Jangan pura-pura, dasar mesum...
yah, kali ini, kamu sudah
menolongku, jadi anggap saja ini special
service yang kuberikan untuk ka。mu.]
“... a, aah, iya."
Setelah si boneka mengucapkan kata-kata itu,
ia mengembalikan senyuman pahit.
[Daaah. Arigatou-san[1].]
Setelah si boneka mengucapkan kata-kata
tersebut, gadis itu tiba-tiba berbalik
dan lari menjauh.
“Aah—oi!"
Biarpun Shidou memanggilnya, gadis itu tidak
merespon.
Dia lanjut berlari mengikuti jalanan yang
menikung. Sosoknya seketika itu juga
menghilang.
“Apa-apaan… yang tadi itu?”
Beberapa detik telah berlalu setelah ia
melihat kepergian gadis aneh itu. Shidou
masih tetap berdiri di tempat yang sama; ia
berkata demikian seraya menggaruk
pipi.
“... ah.”
Kemudian ia tersadar.
Ia tidak sadar tadi karena perhatiannya
teralih oleh sang gadis—— sekujur tubuh
Shidou sekarang basah kuyub.
Tambah lagi, karena tadi lututnya menyentuh
tanah, celana panjangnya jadi kotor
sekali.
“Uwaa——yang benar saja...”
Sambil bertanya-tanya apakah masih ada
penghilang noda di rumah, ia
mengacak-acak dan menggaruk rambutnya.
Tetesan-tetesan air terlempar dari
rambutnya ke segala arah.
Tidak ada yang bisa ia lakukan karena sudah
sebasah ini. Maka, Shidou
mengesampingkan mood-nya, mencoba menghibur
diri, dan kembali berjalan
pulang.
“Ahhh...aku basah kuyub.”
Beberapa menit telah berlalu sejak ia mulai
menggerutu sambil berjalan.
“...hm?”
Setelah tiba akhirnya di depan rumah, selagi
ia memasukan kunci ke pintu
masuk, Shidou sedikit mengerutkan dahi.
Sesudah memutar pegangan pintu, ia menariknya.
Seperti yang diduganya, pintu yang tadinya
terkunci setelah ia pergi terbuka
tanpa perlawanan.
“——Kotori… anak itu, akhirnya dia pulang
juga.”
Mengambil nafas dalam-dalam, raut muka Shidou
menjadi sedikit kaku.
Adik Shidou, Itsuka Kotori, yang bersekolah
di SMP di lingkungan tempat
tinggalnya, sebagai seorang murid SMP berusia
tiga belas tahun.
Dan pada saat yang sama, dia juga adalah
pemimpin organisasi yang menangani
Spirit lewat cara damai. <Ratatoskr>.

Karena adiknya harus memproses berbagai macam


hal mengenai perlindungan
Spirit Tohka, dia tidak pernah pulang ke
rumah dari bulan lalu. Shidou menghela
nafas saat bayangan wajah Kotori muncul di
dalam pikirannya.
“Dasar.”
Walaupun ia mengerti kalau Kotori sedang
sibuk dengan kasus Tohka, ia tetap
tidak bisa memaafkannya karena tidur di luar
rumah tanpa persetujuannya.
Meskipun dia tetap menghadiri sekolah seperti
biasa...sebagai seorang kakak, ia
harus menceramahinya sebentar.
“Lagipula——”
Shidou menelan ludah.
Ada banyak pertanyaan yang harus Shidou
tanyakan pada Kotori, tidak peduli
bagaimanapun juga.
Shidou sudah mengalami berbagai peristiwa
yang sulit dipercaya baru sebulan
yang lalu.
Kotori berperan penting dalam peristiwa-
peristiwa itu.
“...”
Padahal hanya bertemu dengan adiknya, namun
membuat jantungnya berdebardebar.
Shidou meneguhkan hatinya dan “eei!”
menepuk pipinya sendiri. Kemudian, ia
melangkahkan kaki ke dalam rumah.
“——Tadaima.”[2]
Ia melepas sepatu serta kaus kaki yang basah
karena hujan, menggulung ujung
celana panjangnya agar tidak meninggalkan
bekas kaki basah di lantai kayu
sambil berjalan.
Dari koridor, ia dapat mendengar suara datang
dari televisi; tidak diragukan lagi
Kotori sedang berada di ruang keluarga.
Shidou berbalik arah ke kamar mandi dan
berjinjit menujunya.
Bagaimanapun juga, tidak mungkin ia melakukan
pembicaraan selagi basah
kuyub. Lebih baik ia memasuki ruang keluarga
setelah mengeringkan tubuh dan
mengganti pakaian.
Sambil memegang tas dan kaus kaki dengan satu
tangan, Shidou membuka pintu
kamar mandi seperti yang biasa ia lakukan.
Dan—
“——!?”
Sekejap itu juga, tubuh Shidou membeku.
—Di dalam kamar mandi ada sosok seorang gadis.
Di balik rambut gelap malam itu adalah mata
yang bercahaya bagaikan kristal.
Kalaupun ia menambahkan sepuluh kata pujian
yang paling berlebihan sekalipun yang dapat
ia pikirkan, itu masih belum cukup untuk
menggambarkan bahkan
10% dari kecantikan gadis rupawan yang
memancarkan keberadaan yang luar
biasa ini.
Gadis itu, satu-satunya di dalam memori
Shidou.
Sebagai seorang Spirit yang seharusnya
membawa kehancuran pada dunia.
Namun juga murid kelas 2-4, nomor absen 35
dari sekolah umum Raizen High
School.
Yatogami Tohka ada di sana.
—Tidak ada sepotong pakaian pun yang
menyelimuti tubuhnya.
“To-Tohka...?”
Shidou bergumam, terngaga.
Kaki-tangannya dapat menyatakan keindahan
artistik. Seketika itu juga, retina
Shidou, saraf optiknya, sel otaknya, bergetar,
memanas dan meledak.
Dia memiliki buah dada yang dapat muat
sepenuhnya di dalam tangan Shidou,
pinggang yang langsing, dan bokong yang
terlihat mulus. Seluruh gadis di dunia
ini akan menyimpan perasaan takjub yang dapat
menembus batas kecemburuan
maupun keirian pada tubuh telanjang yang
menawan nan misterius ini.
“...?!”
Dan akhirnya, bahunya tersentak dan Tohka
berbalik wajah ke arah Shidou.
“Ap...Shi-Shido!?”
“—! Ah, err, bukan, ini salah paham...! Ini
karena—”
Sekalipun ia tidak tahu apa yang salah, kata-
kata tersebut dengan sendirinya
keluar dari mulut Shidou.
“Cu-cukup, cepat keluar...!”
“Guefugh...!?”
Shidou menerima tinju lurus yang mantap di
perutnya, membuatnya melayang ke
belakang, menabrak dinding, dan jatuh keras
di lantai, bokongnya duluan.
Dalam sekejap, *brak!*, pintu kamar mandi
tertutup rapat.
“*kuh*, *kuh* ...haa, anak itu, dia serius
meninjuku.”
Dia berkata sambil terbatuk keras, namun
pikirannya membetulkan sedikit.
Kalau Tohka benar-benar serius meninjunya,
tubuh Shidou mungkin sudah
menjadi lemari penyimpanan yang bisa dilepas
atas-bawah.
Berangsur-angsur, rasa nyeri di ulu hatinya,
serta rasa pusing dan bayangan
krem kulit yang mengaburkan pandangannya
mulai menghilang.—— sepertinya ia
juga berhasil menenangkan detak jantungnya.
Lalu, pintu kamar mandi terbuka sedikit.
Wajah Tohka mengintip lewat celah itu
dengan muka yang menyala merah terang.
“... apa kau melihatnya, Shido?”
“—!”

Shidou menggelengkan kepala mati-matian pada


Tohka, yang menatapnya
dengan gencar.
...sebenarnya dia melihat sedikit, tapi kalau
ia dengan naifnya jujur memberitahu
Tohka, kali ini bisa-bisa seluruh tubuhnya
muat dimasukkan ke dalam tas koper.
Untuk sekarang ini Tohka mengerti dan sepakat
dengannya, setelah Tohka
bergumam “muu...”, dia membuka pintu lebar-
lebar.
Tentu saja, Tohka sudah memakai pakaian.
Tapi itu bukan seragam sekolahnya seperti
biasa. Sepertinya Kotori
meminjamkannya; jubah mandi favorit Shidou.
Karena ukuran tubuh Tohka sedikit lebih besar,
kulit yang tampak dari leher
sampai tulang selangka, membuatnya entah
kenapa jadi terlihat agak erotik. Hal
ini membuat Shidou agak bingung di mana harus
menempatkan pandangannya.
Akan tetapi, sekarang bukanlah waktunya untuk
memikirkan hal itu. Ia
mengangkat jari pada Tohka, seraya berteriak.
“ Ap-Apa yang kau lakukan di sini, Tohka...! ”
Namun Tohka memiringkan kepala ke samping,
bingung dengan apa yang
dibicarakan Shidou.
