Anda di halaman 1dari 15

TUGAS FILSAFAT

PENDIDIKAN EKSISTENSIALISME

Disusun Oleh :

- Fitri Novianti NPM : A1C017027


- Kurlisa NPM : A1C017043
- Rahmania Juwita NPM : A1C017053

Dosen Pengampu :
Dr. Puspa Djuwita, M.Pd

FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN

PROGRAM STUDI MATEMATIKA

UNIVERSITAS BENGKULU

1
KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, yang telah memberikan
kesehatan jasmani dan rohani serta petunjuk dan kekuatan kepada penulis sehingga makalah
yang diberi judul “ Tugas Filsafat Pendidikan Eksistensialisme" bisa diselesaikan, walau masih
banyak kekurangan kritik dan saran sangat diharapkan penulis agar dapat lebih baik lagi
dikemudian hari.

Tugas ini disusun dan dibuat berdasarkan materi – materi yang ada. Materi – materi
bertujuan agar dapat menambah pengetahuan dan wawasan dalam belajar. Serta juga dapat
memahami nilai – nilai dasar yang direfleksikan dalam berpikir dan bertindak. Mudah-mudahan
dengan mempelajari makalah ini, akan mampu menghadapi masalah-masalah atau kesulitan-
kesulitan yang timbul dalam belajar. Dan dengan harapan semoga semua mampu berinovasi dan
berkreasi dengan potensi yang dimiliki serta bisa memahaminya.

Bengkulu, 13 November 2017

Penulis

2
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ................................................................................................ 2

DAFTAR ISI .............................................................................................................. 3

BAB I PENDAHULUAN ........................................................................................... 4

A. Latar Belakang ............................................................................................................ 4

BAB II PEMBAHASAN ............................................................................................ 6

1. Pengertian Eksistensialisme ........................................................................................6

2. Sejarah lahirnya aliran pemikiran Eksistensialisme ...................................................7

3. Ciri – ciri Filsafat Eksistensialisme .............................................................................8

4. Konsep Dasar ..............................................................................................................8

5. Tokoh Filsafat Eksistensialisme ...................................................................................9

6. Pandangan Eksistensialisme ........................................................................................9

7. Implikasi.......................................................................................................................9

8. Pendidikan .................................................................................................................10

9. Potret guru Eksistensialisme......................................................................................12

BAB III PENUTUP .................................................................................................. 14

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................15

3
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pengkajian filosofis terhadap pendidikan mutlak diperlukan karena membantu dalam
memberikan informasi tentang hakekat manusia sebagai dirinya sendiri baik secara horisontal
maupun secara vertikal. Sehingga kajian tentang realitas sangat dibutuhkan dalam menentukan
tujuan akhir pendidikan. Disisi lain, kajian filosofis memberikan informasi yang berkaitan
dengan pengetahuan, sumber pengetahuan, nilai, dan Seperti bagaimanakah pengetahuan itu
diperoleh, bagaimana manusia dapat memperoleh nilai tersebut. Dengan nilai tersebut apakah
pendidikan layak untuk diterapkan dan lebih jauh akan membantu untuk menentukan bagaimana
seharusnya pendidikan itu dilaksanakan. Pendidikan disisi lain tidak bisa melepaskan tujuan
untuk membentuk peserta didik yang memiliki nilai-nilai mulai spritual, agama, kepribadian dan
kecerdasan. Pendidikan kita tidak sekedar menempatkan manusia sebagai alat produksi.

Dalam filsafat dibedakan antaraesensia dan eksistensia. Esensia membuat benda,


tumbuhan, binatang dan manusia. Oleh esensia, sosok dari segala yang ada mendapatkan
bentuknya. Oleh esensia, kursi menjadi kursi. Pohon mangga menjadi pohon mangga. Harimau
menjadi harimau. Manusia menjadi manusia. Namun, dengan esensia saja, segala yang ada
belum tentu berada. Kita dapat membayangkan kursi, pohon mangga, harimau, atau manusia.
Namun, belum pasti apakah semua itu sungguh ada, sungguh tampil, sungguh hadir. Di sinilah
peran eksistensia.

