Disusun Oleh :
KELOMPOK VI
1
PENGEMBANGAN INSTRUMEN PENILAIAN HASIL BELAJAR
FISIKA PADA MATERI KINEMATIKA DAN PENERAPANNYA
BERDASARKAN KURIKULUM 2013
1. Pendahuluan
Pendidikan di Indonesia telah mengalami 11 kali perubahan kurikulum
(Depdiknas, 2013). Setiap kurikulum senantiasa dikembangkan berdasarkan pada
filsafat pendidikan tertentu. Filsafat pendidikan itu akan menentukan tujuan
pendidikan yang di canangkan pada masa kini akan dicapai pada masa mendatang
(Sa’dun Akbar, 2013). Kurikulum di era 2000-an yakni KBK (Kurikulum
Berbasis Kompetensi) 2004, KTSP (Kurikulum Tingkat Satuan Pendidikan), dan
Kurikulum 2013 adalah kurikulum yang berbasis pada kompetensi dengan
pembelajaran yang konstruktivistik (Sa’dun Akbar, 2013). Keterlaksanaan
kurikulum berbasis kompetensi sangat ditentukan oleh kemampuan guru untuk
mengembangkan perangkat pembelajaran, yakni pengembangan silabus, buku
ajar, sumber dan media pembelajaran, model pembelajaran, instrumen penilaian
dan RPP.
Kurikulum 2013 merupakan tindak lanjut dari KBK yang pernah
diujicobakan pada tahun 2004 (E. Mulyasa, 2013). Kurikulum 2013 mengacu
pada KBK sebagai pedoman bagai pelaksanaan pendidikan untuk
mengembangkan berbagai ranah pendidikan yang meliputi pengetahuan,
keterampilan dan sikap. Selain menekankan pada aspek kompetensi, kurikulum
2013 juga menekankan pendidikan karakter yang dapat diintegrasikan dalam
seluruh pembelajaran pada setiap bidang studi yang terdapat dalam kurikulum.
Peraturan Mentri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor
81A tahun 2013 Pasal 1 Teang Implementasi Kurikulum menyatakan bahwa
implementasi kurikulum pada sekolah dasar/madrasah ibtidaiyah (SD/MI),
sekolah menengah pertama/madrasah tsanawiyah (SMP/MTs), sekolah menengah
atas/madrasah aliyah (SMA/MA) dan sekolah menegah kejuruan/madarasah
aliyah kejuruan (SMK/MAK) dilakukan secara bertahap mulai tahun pelajran
2013/2014. Hal ini menunjukkan bahwa implementasi kurikulum 2013
diberlakukan di sekolah secara bertahap baik SD/MI, SMP/MTs, SMA/MA
1
maupun SMK/MAK. Secara tidak langsung sekolah dituntut untuk siap dalam
pelaksanaan pelaksanaan implementasi kurikulum 2013.
Setiap kurikulum mempunyai orientasi filisofis dan teoretik tertentu
sehingga berimplikasi pada proses pembelajaran berserta penilaian dan hasil belajr
(Sa’udun Akbar, 2013). Ada tiga istilah yang sering digunakan untuk mengetahui
keberhasilan belajar dari peserta didik. Tiga istilah tersebut adalah evaluasi,
penilaian, dan pengukuran. Raph Tyler dalam buku Arikunto menyatakan bahwa
evaluasi didefinisikan sebagai sebuah proses pengumpulan data untuk
menentukan sejauh mana, dalam hal apa, dan bagaimana tujuan pendidikan sudah
tercapai (Suharsimi Arikunto, 2007). Penilaian adalah suatu proses untuk
mengetahui apakah proses dan hasil dari suatu program kegiatan telah sesuai
dengan tujuan atau krieteria yang telah ditetapkan (Suharsimi Arikunto, 2009).
Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 54 tahun 20013
menyatakan bahwa kompetensi kelulusan mencakup sikap, pengetahuan dan
ketrampilan. Hal ini berarti bahwa proses pembelajaran dan penilaian harus
mengembangkan kompetensi peserta didik yang berhubungan dengan ranah
afektif (sikap), kognitif (pengetahuan) dan psikomotor (keterampilan).
Implementasi kurikulum 2013 kompetensi kelulusan menekankan pada
kompetensi inti yang meliputi sikap spiritual (KI 1), sikap sosial (KI 2),
penegetahuan (KI 3) dan keterampilan (KI 4). Oleh karena itu pendidik
diharapkan mampu melakukan penilaian menyeluruh dan berkesinambungan yang
mencakup semua aspek kompetensi untuk memantau perkembangan peserta didik.
