Anda di halaman 1dari 10

Psikologi Pendidikan

CRITICAL JOURNAL REVIEW

Disusun Oleh:

Yona Riska Amalia Ritonga ( 4151121077 )

Kelas: Fisika Reguler E 2015

Dosen Pengampu:

Dra. Nurmania, M.Pd

JURUSAN FISIKA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2018
KATA PENGANTAR

Dengan menyebut nama Allah SWT yang Maha Pengasih lagi Maha
Penyayang, saya panjatkan puja dan puji syukur atas kehadirat-Nya, yang telah
melimpahkan rahmat, hidayah, dan inayah-Nya, sehingga penulis dapat
menyelesaikan Critical Journal Review mata kuliah Bahasa Indonesia ini.
Critical Journal Review ini telah penulis susun dengan maksimal dan
mendapatkan bantuan dari berbagai pihak sehingga dapat memperlancar dalam
pembuatannya. Untuk itu penulis menyampaikan banyak terimakasih kepada
semua pihak yang telah berkontribusi dalam pembuatan Critical Journal Review
ini.
Terlepas dari semua itu, penulis menyadari sepenuhnya bahwa masih ada
kekurangan baik dari segi susunan kalimat maupun tata bahasanya. Oleh karena
itu dengan tangan terbuka penulis menerima segala saran dan kritik dari pembaca
agar dapat memperbaiki Critical Journal Review ini.
Semoga Critical Journal Review sederhana ini dapat dipahami bagi siapa pun
pembacanya. Sekiranya Critical Journal Review ini dapat berguna bagi penulis
sendiri maupun bagi orang yang membacanya.

Medan, April 2018

Penulis
REVIEW JURNAL

Pelatihan Pengasuhan untuk Meningkatkan Pemahaman


Judul dan Kualitas Pengasuhan Orang Tua Anak GPP/H.

Jurnal Humanitas (Jurnal Psikologi Indonesia)


Dowload http://journal.uad.ac.id/index.php/
Volume Vol. 11, No. 1 : Halaman 55 – 68
dan Halaman ISSN : 1693-7236
Tahun Januari 2014

Ratna Yunita Setiyani S, Indria Laksmi Gamayanti dan


Penulis
Siti Urbayatun.z

Reviewer Yona Riska Amalia Ritonga


Tanggal 7 Maret 2018
Untuk meningkatkan pemahaman orang tua mengenai
permasalahan anak dengan GPP/H, serta manajemen
Tujuan Penelitian perilaku anak dengan GPP/H diharapkan dapat
membantu orang tua dalam meningkatkan kualitas
pengasuhannya melalui pelatihan yang diadakan.
6 pasangan orang tua (ayah dan ibu) anak prasekolah yang
Subjek Penelitian
memiliki anak dengan GPP/H.
Pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan
Assesment Data
lembar observasi dan wawancara.
Penelitian ini menggunakan rancangan quasi eksperimental
Metode dengan desain nonrandomized pretest-posttest control group
design dan try-out terpakai. Pengolahan data dilakukan
Penelitian dengan uji statistic Uji Mann-WhitneyWilcoxon dan Uji
Kruskal Wallis.
Hasil Penelitian Adanya perbedaan pengaruh antara pretest, posttest dan
follow-up, artinya terdapat peningkatan pemahaman
tentang GPP/H dan pengasuhan yang berkualitas sebelum
dan sesudah hingga program lanjutan diberikan pada
subjek yang diberikan perlakuan berupa pelatihan
pengasuhan.
Tabel 6. di atas merupakan hasil darin analisis
mengunakan uji Kruskal Wallis yang akan digunakan
untuk menunjukkan perbandingan antara hasil pretest,
posttest dan follow-up pada masing-masing kelompok.
Berdasarkan tabel di atas tampak pada variabel eksperimen
didapatkan nilai signifikansi sebesar 0,020 < 0,05. Hal
tersebut menunjukan adanya perbedaan pengaruh antara
pretest, posttest dan follow-up, artinya terdapat
peningkatan pemahaman tentang GPP/H dan pengasuhan
yang berkualitas sebelum dan sesudah hingga program
lanjutan diberikan pada subjek yang diberikan perlakuan
berupa pelatihan pengasuhan.

