Anda di halaman 1dari 54

Interpretasi Data Laboratorium Klinik

Makalah Infeksi Saluran Kemih & Ginekologi

(Benign Prostatic Hyperplasia, Menstruasi & Kontrasepsi)

Disusun Oleh :

2PSPA2A1 & 2PSPA2A2

• Arif Ismunandar (21172006) • Annisa Zakkiya (21172067)

• Dian Yuli (21172014) • Ayu Wahyu Pertiwi N (21172074)

• Fahridha Aurania (21172020) • Faiz Jundi (21172081)

• Kalika Fallah (21172026) • Herna Yuliani (21172088)

• M. Agung Ramadhan (21172035) • M. Anto Trijatmiko (21172097)

• Novrianti Handayani (21172041) • Rina Octaviana ( 21172104)

• Refki Okta Triadi (21172047) • Selyana Putri (21172111)

• Satria Jodi (21172053) • Wulan Purnamasari (21172120)

• Yuliana Agustina (21172060)

Program Studi Profesi Apoteker

Sekolah Tinggi Farmasi Bandung

2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG
Infeksi Saluran kemih adalah suatu infeksi yang melibatkan ginjal, ureter, istilah
umum yang menunjukkan keberadaan mikroorganisme dalam urin, Sedangkan Ginekologi
ilmu yang mempelajari dan menangani kesehatan alat reproduksi wanita (organ kandungan
yang terdiri atas rahim, vagina dan indung telur).
Dalam makalah ini cakupan pembahasan yang akan dibahas meliputi Benign Prostatic
Hyperplasia (BPH), Menstruasi, & Kontrasepsi.
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) merupakan suatu kondisi yang mempengaruhi
salah satu organ genital pria yaitu kelenjar prostat, yang membungkus uretra posterior
terletak dibawah leher kantung kemih, bila mengalami pembesaran uretra tersumbat &
menyebabkan terhambatnya aliran urine untuk keluar dari kantung kemih. Jadi definisi BPH
adalah pembesaran progresif jinak dari sel stroma & sel epitel kelenjar prostat sehingga
menimbulkan gejala LUTS (lower urinary tract symptom) dimana jalan urine (uretra)
tersumbat biasanya dialami laki - laki berusia di atas 50 tahun.

Menstruasi adalah gejala periodik pelepasan darah dan mukosa jaringan dari lapisan
dalam rahim melalui vagina. Menstruasi diperkirakan terjadi setiap bulan selama masa
reproduksi, dimulai saat pubertas (menarche) dan berakhir saat menopause, kecuali selama
masa kehamilan. Berdasarkan pengertian klinik, menstruasi dinilai berdasarkan 3 hal : Siklus
menstruasi, lama menstruasi, dan jumlah darah yang keluar.

Kontrasepsi adalah upaya untuk mencegah terjadinya kehamilan dapat bersifat


sementara atau permanen .

Benign prostatic Hyperplasia hanya terjadi pada pria karena wanita tidak memiliki
kelenjar prostat dan di Indonesia, penyakit ini menjadi urutan kedua setelah penyakit batu
saluran kemih, jika dilihat secara umumnya, diperkirakan hampir 50 % pria Indonesia yang
berusia di atas 50 tahun, dengan kini usia harapan hidup mencapai 65 tahun ditemukan
menderita penyakit PPJ atau BPH ini.

Menstruasi adalah proses siklus yang dialami oleh wanita yang sudah dewasa (semua
sistem reproduksinya suah aktif) siklus menstruasi kadang berlangsung pasang surut dan
berubah-ubah setiap bulannya yang dapat menimbulkan masalah gangguan menstruasi.
Gangguan yang dialamipun bervariasi, bisa terjadi pada saat, sebelum atau sesudah
menstruasi, Pada penelitian NI Kadek dan Susi Purnawati (2016) dikatakan bahwa
dismenorea merupakan gangguan menstruasi tersering yaitu sekitar 73,83%. Tingginya
prevalensi gangguan menstruasi disebabkan oleh berbagai factor seperti stress, lifestyle,
aktivitas fisik, kondisi medis kelainan hormonal dan status gizi.
Dan kontrasepsi erat kaitannya dengan infeksi saluran kemih & ginekologi, dengan
adanya bermacam – macam jenis kontrasepesi, pasangan suami istri yang ingin menunda
memiliki anak, harusn pandai – pandai memilih kontrasepsi yang baik, yang sesuai dengan
kesehatan & kondisi tubuhnya, agar kontrasepsi yang digunakan aman, efektif &
meminimalisir efek samping penggunaan.

B. RUMUSAN MASALAH
1. Apa pengertian dari BPH, Menstruasi & Kontrasepsi ?
2. Bagaimana siklus dari Menstruasi normal ?
3. Apa saja gangguan yang terjadi pada saat Menstruasi ?
4. Apa saja klasifikasi dari BPH, Gangguan Menstruasi & Kontrasepsi ?
5. Bagaimana Efek samping dari penggunaan kontrasepsi jangka panjang ?
6. Bagaimana prevalensi kejadian dari BPH & Gangguan Menstruasi ?
7. Apa etiologi & faktor resiko dari BPH & Gangguan Menstruasi ?
8. Bagaimana Manifestasi Klinik Dari BPH ?
9. Bagaimana diagnosis penyakit BPH & Gangguan Menstruasi ?
10. Bagaimana Interpretasi Data Lab Klinik Dari BPH ?
11. Bagaimana Prognosis & Komplikasi dari BPH ?
12. Bagaimana cara mencegah BPH & Gangguan Menstruasi ?
13. Apa saja Pengobatan BPH & Bagaimana mekanisme kerjanya ?
14. Bagaimana Algoritma terapi & rekomendasi terapi untuk BPH ?
15. Bagaimana Interaksi kontrasepsi & alasan penghentian segera kontrasepsi ?
16. Bagaimana pertimbangan pemilihan kontraepsi terkait penyakit ?
BAB II

PEMBAHASAN

A. KONSEP TEORI

 DEFENISI
a. Hiperplasia prostat adalah pembesaran prostat yang jinak bervariasi berupa hiperplasia
kelenjar atau hiperplasia fibromuskular. Namun orang sering menyebutnya dengan
hipertropi prostat namun secara histologi yang dominan adalah hyperplasia (Long, 2006).
b. BPH adalah pembesaran adenomatous dari kelenjar prostat, lebih dari setengahnya dan
orang yang usianya diatas 50 tahun dan 75 % pria yang usianya 70 tahun menderita
pembesaran prostat (C. Long, 1996 :331).

c. Hiperplasia prostat jinak (BPH) adalah penyakit yang disebabkan oleh penuaan.
d. Hiperplasi prostat adalah pembesaran progresif dari kelenjar prostat ( secara umum pada
pria > 50 tahun) yang menyebabkan berbagai derajat obstruksi uretra dan pembiasan
aliran urinarius. (Doenges, 1999).
e. BPH adalah suatu keadaan dimana kelenjar prostat mengalami pembesaran,
memanjang ke atas ke dalam kandung kemih dan menyumbat aliran urine dengan
menutupi orifisium uretra (Smeltzer dan Bare, 2002).
f. Benign Prostat Hipertropi (BPH) adalah pembesaran kelenjar dan jaringan selular
kelenjar prostat yang berhubungan dengan perubahan endokrin berkenaan dengan proses
penuaan.

Pembesaran kelenjar prostat mempunyai angka morbiditas yang bermakna pada populasi pria
lanjut usia. Gejalanya merupakan keluhan yang umum dalam bidang bedah urologi.
Hiperplasia prostat merupakan salah satu masalah kesehatan utama bagi pria diatas usia 50
tahun dan berperan dalam penurunan kualitas hidup seseorang. Suatu penelitian menyebutkan
bahwa sepertiga dari pria berusia antara 50 dan 79 tahun mengalami hiperplasia
prostat. Adanya hiperplasia ini akan menyebabkan terjadinya obstruksi saluran kemih dan
untuk mengatasi obstruksi ini dapat dilakukan dengan berbagai cara mulai dari tindakan yang
paling ringan yaitu secara konservatif (non operatif) sampai tindakan yang paling berat yaitu
operasi.(Smeltezr, 2000) Dengan teknologi dan kemajuan ilmu yang semakin canggih dalam
kehidupan ini banyak membawa dampak negatif pada kehidupan masyarakat terhadap
peningkatan kualitas hidup, status kesehatan, umur dan harapan hidup. Dengan kondisi
tersebut merubah kondisi status penyakit infeksi yang dulu menjadi urutan pertama kini
bergeser pada penyakit degeneratif yang menjadi urutan pertama. Di Amerika Serikat,
terdapat lebih dari setengah (50%) pada laki-laki usia 60-70 tahun mengalami gejala-gejala
BPH dan antara usia 70-90 tahun sebanyak 90% mengalami gejala-gejala BPH. Hasil riset
menunjukkan bahwa laki-laki di daerah pedesaan sangat rendah terkena BPH dibanding
dengan laki-laki yang hidup di daerah perkotaan. Hal ini terkait dengan gaya hidup
seseorang. Laki-laki yang bergaya hidup modern lebih besar terkena BPH dibanding dengan
laki-laki pedesaan (Madjid dan Suharyanto, 2009). Di Indonesia pada usia lanjut, beberapa
pria mengalami pembesaran prostat jinak. Keadaan ini di alami oleh 50% pria yang berusia
60 tahun dan kurang lebih 80% pria yang berusia 80 tahun (Nursalam dan Fransisca,2006).

 KLASIFIKASI
a. Derajat Rektal

Derajat rektal dipergunakan sebagai ukuran dari pembesaran kelenjar prostat ke arah rektum.
Rectal toucher dikatakan normal jika batas atas teraba konsistensi elastis, dapat digerakan,
tidak ada nyeri bila ditekan dan permukaannya rata. Tetapi rectal toucher pada hipertropi
prostat di dapatkan batas atas teraba menonjol lebih dari 1 cm dan berat prostat diatas 35
gram. Ukuran dari pembesaran kelenjar prostat dapat menentukan derajat rectal yaitu sebagai
berikut :
1). Derajat O : Ukuran pembesaran prostat 0-1 cm
2). Derajat I : Ukuran pembesaran prostat 1-2 cm
3). Derajat II : Ukuran pembesaran prostat 2-3 cm
4). Derajat III : Ukuran pembesaran prostat 3-4 cm
5). Derajat IV : Ukuran pembesaran prostat lebih dari 4 cm

b. Derajat Klinik

Derajat klinik berdasarkan kepada residual urine yang terjadi. Klien disuruh BAK sampai
selesai dan puas, kemudian dilakukan katerisasi. Urine yang keluar dari kateter disebut sisa
urine atau residual urine. Residual urine dibagi beberapa derajat yaitu sebagai berikut :
1). Normal sisa urine adalah nol
2). Derajat I sisa urine 0-50 ml
3). Derajat II sisa urine 50-100 ml
4). Derajat III sisa urine 100-150 ml
5). Derajat IV telah terjadi retensi total atau klien tidak dapat BAK sama sekali.
Bila kandung kemih telah penuh dan klien merasa kesakitan, maka urine akan keluar secara
menetes dan periodik, hal ini disebut Over Flow Incontinencia. Pada derajat ini telah terdapat
sisa urine sehingga dapat terjadi infeksi atau cystitis, nocturia semakin bertambah dan
kadang-kadang terjadi hematuria.

c. Derajat Intra Vesikal

Derajat ini dapat ditentukan dengan mempergunakan foto rontgen atau cystogram,
panendoscopy. Bila lobus medialis melewati muara uretra, berarti telah sampai pada stadium
tida derajat intra vesikal. Gejala yang timbul pada stadium ini adalah sisa urine sudah
mencapai 50-150 ml, kemungkinan terjadi infeksi semakin hebat ditandai dengan
peningkatan suhu tubuh, menggigil dan nyeri di daerah pinggang serta kemungkinan telah
terjadi pyelitis dan trabekulasi bertambah.

d. Derajat Intra Uretral

Derajat ini dapat ditentukan dengan menggunakan panendoscopy untuk melihat sampai
seberapa jauh lobus lateralis menonjol keluar lumen uretra. Pada stadium ini telah terjadi
retensio urine total.

 Patofisiologi
LUTS dan tanda-tanda BPH dipengaruhi oleh faktor statis, dinamis,dan / atau faktor
detrusor. Faktor statis mengacu pada anatomi, Penyumbatan pada leher kantung kemih
disebabkan oleh pembesaran kelenjar prostat. Seperti kelenjar tumbuh di sekitar uretra.
Faktor dinamik mengacu pada stimulasi berlebihan dari reseptor adrenergik α 1A di otot
polos prostat, uretra, dan leher kantung kemih, yang hasilnya kontraksi otot polos.
Faktor detrusor mengacu pada kerusakan kantung kemih, karena hipertrofi otot sebagai
respons terhadap kerusakan kantung kemih berkepanjangan dan menghasilkan tekanan
yang lebih tinggi berkontraksi secara tidak normal, jika penyumbatan tidak diobati, nilai
volume urin residu (PVR) akan meningkat.

 MANIFESTASI KLINIS

Obstruksi prostat dapat menimbulkan keluhan pada saluran kemih maupun keluhan diluar
saluran kemih. Tanda dan gejala dari BPH yaitu : keluhan pada saluran kemih bagian bawah,
gejala pada saluran kemih bagian atas, dan gejala di luar saluran kemih.

1. Keluhan pada saluran kemih bagian bawah


a. Gejala obstruksi meliputi : Retensi urin (urin tertahan dikandung kemih sehingga urin tidak
bisa keluar), hesitansi (sulit memulai miksi), pancaran, miksi lemah. Intermiten (kencing
terputus-putus), dan miksi tidak puas (menetes setelah miksi).
b. Gejala iritasi meliputi : Frekuensi, nokturia, urgensi (perasaan ingin miksi yang sangat
mendesak) dan disuria (nyeri pada saat miksi).

2. Gejala pada saluran kemih bagian atas


Keluhan akibat hiperplasia prostat pada saluran kemih bagian atas berupa adanya gejala
obstruksi, seperti nyeri pinggang, benjolan dipinggang (merupakan tanda dari hidronefrosis),
atau demam yang merupakan tanda infeksi atau urosepsis.

3. Gejala diluar saluran kemih


Pasien datang diawali dengan keluhan penyakit hernia inguinalis atau hemoroid. Timbulnya
penyakit ini dikarenakan sering mengejan pada saat miksi sehingga mengakibatkan tekanan
intra abdominal.

Adapun gejala dan tanda lain yang tampak pada pasien BPH, pada pemeriksaan prostat
didapati membesar, kemerahan, dan tidak nyeri tekan, keletihan, anoreksia, mual dan muntah,
rasa tidak nyaman pada epigastrik, dan gagal ginjal dapat terjadi dengan retensi kronis dan
volume residual yang besar.