“Apa? Kau belum dengar dari adikmu? Kurasa,
hmm— sesuatu semacam latihan.
Aku diberitahu kalau aku akan tinggal di sini
untuk sementara waktu.”
Dia berkata dengan santai.
“L-latihan...!?”
Setelah Shidou mengernyitkan alis, ia
membalikkan pandangan ke arah koridor.
Lalu berdiri, berjalan dengan terburu-buru,
dan membanting pintu terbuka sambil
kebingungan.
“Kotori! Apa maksudnya ini!?”
“Oh—”
Saat ia melakukan itu, anak berambut twin-
tail yang sedang duduk di sofa,
menonton televisi, berbalik, mengarahkan mata
bundar bagaikan biji ek itu pada
Shidou.
“Ooh, onii-chan. Okaeri[3]”
“I-iya, tadaima...bukaaaan!”
Ia membalas begitu saja tanpa berpikir, lalu
menggelengkan kepala habishabisan.
“Kau membawa Tohka kesini, bukan...? Oh, dan
latihan, apa maksud dari semua
ini...!?”
“Nah, nah... tenang, tenang.”
“Bagaimana mungkin aku bisa tenang!? Ke-
kenapa kau bawa Tohka ke sini...?
Seharusnya dia pulang dengan Reine-san
seperti biasa bukan!”
“Eh? Err—mengenai itu—”
Kotori mengulurkan jari pada arah dapur.
“Oh...?”
Shidou mengarahkan pandangan menuju arah yang
ditunjuk Kotori—dan sekali
lagi, ia membatu.
“......ahh, maaf mengganggu.”
Begitu katanya.
Di sana adalah seorang wanita dengan muka
yang sangat mengantuk, tiba di
meja makan yang memisahkan ruang keluarga
dengan dapur. Dia sedang
banyak menambahkan gula batu ke dalam cangkir
yang mengepulkan uap panas.
—Dia adalah Murasame Reine, Petugas Analisis
<Ratatoskr> sekaligus asisten
guru homeroom yang bertanggung jawab atas
kelas Shidou.
Kebetulan, dia sedang tidak memakai seragam
militer seperti biasanya, yakni
sebuah jubah putih, melainkan baju tidur ibu
Shidou dengan handuk mengantung
di lehernya. Rambutnya sepertinya sedikit
basah.
“Re-Reine-san? Apa yang kau lakukan...?”
“......hmmm?”
Setelah sejenak merenungkan pertanyaan Shidou,
dia menggaruk kepala dan
berkata:
“......ahh, maaf, saya terlalu banyak pakai
gula ya?”
“Bukan, bukan itu masalahnya!”
Mau tak mau Shidou menyahuti.
Reine memang memasukkan gula batu cukup
banyak untuk khawatir akan kena
hyperglycemia[4], tapi itu tidak penting untuk
sekarang ini.
Untuk menenangkan detak jantungnya sendiri,
Shidou menepuk pelan dadanya
dan melanjutkan, berkata:
“Apa maksud dari semua ini? Harusnya Tohka
sekarang ini tinggal di <Fraxinus>
bukan?”
Tohka, yang sekarang ini ada dalam proteksi
<Ratatoskr>, sekarang ini
seharusnya tinggal di area terisolir, yang
juga merupakan bagian dari interior
pesawat udara organisasi tersebut yang
bernama <Fraxinus>. Dengar-dengar
Tohka juga pergi ke sekolah lewat sana.
Meskipun kekuatannya disegel, dia tadinya
dikenal sebagai Spirit yang membawa
kehancuran atas dunia.
Semua diatur sedemikian rupa agar, jika
sewaktu-waktu, terjadi sesuatu, dapat
diambil tindakan langsung. Bukan hanya untuk
hal itu, agar dapat mengadakan
pemeriksaan berkala secara efisien,
sepertinya ditempatkan sebuah segel yang
kuat di area terisolir tersebut, di mana juga
terdapat beberapa ruangan yang telah
disiapkan.
Karena itu, setelah Tohka pulang sekolah,
seharusnya dia kembali dengan Reine
ke <Fraxinus>...
“......ahh, benar juga. Saya seharusnya
menjelaskan dulu padamu.”
Reine berkata sambil mengusap mata, di mana
terdapat lingkaran-lingkaran
hitam di sekitarnya.
“......tapi, sebelum itu.”
“Sebelum itu...?”
“......lebih baik kamu ganti baju dulu,
bukan? Nanti lantainya basah.”
Setelah diingatkan seperti itu, “Ah”,
demikian Shidou bergumam.

Bagian 2 [edit]
“... jadi? Apa maksud semua ini?”
Shidou, setelah berganti pakaian sehari-hari,
mengarahkan pandangan ke arah
Reine dan Kotori, yang sedang duduk di sisi
lain meja.
Ketiga orang ini sekarang sedang berada di
lantai dua kediaman Itsuka, di dalam
kamar Kotori.
Ruangan itu berukuran enam petak tatami.
Kamar tersebut berisikan lemari baju
pink, sebuah tempat tidur, dan sejumlah
banyak aksesori menarik serta bonekaboneka
yang ditaruh di seluruh ruangan.
Pada mulanya ia ingin melanjutkan pembicaraan
di ruang keluarga, namun
karena adanya beberapa topik sensitif yang
sebaiknya tidak mencapai telinga
Tohka, mereka pindah lokasi kemari.
Kebetulan, Tohka sedang terhipnotis menonton
tayangan ulang anime di ruang
keluarga. Dia akan diam begitu selama dua
puluh menit ke depan.
“Hmm—mengenai ini.”
Kotori menyentuh pipi halusnya dengan jari,
mendorongnya ke atas.
“Dari hari ini untuk ke depannya, Tohka
untuk sementara akan tinggal di rumah
kita!”
Lalu, mengepulkan dadanya dengan bangga, dia
memasang senyuman polos.
“Karena itu aku tanya kenapa bisa jadi
seperti iniiiiiii!’
“......ahh tenang dulu, Shintarou.”
Setelah Shidou berteriak, Reine membuka mulut.
Entah karena sengaja atau tidak, dia masih
salah menyebut namanya.
“Bukan Shintarou, Shidou.”
“......ahh, kau benar. Saya tarik kembali.
Maaf, Shin.”
“......”
Bukannya ditarik kembali, malah jadi nama
panggilan.
Ia mau tak mau menyangka kalau itu
dilakukannya secara sengaja tapi...kalau ia
perhatikan baik-baik wajahnya, mau tak mau
ia-pun berpikir kalau Reine memang
salah menyebut namanya.
Bagaimanapun juga, Shidou tidak dapat
memojokkan Reine lagi mengenai
namanya lebih dari ini.
“......alasannya kurang lebih dapat terbagi
dua.”
Reine mulai berbicara dengan suara yang
terdengar tenang.
“......pertama——mengenai siapa yang akan
mengurusi aftercare Tohka untuk
kedepannya.”
“Aftercare......apa maksudmu?”
“......Shin. Bulan lalu, kamu mencium Tohka
dan menyegel kekuatannya, benar?”
“... ugh, i-iya...”
Shidou menundukkan kepala karena takluk.
Di saat bersamaan, perasaan dari waktu itu
muncul kembali, mukanya sedikit
memerah.
“Ooh—muka Onii-chan memerah- Lucunya~~”
“Be-berisik!”
Kotori, yang terlihat menikmati itu,
mengatakannya dengan riang dengan
sepenuh hatinya. Shidou memalingkan
pandangannya dengan canggung.
“......yah, tidak apa-apa, tapi ada satu
masalah... sekarang ini ada semacam
koneksi yang mengalir di antara Shin dan
Tohka.”
“Koneksi? Apa maksudnya?”
“......mudahnya, ketika kondisi mental Tohka
tidak stabil, ada kemungkinan
kekuatan spiritual yang tersegel dalam
tubuhmu akan mengalir kembali.”
“Ap...?”
Tubuh Shidou membeku ketakutan.
——Jadi segel yang dipasang pada kekuatan
spiritual Tohka akan
mengembalikan kekuatan itu padanya...?
Bukannya itu berarti Tohka sekali lagi akan
mempunyai kemampuan untuk
membelah langit dan bumi dalam satu ayunan?
Kalau memang begitu kasusnya—— kemungkinan
ini bisa membuat orang-orang
gemetar dengan membayangkannya saja.
“......seperti yang kamu tahu, Tohka
sekarang ini tinggal di dalam area terisolir
<Fraxinus>.”
Entah dia sadar atau tidak dengan kepanikan
Shidou, Reine lanjut berbicara
dengan halus.
“......walaupun kami biasanya memonitori
kondisi Tohka...entah kenapa, ketika dia
berada di <Fraxinus>, tingkat stres yang
terukur lebih tinggi dibandingkan dengan
saat berada di sekolah.”
“Be-begitukah?”