Akan tetapi, dalam penerapannya di beberapa daerah di Indonesia, guru-guru
masih banyak yang kesulitan dalam memahami cara penilaian peserta didik sesuai
kurikulum 2013.
Instrumen penilaian merupakan salah satu bagian dari instrumen evaluasi,
instrument evaluasi merupakan salah satu alat ukur yang digunakan pendidik
dalam melakukan kegiatan evaluasi proses pembelajran maupun terhadap hasil
belajar peserta didik (Suharsimi Arikunto, 2009).
Fisika adalah bagian dari sains. Sains berasal dari kata scientia yang
berarti pengetahuan. Menurut Sudijono A (1996) membicarakan hakikat fisika
sama halnyadengan membicarakan hakikat sains karena fisika merupakan bagian
2
yang tak terpisahkan dari sains. Oleh karena itu, karakteristik fisika pada dasrnya
sama dengan karakteristik sains pada umumnya.
Kaitannya dalam pembelajaran fisika, objek yang diajarkan adalah fisika.
Sedangkan fisika pada dasarnya sama dengan karakteristik sains pada umumnya,
maka dalam belajar fisika tidak terlepas dari penguasaan konsep-konsep dasar
fisika, teori, atau masalah baru yang memerlukan jawaban melalui pemahaman
sehingga ada perubahan dalam diri siswa. Untuk mendapatkan suatu konsep maka
diperlukan suatu cara yaitu metode ilmiah atau scientific methods.
Carin dan Sund dalam Puskur Balitbang Depdiknas (Puskur Balitbang
Depdiknas, 2013) mendefinisikan Fisika sebagai pengetahuan yang sistematis dan
tersusun secara hasil observasi teratur, berlaku umum (universal) dan berupa
kumpulan data hasil observasi dan eksperimen, sehingga objek dalam penelitian
pebelajaran fisika dituntut mencakup proses dan hasil belajar peserta didik.
2. Gagasan
a. Kondisi kekinian gagasan
Guru yang bertugas sebagai evaluator dalam melaksanakan evaluasi
terhadap hasil belajar dituntut melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap
peserta didik, baik dari segi pemahamannya terhadap materi atau bahan pelajaran
yang telah diberikan (aspek kognitif), maupun dari segi penghayatan (aspek
afektif) dan pengalaman (aspek psikomotor) (Sudijono A, 1996). Akan tetapi
berdasarkan observasi yang dilakukan pada pembelajaran fisika di sekolah guru
hanya melakukan penilaian pada aspek pengetahuan saja, belum melakukan
penilaian pada aspek sikap maupun keterampilan. Penilaian aspek keterampilan
masih belum dilakukan dengan benar, untuk penilaian keterampilan guru
menekankan keaktifan peserta didik dalam melakukan percobaan saja.
Semua Sekolah menengah Atas (SMA) di Medan telah menerapkan
kurikulum 2013, implementasi kurikulum 2013 telah diberlakukan untuk kelas X.
Beberapa guru khususnya guru fisika masih mengalami kesulitan dalam
pelaksanaan kurikulum 2013. Sebagai contoh SMA di Medan yang telah
menerapkan kurikulum 2013 telah menerapkan proses pembelajaran fisika dengan
menekankan proses pembelajaran berbasis saintifik. Seperti halnya pada materi
3
hukum Kinematika dan penerapanya terdapat tiga percobaan yang sederhana yang
dapat diterapkan di sekolah, sehingga penilaian proses dan hasil belajar peserta
didik seharusnya dapat dilakukan secara menyeluruh mencakup aspek sikap,
pengetahuan, dan keterampilan. Akan tetapi pada pelaksanaannya, penilaian hasil
belajar pada materi Kinematika dan penerapannya belum dilakukan secara
menyeluruh. Hal ini dikarenakan masih terdapat kendala. Kendala yang
disebutkan oleh guru adalah waktu untuk mempersiapkan KBM. Selain mengajar
guru juga harus melakukan penilaian hasil belajar, belum adanya instrumen
penilaian yang mencakup penilaian hasil belajar, belum adanya instrumen yang
mencakup empat kompetensi inti menyebabkan penilaian yang dilakukan masih
pada aspek pengetahuan saja.
4
3. Pada tahap pengembangan, peneliti (1) membuat rancangan instrumen
penilaian hasil belajar, (2) memvalidasi perangkat pembelajaran ke validator.
Berikut uraian singkat rancangan perangkat pembelajaran dan hasil validasi
perangkat pembelajaran.