Eksistensia membuat yang ada dan bersosok jelas bentuknya, mampu berada, eksis. Oleh
eksistensia kursi dapat berada di tempat. Pohon mangga dapat tertanam, tumbuh, berkembang.
Harimau dapat hidup dan merajai hutan. Manusia dapat hidup, bekerja, berbakti, dan membentuk
kelompok bersama manusia lain. Selama masih bereksistensia, segala yang ada dapat ada, hidup,
tampil, hadir. Namun, ketika eksistensia meninggalkannya, segala yang ada menjadi tidak ada,
tidak hidup, tidak tampil, tidak hadir. Kursi lenyap. Pohon mangga menjadi kayu mangga.
Harimau menjadi bangkai. Manusia mati. Demikianlah penting peranan eksistensia. Olehnya,
segalanya dapat nyata ada, hidup, tampil, dan berperan

4
B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang diatas, ada beberapa rumusan masalah yang
dideskripsikan sebagai berikut?

1. Bagaimanakah latarbelakang munculnya filsafat Eksistensialisme ?


2. Bagaimanakan penerapan Filsafat eksistensialisme dalam pendidikan?
3. Bagaimanakah sejarah adnya filsafat Eksistensialisme ?

5
BAB II

PEMBAHASAN

1. Pengertian Filsafat Eksistensialisme

Eksistensialisme menyatakan bahwa cara berada manusia dan benda lain tidaklah sama.
Manusia berada di dunia sapi dan pohon juga. Akan tetapi cara beradanya tidak sama. Manusia
berada dalam dunia “ia mengalami beradanya di dunia itu” Manusia menyadari dirinya berada di
dunia. Manusia menghadapi dunia, menghadapi dengan mengerti ynag dihadapinya itu. Manusia
mengerti guna pohon, batu, dan salah satu siantaranya ialah ia mengerti bahwa hidupnya
mempunyai arti. Apa arti semua itu? Artinya bahwa manusia adalah subyek. Subyek artinya yang
menyadari, yang sadar. Barang-barang yang disadarimya disebut obyek.1

Eksistensialisme adalah aliran filsafat yg pahamnya berpusat pada manusia individu yang
bertanggung jawab atas kemauannya yang bebas tanpa memikirkan secara mendalam mana yang
benar dan mana yang tidak benar.1 Sebenarnya bukannya tidak mengetahui mana yang benar dan
mana yang tidak benar, tetapi seorang eksistensialis sadar bahwa kebenaran bersifat relatif, dan
karenanya masing-masing individu bebas menentukan sesuatu yang menurutnya benar.

Dejelaskan lagi bahwa arti “Eksistensialisme” adalah sikap dan pandangan filsafat, teologi
dan seni yang menekankan penderitaan atau rasa gelisah manusia, serta menekankan eksistensi
manusia dan kualitas-kualitas yang menonjol bagi pribadi-pribadi dan bukan kualitas manusia
yang abstrak atau alam atau dunia secara umum.

Jadi dapat ditarik benang merah bahwa aliran filsafat eksistensialisme adalah aliran filsafat
yg pahamnya berpusat pada manusia individu yang bertanggung jawab atas kemauannya serta
menekankan eksistensi dan kualitas-kualitas yang menonjol bagi pribadi-pribadi dan bukan
kualitas manusia yang abstrak atau alam atau dunia secara umum.