“......ya. tambah lagi, kelihatannya dia
tidak menyukai pemeriksaan berkala yang
berlangsung dua kali sehari. Meskipun
sekarang ini dia bisa memakluminya, akan
sulit bahkan bagi seorang ahli sekalipun
untuk mengatakan kalau kami dapat
melanjutkan ini—— dan karena itulah—”
Reine menyentuh dagu dengan jari-jarinya.
“—dengan mempertimbangkan hasil yang
didapatkan dari pemeriksaan yang
sudah stabil, kami akan memindahkan tempat
tinggal Tohka ke luar <Fraxinus>
untuk sementara.”
“O-oh...begitu ya.”
“......ya. Karena berbagai situasi ini,
sudah diputuskan bahwa Tohka akan tinggal
di rumah ini untuk beberapa waktu sementara
bangunan residensial khusus Spirit
sedang dibangun.”
“Please wait.”
Shidou menaruh tangan di dahi, wajahnya
mengkerut.
“......ada apa?”
“Ke-kenapa harus di rumahku...?”
Reine menggerutu pelan pada pertanyaan Shidou.
“......yah, terus terang saja— ketika dia
ada bersamamu, mental Tohka ada pada
kondisi paling stabil.”
“Eh...”
Segera setelah kata-kata tersebut dilontarkan,
ia menahan nafas.
“......dengan kata lain— meski sulit bagi
kami untuk memastikan ini, Tohka belum
mempercayai manusia lain selain kamu. Baik
itu saya ataupun Kotori, meskipun
kami punya banyak kesempatan untuk
berinteraksi dengannya—— hasilnya
akhirnya tidak sama sepertimu…...pertama-
tama, meskipun cuma sedikit, kami
akan mengamankan sebuah tempat. Lalu, kami
akan menguji apabila Tohka
mampu tinggal dalam kehidupan normal.”
“... begitu...”
Shidou menyeka peluh di dahinya.
Tentu saja, setelah penjelasan tersebut,
semuanya terlihat jelas untuk Shidou.
Apa lagi— yah, ia diberitahu kalau Tohka
mempercayainya... ia tidak keberatan
dengan hal itu.
Tapi, seolah berubah pikiran, perlahan ia
menggelengkan kepala. Ini bukanlah
sebuah permintaan yang dapat dengan mudah ia
terima. Seakan mencoba
mengelak, ia melemparkan pertanyaan baru pada
Reine.
“Lalu...apa alasan yang satu lagi?”
“......ahh, yang ini lebih blak-blakan —hin,
ini untuk latihanmu.”
“...”
Kata-kata yang terucap saat ia mengganti
pakaian beberapa waktu lalu terulang.
Latihan. Dengan satu kata itu, berbagai
ingatan tidak menyenangkan muncul ke
permukaan pikirannya.
“Oh ya, topik itu sepertinya sempat
disinggung...tapi, tidak ada alasan untuk
latihan lebih lanjut kan?”
“......Hmmm? Memangnya kenapa?”
“Kenapa...karena kekuatan Spirit sudah
tersegel...”
Ketika Shidou berkata demikian, Reine
kemudian terangguk-angguk, kepalanya
berayun ke samping.
“......siapa bilang Tohka adalah Spirit
satu-satunya?”
“Eh...? Apa maksudmu... itu”
“......sesuai dengan yang saya katakan. Ciri
khas dari makhluk pembawa
malapetaka—juga dikenal dengan sebutan Spirit
—yakni menyebabkan
spacequake. Namun Tohka bukan satu-satunya.
Pada saat ini, kami sudah
memastikan keberadaan yang lain selain Tohka.
“Ap——”
Shidou tiba-tiba merasa seperti jantungnya
sedang ditarik dan diremas.
—Spirit. Jadi Tohka bukan satu-satunya?
Entah karena gelisah atau takut, perutnya
terasa mulas karena emosi yang sulit
dijelaskan. Tubuhnya gemetar terus menerus,
terasa dari tangan kakinya sampai
ujung jarinya.
Tapi Reine tidak peduli dengan ketegangan
Shidou, dan melanjutkan.
“......Shin. Kami ingin kamu melanjutkan
mengambil peran dalam bercakap-cakap
dengan para Spirit. Itulah maksud dari
latihan ini.”
“... ka-kau bercanda—”
Pada saat itulah sesuatu menghantam lututnya,
kemudian ia mengerang.
“——hmm?”
Kotori, yang dari tadi diam mendengarkan
pembicaraan, mengangkat suara
kecilnya.
Tanpa disadari, warna pita yang mengikat
rambut twintail-nya sudah berganti dari
putih ke hitam.
“——!”
… Shidou merasa sudah pernah melihat ini
sebelumnya. Kotori sekarang sedang
dalam Commander Mode.
“Kau tidak mau, Shidou? Apa kau bilang kau
tidak suka mengencani para Spirit
dan membuat mereka jatuh hati padamu?”
Nada bicaranya benar-benar berbeda
dibandingkan dengan beberapa detik
sebelumnya. Dengan menampakkan kesan layaknya
orang dewasa, Kotori
berbicara.
—benar.
<Ratatoskr> menawarkan metode ini untuk
menaklukan para Spirit, yakni melalui
cara damai dan tanpa kekerasan—
Yaitu agar Shidou berhubungan baik dengan
para Spirit, kemudian menyegel
kekuatan mereka di dalam tubuhnya sendiri—
diutarakan dengan kata-kata
sekalipun, itu adalah tindakan yang tidak
masuk akal.
“Uh, te, tentu saja tidak!”
Shidou telah mengatakannya, Kotori sedikit
membungkuk ke depan sambil
membuka mulut.
“Fuun— Kalau begitu, kita tidak bisa berbuat
apa-apa lagi.”
“Ah...?”
“Kita hanya bisa diam menonton dunia porak-
poranda akibat spacequake atau
sabar menunggu terjadinya sebuah keajaiban
sambil membiarkan AST
membunuh para Spirit. Mungkin diantara dua
kemungkinan itu.”
“...!”
Setelah diberitahu seperti itu, Shidou
kehilangan kata-kata.
Bukan karena ia sudah lupa akan hal itu— tapi
menghadapi kenyataan itu di
muka sekali lagi membuat jantungnya dihujam
rasa sakit yang menusuk.
Para Spirit, yang berdiam di dimensi
alternatif yang dikatakan sebagai dunia lain,
sekali-kali akan muncul di dunia ini.
Pada saat-saat seperti ini, akan ada
goncangan besar di dinding antar-dimensi,
menyebabkan terjadinya fenomena yang dikenal
sebagai spacequake.
Baik pada skala besar atau kecil– selama
Spirit muncul di daerah tertentu, daerah
tersebut akan hancur porak-poranda, seolah
ada bom yang meledak.
Sesudah itu, para Spirit akan dikenal sebagai
eksistensi yang berbahaya, dan
orang-orang pun akan mencoba memusnahkan
mereka dengan cara apapun
lewat bantuan kekuatan militer para anggota
Anti Spirit Team, AST dari Angkatan
Darat Bela Diri Jepang.
“Kemampuan luar biasa yang dapat menyegel
kekuatan Spirit— kaulah satusatunya
orang di dunia ini yang memilikinya. Namun,
kau bilang kau tidak mau
melakukan ini. Bukannya itu berarti tidak ada
alternatif lain lagi?”
“...a, apa-apaan... itu...”
Shidou terlihat seperti sedang kesakitan.
Sebuah tanggung jawab yang berat telah
dibebankan padanya tanpa
diketahuinya. Perutnya mulai terasa sakit
karena beratnya tugas ini.
Tapi—dari awal semua asumsi-asumsi itu...
Masih banyak yang harus dipastikan Shidou
tidak peduli apapun.
“—Kotori.”
“Ada apa?”
Sepertinya dia sudah menebak-nebak apa yang
Shidou ingin tanyakan, Kotori
menjawab dengan perlahan.
“... pertama-tama, tolong beritahu aku apa
sebenarnya <Ratatoskr>? Sejak kapan
kau mengikuti organisasi semacam itu? Dan—
mengenai kemampuanku,
kemampuan apa sebenarnya ini?”
Ya. Itulah yang selalu ingin diketahui Shidou.
Karena Kotori selalu di luar rumah, ia tidak
pernah bisa menanyakan hal itu
padanya.
Kotori menghela nafas, dan mengambil cemilan
favoritnya—sebuah Chupa chups
—dari sakunya. Hanya setelah melepas bungkus
dan menaruhnya di dalam
mulutlah baru dia mulai berbicara.
“—Ada benarnya juga. Ini juga kesempatan
yang bagus untuk memberitahumu,
jadi aku akan langsung pada intinya.”
Setelah berkata demikian, dia menyandarkan
punggungnya ke bantalan di
belakang.
“<Ratatoskr> dibentuk oleh para volunteer...
yah, gampangnya, semacam
asosiasi perlindungan alam— Dan tentu saja,
keberadaannya tidak diberitahukan
pada publik.”
“Asosiasi perlindungan alam... huh...”
Entah kenapa, ia merasa kalau itu tidak masuk
akal, dan karena itu ia ragu-ragu
menyela pembicaraan. Jadi untuk menandakan ia
ingin Kotori lanjut berbicara,
Shidou mengiyakan saja.
