Anda di halaman 1dari 2

Pengendalian Eutrofikasi Perairan Waduk dengan Perikanan: Studi Kasus di Waduk

Sermo.
Secara ekologis, unsur hara (nitrogen dan fosfor) dan ikan merupakan bagian dari
ekosistem perairan danau dan waduk. Unsur hara sebagai komponen abiotik sedangkan
ikan termasuk plankton sebagai komponen biotik. Dalam perkembangannya, akibat
dampak pembangunan dan kebutuhan akan pangan, pemanfaatan danau dan waduk sering
terjadi secara berlebihan sehingga berdampak pada kerusakan sumber daya perairan
dan keragaman biologi itu sendiri. Sebagai contoh pembendungan sungai untuk waduk
telah menghalangi migrasi ikan; pembuangan limbah dan penangkapan ikan secara
berlebih menyebabkan punahnya beberapa jenis ikan. Kemudian pemanfaatan perairan
danau dan waduk melebihi daya dukung, terutama untuk budidaya ikan dengan karamba
jaring apung (KJA) menyebabkan eutrofikasi (penyuburan) perairan. Padahal budidaya
ikan dengan KJA secara ekonomi dapat meningkatkan produksi ikan, membuka lapangan
kerja dan meningkatkan pendapatan penduduk di sekitar waduk (Guo dan Lie, 2003).
Dengan semakin tinggi akumulasi sedimen dan unsur hara nitrogen serta fosfor dari
air sungai masuk dan limbah organik dari sisa pakan dan kotoran ikan, maka
keberlanjutan usaha budidaya ikan di perairan waduk dan danau perlu dievaluasi.
Selain dari limbah organik dari budidaya ikan, limbah yang terbawa air masuk dan
aktivitas penduduk di sekitar waduk dan danau juga menambah akumulasi sedimen.
Limbah organik dalam air dan sedimen waduk mengalami dekomposisi dan meningkatkan
konsentrasi unsur nitrogen (N) dan fosfor (P), yang dapat mendorong pertumbuhan
fitoplankton. Pada konsentrasi yang optimum, unsur hara N dan P menguntungkan bagi
pertumbuhan fitoplankton yang merupakan makanan ikan, sehingga dapat meningkatkan
produksi ikan di waduk.
Namun ketika konsentrasi unsur-unsur tersebut tinggi, terjadi pertumbuhan
fitoplankton yang berlebih (blooming) atau eutrofikasi dan bisa terjadi pencemaran
air waduk. Apabila sudah parah, kualitas air akan menurun, air berubah menjadi
keruh, oksigen terlarut rendah, timbul gas-gas beracun dan bahan beracun
(cyanotoxin) (Sugiura et al., 2004). Kondisi tersebut bias menjebabkan perairan
waduk kurang layak untuk sumber air baku air minum dan rekreasi serta daya dukung
lingkungan untuk fungsi yang utama akan menurun. Oleh karena itu maka penelitian
tentang eutrofikasi N dan P di perairan Waduk Sermo perlu dilakukan. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengevaluasi tingkat eutrofikasi perairan waduk,
menghitung daya dukung budidaya ikan, menghitung neraca N total dan P total serta
melakukan simulasi pengendaliannya dengan perikanan.
Perairan waduk dan sungainya secara longitudinal dibagi menjadi lima daerah. Tiap
daerah kemudian ditentukan titiknya, yaitu daerah sungai masuk (empat sungai
masing-masing satu titik), hulu waduk (empat titik), tengah waduk (3 titik), hilir
waduk (3 titik) dan sungai keluar (satu titik). Pengamatan dilakukan tiap bulan
selama 12 bulan.
Untuk mengambil contoh air di seluruh titik di perairan waduk mengunakan ponton
bermesin motor tempel. Contoh air diambil menggunakan water sampler kapasitas 10 L,
sedangkan di sungai menggunakan ember. Parameter suhu air, O2 terlarut, CO2 bebas,
pH, alkalinitas, kecerahan dan kekeruhan diukur langsung di lapangan, sedangkan
amonia (NH3), amonium (NH4 +), nitrit (NO2-), nitrat(NO3 -), N total, fosfat (PO4
-), P total dan plankton diamati di laboratorium. Pengolahan dan analisis data
dilakukan dengan analisis deskriptif dan statistik. Eutrofikasi air oleh N dan P
dianalisis secara diskriptif.
Pengendaliannya menggunakan metode simulasi dengan asumsi: 1) beban N total dan P
total pada tahun berikutnya sama dengan beban pada tahun yang diamati ditambah
residu; 2) residu adalah selisih antara input N total dan P total yang berasal dari
pemberian pakan ikan, aktivitas penduduk dan air hujan di waduk dengan output yang
melalui air keluar dan air minum, ikan budidaya dan ikan tangkap; 3) pemasukan N
total dan P total dari aktivitas penduduk dan air hujan di waduk diabaikan karena
jumlahnya relatif kecil dan; 4) beban N total dan P total dalam air masuk sama
dengan beban air keluar dengan mengatur volume air keluar