1
http://masjemmy.com/eksistensialisme.htm Dikutip Tanggal 7 April 2011

6
2. Sejarah Lahirnya Aliran Pemikiran Eksistensialisme

Eksistensialisme berasal dari pemikiran Soren Kier Kegard (Denmark :1813-1855). Inti
masalahnya adalah : apa itu kehidupan manusia? apa tujuan dari kegiatan manusia? bagaimana
kita menyatakan keberadaban manusia? pokok pikirannya dicurahkan kepada pemecahan yang
konkret terhadap persoalan arti ‘eksis’ (berada) mengenai manusia. Tulisan-tulisan Jean Paul
Sartre (1905-1980), filosof terkenal Prancis, penulis dan penulis naskah drama, menjadi yang
paling bertanggung jawab untuk penyebaran gagasan-gagasan eksistensialisme yang luas.
Menurut Sartre (Parkay, 1998), setiap individu terlebih dahulu hadir dan kemudian ia harus
memutuskan apa yang ada untuk dimaknai. Tugas menentukan makna keberadaan/eksistensi ada
pada individu seseorang : tidak ada sistem keyakinan filosofis yang dirumuskan sebelumnya
dapat mengatakan pada seseorang siapa orang itu. Ini sampai masing-masing dari kita
memutuskan siapa kita adanya.

Selanjutnya menurut Sartre, “Eksistensi mendahului esensi… terlebih dahulu, manusia ada,
hadir, muncul di panggung dan hanya setelah itu menentukan dirinya sendiri. Menurut Parkay
(1998) terdapat dua aliran pemikiran eksistensialsme, yaitu yang bersifat theistic (bertuhan) dan
yang bersifat atheistic (tidak bertuhan). Kebanyakan dari pandangan-pandangan itu masuk
kedalam aliran pemikiran yang pertama dengan menyebut diri mereka sendiri sebagai kaum
Eksistensialisme Kristen dan menunjukkan bahwa manusia memiliki suatu kerinduan akan suatu
wujud sempurna, Tuhan. Melalui kerinduan ini tidak membuktikan keberadaan Tuhan, orang-
orang secara bebas memilih untuk tinggal dalam kehidupan mereka seakan-akan ada Tuhan.

Eksistensialisme atheistic memiliki pemikiran bahwa pendirian tersebut (theistic)


merendahkan kondisi manusia. Dikatakan bahwa kita harus memiliki suatu fantasi agar dapat
tinggal dalam kehidupan tanggung jawab moral. Pendirian semacam itu membebaskan manusia
dari tanggung jawab untuk berhubungan dengan kebebasan pilihan sempurna yang dimiliki kita
semua. Pendirian itu juga menyebabkan mereka menghindari fakta yang “didapat itu terlepas”,
“kita sendirian, dengan tidak ada maaf”, dan “kita terhukum agar bebas”.

7
3. Ciri-ciri Filsafat Eksistensialisme
Ciri-ciri dari aliran eksistensialisme terdiri dari 2 ciri, yaitu :
 Selalu melihat cara manusia berada, eksistensi (keberadaan) sendiri disini
diartikan secara dinamis sehingga ada unsur berbuat dan menjadi.
 Manusia dipandang sebagai suatu realitas yang terbuka dan belum selesai serta
didasari dari pengalaman yang konkret atau empiris yang kita kenal.

4. Konsep Dasar
A. Realitas
Menurut eksistensialisme ada dua jenis filsafat tradisional, yaitu filsafat spekulatif
dan filsafat skeptis. Filsafat spekulatif menjelaskan tentang hal-hal yang fundamental
tentang pengalaman, dengan berpangkal pada realitas yang lebih dalam yang secara
inheren telah ada dalam diri individu. Jadi, pengalaman tidak banyak berpengaruh
terhadap diri individu. Filsafat skeptik berpandangan bahwa semua pengalaman
manusia adalah palsu, tidak ada sesuatupun yang dapat kita kenal dari realitas.
Mereka menganggap konsep metafisika adalah sementara. Eksistensialisme menolak
kedua pandangan filsafat diatas.

