PENDIDIKAN EKSISTENSIALISME
Disusun Oleh :
Dosen Pengampu :
Dr. Puspa Djuwita, M.Pd
UNIVERSITAS BENGKULU
1
KATA PENGANTAR
Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
kesehatan jasmani dan rohani serta petunjuk dan kekuatan kepada penulis sehingga makalah
yang diberi judul “ Tugas Filsafat Pendidikan Eksistensialisme" bisa diselesaikan, walau masih
banyak kekurangan kritik dan saran sangat diharapkan penulis agar dapat lebih baik lagi
dikemudian hari.
Tugas ini disusun dan dibuat berdasarkan materi – materi yang ada. Materi – materi
bertujuan agar dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam belajar. Serta juga dapat
memahami nilai – nilai dasar yang direfleksikan dalam berpikir dan bertindak. Mudah-mudahan
dengan mempelajari makalah ini, akan mampu menghadapi masalah-masalah atau kesulitan-
kesulitan yang timbul dalam belajar. Dan dengan harapan semoga semua mampu berinovasi dan
berkreasi dengan potensi yang dimiliki serta bisa memahaminya.
Penulis
2
DAFTAR ISI
7. Implikasi.......................................................................................................................9
8. Pendidikan .................................................................................................................10
3
BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Pengkajian filosofis terhadap pendidikan mutlak diperlukan karena membantu dalam
memberikan informasi tentang hakekat manusia sebagai dirinya sendiri baik secara horisontal
maupun secara vertikal. Sehingga kajian tentang realitas sangat dibutuhkan dalam menentukan
tujuan akhir pendidikan. Disisi lain, kajian filosofis memberikan informasi yang berkaitan
dengan pengetahuan, sumber pengetahuan, nilai, dan Seperti bagaimanakah pengetahuan itu
diperoleh, bagaimana manusia dapat memperoleh nilai tersebut. Dengan nilai tersebut apakah
pendidikan layak untuk diterapkan dan lebih jauh akan membantu untuk menentukan bagaimana
seharusnya pendidikan itu dilaksanakan. Pendidikan disisi lain tidak bisa melepaskan tujuan
untuk membentuk peserta didik yang memiliki nilai-nilai mulai spritual, agama, kepribadian dan
kecerdasan. Pendidikan kita tidak sekedar menempatkan manusia sebagai alat produksi.
Eksistensia membuat yang ada dan bersosok jelas bentuknya, mampu berada, eksis. Oleh
eksistensia kursi dapat berada di tempat. Pohon mangga dapat tertanam, tumbuh, berkembang.
Harimau dapat hidup dan merajai hutan. Manusia dapat hidup, bekerja, berbakti, dan membentuk
kelompok bersama manusia lain. Selama masih bereksistensia, segala yang ada dapat ada, hidup,
tampil, hadir. Namun, ketika eksistensia meninggalkannya, segala yang ada menjadi tidak ada,
tidak hidup, tidak tampil, tidak hadir. Kursi lenyap. Pohon mangga menjadi kayu mangga.
Harimau menjadi bangkai. Manusia mati. Demikianlah penting peranan eksistensia. Olehnya,
segalanya dapat nyata ada, hidup, tampil, dan berperan
4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, ada beberapa rumusan masalah yang
dideskripsikan sebagai berikut?
5
BAB II
PEMBAHASAN
Eksistensialisme menyatakan bahwa cara berada manusia dan benda lain tidaklah sama.
Manusia berada di dunia sapi dan pohon juga. Akan tetapi cara beradanya tidak sama. Manusia
berada dalam dunia “ia mengalami beradanya di dunia itu” Manusia menyadari dirinya berada di
dunia. Manusia menghadapi dunia, menghadapi dengan mengerti ynag dihadapinya itu. Manusia
mengerti guna pohon, batu, dan salah satu siantaranya ialah ia mengerti bahwa hidupnya
mempunyai arti. Apa arti semua itu? Artinya bahwa manusia adalah subyek. Subyek artinya yang
menyadari, yang sadar. Barang-barang yang disadarimya disebut obyek.1
Eksistensialisme adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu yang
bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang
benar dan mana yang tidak benar.1 Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan
mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan
karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.