 TAHAPAN PERKEMBANGAN BPH

A. Berdasarkan perkembangan penyakitnya) secara klinis penyakit BPH dibagi menjadi 4


gradiasi :
1. Derajat 1 : Apabila ditemukan keluhan prostatismus, pada colok dubur ditemukan
penonjolan prostat, batas atas mudah teraba dansisa urin kurang dari 50 ml
2. Derajat 2 : Ditemukan penonjolan prostat lebih jelas pada colok dubur dan batas atas
dapat dicapai, sedangkan sisa volum urin 50-100 ml.
3. Derajat 3 : Pada saat dilakukan pemeriksaan colok dubur batas atasprostat tidak dapat
diraba dan sisa volum urin lebih dari100ml.
4. Derajat 4 : Apabila sudah terjadi retensi urine total

B. Berdasarkan skor IPPS


1. Ringan skor 0-7. pilihan tindakan : watchful waiting (observasi), medikamentosa
2. Sedang Skor 8-19. pilihan tindakan : medikamentosa, minimal invasif, operasi
3. Berat Skor 20-35. pilihan tindakan : minimal invasif, operasi
 Epidemiologi (Prevalensi)
Benign Prostatic Hyperplasia (BPH) atau dalam bahasa umumnya dinyatakan
sebagai pembesaran prostat jinak (PPJ), merupakan suatu penyakit yang biasa terjadi. Ini
di lihat dari frekuensi terjadinya BPH di dunia, di Amerika secara umum dan di Indonesia
secara khususnya. Di dunia, diperkirakan bilangan penderita BPH adalah sebanyak 30
juta, angka ini hanya pada kaum pria karena wanita tidak mempunyai kalenjar prostat,
maka oleh sebab itu, BPH terjadi hanya pada kaum pria.
Jika dilihat secara epidemiologinya, di dunia dan kita klasifikasikan menurut usia,
maka dapat di lihat kadar insidensi BPH, pada usia 40-an, kemungkinan seseorang itu
menderita penyakit ini adalah sebesar 40%, dan setelah meningkatnya usia, yakni dalam
rentang usia 60 hingga 70 tahun, persentasenya meningkat menjadi 50% dan diatas 70
tahun, persentase meningkat menjadi 90% (A.K. Abbas, 2005). Akan tetapi, jika di lihat
secara histologi penyakit BPH, secara umum menyerang 20% pria pada usia 40-an, dan
meningkat secara drastis pada pria berusia 60-an, dan 90% pada usia 70 . Di indonesia,
penyakit pembesaran prostat jinak menjadi urutan kedua setelah penyakit batu saluran
kemih, dan jika dilihat secara umumnya, diperkirakan hampir 50 % pria Indonesia yang
berusia di atas 50 tahun, dengan kini usia harapan hidup mencapai 65 tahun ditemukan
menderita penyakit PPJ atau BPH ini. Selanjutnya, 5 % pria Indonesia sudah masuk ke
dalam lingkungan usia di atas 60 tahun. Oleh itu, jika dilihat dari 200.000.000 lebih
masyarakat Indonesia, maka dapat diperkirakan terkena BPH sebanyak 100.000.000
orang, dan yang berusia 60 tahun dan ke atas adalah kira-kira sampai 5.000.000 orang,
maka secara umumnya dinyatakan kira-kira 2.500.000 pria Indonesia menderita penyakit
BPH atau PPJ. Indonesia kini semakin hari semakin maju dan dengan berkembangnya
negara, maka usia harapan hidup pasti bertambah dengan sarana yang makin maju, maka
penderita BPH secara pastinya turut meningkat. (Furqan, 2003)
Secara pasti, angka penderita pembesaran prostat jinak belum didapat, tetapi secara
prevalensi di RS, sebagai contoh jika kita lihat di Palembang, di RumahSakit Cipto
Mangunkusumo ditemukan 423 kasus pembesaran prostat jinak yang dirawat selama tiga
tahun (1994-1997) dan di RumahSakit Sumber Waras sebanyak 617 kasus dalam periode
yang sama. Ini dapat menunjukkan bahawa kasus BPH adalah antara kasus yang paling
mudah dan banyak ditemukan. Kanker prostat merupakan salah satu penyakit prostat
yang lazim berlaku dan lebih ganas berbanding BPH yang hanya melibatkan pembesaran
jinak daripada prostat. Kenyataan ini adalah berdasarkan angka dan presentase terjadinya
kanker prostat di dunia secara umum dan Indonesia secara khususnya.
Secara umum pada tahun 2003, terdapat kurang lebih 220.900 kasus baru
ditemukan, dimana jumlah ini, 29.000 diantaranya meninggal. (A.K. Abbas, 2005).
Seperti juga BPH, kanker prostat juga menyerang pria berusia lebih dari 50 tahun. Pada
tahun 2005 insiden terjadinya kanker prostat adalah 12 orang dari 100.000 orang, yakni
yang keempat setelah kanker saluran napas atas, saluran pencernaan dan hati. (WHO,
2008)
BPH terjadi pada sekitar 70% pria diatas usia 60 tahun. Angka ini akan meningkat
hingga 90% pada usia di atas 80 tahun. Angka kejadian BPH di Indonesia yang pasti
belum pernah di teliti, tetapi sebagai gambaran hospital prevalence di Rumah Sakit sejak
tahun 1994-2013 ditemukan 3.804 kasus dengan rata-rata umur penderita berusia 66,61
tahun. Data pasien BPH RSCM tahun 1994-2013. 2014

A. DIAGNOSIS DAN PEMERIKSAAN PENUNJANG


Untuk menegakkan diagnosis BPH dilakukan beberapa cara antara lain :
a. Anamnesa.
b. Pemeriksaan fisik Dilakukan dengan pemeriksaan TD , nadi, dan suhu.

Nadi dapat meningkat pada keadaan kesakitan pada retensi urine akut , dehidrasi sampai
syok pada retensi urine serta urosepsis samapi syok septik.

c. Pemeriksaan abdomen

Dilakukan dengan tehnik bimanual untuk mengetahui adanya hidronefrosis dan


pyelonefrosis .pada daerah supra symfisier pada keadaan retensi akan menonjol. Saat
palpasi terasa adanya ballo temen dan klien akan terasa ingin miksi. Perkusi dilakukan
untuk mengetahui ada tidaknya residual urin.

d. Penis dan uretra diperiksa

Mendeteksi adanya kemungkinan stenose meatus, striktururetra, batu uretra, karsinoma


maupun fimosis.

e. Pemeriksaan scrotum

Menentukan adanya epididymitis.

f. Rectal touche

Pemeriksaan colok dubur bertujuan untuk menentukan konsistensi system persyarafan


unit vesicaurinari ada besarnya prostat.
g. Pemeriksaan laboratorium

Pemeriksaan darah lengkap faal ginjal, serum elektrolit dan kadar gula digunakan untuk
memperoleh data dasar keadaan umum klien.

h. Pemeriksaan urine lengkap dan kultur.


i. PSA ( Prostatic Spesific Antigen )

Penting diperiksa sebagai kewaspadaan adanya keganasan.

j. Pemeriksaan uroflow meter.


k. Pemeriksaan imaging dan rontgen ologik
a. BOF ( buihoverzich ) untuk melihat adanya batu dan metastase pada tulang.
b. USG ( UltraSonoGrafi ) digunakan untuk memeriksa konsistensi, volume dan
besar prostat juga keadaan buli-buli termasuk residual urin.
c. IVP ( Pyelografi Intra Vena )
Digunakan untuk melihat fungsi ekskresi ginjal dan adanya hidronefrosis.
d. Pemeriksaan pan endoskop
Untuk mengetahui keadaan urethra dan buli-buli

 Faktor Resiko
a. Kadar hormon
Kadar hormon testosteron yang tinggi berhubungan dengan peningkatan risiko BPH.
Testosteron akan diubah menjadi androgen yang lebih poten yaitu dihydrotestosteron
(DHT) oleh enzim 5α-reductase, yang memegang peran penting dalam proses
pertumbuhan sel-sel prostat

b. Usia
Pada usia tua terjadi kelemahan umum termasuk kelemahan pada buli (otot detrusor) dan
penurunan fungsi persarafan. Perubahan karena pengaruh usia tua menurunkan
kemampuan buli-buli dalam 18 mempertahankan aliran urin pada proses adaptasi oleh
adanya obstruksi karena pembesaran prostat, sehingga menimbulkan gejala. Testis
menghasilkan beberapa hormon seks pria, yang secara keseluruhan dinamakan
androgen. Hormon tersebut mencakup testosteron, dihidrotestosteron dan
androstenesdion. Testosteron sebagian besar dikonversikan oleh enzim 5-alfa-
reduktasemenjadi dihidrotestosteron yang lebih aktif secara fisiologis di jaringan sasaran
sebagai pengatur fungsi ereksi. Tugas lain testosteron adalah pemacu libido,
pertumbuhan otot dan mengatur deposit kalsium di tulang. Sesuai dengan pertambahan
usia, kadar testosteron mulai menurun secara perlahan pada usia 30 tahun dan turun lebih
cepat pada usia 60 tahun keatas.

c. Ras
Orang dari ras kulit hitam memiliki risiko 2 kali lebih besar untuk terjadi BPH
dibanding ras lain. Orang-orang Asia memiliki insidensi BPH paling rendah.

d. Riwayat Keluarga
Riwayat keluarga pada penderita BPH dapat meningkatkan risiko terjadinya kondisi yang
sama pada anggota keluarga yang lain. Semakin banyak anggota keluarga yang
mengidap penyakit ini, semakin besar risiko anggota keluarga yang lain untuk dapat
terkena BPH. Bila satu anggota keluarga mengidap penyakit ini, maka risiko meningkat
2 kali bagi yang lain. Bila 2 anggota keluarga, maka risiko meningkat menjadi 192-5
kali.

e. Obesitas
Obesitas akan membuat gangguan pada prostat dan kemampuan seksual, tipe bentuk
tubuh yang mengganggu prostat adalah tipe bentuk tubuh yang membesar di bagian
pinggang dengan perut buncit, seperti buah apel. Beban di perut itulah yang menekan
otot organ seksual, sehingga lama-lama organ seksual kehilangan kelenturannya, selain
itu deposit lemak berlebihan juga akan mengganggu kinerja testis. Pada obesitas terjadi
peningkatankadar estrogen yang berpengaruh terhadap pembentukan BPH melalui
peningkatan sensitisasi prostat terhadap androgen dan menghambat proses kematian sel-
sel kelenjar prostat. Pola obesitas pada laki-laki biasanya berupa penimbunan lemak pada
abdomen. Salah satu cara pengukuran untuk memperkirakan lemak tubuh adalah teknik
indirek, di antaranya yang banyak dipakai adalah Body Mass Indeks (BMI) dan waist to
hip ratio (WHR). BMI diukur dengan cara berat badan (kg) dibagi dengan kuadrat tinggi
badan (m). Interpretasinya (WHO) adalah overweight(BMI 25-29,9 kg/m2), obesitas
(BMI > 30 kg/m2). Pengukuran BMI mudah dilakukan, murah dan mempunyai akurasi
tinggi. WHR diukur dengan cara membandingkan lingkar pinggang dengan lingkar
panggul. Pengukurannya dengan cara penderita dalam posisi terlentang, lingkar pinggang
diambil ukuran minimal antara xyphoid dan umbilicus dan lingkar pinggul diambil 20
ukuran maksimal lingkar gluteus - simfisis pubis. Pada laki-laki dinyatakan obesitas jika
lingkar pinggang > 102 cm atau WHR > 0,90. Pada penelitian terdahulu didapatkan Odds
Rasio (OR) pada laki-laki yang kelebihan berat badan (BMI 25-29,9 kg/m2) adalah 1,41
pada laki-laki obesitas (BMI 30-34 kg/m2) adalah 1,27 sedangkan pada laki-laki dengan
obesitas parah (BMI >35 kg/m2) adalah 3,52.

f. Pola Diet

Kekurangan mineral penting seperti seng, tembaga, selenium berpengaruh pada fungsi
reproduksi pria. Yang paling penting adalah seng, karena defisiensi seng berat dapat
menyebabkan pengecilan testis yang selanjutnya berakibat penurunan kadar testosteron.
Selain itu, makanan tinggi lemak dan rendah serat juga membuat penurunan kadar
testosteron. Walaupun kolesterol merupakan bahan dasar untuk sintesis zat Pregnolone
yang merupakan bahan baku DHEA (dehidroepian-androsteron) yang dapat
memproduksi testosteron, tetapi bila berlebihan tentunya akan terjadi penumpukan lemak
pada perut yang akan menekan otot-otot seksual dan mengganggu testis, sehingga
kelebihan lemak tersebut justru dapat menurunkan kemampuan seksual. Akibat lebih
lanjut adalah penurunan produksi test osteron, yang nantinya mengganggu prostat. Suatu
studi menemukan adanya hubungan antara penurunan risiko BPH dengan mengkonsumsi
buah dan makanan mengandung kedelai yang kaya akan isoflavon. Kedelai sebagai
estrogen lemah mampu untuk memblokir reseptor estrogen dalam prostat terhadap
estrogen. Jika estrogen yang kuat ini sampai menstimulasi reseptor dalam prostat, dapat
menyebabkan BPH. Studi demografik menunjukkan adanya insidensi yang lebih sedikit
timbulnya penyakit prostat ini pada laki-laki Jepang atau Asia yang banyak
mengkonsumsi makanan dari kedelai. Isoflavon kedelai yaitu genistein dan daidzein,
secara langsung mempengaruhi metabolisme testosteron. Risiko lebih besar terjadinya
BPH adalah mengkonsumsi margarin dan mentega, yang termasuk makanan yang
mengandung lemak jenuh. Konsumsi makanan yang mengandung lemak jenuh yang
tinggi (terutama lemak hewani), lemak berlebihan dapat merusak keseimbangan hormon
yang berujung pada berbagai penyakit. Estrogen, hormon yang jumlahnya lebih besar
pada wanita ternyata juga dimiliki oleh pria (dalam jumlah kecil). Namun, hormon ini
sangat penting bagi pria, sebab estrogen mengatur libido yang sehat, meningkatkan
fungsi otak (terutama ingatan), dan melindungi jantung. Tetapi jika tingkatnya terlalu
tinggi, maka tingkat hormon testoteron akan berkurang, dan pria akan mengalami
kelelahan, lemas, fungsi seksual yang menurun, dan akan terjadi pembesaran prostat.
Masukan makanan berserat berhubungan dengan rendahnya kadar sebagian besar
aktivitas hormon seksual dalam plasma, tingginya kadar SHBG (sex hormone-binding
globulin), rendahnya/bebas dari testosteron. Mekanisme pencegahan dengan diet
makanan berserat terjadi akibat dari waktu transit makanan yang dicernakan cukup lama
di usus besar sehingga akan mencegah proses inisiasi atau mutasi materi genetik di
dalam inti sel. Pada sayuran juga didapatkan mekanisme yang multifaktor dimana di
dalamnya dijumpai bahan atau substansi anti karsinogen seperti karoteniod, seleniumdan
tocophero. Dengan diet makanan berserat atau karoten diharapkan mengurangi pengaruh
bahan-bahan dari luar dan akan memberikan lingkungan yang akan menekan
berkembangnya sel-sel abnormal.