“Yup... tambah lagi, tujuan utama dan alasan
terbentuknya <Ratatoskr>— adalah
untuk melindungi para Spirit dan memberikan
kehidupan yang indah dan
bahagia...... yah, kelihatannya ada juga
orang-orang korup di dalam grup
pimpinan terbesar, Rounds, yang ingin
melakukan hal-hal seperti mendapatkan
kekuatan luar biasa para Spirit.”
“ Ah...? Bukannya untuk mencegah spacequake? ”
“Yah, tentu saja itu juga. Tapi itu gol
tambahan. Kalau kamu memandangnya
seperti itu, berarti kami sama saja seperti
para AST.”
“... hmm, yah, kupikir kau benar. Jadi...
ada juga organisasi semacam itu. Kapan
dan kenapa kau jadi komandan di sana? Aku
sama sekali tidak tahu.”
Ia mengucapkan kata-kata itu dengan nada
tidak senang.
Meskipun ia tidak punya maksud untuk berkata
‘Jangan merahasiakan apapun
dariku’, ini merupakan hal yang penting—
sampai menyimpan rahasia seperti
terlibat dalam hal yang dapat membahayakan
hidupnya. Sebagai seorang kakak,
ia merasa sedikit tidak puas.
Menebak perasaannya itu, Kotori mendengus.
“Aku ditunjuk sebagai komandan satuan tempur
<Ratatoskr>...sekitar lima tahun
lalu, kupikir.”
“Lima tahun lalu... ya— tunggu, ap...!?”
Setelah Shidou menyelesaikan hitungan
sederhana di dalam kepalanya— ia
mengangkat kepalanya kembali ke posisi semula.
“Jangan omong kosong. Lima tahun lalu...kau
baru berumur delapan tahun
bukan!?”
Shidou terpukul oleh rasa tidak percaya.
Meskipun itu memang bukan organisasi seperti
kebanyakan, tetap saja,
menunjuk gadis seumuran anak tahun ketiga
sekolah dasar sebagai komandan,
itu gila.
“Yah, selama tahun-tahun itu, semacam
latihan. Kenyataannya, baru-baru ini
saja aku mengambil jabatan pemimpin.”
“Bu-bukan, bukan tentang itu. Kenapa juga
harus seorang gadis kecil yang—”
“Yah, bagaimana ya? <Ratatoskr> menyadari
kalau aku punya tingkat inteligensi
yang berlimpah.”
“Memangnya aku bisa percaya dengan hal
seperti itu!”
“Walaupun kau bilang seperti itu, mau
bagaimana lagi kalau itu kenyataannya.
Kenapa kau tidak bisa lebih menurut dan
percaya kata-kata adikmu? Kau pikir
kau akan terlihat pintar kalau kau meragukan
kata-kata orang lain?”
...sikapnya itu jauh berbeda dari Kotori yang
manis seperti biasanya. Keringat
membasahi pipi Shidou.
“... kepribadian gandamu itu, apa itu gara-
gara <Ratatoskr>?”
Setelah Shidou berkata demikian, “Fuun”,
Kotori mendengus.
“Sederhana dan kasar sekali. Berpikirlah
sebelum berbicara. Lagipula ini karena
—”
“Karena...?”
“............”
Setelah Kotori menatap Shidou dengan ekspresi
rumit, dia memalingkan
kepalanya dan mengabaikan kata-kata Shidou.
“—Itu bukan masalah yang penting. Sekarang,
kita sedang berbicara tentang
<Ratatoskr>. Tambah lagi, sekitar lima tahun
lalu, terjadi sebuah insiden yang
menjadi titik balik bagi organisasi.”
“Oi, jangan begitu saja mengalihkan—”
Tapi, kata-kata Shidou terhenti di tengah-
tengah.
Karena Kotori menaruh jarinya di pegangan
Chupa Chups yang dimakannya,
mengambilnya keluar dari mulut dan
mengarahkannya ke Shidou.
“—karena ditemukan seorang anak lelaki yang
dapat menyegel kekuatan para
Spirit dengan ciuman, <Ratatoskr> kemudian
dengan penuh keyakinan
mengalihkan tujuannya ke arah perlindungan
para Spirit.”
“Ap...”
Alis Shidou mengkerut karena terkejut.
“A-anak itu...aku?”
“Ya.”
Kotori mengangguk, dan sekali lagi, menaruh
Chupa Chups kembali ke dalam
mulutnya.
Dan bagi Shidou, semuanya menjadi kacau balau
di dalam kepalanya. Setelah
semua informasi diberikan padanya dalam
sekali jalan, tidak mungkin baginya
untuk memproses seluruhnya.
“Tu, tunggu sebentar... pertama-tama, kenapa
juga aku diberi kemampuan
semacam ini?”
“Ga tahu.”
“Hah...? Ga-nggaknggaknggak. Jangan mencoba
membuat kabur masalah ini.”
“Aku bukannya sengaja membuatnya jadi tidak
jelas. Aku benar-benar tidak tahu.
Lewat perantaraan sebuah ciuman, kemampuan
itu dapat mencuri dan
mengambil kekuatan Spirit, dan menyegelnya
aman-aman di dalam tubuh
seseorang. Yang ku tahu hanyalah kalau kau
punya kemampuan ini. Alasan
kenapa kau bisa memilikinya, aku sendiri juga
tidak tahu.”
“La, lalu, bagaimana kau bisa tahu aku punya
kemampuan seperti ini! Dan lima
tahun lalu! Apa sebenarnya yang terjadi waktu
itu!”
Segera setelah Shidou mengatakan itu sambil
menggaruk kepala...
Kotori memalingkan pandangannya ke lantai.
“...”
Setelah melihat dirinya yang terlihat berbeda
dari biasanya dan memasang
ekspresi sedih, Shidou terkejut.
Dia terlihat seperti sedang merasakan
kesedihan mendalam. Seperti sedang
mengenang ingatan yang menyakitkan.
——Seperti sedang merasakan penyesalan atas
kesalahan yang tidak bisa
diperbaiki.
Wajah itu—
“Ko-Kotori...?”
Ketika Shidou memanggil namanya, Kotori sadar
kembali, bahunya sedikit
gemetar.
“Eh, err—aah, mengenai itu ditemukan lewat
mesin observasi <Ratatoskr>.
Begitulah. Dan aku juga diurus lewat metode
yang sama.”
Dia benar-benar berbeda dibandingkan dengan
Commander Mode-nya yang
biasa. Tambah lagi, Kotori mengucapkan kata-
kata samar tersebut sikap
menghindar.
Namun Shidou... karena alasan tertentu, ia
tidak lagi sampai hati untuk
membicarakan topik ini.
“Ba-bagaimanapun juga—”
Setelah Kotori terbatuk dan berdeham, dia
menunjuk Shidou dengan jarinya.
“Sekarang ini, informasi paling penting
adalah Shidou punya kemampuan
untuk menangani para Spirit. Mengerti!? Jadi
buatlah keputusan— Mulai dari
sekarang, apa kau bersedia atau tidak untuk
menaklukan hati para Spirit untuk
kami?”
“...”
Shidou mengatupkan mulut tidak senang. Itu
merupakan pertanyaan yang
penempatannya cukup buruk.
Shidou adalah satu-satunya yang dapat
menyegel kekuatan para Spirit.
Kalau Shidou tidak melakukannya, para Spirit—
pada dasarnya, keberadaan dan
situasi mereka sama dengan Tohka, jadi Shidou
punya niat untuk
menyelamatkan mereka. Setiap kali mereka
datang ke belahan dunia ini, AST
akan menyerang mereka.
Biarpun itu bukan niat sang gadis untuk
menghancurkan dunia ini.
Menghadapi keputusan satu-sisi, menyimpulkan
mereka sebagai bencana dan
mengincar nyawa mereka.
Dan lagi—— permasalahan dengan spacequake.
Seandainya kekuatan para Spirit tidak disegel,
suatu hari nanti, ada kemungkinan
bencana dahsyat berskala-besar seperti
Eurasia itu terulang kembali.
Shidou menghela nafas dalam-dalam dan
menggaruk lepas beberapa helai
rambutnya.
“... beri aku waktu sebentar, aku perlu
memikirkannya dulu.”
“—Yah, tidak apa-apa untuk sekarang.”
Kotori berkata sambil menghela nafas, dan
mengarahkan pandangan ke arah
Reine, yang sedang duduk di sampingnya.
“Kalau begitu Reine, persiapannya.”
“......hmm, serahkan pada saya... atau lebih
tepatnya, semuanya sudah selesai.”
Setelah Reine berkata sambil menghuyungkan
kepalanya, Kotori bersiul.
“Mantap. Sigap sekali.”
“... persiapan? Apa maksudnya?”
Muncul perasaan tidak enak ketika mereka
berdua melakukan percakapan yang
meresahkan itu. Shidou bertanya selagi
keringat mengaliri pipinya.