4. Langkah Implementasi diasosiasikan dengan penyelenggaraan program
pembelajaran itu sendiri yaitu adanya penyampaian materi pembelajaran dari
guru kepada siswa. Implementasi ini bertujuan untuk mendapatkan masukkan
secara langsung dari guru maupun siswa yang telah mengikuti pembelajaran.
5
mencari nilai Interclass Correlation Coeffisient (ICC). Hasil analisis reliabilitas
instrument aspek afektif memperoleh nilai ICC sebesar 0,99 dengan kategori
Excellent (Istimewa).
2. Instrumen Penilaian Aspek Psikomotorik Penilaian validator untuk instrumen
penilaian aspek psikomotorik didasarkan pada 2 aspek penilaian, yaitu aspek
isi dan aspek bahasa. Berdasarkan penilaian dari validator ahli dan praktisi,
instrument penilaian aspek psikomotorik mendapatkan nilai CVI (Content
Validity Index) sebesar 1, artinya instrument penilaian aspek psikomtorik
termasuk dalam kategori sangat baik digunakan untuk penilaian keterampilan
peserta didik selama proses pembelajaran. Reliabilitas instrument penilaian
aspek psikomotorik ditentukan dengan mencari nilai Interclass Correlation
Coeffisient (ICC). Hasil analisis reliabilitas instrument aspek psikomotorik
memperoleh nilai ICC sebesar 0,99 dengan kategori Excellent (istimewa).
d. Langkah-langkah strategis
1. Tahap Define (pendefinisian)
Pada tahap ini dilakukan pendefinisian tentang analisis awal, analisis
peserta didik, analisis tugas, analisis konsep, dan penentuan produk yang
digunakan.
Analisis Awal
Analisis awal ini berguna untuk mengetahui instrumen yang akan
dikembangkan diperlukan atau tidak. Analisis awal pada penelitian ini didasarkan
pada observasi saat menjalani PPL.
Analisis Peserta Didik
Analisis ini guna menyesuaikan penggunaan instrumen yang
dikembangkan dengan kondisi peserta didik. Pada tahap ini dianalisis karakteristik
peserta didik SMA yang memiliki sikap kerja sama tinggi di dalam kelas sehingga
diterapkan model pembelajaran kooperatif dengan salah satu tipe yaitu tipe Two
Stay-Two Stray.
Analisis Tugas
Pada analisis tugas dilakukan analisis kompetensi inti dan kompetensi
dasar (KI/KD). Analisis tugas akan membantu menetapkan bentuk dan format
6
instrumen yang akan dikembangkan. Adapun materi pokok yang digunakan dalam
penelitian ini adalah Kinematika dan penerapannya.
Analisis Konsep
Analisis konsep merupakan identifikasi konsep-konsep utama yang akan diajarkan
dan menyusun secara sistematis dan merinci konsep-konsep yang relevan serta
mengaitkan konsep yang satu dengan konsep lain yang relevan sehingga
membentuk peta konsep.
Penentuan Instrumen yang Dikembangkan
Penentuan produk yang akan dikembangkan terdiri dari penyusunan
instrumen penilaian aspek afektif beserta sebaran butir dan aspek psikomotorik
beserta sebaran butirnya. Instrumen ini disusun berdasarkan indikatorindikator
penilaian sesuai dengan Kompetensi Inti 2 (KI 2) dan Kompetensi Inti 4 (KI 4).
7
Uji Coba Terbatas
Tahap ini bertujuan untuk mendapatkan data empiris tentang reliabilitas
instrumen penilaian peserta didik dalam aspek afektif dan psikomotorik.
Revisi II
Revisi II dilakukan setelah hasil revisi I diujicobakan secara terbatas. Hasil
revisi II dalam penelitian ini tidak ada dikarenakan nilai reliabilitas instrumen dari
hasil coba terbatas sudah sangat reliabel untuk digunakan pada tahap selanjutnya.
Uji Coba Luas
Uji coba luas bertujuan untuk mengukur tingkat kemampuan peserta didik
dalam cakupan yang lebih luas, baik kemampuan afektif maupun psikomotor.
8
a. Angket Validasi Penilaian Afektif dan Psikomotor
Dilakukan analisis Content Validity Ratio (CVR) menurut Lawsche dalam
Azwar (2015:135) untuk mengukur validitas instrumen penilaian. Dalam
pendekatannya ini sebuah panel yang terdiri dari para ahli menyatakan apakah
butir dalam skala sifat esensial. Nilai CVR dapat dihitung melalui cara berikut :
2𝑛𝑒
𝐶𝑉𝑅 = ( )− 1 (1)
𝑛
Keterangan:
ne : banyaknya ahli yang menilai suatu sistem esensial
n : banyaknya ahli yang menilai
Angka CVR bergerak antara -1.00 sampai dengan +1.00, dengan CVR =
0,00 berarti bahwa 50% dari ahli dalam panel menyatakan butir adalah esensial
dan karenanya dikatakan valid.
b. Angket Validasi RPP
Tingkat kelayakan RPP diketahui dengan menggunakan analisis
penskoran rata-rata dan hasil tersebut dikonversikan ke dalam sebuah kategori
penilaian. Pedoman konversi ditunjukkan pada Tabel 1 menurut Widiyoko
(2009:238).