g. Aktivitas Seksual
Kalenjar prostat adalah organ yang bertanggung jawab untuk pembentukan hormon laki-
laki. BPH dihubungkan dengan kegiatan seks berlebihan dan alasan kebersihan. Saat
kegiatan seksual, kelenjar prostat mengalami peningkatan tekanan darah sebelum terjadi
ejakulasi. Jika suplai darah ke prostat selalu tinggi, akan terjadi hambatan prostat yang
mengakibatkan kalenjar tersebut bengkak permanen. Seks yang tidak bersih akan
mengakibatkan infeksi prostat yang mengakibatkan BPH. Aktivitas seksual yang tinggi
juga berhubungan dengan meningkatnya kadar hormon testosteron.

h. Kebiasaan Merokok
Nikotin dan konitin (produk pemecahan nikotin) pada rokok meningkatkan aktifitas
enzim perusak androgen, sehingga menyebabkan penurunan kadar testosteron

i. Kebiasaan Minum Minuman Beralkohol


Konsumsi alkohol akan menghilangkan kandungan zink dan vitamin B6 yang penting
untuk prostat yang sehat. Zink sangat penting untuk kelenjar prostat. Prostat
menggunakan zink 10 kali lipat dibandingkan dengan organ yang lain. Zink membantu
mengurangi kandungan prolaktin di dalam darah. Prolaktin meningkatkan penukaran
hormon testosteron kepada DHT.
j. Olah Raga
Para pria yang tetap aktif berolahraga secara teratur, berpeluang lebih sedikit mengalami
gangguan prostat, termasuk BPH. Dengan aktif olahraga, kadar dihidrotestosteron dapat
diturunkan sehingga dapat memperkecil risiko gangguan prostat. Selain itu, olahraga
akan mengontrol berat badan agar otot lunak yang melingkari prostat tetap stabil.
Olahraga yang dianjurkan adalah jenis yang berdampak ringan dan dapat memperkuat
otot sekitar pinggul dan organ seksual. Olahraga yang baik apabila dilakukan 3 kali
dalam seminggu dalam waktu 30 menit setiap berolahraga, olahraga yang dilakukan
kurang dari 3 kali dalam seminggu terdapat sedikit sekali perubahan pada kebugaran
fisik tetapi tidak ada tambahan keuntungan yang berarti bila latihan dilakukan lebih dari
5 kali dalam seminggu. Olahraga akan mengurangi kadar lemak dalam darah sehingga
kadar kolesterol menurun.

k. Penyakit Diabetes Melitus


Laki-laki yang mempunyai kadar glukosa dalam darah > 110 mg/dL mempunyai risiko
tiga kali terjadinya BPH, sedangkan untuk laki-laki dengan penyakit Diabetes Mellitus
mempunyai risiko dua kali terjadinya BPH dibandingkan dengan laki-laki dengan
kondisi normal.

 Etiologi

Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti penyebab terjadinya hiperplasia
prostat, namun terdapat 2 faktor penting untuk terjadinya BPH, yaitu adanya
dihidrotestosteron (DHT) dan proses penuaan. Pada pasien dengan kelainan kongenital
berupa defisiensi 5- αreduktase, yaitu enzim yang mengkonversi testosteron ke DHT,
kadar serum DHT-nya rendah, sehingga prostat tidak membesar. Sedangkan pada proses
penuaan, kadar testosteron serum menurun disertai meningkatnya konversi testosteron
menjadi estrogen pada jaringan periperal. Pada anjing, estrogen menginduksi reseptor
androgen. Peran androgen dan estrogen dalam pembesaran prostat benigna adalah
kompleks dan belum jelas. Tindakan kastrasi sebelum masa pubertas dapat mencegah
pembesaran prostat benigna. Penderita dengan kelainan genetik pada fungsi androgen
juga mempunyai gangguan pertumbuhan prostat. Dalam hal ini, barangkali androgen
diperlukan untuk memulai proses BPH, tetapi tidak dalam hal proses pemeliharaan.
Estrogen berperan dalam proses pembesaran stroma yang selanjutnya merangsang
pembesaran epitel.

 Interprertasi Data Lab


Terdapat dua pemeriksaan yang penting, yaitu darah dan urin.
a. Pemeriksaan Darah
Pemeriksaan darah yang perlu dilakukan khusus untuk prostat adalah :
 PSA (Prostate Spesific Antigen)
PSA adalah glikoprotein dari jaringan prostat yang meningkat jika terjadi hipertropi
(pembesaran) dan meningkat lebih tinggi lagi pada penderita kanker prostat. Nilai PSA
4-10 ng/ml dianggap sebagai daerah kelabu (gray area), perlu dilakukan penghitungan
PSA Density (PSAD), yaitu serum PSA dibagi dengan volume prostat. Apabila nilai
PSAD > 0,15 perlu dilakukan biopsi prostat. Bila nilai PSAD < 0,15 tidak perlu
dilakukan biopsi prostat. Nilai PSA > 10 ng/ml dianjurkan untuk dilakukan biopsi
prostat.
 Kreatinin Serum
Nilai normal pada pria : 0,8 – 1,1 gr/dl
Salah satu keadaan yang berhubungan dengan peningkatan kadar kreatinin adalah BPH.
 Nitrogen Urea darah (BUN)
BUN adalah produk akhir dari metabolisme protein, dibuat oleh hati. Pada orang normal,
ureum dikeluarkan melalui urin. salah satu keadaan yang berhubungan dengan
peningkatan kadar kreatinin serum adalah terdapat masalah pada prostat. Nilai normal
pada dewasa : 5-25 mg/dl
 Elektrolit (Natrium dan Kalium)
- Natrium
Natrium adaiah salah satu mineral yang banyak terdapat pada cairan elektrolit
ekstraseluler (di luar sel), mempunyai efek menahan air, berfungsi untuk
mempertahankan cairan dalam tubuh, mengaktifkan enzim, sebagai konduksi impuls
saraf. Nilai normal dewasa dalam serum : 135-145 mEq/L
- Kalium
Kalium merupakan elektrolit tubuh yang terdapat pada cairan vaskuler (pembuluh
darah). Nilai normal dewasa : 3,5 – 5,0 mEq/L
 Gula Darah

Laki-laki yang mempunyai kadar glukosa dalam darah > 110 mg/dL mempunyai risiko tiga
kali terjadinya BPH, sedangkan untuk laki-laki dengan penyakit Diabetes Mellitus
mempunyai risiko dua kali terjadinya BPH dibandingkan dengan laki-laki dengan kondisi
normal.

b. Pemeriksaan Urin
Pemeriksaan urin yang perlu dilakukan adalah :
 Sedimen urin

Untuk mencari kemungkinan adanya proses infeksi atau inflamasi saluran kemih.
Pada BPH sendiri, unsur sedimen yang paling banyak terdapat antara lain adalah eritrosit,
leukosit, dan bakteri. Secara teoritis, harusnya tidak dapat ditemukan adanya eritrosit, namun
dalam urine normal dapat ditemukan 0 – 3 sel/LPK. Sementara leukosit dalam urine normal
dapat ditemukan 0 – 4 sel/LPK

Keberadaan dari endapan urin ini mengiritasi dan dapat menyebabkan luka pada
dinding kandung kemih sehingga menyebabkan terjadinya perdarahan mukosa. Hal ini lebih
lanjut terlihat pada terjadinya hematuria makros (darah pada urin). Terkumpulnya endapan
urin yang lebih banyak dapat menyebabkan obstruksi aliran kemih sehingga lama kelamaan
menjadi tidak dapat mengeluarkan urin sama sekali

 Kultur Urin

Mencari jenis kuman yang menyebabkan infeksi atau sekaligus menentukan sensitifitas
kuman terhadap beberapa antimikroba yang diujikan.

 Komplikasi

Luckman (1998, hal. 605) mengatakan bahwa kemungkinan komplikasi bagi penderita
gangguan prostat bisa saja terjadi, di antaranya gagal ginjal akut maupun kronis, infeksi
saluran kemih (yang sering menimbulkan infeksi berat/sepsis).

Komplikasi yang terjadi pada klien BPH adalah sebagai berikut:


1. Hernia atau hemoroid lama-kelamaan dapat terjadI

2. Hidroureter (pelebaran Ureter) dapat terjadi karena produksi urin terus berlanjut maka
pada suatu saat buli-buli tidak mampu lagi menampung urin yang akan
mengakibatkan tekanan intravesika meningkat.

3. Kemungkinan terjadi hidronefrosis (pembengkakan ginjal yang disebabkan oleh


akumulasi urin dalam ginjal)

4. Penurunan fungsi untuk ereksi mengakibatkan kemandulan

Adapun komplikasi BPH yang mungkin terjadi adalah pielonefritis, uremia dan azotemia
(Tucker, 1998, hal. 605). Selain itu komplikasi yang dapat terjadi pada klien BPH adalah
hidroureter, hidronefrosis, gagal ginjal, pielenefritis dan hernia atau hemoroid (Mansjoer,
2000, hal. 332).

 Prognosis

Menurut Birowo dan Rahardjo (www.google.com) prognosis BPH adalah:

1. Tergantung dari lokasi, lama dan kerapatan retensi.

2. Keparahan obstruksi yang lamanya 7 hari dapat menyebabkan kerusakan ginjal. Jika
keparahan obstruksi diperiksa dalam dua minggu, maka akan diketahui sejauh mana tingkat
keparahannya. Jika obstruksi keparahannya lebih dari tiga minggu maka akan lebih dari 50%
fungsi ginjal hilang.

3. Prognosis yang lebih buruk ketika obstruksi komplikasi disertai dengan infeksi.

4. Umumnya prognosis lebih bagus dengan pengobatan untuk retensi urine.

 PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan Penunjang yang dapat dilakukan pada penderita BPH meliputi :


1. Laboratorium
a. Analisi urin dan pemeriksaan mikroskopik urin penting dilakukan untuk melihat adanya
sel leukosit, bakteri dan infeksi. Pemeriksaan kultur urin berguna untuk menegtahui
kuman penyebab infeksi dan sensitivitas kuman terhadap beberapa antimikroba.
b. Pemeriksaan faal ginjal, untuk mengetahui kemungkinan adanya penyulit yang
menegenai saluran kemih bagian atas. Elektrolit kadar ureum dan kreatinin darah
merupakan informasi dasar dari fungsin ginjal dan status metabolic.
c. Pemeriksaan prostate specific antigen (PSA) dilakukan sebagai dasar penentuan perlunya
biopsy atau sebagai deteksi dini keganasan. Bila nilai PSA <4ng/ml tidak perlu dilakukan
biopsy. Sedangkan bila nilai PSA 4-10 ng/ml, hitunglah prostatespecific antigen density
(PSAD) lebih besar sama dengan 0,15 maka sebaiknya dilakukan biopsy prostat, demikian
pula bila nila PSA > 10 ng/ml.

2. Radiologis/pencitraan
a. Foto polos abdomen, untuk mengetahui kemungkinan adanya batu opak di saluran
kemih, adanya batu/kalkulosa prostat, dan adanya bayangan buli-buli yang penuh dengan
urin sebagai tanda adanya retensi urin. Dapat juga dilihat lesi osteoblastik sebagai tanda
metastasis dari keganasan prostat, serta osteoporosis akbibat kegagalan ginjal.
b. Pemeriksaan Pielografi intravena ( IVP ), untuk mengetahui kemungkinan adanya
kelainan pada ginjal maupun ureter yang berupa hidroureter atau hidronefrosis. Dan
memperkirakan besarnya kelenjar prostat yang ditunjukkan dengan adanya indentasi
prostat (pendesakan buli-buli oleh kelenjar prostat) atau ureter dibagian distal yang
berbentuk seperti mata kail (hookedfish)/gambaran ureter berbelok-belok di vesika,
penyulit yang terjadi pada buli-buli yaitu adanya trabekulasi, divertikel atau sakulasi
buli-buli.
c. Pemeriksaan USG transektal, untuk mengetahui besar kelenjar prostat, memeriksa masa
ginjal, menentukan jumlah residual urine, menentukan volum buli-buli, mengukur sisa
urin dan batu ginjal, divertikulum atau tumor buli-buli, dan mencari kelainan yang
mungkin ada dalam buli-buli.

 PENATALAKSANAAN MEDIS

Tidak semua pasien BPH perlu menjalani tindakan medik. Kadang-kadang mereka yang
mengeluh LUTS ringan dapat sembuh sendiri tanpa mendapatkan terapi apapun atau hanya
dengan nasehat dan konsultasi saja.
Tujuan terapi pada pasien BPH adalah mengembalikan kualitas hidup pasien. Terapi yang
ditawarkan pada pasien tergantung pada derajat keluhan, keadaan pasien, maupun kondisi
objektif kesehatan pasien yang diakibatkan oleh penyakitnya. Pilihannya adalah mulai dari
tanpa terapi (watchful waiting), medikamentosa, dan terapi intervensi.
1. Tanpa terapi (watchful waiting)

Pilihan tanpa terapi ini ditujukan untuk pasien BPH dengan skor IPSS <8 dan ≥8, tetapi
gejala LUTS tidak mengganggu aktivitas sehari-hari. Pasien tidak mendapatkan terapi apapun
dan hanya diberi penjelasan mengenai sesuau hal yang mungkin dapat memperburuk
keluhannya, misalnya tidak boleh mengkonsumsi kopi atau alkohol sebelum tidur malam,
kurangi konsumsi makanan atau minuman yang mengiritasi buli-buli (kopi atau cokelat), dan
hindari penggunaan obat ekongestan atau antihistamin.

Secara periodik pasien diminta untuk datang kontrol dengan ditanya keluhannya yang
mungkin menjadi lebih baik (sebaiknya memakai skor yang baku), disamping itu dilakukan
pemeriksaan laboratorium, residu urin, atau uroflometri. Jika keluhan miksi bertambah buruk
daripada sebelumnya, mungkin dipikirkan untuk memilih terapi yang lain.

2. Medikamentosa

Tujuan terapi medikamentosa adalah berusaha untuk mengurangi resistensi otot polos prostat
sebagai komponen dinamik penyebab obstruksi intravesika dengan obat-obatan penghambat
adrenergik-α (adrenergic α-blocker) dan mengurangi volume prostat sebagai komponen statik
dengan cara menurunkan kadar hormon testosteron/dihidrotestosteron melalui penghambat
5α-

a. Penghambat reseptor α-adrenergik

Fenoksibenzamin, yaitu penghambat alfa yang tidak selektif yang ternyata mampu
memperbaiki laju pancaran miksi dan mengurangi keluhan miksi Fenoksibenzamin mengikat
reseptor alfa secara kovalen, yang menimbulkan penyekatan irreversibel berjangka lama
(14−48 jam atau lebih lama). Obat ini cukup selektif terhadap reseptor α1, tetapi lebih lemah
dari prasozin. Obat ini juga menghambat ambilan kembali norepinefrin yang dilepas oleh
ujung saraf presinaptik adrenergik. Fenoksibenzamin menyekat reseptor histamin (H1),
asetilkolin, dan serotonin seperti halnya reseptor α. Obat ini diserap per oral, walaupun
biovailabilitasnya rendah dan sifat kinetiknya tidak diketahui dengan baik. Biasanya obat ini
diberikan per oral, dimulai dengan dosis rendah sebesar 10−20 mg/hari yang dapat dinaikkan
sampai mencapai efek yang diinginkan. Dosis kurang dari 100 mg/hari biasanya sudah
cukup untuk menyekat reseptor alfa secara adekuat (Pusat Informasi Obat Nasional).