Dejelaskan lagi bahwa arti “Eksistensialisme” adalah sikap dan pandangan filsafat, teologi
dan seni yang menekankan penderitaan atau rasa gelisah manusia, serta menekankan eksistensi
manusia dan kualitas-kualitas yang menonjol bagi pribadi-pribadi dan bukan kualitas manusia
yang abstrak atau alam atau dunia secara umum.
Jadi dapat ditarik benang merah bahwa aliran filsafat eksistensialisme adalah aliran filsafat
yg pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya serta
menekankan eksistensi dan kualitas-kualitas yang menonjol bagi pribadi-pribadi dan bukan
kualitas manusia yang abstrak atau alam atau dunia secara umum.
1
http://masjemmy.com/eksistensialisme.htm Dikutip Tanggal 7 April 2011
6
2. Sejarah Lahirnya Aliran Pemikiran Eksistensialisme
Eksistensialisme berasal dari pemikiran Soren Kier Kegard (Denmark :1813-1855). Inti
masalahnya adalah : apa itu kehidupan manusia? apa tujuan dari kegiatan manusia? bagaimana
kita menyatakan keberadaban manusia? pokok pikirannya dicurahkan kepada pemecahan yang
konkret terhadap persoalan arti ‘eksis’ (berada) mengenai manusia. Tulisan-tulisan Jean Paul
Sartre (1905-1980), filosof terkenal Prancis, penulis dan penulis naskah drama, menjadi yang
paling bertanggung jawab untuk penyebaran gagasan-gagasan eksistensialisme yang luas.
Menurut Sartre (Parkay, 1998), setiap individu terlebih dahulu hadir dan kemudian ia harus
memutuskan apa yang ada untuk dimaknai. Tugas menentukan makna keberadaan/eksistensi ada
pada individu seseorang : tidak ada sistem keyakinan filosofis yang dirumuskan sebelumnya
dapat mengatakan pada seseorang siapa orang itu. Ini sampai masing-masing dari kita
memutuskan siapa kita adanya.
Selanjutnya menurut Sartre, “Eksistensi mendahului esensi… terlebih dahulu, manusia ada,
hadir, muncul di panggung dan hanya setelah itu menentukan dirinya sendiri. Menurut Parkay
(1998) terdapat dua aliran pemikiran eksistensialsme, yaitu yang bersifat theistic (bertuhan) dan
yang bersifat atheistic (tidak bertuhan). Kebanyakan dari pandangan-pandangan itu masuk
kedalam aliran pemikiran yang pertama dengan menyebut diri mereka sendiri sebagai kaum
Eksistensialisme Kristen dan menunjukkan bahwa manusia memiliki suatu kerinduan akan suatu
wujud sempurna, Tuhan. Melalui kerinduan ini tidak membuktikan keberadaan Tuhan, orang-
orang secara bebas memilih untuk tinggal dalam kehidupan mereka seakan-akan ada Tuhan.
7
3. Ciri-ciri Filsafat Eksistensialisme
Ciri-ciri dari aliran eksistensialisme terdiri dari 2 ciri, yaitu :
Selalu melihat cara manusia berada, eksistensi (keberadaan) sendiri disini
diartikan secara dinamis sehingga ada unsur berbuat dan menjadi.
Manusia dipandang sebagai suatu realitas yang terbuka dan belum selesai serta
didasari dari pengalaman yang konkret atau empiris yang kita kenal.
4. Konsep Dasar
A. Realitas
Menurut eksistensialisme ada dua jenis filsafat tradisional, yaitu filsafat spekulatif
dan filsafat skeptis. Filsafat spekulatif menjelaskan tentang hal-hal yang fundamental
tentang pengalaman, dengan berpangkal pada realitas yang lebih dalam yang secara
inheren telah ada dalam diri individu. Jadi, pengalaman tidak banyak berpengaruh
terhadap diri individu. Filsafat skeptik berpandangan bahwa semua pengalaman
manusia adalah palsu, tidak ada sesuatupun yang dapat kita kenal dari realitas.