Kelebihan 1. Dari aspek ruang lingkup isi artikel ini sudahlah


dan Kekurangan bagus dan lengkap karena penelitian ini didasarkan
atas sumber-sumber yang bagus sesuai dengan daftar
Penelitian
isi yang terdapat pada artikel tersebut. Selain itu,
artikel ini juga sudah terakreditasi dan berstandar
nasional.
2. Dari aspek tata bahasa, artikel tersebut sudah
menggunakan bahasa Indonesia yang baik dan benar,
seperti pada penulisan kalimat yang berbahasa lain
(bahasa Inggris) peneliti memiringkan tulisan nya.
Pada isi artikel ini juga dilengkapi dengan tabel dan
gambar sehingga memudahkan pembaca untuk
memahami isi artikel tersebut. Hanya saja untuk
tampilan diagram yang dibuat oleh peneliti memiliki
ukuran tulisan yang kecil, sehingga pembaca sulit
untuk membacanya.
Kesimpulan Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan dapat
diambil kesimpulan bahwa Pelatihan pengasuhan
merupakan salah satu bentuk intervensi psikososial yang
telah terbukti efektif untuk mengajarkan teknik
pengasuhan bagi orang tua yang memiliki anak dengan
GPP/H usia 4-12 tahun. Dalam hal ini penekanan
utamanya adalah mengajarkan cara menerapkan prinsip
manajemen perilaku kepada orang tua, oleh karena itu
diperlukan kesediaan orang tua untuk mengikuti kegiatan
secara menyeluruh. Selain itu, diperlukan kesadaran dalam
diri orang tua, bahwa kegiatan yang orang tua ikuti penting
untuk menangani permasalahan tingkah laku anak. Dalam
hal mendidik anak terutama anak dengan GPP/H diperlukan
sikap orang tua yang sesuai, karena jika orangtua tidak
memahami dengan kondisi anaknya yang berbeda dengan
anak lain, maka perilaku anak akan cenderung menjadi
semakin parah.