Banyak efek samping yang ditimbulkan terutama hipotensi postural dan takikardi. Sumbatan
hidung dan hambatan ejakulasi dapat pula terjadi. Karena fenoksibenzamin memasuki sistem
saraf pusat, obat ini akan menimbulkan efek sentral yang kurang spesifik seperti kelemahan,
sedasi, dan mual. Obat ini dapat menimbulkan tumor pada binatang, tetapi implikasi
klinisnya belum diketahui.

Prasozin merupakan suatu piperazinyl quinazoline yang efektif pada penanganan


hipertensi. Obat ini sangat selektif terhadap reseptor α1 dan 1000 kali kurang kuat pada
reseptor α2. Hal ini dapat menjelaskan sebagian mengenai ketiadaan relatif takikardi pada
pemberian prasozin dibandingkan dengan pemberian fentolamin dan fenoksibenzamin.
Prasozin melemaskan otot polos arteri dan vena erta otot polos di prostat akibat penyekatan
reseptor α1 (Roveny,2016).

Tamsulosin adalah suatu antagonis kompetitif α1 dengan struktur yang agak berbeda
dari struktur kebanyakan penyekat α1. Biovailabilitasnya tinggi dan memiliki waktu paruh
yang lama sekitar 9−15 jam. Obat ini dimetabolisme secara ekstensif di hati. Tamsulosin
memiliki afinitas yang lebih tinggi terhadap reseptor α1A dan α1D dibandingkan dengan
subtipe α1B. Percobaan mengindikasikan bahwa tamsulosin memiliki potensi yang lebih
besar dalam menghambat kontraksi otot polos prostat versus otot polos vaskular
dibandingkan dengan antagonis selektif α1 lain. Selain itu, dibandingkan dengan antagonis
lainnya, tamsulosin memiliki efek yang lebih kecil terhadap tekanan darah pasien pada
kondisi berdiri (Katzung, 2012).

b. Penghambat 5α-reduktase (5-ARI)

Obat ini bekerja dengan cara menghambat pembentukan dihidrotestosteron (DHT)


dari testosteron yang dikatalis oleh enzim 5α-reduktase di dalam sel prostat. Menurunnya
kadar DHT menyebabkan sintesis protein dan replikasi sel prostat menurun. Preparat yang
tersedia mula-mula adalah finasteride, yang menghambat 5α-reduktase tipe 2. Dilaporkan
bahwa pemberian obat ini 5mg sehari yang diberikan sekali setelah enam bulan mampu
menyebabkan penurunan prostat hingga 28%. Hal ini memperbaiki keluhan miksi dan
pancaran miksi. Saat ini telah tersedia preparat yang menghambat enzim 5α-reduktase tipe 1
dan tipe 2 (dual inhibitor), yaitu Duodart (Purnomo, 2012.).
c. Fitofarma

Beberapa ekstrak tumbuh-tumbuhan tertentu dapat dipakai untuk memperbaiki gejala


akibat obstruksi prostat, tetapi data farmakologis tentang kandungan zat aktif yang
mendukung mekanisme kerja obat fitofarma sampai saat ini belum diketahui pasti.
Kemungkinan fitofarma bekerja sebagai: antiestrogen, antiandrogen, menurunkan kadar Sex
Hormone Binding Globulin (SHBG), Inhibit Basic Fibroblast Growth Factor (BFGF) dan
Epidermal Growth Factor (EGF), mengacaukan metabolisme prostaglandin, efek
antiinflamasi, menurunkan outflow resistance, dan memperkecil volume prostat. Diantara
fitoterapi yang banyak dipasarkan adalah Pygeum africanum, Serenoa repens, Hypoxis
rooperi, Radix urtica dan masih banyak lainnya (Purnomo,2012).

3. Intervensi

Penyelesaian masalah pasien BPH jangka panjang yang paling baik saat ini adalah
pembedahan, karena pemberian obat-obatan atau terapi non-invasif lainnya membutuhkan
jangka waktu yang sangat lama untuk melihat hasil terapi. Desobstruksi kelenjar prostat akan
menyembuhkan gejala obstruksi dan miksi yang tidak lampias. Hal ini dapat dikerjakan
dengan cara operasi TURP, atau Insisi Prostat Transurehtra (TUIP atau BNI). Pembedahan
direkomendasikan pada pasien BPH yang tidak menunjukkan perbaikan setelah terapi
medikamentosa, mengalami retensi urin, infeksi saluran kemih berulang, hematuria, gagal
ginjal, dan timbulnya batu saluran kemih atau penyulit lain akibat obstruksi saluran kemih
bagian bawah.

a. Pembedahan terbuka

Pembedahan terbuka dapat dilakukan melalui transvesikal, retropubik atau perineal.


Pada operasi melalui kandung kemih dibuat sayatan perut bagian bawah, kemudian prostat
dienukleasi dari dalam simpainya. Keuntungan teknik ini adalah dapat sekaligus untuk
mengangkat batu buli-buli atau divertikelektomi apabila ada divertikulum yang cukup besar.

b. Cara pembedahan retropubik

Dikerjakan melalui sayatan kulit perut bagian bawah dengan membuka simpai prostat
tanpa membuka kandung kemih, kemudian prostat dienukleasi. Kedua cara pembedahan
tersebut masih kalah dibandingkan dengan cara TURP, yaitu mordibitasnya yang lebih lama,
tetapi dapat dikerjakan tanpa memerlukan alat endoskopi yang khusus, dengan alat bedah
baku. Prostatektomi melalui sayatan perineal tidak lagi dikerjakan (Katzung,2012).

c. Transurethra Resection of Prostate

Transurethral Resection of The Prostate adalah tatalaksana bedah standar untuk pasien
BPH. Cairan irigan (pembilas) non-konduktif digunakan selama TURP untuk menjaga
visibilitas yang baik dari lapangan operasi selama tindakan berlangsung. Cairan ini tidak
mengandung elektrolit, dan penyerapan larutan hipotonik ini ke dalam aliran darah dapat
menyebabkan kelebihan cairan dan hiponatremia, sehingga dapat menyebabkan efek
kardiovaskular dan sistem saraf yang merugikan. Sindrom TURP didefinisikan sebagai
tingkat natrium serum <125 mmol/L yang dikombinasikan dengan gejala klinis
kardiovaskular atau manifestasi neurologis. Namun, manifestasi klinis juga dapat terjadi
dengan tingkat natrium serum >125 mmol/L (Sylvia, 2005).

Menurut The European Association of Urology Guidelines 2009, TURP adalah pengobatan
pilihan untuk prostat, namun memiliki angka morbiditas pasca operasi yang signifikan.
TURP dapat mengakibatkan komplikasi seperti perdarahan pascaoperasi, striktur uretra,
inkontinensia urin, ejakulasi retrograde, dan sindrom TURP. Komplikasi yang menyebabkan
perdarahan membutuhkan transfusi darah sesegera mungkin

d. lektrovaporasi prostat

Cara ini sama dengan TURP, hanya saja teknik yang dilakukan memakai roller ball
yang spesifik dan dengan mesin diatermi yang cukup kuat, sehingga mampu membuat
vaporisasi kelenjar prostat. Teknik ini cukup aman, tidak banyak menimbulkan perdarahan
pada saat operasi, dan masa rawat inap di rumah sakit lebih singkat. Bladder Prostate Os
Pubis Rektum Namun teknik ini hanya diperuntukkan pada prostat yang tidak terlalu besar
(<50 gram) dan membutuhkan waktu operasi yang lebih lama.

e. Laser prostatektomi

Energi laser mulai dipakai sebagai terapi BPH sejak tahun 1986, yang dari tahun ke
tahun mengalami penyempurnaan. Terdapat 4 jenis energi yang dipakai, yaitu: Nd:YAG,
Holmium:YAG, KTP:YAG, dan diode yang dapat dipancarkan melaui bare fibre, right angle
fibre, atau interstitial fibre. Kelenjar protat pada suhu 60−65 C akan mengalami koagulasi
dan pada suhu yang lebih dari 100°C akan mengalami evaporasi (Purnomo,2012).
Jika dibandingkan dengan pembedahan, pemakaian Laser ternyata lebih sedikit menimbulkan
komplikasi, dapat dikerjakan secara poliklinis, penyembuhan lebih cepat, dan dengan hasil
yang kurang lebih sama. Sayangnya terapi ini membutuhkan terapi ulang sebesar 2% setiap
tahun. Kekurangannya adalah tidak dapat diperoleh jaringan untuk pemeriksaan patologi
(kecuali pada Ho:YAG), sering banyak menimbulkan disuria pasca-bedah yang dapat
berlangsung sampai 2 bulan, tidak langsung dapat miksi spontan setelah operasi, dan peak
flow rate yang lebih rendah dari pada pasca TURP.

f. Transurethral Needle Ablation of Prostate (TUNA)

Teknik ini memakai energi dari frekuensi radio yang menimbulkan panas sampai
mencapai 100°C, sehingga menyebabkan nekrosis jaringan prostat. Sistem ini terdiri atas
kateter TUNA yang dihubungkan dengan generator yang dapat membangkitkan energi pada
frekuensi radio 490 kHz. Kateter dimasukkan ke dalam uretra melalui sistoskopi dengan
pemberian anestesi topikal xylocaine sehingga jarum yang terletak pada ujung kateter terletak
pada kelenjar prostat. Pasien sering kali masih mengeluh hematuria, disuria, kadang-kadang
retensi urin, dan epididimo-orkitis.

Adapun obat-obatan yang sering digunakan pada pasien BPH, menurut Purnomo
(2011) diantaranya : penghambat adrenergenik alfa, penghambat enzin 5 alfa reduktase,
fitofarmaka

1. Penghambat adrenergenik alfa

Obat-obat yang sering dipakai adalah prazosin,doxazosin,terazosin,afluzosin atau


yang lebih selektif alfa (Tamsulosin). Dosis dimulai 1mg/hari sedangkan dosis tamsulosin
adalah 0,2-0,4 mg/hari. Penggunaaan antagonis alfa 1 adrenergenik karena secara selektif
dapat mengurangi obstruksi pada buli-buli tanpa merusak kontraktilitas detrusor. Obat ini
menghambat reseptor-reseptor yang banyak ditemukan pada otot polos di trigonum, leher
vesika, prostat, dan kapsul prostat sehingga terjadi relakasi didaerah prostat. Obat-obat
golongan ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan laju pancaran urin. Hal ini akan
menurunkan tekanan pada uretra pars prostatika sehingga gangguan aliran air seni dan gejala-
gejala berkurang. Biasanya pasien mulai merasakan berkurangnya keluhan dalam 1-2 minggu
setelah ia mulai memakai obat. Efek samping yang mungkin timbul adalah pusing, sumbatan
di hidung dan lemah. Ada obat-obat yang menyebabkan ekasaserbasi retensi urin maka perlu
dihindari seperti antikolinergenik, antidepresan, transquilizer, dekongestan, obatobat ini
mempunyai efek pada otot kandung kemih dan sfingter uretra.

2. Pengahambat enzim 5 alfa reduktase

Obat yang dipakai adalah finasteride (proscar) dengan dosis 1X5 mg/hari. Obat
golongan ini dapat menghambat pembentukan DHT sehingga prostat yang membesar akan
mengecil. Namun obat ini bekerja lebih lambat dari golongan alfa bloker dan manfaatnya
hanya jelas pada prostat yang besar. Efektifitasnya masih diperdebatkan karena obat ini baru
menunjukkan perbaikan sedikit 28 % dari keluhan pasien setelah 6-12 bulan pengobatan bila
dilakukan terus menerus, hal ini dapat memperbaiki keluhan miksi dan pancaran miksi. Efek
samping dari obat ini diantaranya adalah libido, impoten dan gangguan ejakulasi.
3. Fitofarmaka/fitoterapi
Penggunaan fitoterapi yang ada di Indonesia antara lain eviprostat. Substansinya
misalnya pygeum africanum, saw palmetto, serenoarepeus. Efeknya diharapkan terjadi
setelah pemberian selama 1- 2 bulan dapat memperkecil volum prostat.

 MONITORING BPH
a. pengukuran objektif pengosongan kandungan kemih, seperti penggunaan uroflowmeter
dan pengukuran volume urin residual postvoid, juga bermanfaat setelah 6-12 bulan terapi
finasterid atau lebih cepat dengan terapi antagonis alfa adrenergik.
b. urea nitrogen serum darah dan kreatinin dan urinalisis harus dimonitoring secara rutin.
Sebagai tambahan, pasien harus memiliki pengukuran PSA tahunan dan melakukan
pengujian rektal digital. Pasien yang menerima finasterid harus mengalami penurunan
sebanyak 50% PSA dalam 6 bulan. Pasien tanpa penurunan 50% PSA setelah 6 bulan
terapi finasterid harus di evaluasi untuk kanker prostat.

c. Pantau pasien terhadap efektivitas obat dalam mengurangi gejala dengan melihat indeks
gejala scoring AUA. Memastikan bahwa skor membaik (dengan penurunan minimal 3
poin). Jika pasien merasa tidak ada perbaikan setelah beberapa minggu dengan terapi
antagonis

a-adrenergik atau setelah 6 bulan 5a-reduktase inhibitor, pertimbangkan untuk dilakukan


bedah. Alternatif jika pasien dengan 5a-reduktase inhibitor saja bisa mempertimbangkan
menambah antagonis a-adrenergik.

d. Jika pengobatan dimulai dengan antagonis a-adrenergik, pantau pasien terhadap


hipotensi, pusing. Jika ada keparahan disetiap gejala dianjurkan untuk mengurangi dosis
obat, dan beralih ke uroselective antagonis a-adrenergik, atau menghentikan obat. Jika
pasien mengalami efek samping seperti malaise atau rhinitis, yakinkan bahwa hal
tersebut merupakan hal biasa akan membaik dengan terapi lanjutan.

e. jika pengobatan dimulai dengan 5a-reduktase inhibitor, pantau pasien terhadap obat yang
dapat menginduksi penurunan libido, disfungsi ereksi, atau gangguan ejakulasi. Jika
berat maka hentikan pengobatan.

Contoh lampiran yang dimonitoring


 Algoritma Pengobatan
MENSTRUASI

 Definisi Menstruasi

Menstruasi adalah gejala periodik pelepasan darah dan mukosa jaringan dari lapisan
dalam rahim melalui vagina.Menstruasi diperkirakan terjadi setiap bulan selama masa
reproduksi, dimulai saat pubertas (menarche) dan berakhir saat menopause, kecuali selama
masa kehamilan. Berdasarkan pengertian klinik, menstruasi dinilai berdasarkan 3 hal : Siklus
menstruasi, lama menstruasi, dan jumlah darah yang keluar. (Sarwono, 2011) 1.2

 Siklus Menstruasi

Siklus menstruasi merupakan daur menstruasi yang tiap bulannya dialami wanita
dihitung mulai dari hari pertama menstruasi atau datang bulan, sampai hari pertama
menstruasi di bulan berikutnya. Menstruasi dikatakan normal bila didapati siklus mentruasi
tidak kurang dari 24 hari, tetapi tidak melebihi 35 hari, kira-kira 24 – 35 hari dikatakan siklus
menstruasi yang normal (Sarwono, 2011).

Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara hipotalamus,hipofisis, dan


ovarium dengan perubahan-perubahan terkait pada jaringan sasaran pada saluran reproduksi
normal, ovarium memainkan peranan penting dalam proses ini, karena tampaknya
bertanggung jawab dalam pengaturan perubahan-perubahan siklik maupun lama siklus
menstruasi (Bobak, 2004). Ovarium menghasilkan hormon steroid, terutama estrogen dan
progesteron.Beberapa estrogen yang berbeda dihasilkan oleh folikel ovarium, yang
mengandung ovum yang sedang berkembang dan oleh sel-sel yang mengelilinginya.Estrogen
ovarium yang paling berpengaruh adalah estradiol.Estrogen bertanggung jawab terhadap
perkembangan dan pemeliharaan organ-organ reproduktif wanita dan karakteristik seksual
sekunder yang berkaitan dengan wanita dewasa.Estrogen memainkan peranan penting dalam
perkembangan payudara dan dalam perubahan siklus bulanan dalam uterus. Progesteron juga
penting dalam mengatur perubahan yang terjadi dalam uterus selama siklus menstruasi.
Progesteron merupakan hormon yang paling penting untuk menyiapkan endometrium yang
merupakan membran mukosa yang melapisi uterus untuk implantasi ovum yang telah
dibuahi.Jika terjadi kehamilan sekresi progesteron berperan penting terhadap plasenta dan
untuk mempertahankan kehamilan yang normal. Sedangkan endrogen juga dihasilkan oleh
ovarium, tetapi hanya dalam jumlah kecil. Hormon endrogen terlibat dalam perkembangan
dini folikel dan juga mempengaruhi libido wanita (Suzannec, 2001).Menstruasi disertai
ovulasi terjadi selang beberapa bulan sampai 2-3 tahun setelah menarche yang berlangsung
sekitar umur 17-18 tahun. Pada umumnya menstruasi akan berlangsung setiap 28 hari selama
±7 hari. Lama perdarahannya sekitas 3-5 hari dengan jumlah darah yang hilang sekitar 30-40
cc. Puncak pendarahannya hari ke-2 atau 3 hal ini dapat dilihat dari jumlah pemakaian
pembalut sekitar 2-3 buah. Diikuti fase proliferasi sekitar 6-8 hari (Manuaba dkk, 2006).

Bagian-bagian Siklus Menstruasi.Menurut Bobak (2004), ada beberapa rangkaian dari siklus
menstruasi, yaitu:

1. Siklus Endomentrium

Siklus endometrium menurut Bobak (2004), terdiri dari empat fase, yaitu :

a. Fase menstruasi Pada fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan disertai
pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum basale. Rata-rata fase ini berlangsung
selama lima hari (rentang 3-6 hari). Pada awal fase menstruasi kadar estrogen, progesteron,
LH (Lutenizing Hormon) menurun atau pada kadar terendahnya selama siklus dan kadar FSH
(Folikel Stimulating Hormon) baru mulai meningkat.

b. Fase proliferasi Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat yang berlangsung
sejak sekitar hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid, misalnya hari ke-10 siklus 24 hari,
hari ke-15 siklus 28 hari, hari ke-18 siklus 32 hari. Permukaan endometrium secara lengkap
kembali normal sekitar empat hari atau menjelang perdarahan berhenti. Dalam fase ini
endometrium tumbuh menjadi setebal ± 3,5 mm atau sekitar 8-10 kali lipat dari semula, yang
akan berakhir saat ovulasi. Fase proliferasi tergantung pada stimulasi estrogen yang berasal
dari folikel ovarium.

c. Fase sekresi/luteal Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari
sebelum periode menstruasi berikutnya. Pada akhir fase sekresi, endometrium sekretorius
yang matang dengan sempurna mencapai ketebalan seperti beludru yang tebal dan halus.
Endometrium menjadi kaya dengan darah dan sekresi kelenjar.

d. Fase iskemi/premenstrual Implantasi atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7
sampai 10 hari setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi, korpus
luteum yang mensekresi estrogen dan progesteron menyusut. Seiring penyusutan kadar
estrogen dan progesteron yang cepat, arteri spiral menjadi spasme, sehingga suplai darah ke
endometrium fungsional terhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan fungsional terpisah dari
lapisan basal dan perdarahan menstruasi dimulai.
2. Siklus Ovulasi

Ovulasi merupakan peningkatan kadar estrogen yang menghambat pengeluaran FSH,


kemudian hipofise mengeluarkan LH (lutenizing hormon). Peningkatan kadar LH
merangsang pelepasan oosit sekunder dari folikel. Folikel primer primitif berisi oosit yang
tidak matur (sel primordial).Sebelum ovulasi, satu sampai 30 folikel mulai matur didalam
ovarium dibawah pengaruh FSH dan estrogen.Lonjakan LH sebelum terjadi ovulasi
mempengaruhi folikel yang terpilih.Di dalam folikel yang terpilih, oosit matur dan terjadi
ovulasi, folikel yang kosong memulai berformasi menjadi korpus luteum.Korpus luteum
mencapai puncak aktivitas fungsional 8 hari setelah ovulasi, dan mensekresi baik hormon
estrogen maupun progesteron. Apabila tidak terjadi implantasi, korpus luteum berkurang dan
kadar hormon menurun. Sehingga lapisan fungsional endometrium tidak dapat bertahan dan
akhirnya luruh.

3. Siklus Hipofisis-hipotalamus

Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan progesteron darah
menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam darah ini menstimulasi hipotalamus
untuk mensekresi gonadotropin realising hormone (Gn-RH).Sebaliknya, Gn-RH
menstimulasi sekresi folikel stimulating hormone (FSH).FSH menstimulasi perkembangan
folikel de graaf ovarium dan produksi estrogennya.Kadar estrogen mulai menurun dan Gn-
RH hipotalamus memicu hipofisis anterior untuk mengeluarkan lutenizing hormone (LH).LH
mencapai puncak pada sekitar hari ke-13 atau ke-14 dari siklus 28 hari. Apabila tidak terjadi
fertilisasi dan implantasi ovum pada masa ini, korpus luteum menyusut, oleh karena itu kadar
estrogen dan progesteron menurun, maka terjadi menstruasi.

Faktor-faktor yang Berperan dalam Siklus Menstruasi Menurut Praworohardjo (1999), ada
beberapa faktor yang memegang peranan dalam siklus menstruasi antara lain:

1. Faktor enzim

Dalam fase proliferasi estrogen mempengaruhi tersimpannya enzim-enzim hidrolitik dalam


endometrium, serta merangsang pembentukan glikogen dan asam-asam mukopolisakarida.
Zat-zat yang terakhir ini ikut berperan dalampembangunan endometrium, khususnya dengan
pembentukan stroma di bagian bawahnya. Pada pertengahan fase luteal sintesis
mukopolisakarida terhenti, yang berakibat mempertinggi permeabilitas pembuluh-pembuluh
darah yang sudah berkembang sejak permulaan fase proliferasi.Dengan demikian lebih
banyak zat-zat makanan mengalir ke stroma endometrium sebagai persiapan untukimplantasi
ovum apabila terjadi kehamilan. Jika kehamilan tidak terjadi, maka dengan menurunnya
kadar progesterone, enzim-enzim hidrolitik dilepaskan, karena itu timbul gangguan dalam
metabolisme endometrium yang mengakibatkan regresi endomentrium dan perdarahan.

2. Faktor Vaskuler

Mulai fase proliferasi terjadi pembentukan sistem vaskularisasi dalam lapisan fungsional
endometrium.Pada pertumbuhan endometrium ikut tumbuh pula arteri-arteri, vena-vena.
Dengan regresi endometrium timbul statis dalam vena serta saluran-saluran yang
menghubungkannya dengan arteri, dan akhirnya terjadi nekrosis dan perdarahan dengan
pembentukan hematom baik dari arteri maupun dari vena.

3. Faktor prostaglandin

Endometrium mengandung banyak prostaglandin E2 dan F2.dengan desintegrasi


endometrium, prostaglandin terlepas dan menyebabkan berkontraksinya miometrium sebagai
suatu faktor untuk membatasi perdarahan pada haid.

 Gangguan Pada Menstruasi

Gangguan menstruasi adalah masalah yang umum selama masa remaja.Gangguan ini dapat
menyebabkan kecemasan yang signifikan bagi pasien dan keluarga mereka.Faktor fisik dan
psikologis berkontribusi pada masalah ini. Dalam rangka untuk mengobati gangguan
menstruasi, mengetahui apa itu siklus menstruasi yang normal itu penting. (Sarwono, 2011)

Gangguan menstruasi merupakan keluhan yang sering menyebabkan seorang wanita datang
berobat ke dokter atau ke tempat pertolongan pertama. Keluhan gangguan menstruasi
bervariasi dari ringan sampai berat dan tidak jarang menyebabkan rasa frustasi baik bagi
penderita, keluarganya bahkan dokter yang merawatnya. Selain menyebabkan gangguan
kesehatan, gangguan menstruasi ternyata berpengaruh pada aktivitas sehari-hari dan
mengganggu emosional si penderita. (Sarwono, 2011)

 Klasifikasi gangguan menstruasi.

Klasifikasi luas yang ada adalah sebagai berikut (MedScape) :

1. Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada menstruasi.


2. Kelainan siklus.
3. Perdarahan di luar menstruasi (Metroragia).
4. Dismenorea (Nyeri Menstruasi).
5. Syndroma Pramenstruasi (Premenstual Syndrome).
 Kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada menstruasi

a. Hipermenorea (menoragia)

Perdarahan menstruasi yang berlangsung lebih dari 8-10 hari dengan kehilangan darah lebih
dari 80 ml dianggap berlebihan. Pada bentuk gangguan seperti ini siklus menstruasi tetap
teratur akan tetap jumlah darah yang dikeluarkan cukup banyak. Penyebab terjadinya
kemungkinan terdapat mioma uteri (pembesaran rahim), polip endometrium, atau hiperplasia
endometrium (perubahan dinding rahim).Diagnosis kelainan dapat ditetapkan pemeriksaan
dalam, ultrasonografi (USG) dan pemeriksaan terhadap kerokan. (Sarwono, 2011)

b. Hipomenorea

Perdarahan menstruasi yang lebih pendek atau lebih kurang dari biasanya. Pada kelainan ini
siklus menstruasi tetap teratur sesuai dengan jadwal menstruasi akan tetapi jumlah darah yang
dikeluarkan relative sedikit. Penyebabnya kemungkinan gangguan hormonal, kondisi wanita
kekurangan gizi, atau wanita dengan penyakit tertentu. Pada peneletian sebelumnya sangat
jarang terjadi hipomenorea, bahkan tidak ada sama sekali siswi yang mengalami hal ini.
(Sianipar, 2009).Pada penelitian yang dilakukan di Gujarat hanya 2.8% yang mengalami
hipomenore. (Verma, Pandya, Ramanuj, Singh, 2011)

 Kelainan siklus
a. Polimenorea Siklus
Menstruasi yang lebih pendek dari biasa (kurang dari 21 hari).Polimenorea dapat
disebabkan oleh gangguan hormonal yang mengakibatkan gangguan ovulasi, atau
menjadi pendeknya masa luteal. Sebab lain adalah kongesti ovarium karena peradangan,
endometriosis, dan sebagainya. Pada penelitian sebelumnya didapati nol persen kasus
polimenore. (Sianipar, 2009)

b. Oligomenorea Siklus
Menstruasi lebih panjang (lebih dari 35 hari).Perdarahannya biasanya berkurang.Pada
kebanyakan kasus oligomenorea kesehatan wanita tidak terganggu, dan fertilitas cukup
baik.Siklus menstruasi biasanya juga ovulator dengan masa proliferasi lebih panjang dari
biasa.
c. Amenorea
Amenore dapat bersifat primer (yaitu, tidak pernah menstruasi) atau sekunder (yaitu,
menarche, tetapi tidak ada periode selama 3 bulan berturut-turut).Amenore primer adalah
tidak adanya menstruasi pada umur 16 tahun dengan adanya perkembangan pubertas
normal atau pada umur 14 tahun dengan tidak adanya perkembangan pubertas
normal.Mengevaluasi payudara dan perkembangan rahim pada pasien dengan gangguan
menstruasi adalah hal yang penting.Amenorea sekunder lebih sering daripada amenorea
primer.Etiologi yang paling umum adalah disfungsi dari aksis hipotalamus – hipofisis –
ovarium (HPO).
 Perdarahan di luar menstruasi (Metroragia)
Perdarahan yang terjadi dalam masa antara 2 menstruasi (metroragia).Pendarahan ini
disebabkan oleh keadaan yang bersifat hormonal dan kelainan anatomis.Pada kelainan
hormonal terjadi gangguan poros hipotalamus hipofisis, ovarium (indung telur) dan
rangsangan estrogen dan progesteron dengan bentuk pendarahan yang terjadi di luar
menstruasi, bentuknya bercak dan terus menerus, dan pendarahan menstruasi
berkepanjangan. Keadaan ini dipengaruhi oleh ketidak-seimbangan hormon tubuh, yaitu
kadar hormon progesteron yang rendah atau hormon estrogen yang tinggi. Penderita
hiposteroid (kadar hormon steroid yang rendah) atau hipersteroid (kadar hormon steroid
yang tinggi) dan fungsi adrenal yang rendah juga bisa menyebabkan gangguan ini.
Beberapa gangguan organ reproduksi juga dapat menyebabkan metroragia seperti infeksi
vagina atau Rahim endometriosis, kista ovarium, fibroid, kanker endometrium atau
indung telur, hiperplasia endometriosis, penggunaan kontrasepsi spiral yang mengalami
infeksi juga dapat menyebabkannya.Terdapat 36.4% siswi yang mengalami hal ini pada
penelitian yg dilakukan sebelumnya. (Sianipar, 2009)

 Dismenorea
Dismenore adalah keluhan yang sangat umum dan ada yang primer atau sekunder,
meskipun dismenore primer yang lebih menonjol.Gejala termasuk kram perut bagian
bawah dan nyeri panggul yang menjalar ke paha dan kembali tanpa terkait patologi
pelvis.Dismenore disebabkan oleh prostaglandin dan leukotrien selama siklus
ovulasi.Kadar prostaglandin endometrium meningkat selama fase luteal dan siklus
menstruasi, menyebabkan uterus berkontraksi.Dismenorea sekunder jarang terjadi, dan
rasa sakit yang berhubungan dengan patologi pelvis (misalnya, bikornuata rahim,
endometriosis, penyakit radang panggul, fibroid rahim).Sebuah patologi pelvis yang
mendasari (misalnya, endometriosis) atau anomali uterus (misalnya fibroid) mungkin ada
dalam sekitar 10 % kasus dismenore parah. (MedScape)

Derajat nyeri menstruasi (dismenorea) :

Derajat 0 : Tanpa rasa nyeri dan aktivitas sehari-hari tak terpengaruhi.