Lalu, Kotori menjawab layaknya itu hal yang
natural untuk dilakukan.
“Eh? Kamar Tohka sudah selesai disiapkan.
Dia akan menggunakan kamar tamu
di lantai dua.”
“Tu-tunggu! Kau bilang akan memperbolehkanku
berpikir sebentar, bukan!”
“Ya, karena itulah kau tidak perlu khawatir
dengan hal-hal di sini. Silahkan ambil
waktumu berpikir.”
“Jangan bicara ngawuuuuuur!”
Selagi Shidou berteriak, Kotori menutupi
telinganya “yare-yare” [5].
“Kau berisik. Bagaimanapun juga, sampai
daerah residensial khusus selesai
dibangun, kita tidak punya pilihan lain
selain memperbolehkan Tohka tinggal di
sini. Pada saat kau selesai membuat keputusan,
akan sudah terlambat untuk
latihan.”
“Biarpun kau bilang seperti itu... kupikir
ada yang salah kalau seorang gadis dan
seorang lelaki muda sebaya tinggal di rumah
yang sama...”
Selagi muka Shidou memerah padam ketika
mengatakan itu, Kotori dengan
dingin menertawakannya.
“Kalau kau sampai bisa melakukan ‘kesalahan’
semacam itu, kami tidak mungkin
kesulitan sama sekali kan.”
“Guh...”
Memang agak menyedihkan sampai-sampai ia
tidak bisa menyangkalnya.
“Tapi, biar apapun juga...!”
Dan, selagi Shidou masih bersikeras melawan,
dari belakang Shidou—pintu yang
terpasang di kamar Kotori, *glatak*, terbuka.
“...!”
Bahunya tersentak, lalu berbalik ke belakang.
Sambil bertanya-tanya sudah berapa lama dia
ada di sana, dari koridor Tohka
memberinya tatapan gelisah.
“... Shido. Sudah kuduga, tidak boleh ya?
Aku... tidak boleh tinggal di sini?”
“... uh.”
Dengan alisnya membentuk ⼋, Tohka memandangi
dengan tatapan sedih,
membuat Shidou kehilangan kata-kata.
...kalau ada manusia yang bisa bilang ‘tidak’
pada situasi ini, ia ingin bertemu
dengannya.
Shidou mengeluuuuh panjang.
“... a-aku mengerti...”__

Bagian 3 [edit]
“... jadi, ngomong-ngomong latihan ini,
tentang apa? Aku harus ngapain lagi.”
Shidou, setelah pikirannya diseret kesana-
sini sekitar tiga jam yang lalu—
Setelah menyelesaikan makan malam, Shidou
bertanya pada Kotori, yang
sedang duduk di sofa ruang keluarga.
Yang berada di ruang keluarga kediaman Itsuka
hanyalah Shidou dan Kotori.
Setelah semua hal tersebut, Reine kembali ke
<Fraxinus>. Sedangkan Tohka,
setelah makan malam langsung pergi ke kamar
tamu. Aksesoris-aksesoris yang
dipakainya selama tinggal di area terisolir
<Fraxinus> baru saja dikirim tidak lama
ini. Sepertinya dia sedang membongkar barang-
barangnya.
“Tidak ada yang istimewa, kau tidak
melakukan apa-apa juga boleh.”
Kotori, dengan rambutnya terikat pita hitam,
berkata sambil menggerakan
bibirnya, gagang permen yang sudah
dihabiskannya mencuat keluar dari
mulutnya (tentu saja, itu bukan rokok,
melainkan Chupa Chups).
“Ha...? Apa maksudmu? Padahal kau sudah
bilang ‘latihan, latihan’ dan segala
macamnya.”
“Un——, lebih tepatnya, tema kita kali ini
adalah untuk menjalani kehidupan
sehari-hari... begitulah kira-kira.”
“Ah?”
“Pada dasarnya, bentuk latihanmu, dengan
dasar asumsi bahwa kau akan
mengencani semua Spirit mulai dari sekarang,
adalah bercakap-cakap dengan
gadis-gadis tanpa rasa gugup.”
“... ah, setelah kuingat-ingat, kau memang
pernah bilang seperti itu.”
Setelah mengingat-ingat latihan dengan galge
bulan lalu serta latihan dalam seni
menggoda wanita— pipinya berkedut.
“Kali ini, kami akan memanfaatkan event
‘tinggal bersama seorang gadis’
sepenuhnya sebagai bentuk latihan tempur
realistik. Tujuannya agar pada saat
kau berada pada situasi yang mendebarkan hati
dengan seorang gadis, kau tetap
tenang dan dapat bersikap gentleman dan
mengambil tindakan yang baik.”
“... haa...”
“Karena itulah Shidou, pada waktu kau
tinggal bersama Tohka, tidak peduli event
senakal apapun yang terjadi, sebaiknya kau
bisa mengatasi situasi yang ada
tanpa panik.”
“A... apa-apaan itu...”
Shidou mengernyit habis-habisan sambil
mengeluh.
Tiba-tiba sebuah pertanyaan baru terlintas di
pikirannya.
“...ngomong-ngomong, kenapa juga aku harus
memikat hati para Spirit? Kita bisa
menyegel kekuatan mereka dengan ciuman saja,
kan? Kalau begitu, tidak perlu
kan kita tiba-tiba menyerang——”
“Ara kenapa ini, kau lebih suka memaksakan
kehendakmu pada orang lain ya,
Shidou? Mudah-mudahan namamu tidak dimuat di
berita koran pagi.”
“Namaku tidak akan muncul di sana!”
Selagi Shidou berteriak, Kotori mengangkat
seraya meringankan pundaknya.
“——Percuma. Kalau para Spirit belum membuka
hati pada Shidou, mereka tidak
akan membiarkanmu menyegel kekuatan mereka
sepenuhnya.”
“Be-begitukah...?”
“Yah, bukan berarti mereka harus benar-benar
jatuh cinta. Paling tidak, akan sulit
untuk membuat mereka menerima ciuman apabila
mereka tidak punya
kepercayaan yang cukup padamu. Maka dari
itulah Reine mengawasi para Spirit
secara individual berdasarkan mood dan
perasaan positif lainnya.”
“Ha, Haa…”
Semakin ia mendengarnya, semakin sulit
baginya untuk mengerti kemampuan
yang dimilikinya.
“... hm?”
Dan— Shidou memiringkan kepalanya.
Si Kotori, nampaknya dia mulai menggerakkan
bibirnya layaknya sedang
berbicara seperti biasanya.
“... begitu ya, aku mengerti. Un...oke...”
Kalau ia perhatikan dari dekat, di telinga
kanan Kotori, ia dapat melihat intercom
kecil yang dipakainya.
“Kotori? Kau berbicara pada siapa?”
“——Aah, bukan siapa-siapa. Jangan pedulikan
itu—— yang lebih penting lagi,
Shidou”
Maka, Kotori melompat dari sofa dan berdiri.
“Aku mau ke toilet.”
“Ha? Ya langsung pergi saja.”
“Kulihat beberapa saat yang lalu, bohlam-nya
rusak. Bisa kau menggantinya?”
“—? Ahh... boleh saja.”
Sambil berpikir kalau Kotori sedang
bertingkah mencurigakan, Shidou mengambil
bohlam cadangan dari salah satu rak.
Ia lalu mengambil sebuah kursi pendek untuk
membantunya mengganti bohlam
dan berjalan menuju toilet.
Kemudian, setelah ia menaruh kursi itu di
lantai ia lanjut membuka pintu—
“—!?”
Demikianlah tubuhnya membeku.
Namun itu sudah sewajarnya terjadi.
Bagaimanapun juga— itu karena sang tamu
ada di sana, di dalam toilet.
“Ap... Shido!?”
Tohka sedang duduk di sana, celana dalamnya
di bawah lutut.
“To...To-To-To-To-To-To-To-To-Tohka...!?
Kenapa kau di——”
Shidou memaksa keluar suaranya, sembari
merasakan detak jantungnya tiba-tiba
semakin cepat.
Aneh. Pintu toilet tidak terkunci.
Tambah lagi, bohlam yang Kotori bilang sudah
rusak— sekarang ini menyala
terang benderang. Entah kenapa, saklar yang
terpasang di samping pintu sedang
pada posisi mati.
Tidak mungkin orang yang baru masuk tiba-tiba
bisa melihat dibalik tipuan ini.
“Ha-harusnya aku yang bilang begitu! Cepat
tutup!”
Dengan pipi merah menyala, Tohka menarik
turun ujung gaunnya dengan satu
tangan, di saat bersamaan dia dengan kasar
mengambil tisu toilet yang
terpasang di dinding, lalu melemparnya ke
muka Shidou dengan sepenuh
tenaga.
“Goah...!?”
Meskipun itu cuma kertas tisu yang lunak,
kalau dilempar dengan kasar begitu,
tentu saja tetap akan terasa pengaruhnya.
Shidou mengerang dan jatuh terlentang di
tempat.