B. Pengetahuan

Teori pengetahuan eksistensialisme banyak dipengaruhi oleh filsafat fenomenologi, suatu


pandangan yang menggambarkan penampakan benda-benda dan peristiwa-peristiwa
sebagaimana benda-benda tersebut menampakkan dirinya terhadap kesadaran manusia.
Pengetahuan manusia tergantung pada pemahamannya tentang realitas tergantung pada
interpretasi manusia terhadap realitas. Pengetahuan yang diberikan di sekolah bukan sebagai alat
untuk memperoleh pekerjaan atau karir anak, melainkan untuk dapat dijadikan alat
perkembangan dan alat pemenuhan diri. Pelajaran di sekolah akan dijadikan alat untuk
merealisasikan diri, bukan merupakan suatu disiplin yang kaku dimana anak harus patuh dan
tunduk terhadap isi pelajaran tersebut. Biarkanlah pribadi anak berkembang untuk menemukan
kebenaran-kebenaran dalam kebenaran.

8
C. Nilai

Pemahaman eksistensialisme terhadap nilai, menekankan kebebasan dalam tindakan.


Kebebasan bukan tujuan atau suatu cita-cita dalam dirinya sendiri, melainkan suatu potensi suatu
tindakan. Manusia memiliki kebebasan untuk memilih, namun menentukan pilihan-pilihan
diantara pilihan-pilihan yang terbaik adalah yang paling sukar. Berbuat akan menghasilkan
akibat, dimana seseorang harus menerima akibat-akibat tersebut sebagai pilihannya. Kebebasan
tidak pernah selesai, karena setiap akibat akan melahirkan kebutuhan untuk pilihan berikutnya.
Tindakan moral mungkin dilakukan untuk moral itu sendiri dan mungkin juga untuk suatu
tujuan. Seseorang harus berkemampuan untuk menciptakan tujuannya sendiri. Apabila seseorang
mengambil tujuan kelompok atau masyarakat, maka ia harus menjadikan tujuan-tujuan tersebut
sebagai miliknya, sebagai tujuannya sendiri, yang harus ia capai dalam setiap situasi. Jadi, tujuan
diperoleh dalam situasi.

5. Tokoh
a) Karl Jaspers
b) Soren Aabye Kierkegaard
c) Jean Paul Sartre
d) Friedrich Nietzsche
e) Martin Heidegger

6. Pandangan Eksistensialisme

7. Implikasi
Power (1982) mengemukakan beberapa implikasi filsafat pendidikan eksistensialisme
sebagai berikut :
 Tujuan pendidikan
Memberi bekal pengalaman yang luas dan komprehensif dalam semua bentuk
kehidupan
 Status siswa
Makhluk rasional dengan pilihan bebas dan tanggung jawab atas pilihannya.
Suatu komitmen terhadap pemenuhan tujuan pribadi.

9
 Kurikulum
Yang diutamakan adalah kurikulum liberal. Kurikulum liberal merupakan
landasan bagi kebebasan manusia. Kebebasan memiliki aturan-aturan. Oleh
karena itu, di sekolah diajarkan pendidikan social, untuk mengajar rasa hormat
terhadap kebebasan untuk semua.
 Peranan guru
Melindungi dan memelihara kebebasan akademik, dimana mungkin guru pada
hari ini, besok lusa mungkin menjadi murid.
 Metode
Tidak ada pemikiran yang mendalam tentang metode, tetapi metode apapun yang
dipakai harus merujuk pada cara untuk mencapai kebahagiaan dan karakter yang
baik.

8. Pendidikan

Eksistensialisme sebagai filsafat, sangat menekankan individualitas dan pemenuhan diri


secara pribadi. Setiap individu dipandang sebagai makhluk unik, dan secara unik pula ia
bertanggung jawab terhadap nasibnya. Dalam hubungannya dengan pendidikan, Sikun Pribadi
(1971) mengemukakan bahwa eksistensialisme berhubungan erat sekali dengan pendidikan,
karena keduanya bersinggungan satu dengan yang lainnya pada masalah-masalah yang sama,
yaitu manusia, hidup, hubungan antarmanusia, hakikat kepribadian, dan kebebasan
(kemerdekaan). Pusat pembicaraan eksitensialisme adalah keberadaan manusia, sedangkan
pendidikan hanya dilakukan oleh manusia.

a. Tujuan Pendidikan

Tujuan pendidikan adalah untuk mendorong setiap individu agar mampu


mengembangkan semua potensinya untuk pemenuhan diri. Setiap individu memiliki kebutuhan
dan perhatia yang spesifik berkaitan dengan pemenuhan dirinya, sehigga dalam menentukan
kurikulum tidak ada kurikulum yang pasti dan ditentukan berlaku secara umum.