Derajat 1 : Nyeri ringan dan memerlukan obat rasa nyeri, namun aktivitas jarang
terpengaruhi.
Derajat 2 : Nyeri sedang dan tertolong dengan obat penghilang nyeri, tetapi
mengganggu aktivitas sehari-hari.
Derajat 3 : Nyeri sangat hebat dan tak berkurang walaupun telah menggunakan obat
dan tak mampu bekerja. Kasus ini harus segera ditangani oleh dokter.

 Syndroma Pramenstruasi (Premenstrual Syndrome)


Kadar sindroma pramenstruasi (PMS) dan waktunya pada setiap wanita tidak selalu
sama. Ada wanita yang merasa sangat sakit sampai menderita kram dan tidak dapat
beraktifitas. Beberapa ahli mengatakan bahwa gejala tersebut berhubungan kadar hormon
estrogen dan progesteron pada siklus menstruasi. Menurut ahli lain memperkirakan gangguan
menjelang menstruasi berhubugan dengan masalah psikis, misalnya wanita menganggap
masa menstruasi sebagai beban sehingga tanpa sadar ia menolaknya. Gangguan ini bisa juga
merupakan tanda dari penyakit yang serius seperti endometriosis, kista atau angioma uteri
dan adanya infeksi Rahim. Gejala yang muncul akan terjadi pada separuh ahkir dari siklus
menstruasi, yang menghilang saat mulainya menstruasi. Manifestasi klinisdapat berupa
penuhnya payudara dan terasa nyeri, bengkak, kelelahan, sakit kepala, peningkatan nafsu
makan, iritabilitas dan ketidakstabilan perasaan dan depresi, kesulitan dalam kosentrasi,
keluar air mata dan kecenderungan untuk melakukan kejahatan.Hampir sepertiga wanita
produktif menghidap PMS.Gejala yang muncul selain diatas juga ada. (MedScape)
Gangguan menstruasi yang terbanyak dialami oleh responden dalam penelitian
sebelumnya adalah gangguan lain yang berhubungan dengan menstruasi yang meliputi
sindrom pramenstruasi (75.8%), dismenorea (54.5%), dan perdarahan di luar menstruasi
(36.4%). Hasil ini lebih rendah dari yang ditemukan Vegas et al. Namun hampir sama dengan
literatur, bahwa prevalensi dismenorea bervariasi antara 15.8 – 89.5%. Penelitian Cakir et al.
Pada mahasiswi di Turki memperlihatkan dismenorea merupakan gangguan menstruasi
dengan prevalensi terbesar yaitu 89.5%.(Sianipar, 2009).
 Prevalensi gangguan menstruasi
Proses siklus menstruasi kadang berlangsung pasang surut dan berubah-ubah setiap
bulannya yang dapat menimbulkan masalah gangguan menstruasi. Gangguan yang
dialamipun bervariasi, bias terjadi pada saat,sebelum atau sesudah menstruasi,diantaranya
sindrom pra-menstruasi,dismenorea,amenotrea,hipermenore dan lain-lain. Pada penelitian NI
Kadek dan Susi Purnawati (2016) dikatakan bahwa dismenorea merupakan gangguan
menstruasi tersering yaitu sekitar 73,83%. Tingginya prevalensi gangguan menstruasi
disebabkan oleh berbagai factor seperti stress,lifestyle,aktivitas fisik,kondisi medis kelainan
hormonal dan statu gizi.

 Faktor Resiko Gangguan Menstruasi :


1. Usia
2. Berat Badan
3. Siklus dan Aliran Menstruasi
4. Sejarah Kehamilan
5. Merokok
6. Stress

 Pemeriksaan
1. Pemeriksaaan Fisik
 Tinggi badan,
 Berat badan,
 Ciri-ciri kelamin skunder,
 hirsutisme,
 Tes darah,
 Tes Pencitraan

2. Pemeriksaan Klinis
a. Tes laboratorium
• Tes kehamilan
• Prolaktin (5 – 25 ng/ml)
b. Pemeriksaan : CT Scan atau MRI
• Jika PCOS dicurigai, pertimbangkan untuk pemeriksaa testosteron bebas atau total
• Jika dugaan gagal ovarium prematur dicurigai, pertimbangkan untuk melakukan
pemeriksaan follicle stimulating hormon (FSH) dan hormon luteinizing (LH)

 Penanganan
1. Bergantung pada penyebab siklus menstruasi.
2. pilKB dapat meringankan gejala PMS dan mengatur aliran darah yang berlebihan
3. Melakukan pergantian hormon jika perdarahan disebabkan oleh tiroid atau gangguan
hormonal lainnya
4. Olahraga
5. Membatasi konsumsi garam atau sodium
6. Membatasi konsumsi alkohol, kafein, dan gula
7. Berendam di air hangat
 DEFINISI KONTRASEPSI

Kontrasepsi berasal dari kata ‘kontra’ yang berarti mencegah/menghalangi dan


‘konsepsi’ yang berarti pembuahan atau pertemuan antara sel telur dengan sperma. Jadi
kontrasepsi dapat diartikan sebagai suatu cara untuk mencegah terjadinya kehamilan sebagai
akibat pertemuan antara sel telur dengan sperma.

Menurut BKKBN (2012) alat kontrasepsi adalah alat yang digunakan untuk mencegah
kehamilan, adapun alat tersebut yang legal rneliputi pil, suntik, alat kontrasepsi dalam rahim,
alat kontrasepsi bawah kulit atau imiplant, spiral atau kondom yang diantaranya ada yang
mengandung hormone estrogen yaitu jenis suntik, sedangkan yang mengandung horrnon
campuran estrogen dan progesteron adalah pil, dan inplant

 MACAM- MACAM KONTRASEPSI

Melalui tahapan konseling pelayanan KB, Pasangan Usia Subur (PUS) dapat
menentukan pilihan kontrasepsi sesuai dengan kondisi dan kebutuhannya berdasarkan
informasi yang telah mereka pahami, termasuk keuntungan dan kerugian, risiko metode
kontrasepsi dari petugas kesehatan. Program Keluarga Berencana (KB) dilakukan diantaranya
dalam rangka mengatur jumlah kelahiran atau menjarangkan kelahiran. Sasaran program KB
adalah Pasangan Usia Subur (PUS) yang lebih dititikberatkan pada kelompok Wanita Usia
Subur (WUS) yang berada pada kisaran usia 15-49 tahun (KemenKes, 2015)
Terdapat beberapa macam alat kontrasepsi yang dapat digunakan, antara lain:

a. Metode kontrasepsi sederhana

1) Metode kalender
Metode ini didasarkan pada suatu perhitungan yang diperoleh dari informasi yang
dikumpulkan dari sejumlah menstruasi secara berurutan. Untuk mengidentifikasi hari
subur, dilakukan pencatatan siklus menstruasi dengan durasi minimal enam dan
dianjurkan dua belas siklus. Untuk menjamin efektivitas maksimum, metode kalender
sebaiknya dikombinasikan dengan indikator-indikator lainnya.

2) Metode Amenorea Laktasi (MAL)


Menyusui eksklusif merupakan suatu metode kontrasepsi sementara yang cukup
efektif, selama klien belum mendapat haid dan waktunya kurang dari enam bulan
pasca persalinan. Efektifnya dapat mencapai 98%. MAL efektif bila menyusui lebih
dari delapan kali sehari dan bayi mendapat cukup asupan perlaktasi.

3) Metode suhu tubuh


Saat ovulasi peningkatan progesteron menyebabkan peningkatan suhu basal tubuh
(SBT) sekitar 0,2°C-0,4°C. Peningkatan suhu tubuh adalah indikasi bahwa telah
terjadi ovulasi. Selama 3 hari berikutnya memperhitungkan waktu ekstra dalam masa
hidup sel telur diperlukan pantang berhubungan intim. Metode suhu mengidentifikasi
akhir masa subur bukan awalnya.

4) Senggama terputus (koitus interuptus)


Senggama terputus adalah metode keluarga berencana tradisional, dimana pria
mengeluarkan alat kelaminnya (penis) dari vagina sebelum pria mencapai ejakulasi.
Efektifitas bergantung pada kesediaan pasangan untuk melakukan senggama terputus
setiap pelaksanaannya (angka kegagalan 4– 18 kehamilan per 100 wanita).

b. Metode Barrier

1) Kondom
Kondom merupakan selubung atau sarung karet yang dapat dibuat dari berbagai
bahan diantaranya lateks (karet), plastik (vinil), atau bahan alami (produksi hewan)
yang dipasang pada penis saat berhubungan seksual. Kondom tidak hanya mencegah
kehamilan tetapi juga mencegah Infeksi Menular Seksual termasuk HIV/AIDS.

Keuntungan:
a) Efektif bila digunakan dengan benar
b) Tidak mengganggu kesehatan pengguna
c) Murah dan dapat dibeli secara umum

Kerugian:
a) Agak mengganggu hubungan seksual (mengurangi sentuhan langsung)
b) Harus selalu tersedia setiap kali berhubungan seksual
c) Cara penggunaan sangat mempengaruhi keberhasilan kontrasepsi

2) Diafragma
Diafragma adalah kap berbentuk bulat cembung, terbuat dari lateks (karet) yang di
insersikan ke dalam vagina sebelum berhubungan seksual dan menutup serviks.

Keuntungan:
a) Tidak mengganggu reproduksi ASI
b) Tidak mengganggu kesehatan pengguna
c) Tidak mengganggu hubungan seksual karena telah terpasang

Kerugian:
a) Pemasangannya membutuhkan keterampilan
b) Untuk pemakaian¸ perlu instruksi dan cara pemasangan oleh tenaga klinik yang
terlatih
c) Pada beberapa pengguna menjadi penyebab infeksi saluran uretra
3) Spermisida
Spermisida adalah bahan kimia (non oksinol-9) digunakan untuk menonaktifkan atau
membunuh sperma. Dikemas dalam bentuk aerosol (busa), tablet vaginal suppositoria,
atau dissolvable film, dan dalam bentuk krim.

c. Metode Kontrasepsi Modern

1) Kontrasepsi pil
Kontrasepsi pil merupakan jenis kontrasepsi oral yang harus diminum setiap hari yang
bekerja mengentalkan lendir serviks sehingga sulit dilalui oleh sperma. Terdapat dua
macam yaitu kontrasepsi kombinasi atau sering disebut pil kombinasi yang
mengandung progesteron dan estrogen, kemudian kontrasepsi pil progestin yang sering
disebut dengan mini pil yang mengandung hormon progesterone.

Keuntungan:
a) Mudah menggunakan
b) Mudah dihentikan setiap saat
c) Dapat digunakan jangka panjang selama perempuan masih ingin menggunakannya
untuk mencegah kehamilan
d) Kesuburan segera kembali setelah penggunaan pil dihentikan

Kerugian:
a) Memerlukan disiplin dari pemakai
b) Dapat mengurangi ASI pada pil yang mengandung estrogen
c) Kembalinya kesuburan agak lambat

2) Kontrasepsi implant
Kontrasepsi implant adalah alat kontrasepsi silastik berisi hormon jenis progesteron
levonorgestrel yang ditanamkan dibawah kulit, yang bekerja mengurangi transportasi
sperma. Mekanisme kerjanya yang pasti belum dapat dipastikan tetapi mungkin sama
seperti metode lain yang hanya mengandung Progestin. Implan memiliki efek
mencegah ovulasi, mengentalkan lendir serviks, dan menghambat perkembangan
siklis endometrium. Efektivitas implant sangat tinggi mencapai 0,05 – 1 kehamilan
per 100 wanita dalam tahun pertama pemakaian. Angka kegagalan implant lebih
rendah bila dibandingkan dengan metode barier, pil KB, dan IUD.

Keuntungan :
a. Implant merupakan metode kontrasepsi yang sangat efektif
b. Tidak merepotkan dan tidak mengganggu senggama
c. Resiko untuk lupa lebih kecil dibandingkan pil KB dan suntikan karena implant
dipasang tiap 5 tahun
d. Mudah diangkat dan segera setelah diangkat kesuburan akseptor akan kembali
e. Pemasangan dapat dilakukan oleh petugas non medis yang terlatih
f. Dapat mengurangi efek samping yang ditimbulkan oleh Estrogen karena implant
tidak mengandung Estrogen
g. Lebih efektif secara biaya karena walaupun harganya mahal tetapi masa
pemakaiannya mencapai 5 tahun

Kerugian :
a. Efektivitas dapat berkurang bila digunakan bersama obat-obatan tertentu
b. Merubah siklus haid dan meningkatkan berat badan
c. Tergantung pada petugas
d. Tidak melindungi dari resiko tertularnya PMS

3) Alat Kontrasepsi Dalam Rahim (AKDR) atau Intra Uterine Devices (IUD)

AKDR adalah kontrasepsi yang terbuat dari plastik halus berbentuk spiral atau berbentuk lain
yang dipasang di dalam rahim dengan memakai alat khusus oleh dokter atau paramedis lain
yang terlatih. Mekanisme kerja AKDR belum diketahui tetapi kemungkinan AKDR
menyebabkan perubahan-perubahan seperti munculnya sel-sel radang yang menghancurkan
blastokis atu spermatozoa, meningkatkan produksi prostaglandin sehingga implantasi
terhambat, serta bertambah cepatnya pergerakan ovum di tuba falopii. Efektivitas IUD
mencapai 0,6 – 0,8 kehamilan per 100 wanita selama tahun pertama penggunaannya. Angka
kegagalan IUD 1 – 3 kehamilan per 100 wanita per tahun.

Keuntungan AKDR :
a. Efektivitas tinggi
b. Dapat memberikan perlindungan jangka panjang sampai dengan 10 tahun
c. Tidak mengganggu hubungan seksual
d. Efek samping akibat Estrogen dapat dikurangi karena AKDR hanya mengandung
Progestin
e. Tidak ada kemungkinan gagal karena kesalahan akseptor KB
f. Reversibel
g. Dapat disediakan oleh petugan non medis terlatih
h. Akseptor hanya kembali ke klinik bila muncul keluhan
i. Murah

Kerugian AKDR :
a. Perlunya pemeriksaan pelvis dan penapisan PMS sebelum pemasangan
b. Butuh pemerikasaan benang setelah periode menstruasi jika terjadi kram, bercak,
atau nyeri.
c. Akseptor tidak dapat berhenti disembarang waktu
4) Kontrasepsi Mantap (KONTAP)

Kontrasepsi mantap merupakan suatu cara permanen baik pada pria dan pada wanita,
dilakukan dengan tindakan operasi kecil untuk mengikat atau menjepit atau memotong
saluran telur (wanita), atau menutup saluran mani laki-laki.

 Metode Operatif Pria (MOP)


MOP merupakan suatu metode kontrasepsi operatif minor yang aman, sederhana,
dam sangat efektif, memakan waktu operasi relatif singkat dan tidak memerlukan
anestesi umum. MOP dilakukan dengan cara memotong vas deferens sehingga
sperma tidak dapat mencapai air mani dan air mani yang dikeluarkan tidak
mengandung sperma. Efektivitas sangat tinggi mencapai 0,1 – 0,15 kehamilan per
100 wanita selama tahun pertama pemakaian. Angka kegagalan < 1 kehamilan per
100 wanita.