Mereka menganggap konsep metafisika adalah sementara. Eksistensialisme menolak
kedua pandangan filsafat diatas.
B. Pengetahuan
8
C. Nilai
5. Tokoh
a) Karl Jaspers
b) Soren Aabye Kierkegaard
c) Jean Paul Sartre
d) Friedrich Nietzsche
e) Martin Heidegger
6. Pandangan Eksistensialisme
7. Implikasi
Power (1982) mengemukakan beberapa implikasi filsafat pendidikan eksistensialisme
sebagai berikut :
Tujuan pendidikan
Memberi bekal pengalaman yang luas dan komprehensif dalam semua bentuk
kehidupan
Status siswa
Makhluk rasional dengan pilihan bebas dan tanggung jawab atas pilihannya.
Suatu komitmen terhadap pemenuhan tujuan pribadi.
9
Kurikulum
Yang diutamakan adalah kurikulum liberal. Kurikulum liberal merupakan
landasan bagi kebebasan manusia. Kebebasan memiliki aturan-aturan. Oleh
karena itu, di sekolah diajarkan pendidikan social, untuk mengajar rasa hormat
terhadap kebebasan untuk semua.
Peranan guru
Melindungi dan memelihara kebebasan akademik, dimana mungkin guru pada
hari ini, besok lusa mungkin menjadi murid.
Metode
Tidak ada pemikiran yang mendalam tentang metode, tetapi metode apapun yang
dipakai harus merujuk pada cara untuk mencapai kebahagiaan dan karakter yang
baik.
8. Pendidikan
a. Tujuan Pendidikan
10
b. Kurikulum
Kaum eksistensialis menilai kurikulum berdasarkan pada apakah hal itu berkontribusi
pada pencarian individu akan makna dan muncul dalam suatu tingkatan kepekaan personal yang
disebut Greene “Kebangkitan yang luas”. Kurikulum ideal adalah kurikulum yang memberi para
siswa kebebasan individual yang luas dan menyaratkan mereka untuk mengajukan pertanyaan-
pertanyaan, melaksanakan pencarian-pencarian mereka sendiri, dan menarik kesimpulan-
kesimpulan mereka sendiri. Menurut pandangan eksistensialisme, tidak ada satu mata pelajaran
tertentu yang lebih penting daripada yang lainnya. Mata pelajaran merupakan materi dimana
individu akan dapat menemukan dirinya dan kesadaran akan dunianya. Mata pelajaran yang
dapat memenuhi tuntutan di atas adalah mata pelajaran IPA, Sejarah, Sastra, Filsafat, dan Seni.
Bagi beberapa anak, pelajaran yang dapat membantu untuk menemukan dirinya adalah IPA,
namun bagi yang lainnya mungkin saja sejarah, sastra, filsafat, seni, atau yang lainnya.
Dalam mata pelajaran tersebut, siswa akan berkenalan dengan pandangan dan wawasan
para penulis dan pemikir termasyhur, memahami hakikat manusia di dunia, memahami
kebenaran dan kesalahan, kekuasaan, konflik, penderitaan, dan mati. Semuanya itu merupakan
tema-tema yang akan melibatkan siswa baik intelektual maupun emosional. Sebagai contoh
kaum eksistensialis melihat sejarah sebagai suatu perjuangan manusia mencapai kebebasan.
Siswa harus melibatkan dirinya dalam periode apapun yang sedang dipelajarinya dan
menyatukan dirinya dalam masalah-masalah kepribadian yang sedang dipelajarinya.
Kurikulum eksistensialisme memberikan perhatian yang besar terhadap humaniora dan seni.