Tabel 1. Interval Nilai pada Level Kemampuan
No Rentang Skor Kategori Kualitas
1 Mi + 1,8 Sdi < X Sangat Baik
2 Mi + 0,6 Sdi < X ≤ Mi + 1.8Sdi Baik
3 Mi - 0,6 Sdi < X ≤ Mi + 0,6Sdi Cukup
4 Mi - 1,8 Sdi < X ≤ Mi - 0,6Sdi Kurang
5 X≤ Mi-1,8Sdi Sangat Kurang
Keterangan:
X : Skor penilaian
Sdi : Standar deviasi ideal
1 1
𝑥 ( 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 − 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙)
2 3
9
Mi : Rata-rata ideal
1
( 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑡𝑖𝑛𝑔𝑔𝑖 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙 + 𝑠𝑘𝑜𝑟 𝑡𝑒𝑟𝑒𝑛𝑑𝑎ℎ 𝑖𝑑𝑒𝑎𝑙)
2
Keterangan:
PA: Percentage of Agreement
A : Skor total hasil penilaian oleh banesmart.
B : Skor total hasil penilaian oleh rater Rater dikatakan lolos sebagai observer
jika nilai PA > 75 %.
10
3. Lembar Observasi Keterlaksanaan RPP
Analisis ini dilihat dari skor pengisian lembar observasi oleh observer
kemudian dianalisis dengan menghitung persentase keterlaksanaan RPP yang
dirumuskan sebagai berikut. (Sudjiono, 2012: 43)
𝑓
𝑃= 𝑋 100 % (2)
𝑁
Keterangan:
P = angka persentase
f = frekuensi yang sedang dicari persentasenya
N=jumlah frekuensi
Kemudian, kriteria RPP dikatakan layak digunakan dalam pembelajaran
jika keterlaksanaannya memenuhi persyaratan sebagai berikut. (Yuni Yamasari,
2010: 4).
Tabel 3. Rentang Persentase dan Kriteria
Keterlaksanaan RPP
Rentang Persentase
Rentang Persentase (%) Kriteria
P > 85 Sangat Baik
70 ≤ P <85 Baik
50 ≤ P <70 Kurang Baik
P < 50 Tidak Baik
11
3 Mi - 0,6 Sdi < X ≤ Mi + 0,6Sdi Sedang
4 Mi - 1,8 Sdi < X ≤ Mi - 0,6Sdi Rendah
5 X≤ Mi-1,8Sdi Sangat Rendah
3. Simpulan
Instrumen penilaian merupakan salah satu bagian dari instrumen evaluasi,
instrument evaluasi merupakan salah satu alat ukur yang digunakan pendidik
dalam melakukan kegiatan evaluasi proses pembelajaran maupun terhadap hasil
peserta didik.
Evaluasi dalam melaksanakan evaluasi terhadap hasil belajar dituntun
melakukan evaluasi secara menyeluruh terhadap peserta didik, baik dari segi
pemahamannya terhadap materi atau bahan pelajaran yang telah diberikan (aspek
kognitif), maupun dari segi penghayatan (aspek afektif) dan pengalaman (aspek
psikomotor). Akan tetapi berdasarkan observasi yang dilakukan pada
pembelajaran fisika di sekolah guru hanya melakukan penilaian pada aspek
pengetahuan saja, belum melakukan penilaian pada aspek sikap maupun
keterampilan.
Solusi yang pernah ditawarkan menggunakan Model pengembangan
perangkat pembelajaran mengacu pada jenis pengembangan model ADDIE.
Model ADDIE merupakan model desain sistem pembelajaran yang
memperlihatkan tahapan-tahapan dasar desain sistem pembelajaran yang
sederhana dan mudah dipelajari, serta sesuai dengan karakteristik pendekatan
saintifik.
Solusi yang ditawarkan melalui model pembelajaran kooperatif tipe Two
Stay-Two Stray dimana produk pengembangan disini adalah instrumen penilaian
peserta didik aspek afektif dan psikomotorik
12
Daftar Pustaka
13