Keuntungan MOP :
a. Sangat efektif
b. Tidak mengganggu senggama
c. Tidak ada perubahan fungsi seksual
d. Baik untuk klien yang bila mengalami kehamilan akan membahyakan jiwanya
e. Murah

Kerugian MOP :
a. Permanen, kesuburan tidak dapat kembali normal
b. Efek tertunda sampai 3 bulan atau 20 kali ejakulasi
c. Nyeri setelah prosedur serta komplikasi lain akibat pembedahan dan anestesi
d. Hanya dapat dilakukan oleh dokter yang terlatih
e. Tidak memberi perlindungan terhadap PMS

 Metode Operatif Wanita (MOW)


MOW adalah tindakan operasi minor untuk mengikat atau memotong kedua tuba
falopii sehingga ovum dari overium tidak akan mencapai uterus dan tidak akan
bertemu dengan spermatozoa. Efektivitas MOW sekitar 0,5 kehamilan per 100
wanita selama tahun pertama pemakaian, sedikit lebih rendah dibandingkan MOP.

Keuntungan MOW :
a. Sangat efektif Metode Operatif Wanita (MOW)
b. Segera efektif
c. Permanen
d. Tidak mengganggu senggama
e. Baik untuk klien yang bila mengalami kehamilan akan membahyakan jiwanya
f. Pembedahan sederhana dan hanya perlu anestesi local
g. Tidak ada efek samping jangka panjang
h. Tidak ada gangguan seksual
Kerugian MOW :
a. Permanen
b. Nyeri setelah prosedur serta komplikasi lain akibat pembedahan dan anestesi
c. Hanya dapat dilakukan oleh dokter yang terlatih
d. Tidak memberi perlindungan terhadap PMS
e. Meningkatkan resiko kehamilan ektokpik

5) Kontrasepsi Suntikan
Kontrasepsi suntikan adalah kontrasepsi yang diberikan dengan cara disuntikkan secara
intramuskuler di daerah otot pantat (gluteus maximus). Cara kerja kontrasepsi suntik
yaitu dengan mencegah ovulasi, mengentalkan lerndir serviks, dan menghambat
perkembangan siklis endometrium. Efektivitas dari kontrasepsi suntik sangat tinggi
mencapai 0,3 kehamilan per 100 wanita selama tahun pertama penggunaan. Angka
kegagalan metode ini

Keuntungan:
a) Jangka panjang
b) Risiko terhadap kesehatan kecil
c) Aman

Kerugian :
a) Terjadi perubahan pada pola haid
b) Kemungkinan terlambatnya pemulihan kesuburan setelah penghentian pemakaian

 EFEK SAMPING KONTRASEPSI


Setiap metode kontrasepsi yang ditawarkan memiliki keunggulan dan kekurangan. Respon di
tubuh akseptor berbeda-beda sesuai dengan keadaan kesehatannya secara menyeluruh.
Kekurangan dari metode kontrasepsi yang ditawarkan diantaranya bahwa metode kontrasepsi
memiliki angka kegagalan dan memiliki efek samping penggunaan, serta komplikasi yang
dapat timbul akibat dari interaksi metode KB dengan keadaan akseptor (penyakit, obat yang
dikonsumsi, gaya hidup).

1. Pil
Pil adalah obat pencegah kehamilan yang diminum. Pil telah diperkenalkan sejak 1960.
Pil diperuntukkan bagi wanita yang tidak hamil dan menginginkan cara pencegah
kehamilan sementara yang paling efektif bila diminum secara teratur. Efek samping yang
dapat timbul dan penanggulangannya diantaranya adalah

Efek samping dan penanggulangannya


a) Terjadi amenorrhea
 Pastikan hamil atau tidak, jika tidak hamil maka tidak diperlukan tindakan
khusus, cukup lakukan konseling.
 Bila amenorrhea berlanjut, atau hal tersebut membuat klien khawatir, maka
lakukan rujukan ke dokter kandungan.
 Bila hamil, hentikan pil, lanjutkan kehamilan dan yakinkan klien bahwa pil
yang telah diminumnya tidak memberikan efek terhadap janin.
 Bila diduga terjadi kehamilan ektopik, lakukan rujukan.

b) Perdarahan bercak/Spotting
 Lakukan tes kehamilan atau pemeriksaan ginekologik.
 Apabila tidak menimbulkan masalah kesehatan/tidak hamil, tidak perlu
tindakan khusus.
 Jelaskan kembali bahwa efek samping ini biasa terjadi pada penggunaan 3
bulan pertama dan akan berhenti.
 Apabila klien tetap tidak menerima keadaan tersebut, bantu memilih metode
kontrasepsi lain.

c) Mual, pusing/muntah
Tes kehamilan atau pemeriksaaan ginekologi, bila tidak hamil berikan konseling
cara minum pil yang benar.

2. Suntik
Kontrasepsi suntikan adalah cara untuk mencegah terjadinya kehamilan dengan melalui
suntikan hormonal. Adapun efek samping yang dapat timbul dan penanggulangannya
diantaranya adalah

Efek samping dan penanggulangannya

1) Amenorrhoe
a) Jelaskan kembali efek samping KB suntik.
b) Pastikan kehamilan, jika tidak hamil maka tidak perlu diberi pengobatan
khusus, jelaskan bahwa darah haid tidak berkumpul dalam rahim.
c) Bila klien tidak menerima kelainan haid tersebut, suntikan sebaiknya tidak
dilanjutkan, bantu klien memilih jenis alat kontrasepsi yang lain.
d) Bila klien hamil, hentikan penyuntikan dan jelaskan bahwa hormon yang
terdapat dalam suntik KB sedikit sekali pengaruhnya terhadap janin.

2) Perdarahan
a) Jelaskan bahwa perdarahan ringan/bercak (spotting) sering dijumpai, namun
tidak berbahaya. Apabila tetap berlanjut lebih dari 3 bulan pemakaian, perlu
dicari penyebab perdarahan tersebut. Sedangkan apabila tidak ditemukan
penyebabnya, maka tanyakan pada klien apakah masih tetap ingin
menggunakan metode kontrasepsi suntik, jika tidak bantu klien memilih
metode kontrasepsi yang lain.
b) Bila ditemukan penyakit radang panggul atau penyakit akibat hubungan
seksual, klien perlu diberi pengobatan yang sesuai, klien dapat terus
melanjutkan penggunaan kontrasepsi suntik.
c) Bila perdarahan banyak/memanjang (lebih dari 8 hari) atau dua kali lebih
banyak dari perdarahan yang biasanya dialami pada siklus haid normal,
jelaskan bahwa hal tersebut biasa terjadi pada bulan pertama suntikan.
d) Bila gangguan tersebut menetap, perlu dicari penyebabnya, dan bila
ditemukan kelainan ginekologik, klien perlu diobati/dirujuk.
e) Bila perdarahan yang terjadi tidak dapat diterima klien/mengancam kesehatan
klien, maka hentikan penyuntikan, bantu klien memilih metode kontrasepsi
yang sesuai.

3. Implant/Norplant
Alat kontrasepsi bawah kulit, karena dipasang di bawah kulit pada lengan atas, alat
kontrasepsi ini disusupkan di bawah kulit lengan atas sebelah dalam. Adapun efek
samping yang dapat timbul dan penanggulangannya diantaranya adalah

a. Efek samping dan penanggulangannya

1) Amenorrhea
a) Pastikan kehamilan, apabila tidak hamil, lakukan konseling tidak perlu
penanganan khusus.
b) Bila klien tidak dapat menerima keadaannya, cabut implant dan anjurkan
menggunakan kontrasepsi lain.
c) Bila terjadi kehamilan, dan klien ingin melanjutkan kehamilan, cabut implant
dan jelaskan bahwa hormon progestin sintetik pada implant tidak berbahaya
bagi janin.
d) Bila diduga terjadi kehamilan ektopik, rujuk klien.

2) Perdarahan bercak/Spotting
a) Jelaskan kembali bahwa perdarahan ringan/bercak sering ditemukan terutama
pada tahun pertama panggunaan.
b) Bila klien tetap saja mengeluh dan merasa tidak nyaman atas keluhannya dan
ingin tetap melanjutkan pemakaian, maka dapat diberikan pil kombinasi
selama satu siklus dan berikan Ibuprofen 3x800mg selama 5 hari, perdarahan
akan terjadi setelah pil kombinasi habis.
c) Apabila terjadi perdarahan lebih dari biasanya, maka berikan 2 tablet pil
kombinasi untuk 3-7 hari dan kemudian dilanjutkan dengan satu siklus pil
kombinasi, dan atau berikan 50µg ethynilestradiol atau 1,25mg estrogen
equein konjugasi untuk 14-21 hari.

3) Ekspulsi batang implant


a) Cabut kapsul yang ekspulsi, periksa apakah kapsul yang lain masih di tempat,
dan apakah terdapat tanda-tanda infeksi pada daerah insisi.
b) Apabila tidak ditemukan adanya tanda-tanda infeksi dan kapsul yang lain
masih berada pada tempatnya, pasang kapsul baru satu buah pada tempat
insersi yang berbeda.
c) Bila ada infeksi, cabut seluruh kapsul yang ada dan pasang kapsul baru pada
lengan yang lain, atau anjurkan klien menggunakan metode kontrasepsi lain.

4) Infeksi pada daerah insersi


a) Bila terjadi infeksi tanpa nanah, bersihkan dengan sabun dan air, kemudian
berikan antiseptik, lalu berikan antibiotik oral yang sesuai untuk 7 hari.
b) Untuk sementara implant tidak dilepas, ditunggu satu minggu, klien
diinstruksikan kembali dalam satu minggu.
c) Apabila setelah satu minggu keadaan luka tidak membaik, cabut implant dan
pasang implant yang baru pada sisi lengan yang lain atau cari metode
kontrasepsi lain yang sesuai.
d) Apabila ditemukan abses, bersihkan dengan antiseptic, lakukan insisi dan
alirkan pus keluar, cabut implant, lakukan perawatan luka, dan berikan
antibiotika oral yang sesuai selama 7 hari.

5) Berat badan naik/turun


a) Informasikan kembali pada klien tentang efek samping implant terhadap
peningkatan berat badan, apabila terjadi perubahan berat badan 1-2 kg, maka
hal ini masih dapat dikatakan normal.
b) Kaji ulang diit klien apabila terjadi perubahan berat badan 2 kg atau lebih.
c) Apabila perubahan berat badan ini tidak dapat diterima, maka bantu klien
mencari metode kontrasepsi lain.

4. Intra Uterine Devices (IUD) / AKDR


AKDR atau IUD (Intra Uterine Device) bagi banyak kaum wanita merupakan alat
kontrasepsi yang terbaik. Alat ini sangat efektif dan tidak perlu diingat setiap hari
seperti halnya pil
Efek samping : Efek dari penggunaan IUD/AKDR sangat jarang menimbulkan
komplikasi yang serius jika pemasangan dilakukan oleh tenaga ahli yang kompeten.
Efek samping umum terjadi: perubahan siklus haid, haid lebih lama dan banyak,
perdarahan antar mensturasi, saat haid lebih sakit
Komplikasi lain: merasa sakit dan kejang selama 3 sampai 5 hari setelah pemasangan,
perdarahan berat pada waktu haid atau diantaranya yang memungkinkan penyebab
anemia, perforasi dinding uterus (sangat jarang apabila pemasangan benar).
5. Tubektomi
Tubektomi adalah pemotongan saluran indung telur (tuba fallopi) sehingga sel telur
tidak bisa memasuki Rahim untuk dibuahi.
Efek samping
1) Reaksi alergi anestesi
Reaksi ini dapat terjadi pada saat dilakukan tindakan operasi baik operasi besar atau
kecil.
2).Infeksi atau abses pada luka
3).Perforasi rahim
Sebab terjadinya, karena elevator rahim didorong terlalu kuat ke arah yang salah,
teknik operasi yang cukup sulit dan peralatan yang kurang memadai, serta keadaan
anatomi tubuh yang rumit (biasanya posisi rahim hiperretrofleksi, adanya
perlengketan pada rahim, dan pasca keguguran).

6. Vasektomi
Prosedur klinik untuk menghentikan kapasitas reproduksi pria dengan jalan melakukan
oklusi vasa deferensia alur transportasi sperma terhambat dan proses fertilisasi tidak
terjadi.
Efek samping :
1) Reaksi alergi anestesi
Reaksi ini terjadi karena adanya reaksi hipersensitif/alergi karena masuknya larutan
anastesi lokal ke dalam sirkulasi darah atau pemberian anastesi lokal yang melebihi
dosis.
2) Perdarahan
Biasanya terjadi perdarahan pada luka insisi di tempat operasi, dan perdarahan
dalam skrotum. Penyebab terjadinya perdarahan tersebut karena terpotongnya
pembuluh darah di daerah saluran mani dan atau daerah insisi.
Penanggulangannya perdarahan dihentikan dengan penekanan pada pembuluh darah
yang luka apabila terjadi pada saat operasi.
3) Hematoma
Hematoma ditandai dengan adanya bengkak kebiruan pada luka insisi kulit skrotum.
Hal ini disebabkan karena pecahnya pembuluh darah kapiler. Penanggulangannya
dilakukan dengan tindakan medis yaitu memberikan kompres hangat, kemudian beri
penyangga skrotum, dan bila perlu dapat diberikan salep anti hematoma.
4) Infeksi
Gejala/keluhan apabila terjadi infeksi yaitu adanya tanda-tanda infeksi seperti panas,
nyeri, bengkak, merah dan bernanah pada luka insisi pada kulit skrotum. Penyebab
infeksi ini karena tidak dipenuhinya standar sterilisasi peralatan, standar pencegahan
infeksi dan kurang sempurnanya teknik perawatan pasca operasi.
5) Granuloma sperma
a) Granuloma sperma yaitu adanya benjolan kenyal yang kadang disertai rasa nyeri
di dalam skrotum. Penyebabnya adalah keluarnya spermatozoa dari saluran dan
masuk ke dalam jaringan sebagai akibat tidak sempurnanya ikatan vas deferens.
b) Apabila granuloma sperma kecil akan di absorpsi spontan secara sempurna. Bila
granuloma besar rujuk ke RS untuk dilakukan eksisi sperma granuloma dan
mengikat kembali vas deferens, namun biasanya akan sembuh sendiri. Rasa nyeri
dapat diatasi dengan pemberian analgetik
6) Gangguan penis
a) Meningkatnya gairah seksual (libido) dan menurunnya kemampuan ereksi
(impotensi) merupakan keluhan yang sering dialami oleh pria setelah operasi.
Kemungkinan besar disebabkan oleh gangguan psikologis (baik yang meningkat
libidonya ataupun yang impotensi), karena secara biologis pada vasektomi
produksi testoteron tidak terganggu sehingga libido (nafsu seksual) tetap ada.
b) Penanggulangan dari efek samping ini tidak perlu dilakukan tindakan medis,
namun perlu dilakukan psikoterapi.