*Rol**Rol**Rol*……dan, tisu toilet yang
melancarkan serangan kamikaze[6] pada
hidung Shidou menarik garis putih di
sepanjang koridor.
“A-Apa yang, sebenarnya terjadi...?”
Dan pada saat Shidou sedang memandang langit-
langit, Kotori muncul di atas
kepalanya.
“Menyedihkan sekali. Padahal aku baru saja
bilang jangan panik dan gugup.”
Karena pose meremehkannya saat Shidou sedang
terlentang, celana dalamnya
terlihat jelas. Yah, untuk Shidou sekalipun,
karena itu celana dalam adiknya, ia
tidak panik.
“... Kotori. Ini ulahmu kan...”
Setelah Shidou berkata, Kotori meraih stik
Chupa Chups, menariknya keluar dari
mulut dan memegangnya di samping bibirnya.
…yang baru saja terjadi, mereka telah
memperkirakan kapan Tohka akan masuk
ke dalam toilet sebelum mengirim Shidou untuk
menyerangnya. Bahkan, mereka
dengan hati-hati bermain-main dengan kunci
pintu dan saklar.
“——kondisi Shidou selalu diawasi oleh
<Fraxinus>. Dengan demikian para crew
dan AI akan menilai setiap kesuksesan Shidou
satu per satu— dan tentu saja kali
ini, kau gagal.”
Setelah berkata demikian, Kotori
memperlihatkan pada Shidou sesuatu yang dia
sembunyikan dari balik punggungnya.
“Ah...?”
Sebuah radio berukuran kecil.
Kotori memasukkan baterai ke dalamnya, dan
mencocokkan frekuensi. Setelah
itu——
「—dunia yang penuh dengan tipu muslihat ini.
Semua orang dewasa yang busuk
itu. Kita tidak boleh seperti mereka.
Tunjukkan pada mereka kekuatan —
keajaiban yang berlimpah. Kita tidak boleh
menghentikan langkah-langkah kita
dalam menghadapi masa depan—」
…sebuah puisi yang pernah didengarnya,
dilafalkan dengan monoton.
Betul. Puisi yang Shidou tulis saat masih SMP.
“G... Gyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaahh!?”
Shidou menjerit seolah tubuhnya tidak lagi
dapat berfungsi, menarik baterai radio
dan menjatuhkannya.
“Sia-sia biarpun kau melakukannya. Toh itu
sudah disiarkan.”
“Ap...!?”
Muka Shidou memerah sepenuhnya.
“Ini adalah kelanjutan dari penalti
sebelumnya. Bisa jadi masalah kalau kau tidak
serius menanganinya karena ini cuma sebuah
latihan—— yah, tenanglah.
Selama kau tidak berbuat kesalahan, nama
pengarang puisi itu tidak akan
diungkapkan.”
“Bukannya itu berarti kalau aku berbuat
kesalahan, namaku akan diungkap!”
“Karena itu aku bilang sebelum hal itu
terjadi agar kau dapat terbiasa. Aku tidak
bilang kau harus mesra-mesraan dengannya.
Tidak peduli seberapa nervous
dirimu, kalau kau dapat menenangkan diri dan
mengambil langkah yang tepat,
kau akan lolos.”
“I-Itu keterlaluan...”
Galge waktu itu jauh lebih baik. Latihan kali
ini punya tingkat kesulitan yang terlalu
tinggi bagi Shidou yang tidak kebal dengan
hal semacam ini.
“Ngo-ngomong-ngomong, bukannya kau bilang
kita tidak boleh membuat kondisi
mental Tohka memburuk...!?”
“Aah, itu bukan masalah. Ada banyak hal yang
dapat membuat emosinya
berguncang. Kalau event-event semacam ini,
kemungkinan kekuatan Spirit-nya
kembali sangat kecil.”
“Ta-tapi biarpun begitu...”
Lalu, saat Shidou mengatakan hal itu, dari
belakangnya suara *kriiit*
berkumandang.
Tohka sedikit membuka pintu toilet, dan
setengah dari mukanya yang memerah
mengintip keluar.
“To-Tohka...?”
Biarpun itu semua ulah Kotori, tapi bagi
seseorang yang baru saja tertangkap
melakukan sesuatu, mengintip misalnya, sulit
untuk melihat muka satu sama lain.
Shidou memalingkan pandangannya dan berkata
dengan suara pelan.
“Ma-maaf... tadi aku tidak sengaja. Tolong
maafkan aku...”
Setelah ia berkata demikian, Tohka, dengan
pipi yang bersipu karena malu,
menunjuk garis putih di sepanjang koridor
yang diperhatikannya.
“... aku memaafkanmu... jadi ehm, kalau...
bisa, tolong ambilkan tisu itu?”
“Ah...”
Itu membuatnya teringat, tisu toilet untuk
kepentingan darurat sepertinya sudah
habis.
Shidou mengambil tisu yang terjatuh di
koridor, menggulungnya kembali dan
mengulurkannya pada Tohka.
Bagian 4 [edit]
“Shidou, sepertinya bak mandi sudah siap,
kau duluan saja.”
Jebakan apa lagi yang kau persiapkan kali
ini...? Shidou bersiap-siap saat Kotori
melontarkan kalimat tersebut, waktu
menunjukan pukul 8 malam.
“... mandi, ya”
Shidou menjawab dengan suara hampa, kepalanya
mengintip dan menjelalat ke
dalam ruang keluarga.
Kotori sedang berbaring, sambil memegang
sebuah controller konsol game yang
terhubung dengan televisi.
Seperti yang diduga kehadiran Tohka— tidak
ada di sana.
Betul. Belum lama Shidou beranjak selama
beberapa menit, sosok Tohka sudah
menghilang.
Kotori bilang dia pergi untuk mengambil
sesuatu dari kamarnya... setelah sejauh
ini, Shidou tidak senaif itu untuk
mempercayai kata-katanya.
“... tidak, tidak masalah kalau aku mandi
belakangan. Bagaimana kalau kau
duluan, Kotori?”
“……”
*Tuing*
Kotori yang dari tadi sedang berlenggak-
lenggok seirama dengan BGM gamenya,
menghentikan ayunan kakinya untuk sesaat.
Shidou tidak luput menyaksikan
hal tersebut.
“Nanti saja. Sekarang sedang bagus-bagusnya.”
Kenapa ini, dia mengatakannya dengan poker
face sambil melihat ke layar.
—Shidou yakin, ini jebakan Kotori.
Saat Shidou tidak hadir di sana mereka
mengatur agar Tohka memasuki kamar
mandi, sama dengan insiden toilet sebelumnya,
kemudian mereka akan membuat
Shidou masuk begitu saja. Sepertinya mereka
berencana untuk menciptakan
situasi yang menyenangkan sekaligus memalukan.
Sang Komandan Itsuka Kotori yang banyak
akalnya sekalipun tidak akan
melewatkan kesempatan mewah seperti mandi
atau semacamnya.
Tapi, mengingat Shidou sudah mengalami
insiden kamar mandi itu saat ia
pulang. Tentu saja setelah mengalaminya dua
kali, ia sudah belajar dari
pengalaman dan kali ini ia tidak akan
terjebak.
Ia sedikit mengangkat bahu— ini waktunya
untuk mengeluarkan senjata rahasia
unggulannya.
“Oh yah, kalau kau bilang begitu— untuk hari
ini, boleh aku pakai sabun busa?”
“—!?”
Saat itu juga, rambut twintail Kotori
tersentak dan menjadi acak-acakan.
Aturan Keluarga Itsuka dalam menggunakan
sabun busa— karena mereka
semua menyenangi gas karbon yang dihasilkan,
maka mereka memutuskan
bahwa orang yang mandi pertama kalilah yang
akan menggunakannya.
Mengetahui hal itu, Kotori hampir tidak
pernah melewatkan peran ini sebelumnya.
“……”
“……”
Momen-momen kesunyian setelah makan malam.
Jika ada orang yang tidak tahu apa-apa
melihat ini, mereka mungkin hanya
menyaksikan sebuah adegan keheningan di
antara kakak-beradik.
Namun— sekarang ini, sebuah perang psikologis
yang hebat (?) sedang terjadi di
antara mereka berdua.
—nah, apa yang akan kau lakukan sekarang,
Kotori?
Sekarang ini di dalam pikiran Shidou; kastil
Kotori yang tak tertumbangkan
sedang diserang dengan sabun-sabun busa,
sebuah adegan yang benar-benar
fantastis.
Kotori, dengan sikap yang tenang, menggeser
kakinya. Shidou sudah yakin
dengan kemenangannya, pinggiran bibirnya
terangkat.
—Fu,hahahahaha! Jangan meremehkanku, dasar
setan cilik. Aku, Itsuka Shidou,
tahun-tahun selama menjadi kakakmu bukanlah
pajangan belaka.
Namun, sebentar saja, Kotori menjawab dengan
suara gemetar,
“He... Heeeeee, oh... … bagus... … Shidou,
masuklah... duluan.”
“Ap...”