10
b. Kurikulum
Kaum eksistensialis menilai kurikulum berdasarkan pada apakah hal itu berkontribusi
pada pencarian individu akan makna dan muncul dalam suatu tingkatan kepekaan personal yang
disebut Greene “Kebangkitan yang luas”. Kurikulum ideal adalah kurikulum yang memberi para
siswa kebebasan individual yang luas dan menyaratkan mereka untuk mengajukan pertanyaan-
pertanyaan, melaksanakan pencarian-pencarian mereka sendiri, dan menarik kesimpulan-
kesimpulan mereka sendiri. Menurut pandangan eksistensialisme, tidak ada satu mata pelajaran
tertentu yang lebih penting daripada yang lainnya. Mata pelajaran merupakan materi dimana
individu akan dapat menemukan dirinya dan kesadaran akan dunianya. Mata pelajaran yang
dapat memenuhi tuntutan di atas adalah mata pelajaran IPA, Sejarah, Sastra, Filsafat, dan Seni.
Bagi beberapa anak, pelajaran yang dapat membantu untuk menemukan dirinya adalah IPA,
namun bagi yang lainnya mungkin saja sejarah, sastra, filsafat, seni, atau yang lainnya.
Dalam mata pelajaran tersebut, siswa akan berkenalan dengan pandangan dan wawasan
para penulis dan pemikir termasyhur, memahami hakikat manusia di dunia, memahami
kebenaran dan kesalahan, kekuasaan, konflik, penderitaan, dan mati. Semuanya itu merupakan
tema-tema yang akan melibatkan siswa baik intelektual maupun emosional. Sebagai contoh
kaum eksistensialis melihat sejarah sebagai suatu perjuangan manusia mencapai kebebasan.
Siswa harus melibatkan dirinya dalam periode apapun yang sedang dipelajarinya dan
menyatukan dirinya dalam masalah-masalah kepribadian yang sedang dipelajarinya.
Kurikulum eksistensialisme memberikan perhatian yang besar terhadap humaniora dan seni.
Karena kedua materi tersebut diperlukan agar individu dapat mengadakan intropeksi dan
mengenalkan gambaran dirinya. Pelajar harus didorong untuk melakukan kegiatan-kegiatan yang
dapat mengembangkan keterampilan yang dibutuhkan, serta memperoleh pengetahuan yang
diharapkan. Sekolah merupakan tempat untuk hidup dan memilih pengalaman-pengalaman.
Eksistensialisme menolak apa yang disebut penonton teori pengetahuan. Oleh karena itu, sekolah
harus mencoba membawa siswa kedalam hidup yang sebenarnya.

c. Proses Belajar Mengajar

Dalam proses belajar mengajar, pengetahuan tidak dilimpahkan, melainkan ditawarkan.


Untuk menjadikan hubungan antara guru dengan siswa sebagai suatu dialog, maka pengatahuan
yang akan diberikan kepada siswa harus menjadi bagian dari pengalaman pribadi guru itu

11
sendiri, sehingga guru akan berjumpa dengan siswa sebagai pertemuan antara pribadi dengan
pribadi. Pengetahuan yang ditawarkan guru tidak merupakan sesuatu yang diberikan kepada
siswa yang tidak disukainya, melainkan merupakan suatu aspek yang telah menjadi miliknya
sendiri.