Analisis Restorasi Ekosistem Wilayah Pesisir Terpadu Berbasis Co-Management: Studi


Kasus di Kecamatan Ujung Pangkah dan Kecamatan Bungah, Kabupaten Gresik
Restorasi merupakan upaya untuk memperbaiki kembali kondisi suatu wilayah yang
sudah rusak lingkungannya akibat dari kegiatan manusia yang makin tidak rasional
dan karena proses alam yang perubahannya sangat dtrastis akibat pengaruh global
warming. Restorasi berupaya untuk melakukan perbaikan untuk mengembalikannya ke
kondisi semula. Hal ini mengingat kondisi yang mendukung seperti kondisi hidrologi
sudah mengalami perubahan.
Untuk mengetahui bagaimana strategi restorasi yang tepat mengatasi kerusakan
pesisir, diperlukan penelitian di Kabupaten Gresik pada 2 (dua) kecamatan terpilih
yaitu di kecamatan Ujung pangkah dan kecamatan Bungah. Kabupaten Gresik dipilih
sebagai sampel karena Kabupaten Gresik memiliki tingkat kerusakan wilayah pesisir
yang salah satunya paling parah di propinsi Jawa Timur. Buku Laporan SLHD Propinsi
Jawa Timur (2010) menyatakan bahwa untuk wilayah Gresik sebagian besar mangrovenya
telah direklamasi menjadi kawasan pergudangan dan industri. Kerusakan terumbu
karang di kawasan pantai utara Jawa Timur mulai kabupaten Tuban, Lamongan, Gresik,
serta pesisir Pulau Madura sangat memprihatinkan karena hampir 60% terumbu karang
dikawasan tersebut rusak parah.
Menurut hasil penelitian yang dilakukan oleh ITB bersama Pemerintah Kabupaten
Gresik (2011) bahwa perairan kecamatan Ujung Pangkah dikategorikan tercemar ringan.
Indeks pencemaran laut berada pada tingkat 1-5. Namun ada beberapa zat yang
diketemukan melebihi baku mutu diantaranya kandungan tembaga mencapai 0,218
miligram per liter (standar baku mutu 0,005mg/lt). Kandungan zat seng (Zn) mencapai
0,27mg/lt (standar baku mutu 1,5 � 1,0 mg/lt). Angka ini mengindikasikan tercemar
sangat berat. Kandungan ammonia (NH3) serta logam berat berada diatas standar baku
mutu yaitu pada tingkat 0,3mg/lt, hasil pengkuruan di Ujung pangkah mencapai
0,4mg/lt. Disamping itu ada indikator pencemar lain yaitu hidrokarbon cair yang
berasal dari tumpahan minyak dan gas kelaut yang berasal dari bahan bakar perahu
dan diduga tingkat pencemarannya sampai pada tingkat yang mengkhawatirkan.
Berdasarkan observasi lapang di desa Banyu Urip, Kecamatan Ujung pangkah,
sumberdaya alam didaerah ini semakin tahun mengalami degradasi. Hasil tangkapan
nelayan dan hasil panen tambak semakin menurun baik secara kualitas maupun
kuantitas. Hal ini disebabkan karena adanya pembukaan lahan pertanian di daerah
hulu, pengaliran limbah industri di daerah aliran sungai (DAS) yang menghasilkan
limbah kimiawi (hidrokarbon, logam berat, dan yang lain-lain) yang masuk melalui
aliran sungai.
Untuk dapat menganalisis strategi restorasi terpadu dan menyusun rencana tindak
program restorasi ekosistem terpadu digunakan metode penelitian deskriptif,
partisipastif dan eksploratif. Sedang untuk menyusun restorasi ekosistem terpadu
digunakan model Collaborative Management.

Anda mungkin juga menyukai