Terhadap jawaban yang tak terduga itu, Shidou
mengangkat alis— Tidak peduli
sejauh apa dia mengaktifkan Commander Mode-
nya, tidak mungkin Kotori dapat
melawan kekuatan magis sabun busa!
… dan, kalau diperhatikan dari dekat, bahu
Kotori sedang gemetar, ia langsung
mengerti setelah melihat itu beserta tangan
kanannya yang mencengkeram erat
tangan kirinya.
“……”
Dia berusaha menahan diri mati-matian.
Dan-saat itulah,
“Kotori, maaf membuatmu menunggu. Oke, aku
menantangmu!”
Dari belakang berkumandang suara itu, Shidou
berbalik badan sambil terkaget.
Di sana, Tohka berdiri memegang sesuatu,
sepertinya sebuah selimut.
“Tohka?!”
“Nu, ada apa Shido? Mukamu aneh begitu.”
“Ti-tidak... ke mana kau tadi?”
“Un. Kotori mengajakku bermain game
dengannya, tapi hari ini ternyata agak
dingin. Karena itu aku pergi mencari sesuatu
yang bisa menyelimuti lututku dari
dalam kamarku.”
“... eh, ap—”
Mendengar kata-kata Tohka, Shidou langsung
sempoyongan. Ia merasa
pandangannya mulai kabur dan berputar-putar.
—Apa Kotori memang berbicara jujur? Shidou,
sibuk sendiri untuk hal yang siasia...!?
“... aku— mau mandi...”
Entah kenapa ia merasa seperti sudah kalah.
Shidou keluar dari ruang keluarga
dengan sempoyongan.
“—? Shido kenapa?”
“... entahlah.”
Suara mereka berdua terdengar di belakangnya
selagi ia meninggalkan koridor.
Ia menyiapkan pakaian dan handuk begitu saja,
sebelum membuka pintu ruang
ganti kamar mandi.
“……”
Untuk berjaga-jaga, ia mengetuk pintu kamar
mandi sebelum membukanya.
“... apa, benar-benar tidak ada siapa-siapa
rupanya.”
Ia menghela nafas lega, dan dengan cepat
melepas pakaiannya sebelum
memasuki bak mandi. Pada saat ia menggenggam
sabun busa di tangannya— ia
tiba-tiba merasa telah melakukan hal yang
jahat pada Kotori.
Ia bermaksud membiarkan Kotori menggunakannya
besok. Dengan demikian ia
melempar aditif mandi tanpa gelembung ke
dalam bak.
Kemudian ia dengan cepat membasuh badan
sebelum membenamkan tubuhnya
ke dalam bak putih susu itu.
“Fuu~~”
Keluhan yang panjang dan tipis. Suara gemanya
memantul dari dinding kamar
mandi sebelum kembali ke telinganya.
“Lagi lagi... hari yang melelahkan...…”
Ia membenamkan bahunya ke dalam bak panas itu,
dan menghela nafas sekali
lagi.
Dari pori-pori tubuhnya, rasa letih di
sekujur tubuhnya serasa melebur.
Shidou menikmati waktu dan menutup kelopak
matanya.
…dan sekarang, ia bertanya-tanya sudah
berapa lama waktu berlalu.
“—fuun, fufufufuun, fufuun♪”
Suara senandung seseorang menyadarkan Shidou
dari lamunannya.
“Ah...? Apa...?”
Shidou mengusap mata mengantuknya, dan
berbalik menghadap arah dari mana
nyanyian itu datang—
“—!”
Tubuhnya membatu, iapun memaki diri karena
lengah.
Wajar saja. Saat ini, menghadap kaca yang
memisahkan kamar mandi dari ruang
ganti, ia melihat sosok kabur seorang gadis
berambut hitam.
“Te-ternyata ini tujuanmu ya, Kotori—!”
Shidou mengerang sambil menahan perutnya.
Dia membuat polanya terlihat seakan sama
dengan situasi sebelumnya lalu
melancarkan serangan dadakan.
Tujuannya bukanlah untuk membuat Shidou
bergerak ke mana Tohka berada,
melainkan sebaliknya.
Meskipun simpel, itu strategi yang efektif.
Karena kali ini, Shidou tidak punya
celah untuk kabur.
“Aku tertipu. Kotori—!”
Saat ini dalam pikiran Shidou; Kotori yang
sedang memakai kacamata hitam
tertawa terbahak-bahak seraya berkata, [Kau
masih bocah rupanya] selagi
menyeruput segelas wiski. Adegan seperti itu
terlintas di benaknya.
Setelah selesai melepas pakaiannya, Tohka
menaruh tangan di pintu kamar
mandi.
“...!”
Shidou yang mengalami kekacauan, tanpa
berpikir lagi, menyelam ke dalam bak
mandi dan menutupinya dengan penutup bak
sebelum ia ditemukan.
Kemudian *grakgrakgrak*, dengan suara itu,
tutup bak mandi tersebut ditarik
terbuka.
“Touu!”
*Byuuur!* Lalu, tanpa memeriksa isinya, Tohka
dengan penuh semangat
melompat masuk ke dalam bak.
Air panas terciprat ke mana-mana— dan
bersamaan dengan itu, Shidou
merasakan sesuatu yang halus mendarat di
perutnya.
“Nu?”
Lambat laun, Tohka merasakan sesuatu yang
tidak biasa.
Dengan demikian... Shidou tidak lagi dapat
menahan nafas dan muncul ke
permukaan air susu itu, sambil mengenakan
ekspresi ‘konnichiwa’[7] di wajahnya.
“Y-Yo.”
"……"
Maka setelah beberapa detik.
“——!?”
Tohka, wajah yang berpijar semerah tomat,
bermegap-megap tanpa suara.
“Te, ah, tenang dulu, Tohka...!”
“—! Bo-bodoh! Jangan keluar...!”
Tohka memegangi kepala Shidou dengan seluruh
kekuatannya, dan
membenamkannya ke dalam air.
Tentu saja, Shidou yang tidak mengambil nafas
baik-baik, tidak punya cukup
oksigen dalam paru-parunya.
“…...! ……!"
Setelah terjebak dalam pergumulan di dalam
bak mandi untuk beberapa lama.
Shidou akhirnya hilang kesadaran, *plop*…
lalu mulai mengambang di
permukaan bak mandi.
Di suatu tempat dalam pikirannya; Kotori
berkata [Yah, payah], sepertinya ia
mendengar lagi sebuah pidato panjang lebar
dari radio— namun tidak ada yang
dapat Shidou lakukan.
Bagian 5 [edit]
“Be... benar-benar... pengalaman yang tidak
menyenangkan.”
Ia entah bagaimana caranya tersadar kembali.
Shidou, setelah keluar dari bak,
mencuci tumpukan piring di wastafel dan
menyiapkan nasi untuk esok hari.
Akhirnya ia kembali juga ke dalam kamarnya—
ia merasa letih sekali.
Jarum jam menunjukkan pukul 11 malam.
Anak-anak baik, Tohka dan Kotori, keduanya
sudah tertidur di kamar mereka
masing-masing.
Meskipun untuk ukuran remaja SMA ini masih
terlalu dini— keletihannya hari ini
ternyata memang tidak seperti biasanya.
—sesuai bayangannya, bahkan untuk Kotori
sekalipun, hari ini melelahkan.
Shidou memasuki kamarnya dan kemudian
merebahkan diri ke atas tempat tidur.
Seketika itu juga ia tertidur.
「……ri. Kotori, bangunlah. Sudah waktunya.」
Semua orang sudah tertidur— ini sudah larut
malam. Kotori merasakan getaran di
telinga kanannya, lalu mengedutkan alis
matanya.
“U…… nn……”
Namun, ia sampai terbangun oleh karena hal
semacam itu, tidur seorang anak 13
tahun seperti Itsuka Kotori tidaklah
sedangkal itu.
Di atas tempat tidurnya ia berputar, membuat
gulungan selimut dengan
melilitkannya ke sekujur tubuh sebelum
membalikkan badan ke samping, dan
kembali menyuarakan tidur lelapnya.
「……Kotori. Kotori. Jangan tidur lagi」
“Un~”
Kotori dengan kedua tangannya mengusap
matanya yang berkedip lelah, dan
dengan lesu mengangkat badan.
“Aaapaaa……Onii-chaan...”
「……maaf tapi ini bukan Shin. Ini saya,
Reine.」
Kotori memelintirkan lehernya sedikit,
kemudian “fuaaaaaAA……” menguap
lebar-lebar.
“Reine...? Ada apa, pada jam segini...”
Sembari Kotori mengusap mata dengan satu
tangan, tangan yang lain berayunayun
di sisi tempat tidur, meraba-raba handphone-
nya, ia menyalakan lampu di
layar menu dan menyipitkan mata terhadap
tampilan layar.
Waktu menunjukan pukul 3.20 subuh. Waktu di
mana semua anak baik maupun
nakal sedang berada dalam alam mimpi mereka.
「……persiapan sudah selesai. Kami akan
mengikuti perintah terakhir darimu.」
Sesudah diberitahu demikian, Kotori “Ah”
membuka mulutnya sedikit.