d. Peranan Guru

Guru harus mampu membimbing dan mengarahkan siswa dengan seksama sehingga
siswa mampu berpikir relatif dengan melalui pertanyaan-pertanyaan. Dalam arti guru tidak
mengarahkan dan tidak memberi instruksi. Guru hadir dalam kelas dengan wawasan yang luas
agar betul-betul menghasilkan diskusi tentang mata pelajaran. Diskusi merupakan metode utama
dalam pandangan eksistensialisme. Siswa memiliki hak untuk menolak interpretasi guru tentang
pelajaran. Sekolah merupakan suatu forum dimana para siswa mampu berdialog dengan teman-
temannya dan guru membantu menjelaskan kemajuan siswa dalam pemenuhan dirinya

9. Potret Guru Eksistensialisme

Setelah ia memulai mengajar Bahasa Inggris delapan tahun lalu di suatu SMU daerah
pinggiran kota, Fred Winston mulai meragukan nilai dari apa yang ia ajarkan pada siswa.
Sekalipun ia dapat melihat suatu penggunaan praktis yang terbatas pada pengetahuan dan
keterampilan mengajar yang ia ajarkan, ia merasa tidak optimal dengan pekerjaan mengajar yang
ia lakukan dan muncullah suatu rasa bosan dengan petunjuk kurikulum yang telah digariskan
dalam GBPP yang dibuat secara sentralistik dan tidak imajinatif.

Selama delapan tahun Fred secara gradual mengembangkan suatu gaya mengajar yang
menempatkan penekanan pada siswa yang mencari siapa mereka. Ia terus mengajar pengetahuan
dan keterampilan yang harus ia ajarkan, namun ia memperjelas bahwa apa yang dipelajari para
siswa darinya haruslah digunakan untuk menjawab pertanyaan-pertanyaan yang penting bagi
mereka. Misalnya, saat ini ia sering kali memberi tugas-tugas menulis yang mendorong para
siswa untuk melihat kedalam agar dapat mengembangkan pengetahuan diri yang lebih besar.
Fred juga dengan teliti, tahu tentang bagaimana pertanyaan-pertanyaan yang masih berusaha
dijawab dirinya sendiri.

12
Pendekatan Fred pada pengajaran mungkin terangkum dengan stiker bemper pada mobil
sport “gugat otoritas”. Berbeda dengan kebanyakan rekan gurunya, ia menginginkan para
siswanya bereaksi secara kritis dan skeptis pada apa yang ia ajarkan pada mereka. Ia juga
mendorong mereka untuk berpikir secara mendalam dan berani mengenai makna kehidupan,
kecantikan, cinta, dan kematian. Ia menilai keefektifannya dengan tataran dimana para siswa
mampu dan mau menjadi lebih tahu tentang pilihan-pilihan yang terbuka bagi mereka.

13
BAB III

PENUTUP

Filsafat eksistensialisme lebih menfokuskan pada pengalaman-pengalaman manusia.


Dengan mengatakan bahwa yang nyata adalah yang dialaminya bukan diluar kita. Jika manusia
mampu menginterpretasikan semuanya terbangun atas pengalamannya. tujuan pendidikan adalah
memberi pengalaman yang luas dan kebebasan namun memiliki aturan-aturan. Peranan guru
adalah melindungi dan memelihara kebebasan akademik namun disisi lain guru sebagai
motivator dan fasilitator.

14
DAFTAR PUSTAKA

Achmadi. Asmoro. 2009. Filsafat umum. Jakarta. PT. RajaGrafindo Persada.

Bernadib, Imam. 1976. Filsafat pendidikan. Yogyakarta. Karang Malang

Gandhi HW, TW. 2011. Filsafat pendidikan mazhab-mazhab Filsafat pendidikan. Jojakarta. Ar-
ruzzmedia.

Sadulloh, Uyoh. 2003. Pengantar Filsafat pendidikan. Bandung: Alfabeta

http://id.wikipedia.org/wiki/Eksistensialismehttp://websweet.blogspot.com/2010/11/filsafat-
pendidikan-rekonstruksionisme.html

http://www.blogriez.co.cc/2009/11/filsafat-pendidikan-1.html

15

Anda mungkin juga menyukai