Karena kedua materi tersebut diperlukan agar individu dapat mengadakan intropeksi dan
mengenalkan gambaran dirinya. Pelajar harus didorong untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang
dapat mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan, serta memperoleh pengetahuan yang
diharapkan. Sekolah merupakan tempat untuk hidup dan memilih pengalaman-pengalaman.
Eksistensialisme menolak apa yang disebut penonton teori pengetahuan. Oleh karena itu, sekolah
harus mencoba membawa siswa kedalam hidup yang sebenarnya.
11
sendiri, sehingga guru akan berjumpa dengan siswa sebagai pertemuan antara pribadi dengan
pribadi. Pengetahuan yang ditawarkan guru tidak merupakan sesuatu yang diberikan kepada
siswa yang tidak disukainya, melainkan merupakan suatu aspek yang telah menjadi miliknya
sendiri.
d. Peranan Guru
Guru harus mampu membimbing dan mengarahkan siswa dengan seksama sehingga
siswa mampu berpikir relatif dengan melalui pertanyaan-pertanyaan. Dalam arti guru tidak
mengarahkan dan tidak memberi instruksi. Guru hadir dalam kelas dengan wawasan yang luas
agar betul-betul menghasilkan diskusi tentang mata pelajaran. Diskusi merupakan metode utama
dalam pandangan eksistensialisme. Siswa memiliki hak untuk menolak interpretasi guru tentang
pelajaran. Sekolah merupakan suatu forum dimana para siswa mampu berdialog dengan teman-
temannya dan guru membantu menjelaskan kemajuan siswa dalam pemenuhan dirinya
Setelah ia memulai mengajar Bahasa Inggris delapan tahun lalu di suatu SMU daerah
pinggiran kota, Fred Winston mulai meragukan nilai dari apa yang ia ajarkan pada siswa.
Sekalipun ia dapat melihat suatu penggunaan praktis yang terbatas pada pengetahuan dan
keterampilan mengajar yang ia ajarkan, ia merasa tidak optimal dengan pekerjaan mengajar yang
ia lakukan dan muncullah suatu rasa bosan dengan petunjuk kurikulum yang telah digariskan
dalam GBPP yang dibuat secara sentralistik dan tidak imajinatif.
Selama delapan tahun Fred secara gradual mengembangkan suatu gaya mengajar yang
menempatkan penekanan pada siswa yang mencari siapa mereka. Ia terus mengajar pengetahuan
dan keterampilan yang harus ia ajarkan, namun ia memperjelas bahwa apa yang dipelajari para
siswa darinya haruslah digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang penting bagi
mereka. Misalnya, saat ini ia sering kali memberi tugas-tugas menulis yang mendorong para
siswa untuk melihat kedalam agar dapat mengembangkan pengetahuan diri yang lebih besar.
Fred juga dengan teliti, tahu tentang bagaimana pertanyaan-pertanyaan yang masih berusaha
dijawab dirinya sendiri.
12
Pendekatan Fred pada pengajaran mungkin terangkum dengan stiker bemper pada mobil
sport “gugat otoritas”. Berbeda dengan kebanyakan rekan gurunya, ia menginginkan para
siswanya bereaksi secara kritis dan skeptis pada apa yang ia ajarkan pada mereka. Ia juga
mendorong mereka untuk berpikir secara mendalam dan berani mengenai makna kehidupan,
kecantikan, cinta, dan kematian. Ia menilai keefektifannya dengan tataran dimana para siswa
mampu dan mau menjadi lebih tahu tentang pilihan-pilihan yang terbuka bagi mereka.
13
BAB III
PENUTUP
14
DAFTAR PUSTAKA
Gandhi HW, TW. 2011. Filsafat pendidikan mazhab-mazhab Filsafat pendidikan. Jojakarta. Ar-
ruzzmedia.
http://id.wikipedia.org/wiki/Eksistensialismehttp://websweet.blogspot.com/2010/11/filsafat-
pendidikan-rekonstruksionisme.html
http://www.blogriez.co.cc/2009/11/filsafat-pendidikan-1.html
15