A. Latar Belakang Teori


Anak hiperaktif adalah anak yang mengalami gangguan pemusatan
perhatian dengan hiperaktivitas (GPPH) atau attention deficit and hyperactivity
disorder (ADHD). Kondisi ini juga disebut sebagai gangguan hiperkinetik. Dahulu
kondisi ini sering disebut minimal brain dysfunction syndrome. Gangguan
hiperkinetik adalah gangguan pada anak yang timbul pada masa perkembangan
dini (sebelum berusia 7 tahun) dengan ciri utama tidak mampu memusatkan
perhatian, hiperaktif dan impulsif. Ciri perilaku ini mewarnai berbagai situasi dan
dapat berlanjut hingga dewasa. Dr. Seto Mulyadi dalam bukunya “Mengatasi
Problem Anak Sehari-hari“ mengatakan pengertian istilah anak hiperaktif adalah :
Hiperaktif menunjukkan adanya suatu pola perilaku yang menetap pada seorang
anak. Perilaku ini ditandai dengan sikap tidak mau diam, tidak bisa berkonsentrasi
dan bertindak sekehendak hatinya atau impulsif. Sedangkan menurut Sani
Budiantini Hermawan, Psi., “Ditinjau secara psikologis hiperaktif adalah
gangguan tingkah laku yang tidak normal, disebabkan disfungsi neurologis
dengan gejala utama tidak mampu memusatkan perhatian. Para ahli mempunyai
perbedaan pendapat mengenai hal ini, akan tetapi mereka membagi ADHD ke
dalam 3 jenis berikut ini :
a. Tipe anak yang tidak bisa memusatkan perhatian
Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, tetapi tidak hiperaktif atau
Impulsif. Mereka tidak menunjukkan gejala hiperaktif. Tipe ini kebanyakan ada
pada anak perempuan. Mereka seringkali melamun dan dapat digambarkan seperti
sedang berada “di awang-awang”.
b. Tipe anak yang hiperaktif dan impulsif
Mereka menunjukkan gejala yang sangat hiperaktif dan impulsif, tetapi
bisa memusatkan perhatian. Tipe ini seringkali ditemukan pada anak- anak kecil.
c. Tipe gabungan
Mereka sangat mudah terganggu perhatiannya, hiperaktif dan impulsif.
Kebanyakan anak anak termasuk tipe seperti ini. Jadi yang dimaksud dengan
hiperaktif adalah suatu pola perilaku pada seseorang yang menunjukkan sikap
tidak mau diam, tidak terkendali, tidak menaruh perhatian dan impulsif (bertindak
sekehendak hatinya). Anak hiperaktif selalu bergerak dan tidak pernah merasakan
asyiknya permainan atau mainan yang disukai oleh anak-anak lain seusia mereka,
dikarenakan perhatian mereka suka beralih dari satu fokus ke fokus yang lain.
Mereka seakan-akan tanpa henti mencari sesuatu yang menarik dan mengasikkan
namun tidak kunjung datang.
Saat ini mulai banyak muncul keluhan - keluhan dan kesulitan pada anak
terutama yang terkait dengan kesulitan belajar, seperti kesulitan menyesuaikan diri
dengan lingkungan, kesulitan belajar mengenal angka, huruf, menulis, duduk diam
di kelas dan fokus pada sesuatu/ berkonsentrasi.Kesulitan pada anak terutama
yang terkait dengan belajar, kesulitan dalam mengontrol gerakan, dan
hiperaktivitas dapat menimbulkan masalah di sekolah selama masa kanak-kanak
dan remaja (Gromisch, 2013).
Martin (dalam Barkley, 2006) mengatakan bahwa lingkungan melihat anak
GPP/H sebagai anak yang memiliki sikap tidak kooperatif, kurang konsentrasi, “susah
diatur”, dan tidak mau diam. Betapapun kerasnya usaha orang tua dalam
mengarahkan, anak GPP/H terus saja melamun, tidak mampu untuk duduk tenang,
mengganggu, mengamuk, mengabaikan tanggung jawabnya dan tidak mampu
menjalin hubungan pertemanan, apalagi persahabatan dengan orang lain. Kondisi
hubungan relasi sosial yang buruk ini menimbulkan kekhawatiran pada
orang tua. Catatan-catatan dari guru di taman bermain anak, keluhan-keluhan dari
orang tua siswa lain menambah peningkatan kondisi stres pada orang tua yang
memiliki anak GPP/H. Bahkan dapat mengakibatkan persepsi orang tua terhadap
dirinya sendiri menjadi buruk dan merasa tidak mampu berperan sebagai orang tua
yang baik. Hal ini menarik bagi peneliti mengingat yang diutarakan Barkley
(2006) bahwa kurangnya pengetahuan orang tua mengenai keterbatasan anak
dalam mengarahkan perilaku anak dan rentang perhatian mereka, membuat pola
perilaku orang tua terhadap anak menjadi tidak tepat.