“Un... Oh iya... aku yang memintamu... untuk
membantuku... bangun tidur...”
Saat Kotori mengangguk-angguk mengantuk
seperti Reine, sekali lagi ia merabaraba
daerah di sekitar tempat tidurnya.
Kemudian dalam tangannya ia meraih, sebuah
permen berpegangan seukuran
mulut yang ditaruhnya di sana. Ia lalu
merobek bungkus yang acak-acakan itu
dan menyorongkannya ke dalam mulut.
“—!”
Sekejap itu juga, lewat lidahnya semacam
sensasi eksplosif tersampaikan ke
otaknya. Kotori menyentakkan sekujur tubuhnya.
Pada waktu bersamaan, sebuah
wewangian yang menyegarkan dan membangkitkan
semangat masuk lewat
rongga hidungnya.
Betul, itu bukanlah Chupa Chups yang biasa.
Senjata rahasianya, Super
Menyegarkan●Super Menthol Candy yang
digunakan Kotori hanya saat ia ingin
menahan rasa kantuknya.
Kotori meraih pita hitamnya di tangan,
kemudian mengikat rambutnya dengan
gaya twintails seperti biasa.
“Ah— aku sudah terbangun. Maaf ya, Reine.”
「……tidak apa-apa— tanpa buang waktu lagi,
ini laporannya. Shin sekarang ini
sedang tertidur.」
“Begitu ya. Lalu, bagaimana anggota yang
lainnya?.”
「……saya sudah bilang agar mereka siaga
seperti yang sudah diperintahkan.
Kita bisa lakukan kapanpun juga.」
“Bagus.”
Seraya berkata, Kotori meredam suara langkah
kakinya dan meninggalkan
kamar, menuruni tangga dan menuju pintu depan.
Kemudian, dengan suara *kachinn*, kunci pintu
terbuka.
Di balik pintu depan terlihat seragam-seragam
tempur hitam serta balaclava[8],
beberapa orang dalam seragam mirip pasukan
khusus Amerika itu sedang
bersiaga.
“Target berada di lantai dua. Aku
mengandalkan kalian semua.”
“Siap.”
Orang-orang itu mengikuti perintah Kotori,
dan menginvasi kediaman Itsuka
tanpa membunyikan langkah kaki.
“Un…Uunnn…”
Shidou mendesah pelan, di atas tempat tidur
ia meregangkan punggungnya
sedikit.
Matanya bertemu dengan sinar matahari yang
datang dari jendela, dan suara
burung berkicau menghampiri telinganya.
“Un... sudah pagi ya.”
Ia menguap lebar-lebar, sembari mengedip-
ngedipkan mata, ia berbalik ke sisi
lain tempat tidur.
—Dan.
“Ah...? Apa ini...?”
Ia merasakan pipinya menyentuh sesuatu yang
lembut. Shidou sedikit
mengangkat sebelah alis.
Untuk mencari tahu apa itu, perlahan ia
mengangkat tangan ke dekat kepala, dan
meraba-raba sekitarnya.
Ketika ia melakukan hal itu, dari atas
kepalanya.
“Un...”
Apa ini, terdengar suara manis.
“……”
Shidou berhenti bernafas untuk sesaat, dan
memilah-milah pikirannya.
Ia menelusuri keadaan sekitarnya. Di hadapan
matanya ada sebuah kain kapas
tipis. Dan di langit-langit, ia mendapati
sebuah lampu yang berbeda dari yang ada
di kamarnya.
Tempat itu— bukanlah kamar Shidou.
Melihat dari interior ruangan itu...
Sepertinya tempat ini adalah kamar tamu di
lantai dua yang jarang ia masuki.
“Ber, ar, ti...”
Dengan pelan, dengan sangat pelan ia
membalikkan muka untuk memeriksa atas
kepalanya.
“……mu?”
Di sana, seperti yang diduganya, sosok cantik
Tohka.
Sepertinya ia terbangun beberapa saat yang
lalu.
Tepat saat Shidou menengadah ke atas—mata
mereka bertemu.
“……”
“……”
Setelah beberapa detik.
“Hiiii——”
“Ap...”
Shidou dan Tohka tersedak pada saat hampir
bersamaan— lalu keduanya lekas beranjak dari
tempat itu, seolah seperti ada gong
yang dibunyikan menandakan mulainya sebuah
kompetisi, mereka memisahkan diri dan menjaga
jarak satu sama lain— yang satu ke dekat
bantal, yang satu ke sisi kaki tempat tidur.
“A, apa yang kau lakukan, Shido! Kenapa kau
ada di tempat tidurku...!?”
“Ga-gak tahu! Ke-kekekekenapa aku ada di
sini...!?”
“Harusnya aku yang bertanya!”
“Benar jugaaaaa!”
Shidou, dengan tensi yang sulit dijelaskan
menyahut.
Dan, pada timing tersebut pintu kamar terbuka,
Kotori muncul.
“Oke, out! Tenanglah sedikit, Shidou.”
“……Kotori……!? Ja-jangan bilang, ini
ulahmu!”
“Coba kita lihat, apa maksudnya ini.
Bukannya ini karena Shidou tidak bisa
menahan libido biru pubernya yang berlimpah,
maka dia merayap masuk ke
tempat tidur Tohka? Jangan memberi tuduhan
aneh begitu.”
Kotori mengangkat bahu sambil berlagak tidak
tahu apa-apa, seraya berkata
dengan senyum kecil di wajahnya.
“Ap...?”
Mendengar kata-kata itu, Tohka tersipu, lalu
menarik selimut untuk menutupi
dadanya.
“A-aku tidak bersalah!”
Shidou menyahut, Kotori tidak peduli, dan
untuk alasan tertentu dia mulai menarik
sebuah handphone dari kantungnya.
Akan tetapi entah mengapa, yang diambilnya
itu punya Shidou.
“Kau... itu kan handphone-ku. Apa yang kau
lakukan?”
“Eh? Aah.”
Kotori menyeringai kecil, lalu menyalakan
layar handphone dan
menghadapkannya ke Shidou.
Di layar tersebut sebuah pesan telah tertulis.
Nama sang penerima— Tonomachi
Hiroto, sahabat Shidou, juga ditampilkan.
“—!?”
Shidou tersedak. Itu karena topik pesan
tersebut adalah mengenai—
”Ada siaran radio yang luar biasa. Cobalah
mendengarkannya. Benar-benar
membuat hatiku gemetar. Siaran ini akan
merubah pandangan hidupmu.”
Setelah menulis hal semacam itu, dia
menempatkan alamat URL sebuah
homepage di akhir pesan.
“Huh...? Ap-apa isi URL itu...”
“Aah, pertunjukkan kemarin sudah mulai
ditransmisikan ke radio internet. Dengan
begini, siapapun bisa mendengar mahakarya
Shidou kapanpun mereka mau.”
“Aap...!?”
Shidou, matanya terbelalak ketakutan dan
mengulurkan tangannya.
“He-henti——”
“Tei~”
Sebelum Shidou menyelesaikan kata-katanya,
Kotori menekan tombol kirim.
“Gyaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaah!?”
Ia memekik dan merebut kembali handphone-nya,
dan dengan putus asa
menekan tombol cancel— terlambat.
Berkat kenyamanan peradaban modern di mana
informasi terkirim dengan cepat,
sepotong informasi yang membawa petaka telah
terkirimkan pada sahabatnya.
“Ap-Apa yang kau lakukan...!”
“Penalty. Bisa merepotkan kalau kau menjadi
panik hanya karena menyentuh
dada Tohka dengan pipimu.”
“Bi, biarpun kau bilang begi... tu...?”
Ia merasakan firasat yang tidak nyaman
setelah mendengar kata-kata Kotori, ia
lalu memutar leher.
… ngomong-ngomong, pada saat ia terbangun,
sepertinya ia menyentuh sesuatu
yang sangat lembut.
Dengan takut-takut Shidou melihat ke arah di
mana dia berada, mata Tohka
Privacy policy About Baka-Tsuki Disclaimers
This page was last modified on 20 October 2015, at 04:03.
Content is available under TLG Translation Common Agreement
v.0.4.1 unless otherwise noted.
[show]
berputar-putar.
Dan kemudian, untuk alasan tertentu Tohka
mengingat-ingat sensasi dari
sebelum ini dan mulai menyentuh tubuhnya—
setelah menyentuh area dadanya,
seluruh tubuhnya membatu.
“……”
*Pong!* Terlihat seolah asap akan membumbung,
wajah Tohka merah
sepenuhnya.
“U... Uwaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaaa!”
Kemudian Tohka mengeluarkan pekik luar biasa,
dan mulai mengambil bendabenda
di sekelilingnya dan melemparnya dengan
serampangan.
“Uwahh………Te, tenang dulu, Tohka!”
Shidou entah bagaimana berhasil mengelak, dan
mencoba meninggalkan
ruangan. Namun, ia terkena sebuah hiasan
Akabeko[9], dan pingsan.

Anda mungkin juga menyukai