 INTERAKSI KONTRASEPSI

Progestogen desogestrel, drospirenon dan gestoden (dalam kombinasi dengan etinilestradiol)


dapat digunakan pada wanita yang mengalami efek samping (seperti jerawat, sakit kepala,
depresi, penambahan berat badan, simptom payudara, dan breakthrough bleeding) dengan
progestogen lain. Akan tetapi, sebaiknya tetap diperingatkan bahwa desogestrel dan gestoden
juga dapat meningkatkan risiko tromboembolisme vena. Drospirenon, derivat spironolakton,
memiliki aktivitas anti-androgenik dan antimineralokortikoid; sebaiknya digunakan dengan
hati-hati jika terjadi peningkatan kadar kalium. Progestogen norelgestromin dikombinasikan
dengan etinilestrasiol dalam plester transdermal.

RisikoTromboembolismeVenaTerdapat peningkatan risiko penyakit tromboembolisme vena


(khususnya selama tahun pertama) pada pengguna kontrasepsi oral namun risiko ini masih
lebih rendah dibandingkan tromboembolisme vena pada kehamilan (sekitar 60 kasus
tromboembolisme vena per 100.000 kehamilan). Pada semua kasus, risiko tromboembolisme
vena meningkat dengan bertambahnya usia dan adanya faktor risiko tromboembolisme vena
(misalnya obesitas). Risiko terjadinya tromboembolisme vena dengan plester transdermal
belum diketahui.

Kejadian tromboembolisme vena pada wanita sehat tidak hamil yang tidak mengkonsumsi
kontrasepsi oral adalah sekitar 5 kasus/100.000 wanita per tahun. Pada penggunaan
kontrasepsi kombinasi oral mengandung progestogen generasi kedua misalnya
levonorgestrel, tromboembolisme vena terjadi pada sekitar 15/100.000 wanita per tahun.
Beberapa penelitian melaporkan peningkatan risiko tromboembolisme vena pada wanita yang
menggunakan sediaan generasi ketiga progestogen desogestrel dan gestodene; sekitar
25/100.000 wanita per tahun.

Diare dan Muntah


Muntah dalam waktu 2 jam setelah pemberian kontrasepsi oral atau terjadi diare yang sangat
berat dapat mengganggu absorbsi. Diperlukan kontrasepsi tambahan diperlukan selama
muntah/diare dan 7 hari setelah sembuh. Jika diare dan muntah terjadi selama penggunaan 7
tablet terakhir, interval bebas pil selanjutnya sebaiknya diabaikan (Jika menggunakan tablet
ED abaikan 7 tablet inaktif lainnya).
Interaksi
Efektivitas dari kontrasepsi oral kombinasi maupun yang hanya mengandung progesteron
akan menurun jika berinteraksi dengan obat yang menginduksi aktivitas enzim hepatik
(misalnya karbamazepin, griseofulvin, modafinil, nelfinavir, nevirapin, okskarbazepin,
fenitoin, fenobarbital, ritonavir, topiramat, rifabutin serta rifampisin). Kondom dan juga
kontrasepsi kerja panjang seperti kontrasepsi injeksi, lebih tepat untuk pasien dengan infeksi
HIV atau dengan risiko infeksi HIV dan saran tentang kemungkinan interaksi dengan obat
antiretrovirus sebaiknya diberikan oleh dokter spesialis yang menangani HIV. Untuk
penggunaan obat yang menginduksi enzim tetapi jangka pendek, dosis kontrasepsi kombinasi
oral sebaiknya disesuaikan sehingga didapat kadar etinilestradiol 50 mcg atau lebih setiap
hari, selanjutnya sebaiknya diperhatikan kemungkinan diperlukan kontrasepsi tambahan
selama mengunakan obat yang menginduksi enzim dan 4 minggu setelah penghentian obat.

Wanita yang menggunakan obat penginduksi enzim jangka panjang dianjurkan untuk
melakukan metode kontrasepsi yang tidak dipengaruhi oleh interaksi obat. Pada wanita yang
tidak dapat menggunakan metode kontrasepsi alternatif, dianjurkan menggunakan 'tricycling’
(misalnya menggunakan 3 atau 4 paket tablet monofasik tanpa diikuti istirahat dengan
interval pendek 4 hari bebas tablet, tetapi pasien sebaiknya diperingatkan mengenai
ketidakpastian efektivitas regimen ini). Rifampisin dan rifabutin adalah obat penginduksi
enzim yang kuat oleh karena itu metode kontrasepsi alternatif (seperti IUD) selalu
dianjurkan.Karena aktivitas enzim menjadi tidak kembali normal setelah beberapa minggu
penghentian obat penginduksi enzim, pengukuran kontrasepsi yang tepat diperlukan selama 4
sampai 8 minggu setelah penghentian. Efektivitas kontrasepsi plester juga dapat dikurangi
oleh obat yang menginduksi aktivitas enzim hepatik. Kontrasepsi tambahan dianjurkan jika
menggunakan obat penginduksi enzim dan selama 4 minggu setelah penghentian. Jika
pemberian bersamaan obat tersebut dilakukan lebih dari siklus 3 minggu penggunaan plester
baru dimulai segera tanpa interval bebas plester. Pada wanita yang menggunakan obat
penginduksi enzim jangka panjang, sebaiknya dipertimbangkan metode kontrasepsi lain.
Beberapa antibakteri yang tidak menginduksi enzim hati (misalnya ampisilin, doksisiklin)
dapat menurunkan efektivitas kontrasepsi oral kombinasi dengan mengganggu bakteri flora
yang berfungsi mendaur etinilestrasiol pada usus besar. Kontrasepsi tambahan diperlukan jika
menggunakan antibakteri jangka pendek yang tidak menginduksi enzim dan selama 7 hari
setelah penghentian obat. Jika 7 hari ini ada pada akhir paket, paket selanjutnya sebaiknya
dimulai segera tanpa periode bebas kontrasepsi (pada kasus ED tablet inaktif diabaikan). Jika
penggunaan antibakteri lebih dari 3 minggu, akan terjadi resistensi bakteri sehingga tidak
diperlukan perhatian tambahan kecuali jika diberikan antibakteri baru; perhatian tambahan
juga tidak diperlukan jika pasien memulai kontrasepsi oral kombinasi pada saat sudah
menggunakan antibakteri selama 3 minggu atau lebih.

Kemungkinan beberapa antibakteri mempengaruhi efektivitas kontrasepsi plester.


Kontrasepsi tambahan dianjurkan selama penggunaan bersamaan dan selama 7 hari setelah
penghentian antibakteri yang tidak menginduksi enzim (kecuali tetrasiklin). Jika penggunaan
bersama berlangsung lebih dari siklus 3 minggu penggunaan, siklus pengobatan baru
sebaiknya segera dimulai tanpa memutus plester. Jika penggunaan antibakteri lebih dari 3
minggu, kontrasepsi tambahan tidak diperlukan kecuali jika diberikan antibakteri baru;
kontrasepsi tambahan juga tidak diperlukan jika pasien memulai kontrasepsi plester pada saat
sudah menggunakan antibakteri selama 3 minggu atau lebih.

 Alasan Penghentian Segera


Kontrasepsi kombinasi hormonal atau terapi sulih hormon (HRT) sebaiknya dihentikan
(tunda investigasi dan pengobatan), jika terjadi gejala-gejala berikut:
 nyeri berat pada dada yang muncul dengan tiba-tiba (bahkan jika tidak menyebar pada
lengan kiri);
 kesulitan bernafas dengan tiba-tiba (atau batuk dengan noda darah pada sputum);
 nyeri berat pada betis pada satu kaki;
 nyeri berat pada perut;
 keluhan neurologi serius termasuk yang tidak biasa, sakit kepala yang berat dan
berkepanjangan khususnya baru pertama kali terjadi atau yang makin memburuk atau
hilangnya pandangan sebagian atau seluruhnya atau kehilangan pendengaran dengan tiba-
tiba atau gangguan kemampuan persepsi lainnya atau disfasia atau serangan sakit kepala
atau pingsan atau kejang epilepsi yang baru pertama kali terjadi atau kelemahan,
gangguan motorik, mati rasa yang mempengaruhi satu sisi atau satu bagian dari tubuh;
 hepatitis, ikterus, pembesaran hati;
 tekanan darah sistolik di atas 160 mmHg dan diastolik 100 mmHg;
 imobilitas jangka panjang setelah operasi atau luka pada kaki;
 ada faktor risiko yang menjadi kontraindikasi pemberian obat.
Tabel interaksi obat Kontrasepsi Oral dengan obat lain
 PERTIMBANGAN PEMILHAN KONTRASEPSI ORAL TERKAIT PENYAKIT
Rekomendasi dari American College of Obstetrics memungkinkan pemberian kontrasepsi
hormonal setelah penelusuran riwayat medik sederhana dan pengukuran tekanan darah.

1. Wanita di atas 35 tahun


KO merupakan bentuk pengendalian kelahiran yang cocokuntuk wanita yang
tidakmerokok sampai waktu menopause, dan wanita diatas atas 35 tahun harus
menggunakan dosis terendah produk estrogen.
Pada wanita sehat bukan perokok di atas 35 tahun, KO meningkatkan risiko infark
miokardial (IM) dan stroke.

2. Wanita perokok
Wanita yang merokoklrbihdari 1 pak sehari diatas usia 35 tahun tidak boleh
menggunakan KO yang mengandungesterogen. Bila merekamerokok lebih sedikit
dari 20 batang rokok setiap hari yang mengandung estrogen. Bila mereka merokok
dan berusia di atas 35 tahun mereka harus menggunakan Ko yang mengandung
estrogen dengan hati-hati. Bila wanita perokok menggunakan KO, mereka harus
menggunakan formulasi estrogen 20 Hg

3. Hipertensi
Kombinasi Ko, bahkan yang berdosis estrogen kurang dari 35 g, dapat menyebabkan
sedikit peningkatan tekanan darah, tapi peningkatan klinis signifikan jarang terjadi
dengan dosis rendah. Penggunaan dosis rendah KO dapat diterima pada wanita
dengan hipertensi yang terkontrol dan termonitor dengan baik. Tetapi bila mereka
memiliki penyakit pada organ akhir atau merokok, mereka tidak boleh menggunakan
KO.

4. Diabetes
Progestin barudiyakinimemilliki efek yang kecil terhadap metabolisme
karbohidrat.Wanita bukan perokok yang menderita diabetes, tetapi tanpa penyakit
vaskuler, bisa menggunakan KO dengan aman, akantetapi wanita diabetik dengan
penyakit vaskular tidak boleh menggunakan KO.

5. Dislipidemia
Secara umum progestin sintetik menurunkan HDL dan nieningkatkan LDL. Escrogen
menurunkan LDL, meningkatkan HDL dan trigliserida. kebanyakan Ko konibinasi
dosis.
BAB III

Kesimpulan

BPH (benign prostatic hyperplasia) adalah suatu penyakit yang disebabkan oleh
faktor penuaan, dimana prostat mengalami pembesaran memanjang keatas kedalam kandung
kemih dan menyumbat aliran urin dengan cara menutupi orifisium uretra.
Hingga sekarang masih belum diketahui secara pasti etiologi/penyebab terjadinya
BPH, namun beberapa hipotesis menyebutkan bahwa BPH erat kaitanya dengan peningkatan
kadar dehidrotestosteron (DHT) dan proses menua. Terdapat perubahan mikroskopik pada
prostat telah terjadi pada pria usia 30-40 tahun. Bila perubahan mikroskopik ini berkembang,
akan terjadi perubahan patologik anatomi yang ada pada pria usia 50 tahun, dan angka
kejadiannya sekitar 50%, untuk usia 80 tahun angka kejadianya sekitar 80%, dan usia 90
tahun sekitar 100% (Purnomo, 2011)

Kontrasepsi adalah suatu cara untuk mencegah terjadinya kehamilan sebagai akibat
pertemuan antara sel telur dengan sperma sedangkan alat kontrasepsi adalah alat yang
digunakan untuk mencegah kehamilan seperti pil, suntik, alat kontrasepsi dalam rahim, alat
kontrasepsi bawah kulit atau implant, spiral atau kondom yang diantaranya ada yang
mengandung hormon estrogen (jenis suntik), dan yang mengandung hormon campuran
estrogen dan progesteron (pil, dan implant). Dalam penggunaan kontrasepsi ada beberapa
metode yaitu metode kontrasepsi sederhana, metode barrier, dan metode kontrasepsi modern

Dalam penggunaan kontrasepi ada resiko menyebabkan interaksi yaitu seperti diare
dan muntah dalam waktu 2 jam setelah pemberian kontrasepsi oral, risiko terjadinya
tromboembolisme vena. Adapun interaksi obat kontrasepsi dengan obat lainnya seperti
drospirenon dan spironolacton jika digunakan dengan obat kontrasepsi oral dapat
meningkatkan kadar kalium. Dalam pemilihan kontrasepsi oral harus dilakukan pertimbangan
dalam pemilihan kontrasepsi oral terkait penyakit, seperti pada pasien wanita di atas 35 tahun
dalam penggunaan kontrasepsi oral harus berhati-hati karena meningkatkan risiko infark
miokardial dan stroke, wanita perokok, pasien dengan riwayat hipertensi dapat menyebabkan
sedikit peningkatan tekanan darah, pasien dengan riwayat diabetes, dan pasien dengan
riwayat dislipidemia.
Menstruasi adalah perdarahan secara periodic dan siklik dari uterus, disertai pelepasan
endometrium. Gangguan menstruasi dapat dibagi 5 macam yaitu berdasarkan kelainan dalam
banyaknya darah dan lamanya perdarahan pada menstruasi, kelainan siklus, perdarahan di
luar menstruasi (metroragia). Berdasarkan kelainan dalam banyaknya darah dan lamanya
perdarahan pada menstruasi meliputi hipermenorea (menoragia) dan hipomenorea.
Berdasarkan kelainan siklus meliputi polimenorea, oligomenorea, danamenorea.
Daftar Pustaka

 Pharmacotherapy, principle, and practice 2016


 Ikatan Ahli Urologi Indonesia, 2015 “Panduan penatalaksanaan klinis Pembesaran
Prostat Jinak”
 ISO Farmakoterapi 2008
 Kementerian Kesehatan RI. Sekretariat Jenderal. 2016. Profil Kesehatan Indonesia 2015.
Jakarta; Kementrian Kesehatan Republik Indonesia
 Arum, Diah. 2011. Panduan Lengkap Pelayanan KB Terkini. Jogjakarta: Nuha Medika
 Saifuddin, BA. 2008. Buku Panduan Praktis Pelayanan Kontrasepsi. Jakarta: Yayasan
Bina Pustaka.
 Watson S, 2014. Period Problem: Menorrhagia, skipped period, and more. Women
Health, hal 2-5
 Sherwood L.(2012). Fisiologi manusia Ed .6 .Jakarta : EGC.
 Sarwono,S. (2011). Psikologi manusia. Edisi Revisi. Jakarta: Rajawali Pers.
 Verma PB, Pandya CM, Ramanuj VA, Singh MP, 2011. Menstruasi Pattern of
Adolescent School Girls of Bhavnagar (Gujarat).Nasional Journal of Integrated Research
in Medicine, 2 (1): 38-40.

Anda mungkin juga menyukai