Menurut Gomez & Sanson (Briesmeister & Schaefer, 2007) kondisi stres
orang tua dalam menangani perilaku anak GPP/H dapat berimbas pada rendahnya
kualitas pengasuhan yang diberikan orang tua terhadap anak GPP/H. Orang tua
menjadi banyak mengontrol, kurang responsif terhadap pertanyaan anak, sering
memerintah, kurang konsisten dan memberikan hukuman sebagai metode yang
dianggap mampu mendisiplinkan anak, serta hanya sedikit memberikan
perhatian terhadap perilaku yang positif. Akibatnya gejala GPP/H terus berlanjut
dan berkembang berbagai gejala.
Orang tua sering bingung dan merasa kesulitan merawat seorang anak
GPP/H. Orang tua dan anak akan terjebak dalam lingkaran dari konfrontasi dan
konflik. Ini akan memicu perasaan bersalah, terutama ketika orang tua
mengatakan dan melakukan hal-hal yang sebenarnya tidak boleh dikatakan dan
dilakukan oleh orang tua. Seluruh keluarga akhirnya sering berada pada titik kritis,
sehingga setiap anggota keluarga saling menyalahkan atas terjadinya masalah itu,
walaupun mungkin dalam hati kecil masing-masing merasa bahwa dirinyalah yang
mungkin bersalah (Pentecost, 2004).
Menurut Flanagen (2005) permasalahan lain yang timbul akibat perilaku
anak dengan GPP/H ini adalah, orang tua pada umumnya sulit untuk memahami dan
menerima anak. Orang tua menjadi cemas, kecewa dan biasanya bersikap menuntut
atau menekan anak. Permasalahan menjadi kusut seperti lingkaran setan, yang
sebenarnya dapat dihindari. Banyak orang tua yang kelelahan karena berusaha
mengatasi perilaku anak-anak mereka dan mendekati depresi setelah mengetahui
bahwa anaknya mengalami GPP/H.

B. Hasil dan Pembahasan


1. Identitas Jurnal Pembanding
a. Jurnal I
Judul : Kepribadian Big Five Dan Strategi Regulasi
Emosi Ibu Anak ADHD (Attention Deficit
Hyperactivity Disorder)
Jurnal : Humanitas ( Jurnal Psikologi Indonesia )
Download : http://journal.uad.ac.id/idex.php/
Volume/Halaman : Vol. 7, No. 2 : Halaman 123 - 137
No. ISSN : 1693 - 7236
Tahun : Agustus 2010
Penulis : Erlina Listyanti Widuri
b. Jurnal II
Judul : Hubungan Antara Defisiensi Besi dengan
Attention Deficit/ Hyperactivity Disorder Pada
Anak
Jurnal : Jurnal Psikologi Universitas Gajah Mada
Download : https://jurnal.ugm.ac.id/jpsi
Volume/Halaman : Vol. 17, No. 1 : Halaman 29 - 34
No. ISSN : 0215 - 8884
Tahun : Juni 2015
Penulis : Desi Fajar Susanti, Sunartini H dan Retno
Sutomo

2. Pembahasan
Adapun dari jurnal yang telah direview berkaitan dengan dua jurnal
pembanding yang telah dilaporkan diatas, dimana ketiga jurnal tersebut
sama-sama membahas tentang anak ADHD (Attention Deficit
Hyperactivity Disorder) atau dalam bahasa Indonesia anak dengan
Gangguan Pemusatan Perhatian/Hiperaktif (GPP/H). Namun , yang
menjadi subjek penelitian dari kegia artikel ini yaitu orangtua dari anak
dengan GPP/H.
ADHD adalah suatu kelainan medis yang dapat dikenali dan memiliki ciri
tersendiri yang cenderung merupakan keturunan (Flanagen, 2003). Secara
umum ada tiga jenis perilaku yang dikaitkan dengan kelainan ini, yaitu sikap
kurang memperhatikan sekeliling (inattentiveness) atau mudah terganggu
(distractibility), sikap menurutkan kata hati (impulsiveness) dan hiperaktivitas
(Flanagen, 2003). Pentecost (2004) menjelaskan lebih lanjut tentang gejala-
gejala pada anak ADHD bahwa kurangnya pemusatan perhatian yang
menyebabkan anak lebih mudah terganggu dibandingkan anak-anak lainnya,
dan sama sekali tidak dapat berkonsentrasi pada tugas-tugasnya, akibatnya
prestasi sekolah buruk dan mengganggu anak-anak lain. Impulsivitas ditandai
dengan selalu melakukan tindakan yang beresiko, berbuat tanpa berpikir
dahulu dan seolah-olah tidak sadar terhadap akibatnya, dan seolah-olah tidak
mendengar. Hiperaktivitas ditandai dengan selalu “ingin pergi” sulit untuk
diikuti, tidak pernah dapat diam, bergoyang-goyang, mengetuk-ngetukkan jari-jari
tangan atau kaki, mengayun-ayunkan tungkai, memutar-mutar badan, biasanya
mengerjakan beberapa hal sekaligus dan tidak pernah dapat duduk
tenang.
Kebanyakan orangtua mengalami shock bercampur perasaan sedih,
khawatir, cemas, takut dan marah ketika pertama kali mendengar diagnosis
bahwa anaknya mengalami ADHD. Ibu dari anak ADHD sering merasa
bersalah ketika mengetahui anak mengalami kelainan tersebut. Oleh karena
itu, sesuai dengan Ratna Yunita, dkk : 2014 membuat serangkaian pelatihan
pengasuhan untuk meningkatkan pemahaman dan kualitas pengasuhan
orang tua anak GPP/H.
Orang tua umumnya belum mengetahui tentang GPP/H dan bagaimana
tindakan yang tepat dalam menangani permasalahan tingkah laku anak
GPP/H. Terbatasnya pengetahuan orang tua tentang permasalahan tingkah laku
anak dan kemampuan menangani perilaku tersebut menjadikan orang tua rentan
mengalami permasalahan terkait dengan anak, seperti kecewa, tertekan,
memendam amarah yang kemudian tidak terkontrol sehingga keluar lewat
emosi dalam bentuk fisik dan psikis, malu pada orang lain karena perilaku
anak, serta perasaan bingung harus bagaimana dalam memberi pengasuhan/
mengarahkan anak. Selain itu orang tua menjadi mudah lelah dan saling
menyalahkan atas terjadinya permasalahan tingkah laku anak kepada
pasangannya, sehingga hubungan antara ayah dan ibu sebagai orang tua menjadi
tidak harmonis.
Sejalan dengan hal ini pada Erlina Listyanti : 2010, mengungkapkan bahwa
kepribadian seorang ibu akan membawa pengaruh besar terhadap pertumbuhan
dan perkembangan anak. Hubungan yang harmonis akan membawa kearah hidup
yang lebih bahagia. Ibu merupakan sosok didalam keluarga yang mengemban
tanggung jawab untuk mengasuh anak. Apabila orangtua tidak mampu untuk
menekan emosi negatif yang terjadi pada dirinya, inilah yang mengakibatkan pola
pengasuhan responsif terhadap anak.
Dalam Desi, dkk : 2015 mengungkapkan bahwa salah satu faktor
penyebab seorang anak anak mengalami ADHD yaitu, feritin serum merupakan
indikator besi di dalam tubuh yang reliabel termasuk di otak. Kadarnya yang
rendah dapat digunakan sebagai deteksi dini adanya defisiensi besi. Defisiensi
besi dapat menyebabkan gangguan neurotransmisi di otak dan diduga memiliki
peranan pada patofisiologi ADHD. Pendapatan per kapita keluarga
berpengaruh terhadap pemenuhan kebutuhan gizi dalam hal ini
mikronutrien besi. Berdasarkan hal tersebut, pemenuhan kebutuhan zat besi
pada kelompok anak ADHD sangat mungkin lebih baik dibanding anak tanpa
ADHD sehingga berdampak pada kadar feritin serum.
Jadi, dapat disimpulkan bahwa seorang anak yang mengalami gangguan
pemusatan perhatian/hiperaktif disebabkan oleh kurangnya kandungan
indikator besi didalam tubuh anak. Selain itu, sikap orangtua dalam mengasuh
serta mendidik anak sangatlah berpengaruh terhadap tumbuh kembang anak
tersebut, terutama terhadap anak yang mengalami attention deficit and
hyperactivity disorder (ADHD) atau disebut juga dengan gangguan pemusatan
perhatian/hiperaktif (GPPH). Oleh karena itu, pendidikan pemahaman tentang
anak dengan GPPH sangatlah diperlukan bagi orangtua dan sangat membantu
untuk mengatasi permasalah yang terjadi pada anaknya dengan tindakan yang
tepat.

Anda mungkin juga menyukai