Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Pengertian Batubara

Batubara terbentuk dari endapan organik mengalami pengubahan melalui


proses pembatubaraan. Batubara merupakan benda padat yang mengandung karbon,
hydrogen, dan oksigen dalam kombinasi kimia dengan sedikit kandungan unsur
sulfur dan nitrogen, yang terdapat di dalam lapisan kulit bumi yang berasal dari sisa-
sisa tumbuhan yang telah mengalami metamorposis dalam kurung waktu yang lama.
Batubara merupakan salah satu bahan bakar yang digunakan selain minyak
bumi dan gas serta dapat dimanfaatkan sebagai bahan dasar energi maupun bahan
baku industri. Sifat terpenting dari batubara ini berhubungan erat dengan proses
pembakaran. Dalam kondisi normal (ada udara), proses pembakaran batubara akan
menghasilkan energi dan sisanya berupa abu. Sedangkan pada proses pembakaran
tanpa udara (karbonisasi) akan menghasilkan produk berupa kokas, tar, dan lainnya
(Anggayana, 1999).

Gambar 2.1 : Proses terbentuknya Batubara (Anggayana, 1999)

4
2.2 Pembentukan Batubara

Pada awalnya, batubara merupakan tumbuh-tumbuhan pada zaman


prasejarah, yang berakumulasi di rawa dan lahan gambut. Kemudian, karena adanya
pergeseran pada kerak bumi (tektonik), rawa dan lahan gambut tersebut lalu terkubur
hingga mencapai kedalaman ratusan meter. Selanjutnya, material tumbuh-tumbuhan
yang terkubur tersebut mengalami proses fisika dan kimiawi,sebagai akibat adanya
tekanan dan suhu yang tinggi. batubara terbentuk dari tumbuh-tumbuhan dan faktor-
faktor yang akan mempengaruhinya serta bentuk lapisan batubara (Anggayana,
1999).

2.2.1 Tempat Terbentuknya Batubara

a. Teori Insitu
Batubara terbentuk dari tumbuhan atau pohon yang berasal dari
hutan tempat batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk sesuai dengan
teori Insitu biasanya terjadi di hutan basah atau berawa, sehingga pohon-pohon
tersebut pada saat mati dan roboh langsung tenggelam ke dalam rawa dan sisa
tumbuhan tersebut tidak mengalami pembusukan secara sempurna dan akhirnya
menjadi fosil tumbuhan yang membentuk sedimen organik (Anggayana, 1999).

b. Teori Drift
Batubara terbentuk dari tumbuhan dan pohon yang berasal dari hutan yang
bukan tempat batubara tersebut terbentuk. Batubara yang terbentuk biasanya
terjadi di delta-delta dengan ciri-ciri lapisan batubara tipis, tidak menerus
(splitting), banyak lapisan (multiple seam) dan banyak pengotor kandungan abu
cenderung tinggi (Anggayana,1999).

2.2.2. Proses Pembentukan Batubara

a. Tahap Biokimia ( Penggambutan )


Tahap penggambutan (peatification) adalah tahap di mana sisa-sisa tumbuhan
yang terakumulasi tersimpan dalam kondisi bebas oksigen (anaerobik) di daerah
rawa dengan sistem pengeringan yang buruk dan selalu tergenang air pada
kedalaman 0,5 - 10 meter. Material tumbuhan yang busuk ini melepaskan unsur
H, N, O, dan C dalam bentuk senyawa CO2, H2O, dan NH3 untuk menjadi humus.

5
Selanjutnya oleh bakteri anaerobik dan fungi diubah menjadi gambut (Stach,
1982,).
b. Tahap Geokimia (Pembatubaraan)
Tahap pembatubaraan (coalification) merupakan gabungan proses biologi,
kimia, dan fisika yang terjadi karena pengaruh pembebanan dari sedimen yang
menutupinya, temperatur, tekanan, dan waktu terhadap komponen organik dari
gambut (Stach, 1982).

Gambar 2.2 : Peringkat Batubara (Stach,1982)

2.2.3 Faktor yang Mempengaruhi Terbentuknya Batubara

Batubara terbentuk dengan cara yang kompleks dan memerlukan waktu yang
lama (puluhan sampai ratusan juta tahun) di bawah pengaruh fisika, kimia ataupun
keadaan geologi. Faktor yang berpengaruh pada pembentukan batubara (Stach, 1982)
yaitu :
a. Posisi Geotektonik
Merupakan suatu tempat yang keberadaannya dipengaruhi oleh gaya-gaya
tektonik lempeng. Posisi ini mempengaruhi iklim lokal dan morfologi cekungan
pengendapan batubara maupun kecepatan penurunannya.

6
b. Morfologi
Morfologi dari cekungan pada saat pembentukan gambut sangat penting
karena menentukan penyebaran rawa-rawa di mana batubara tersebut terbentuk.
c. Iklim
Kelembaban memegang peranan penting dalam pembentukan batubara dan
merupakan faktor pengontrol pertumbuhan flora dan kondisi yang sesuai.
Tergantung pada posisi geografi dan dipengaruhi oleh posisi geotektonik.
d. Penurunan
Dipengaruhi oleh gaya-gaya tektonik. Jika penurunan dan pengendapan
gambut seimbang akan dihasilkan endapan batubara tebal.
e. Umur Geologi
Posisi geologi menentukan berkembangnya evolusi kehidupan berbagai
macam tumbuhan. Dalam masa perkembangannya secara tidak langsung
membahas sejarah pengendapan batubara dan metamorfosa organik. Makin tua
umur batuan makin dalam penimbunan yang tejadi, sehingga terbentuk batubara
yang bermutu tinggi. Tetapi pada batubara yang mempunyai umur geologi lebih
tua selalu ada resiko mengalami deformasi tektonik yang membentuk struktur
perlipatan atau patahan pada lapisan batubara.
f. Tumbuhan
Flora merupakan unsur utama pembentuk batubara. Pertumbuhan dari flora
terakumulasi pada suatu lingkungan dan zona fisiografi dengan iklim dan
topografi tertentu merupakan faktor penentu terbentuknya berbagai tipe batubara.
g. Dekomposisi
Dekomposisi flora merupakan bagian dari transformasi biokimia dari organik
yang merupakan titik awal untuk seluruh alterasi. Dalam pertumbuhan gambut,
sisa tumbuhan akan mengalami perubahan baik secara fisik maupun kimiawi.
Setelah tumbuhan mati, proses degradasi biokimia lebih berperan. Proses
pembusukan (decay) akan terjadi oleh kerja mikrobiologi (bakteri anaerob).
Bakteri ini bekerja dalam suasana tanpa oksigen dengan menghancurkan bagian
yang lunak dari tumbuhan seperti celulosa, protoplasma dan pati.
Dari proses di atas terjadi perubahan dari kayu menjadi lignit dan batubara
berbitumen. Dalam suasana kekurangan oksigen terjadi proses biokimia yang
berakibat keluarnya air (H2O) dan sebagian unsur karbon akan hilang dalam

7
bentuk karbon dioksida (CO2), karbon monoksida (CO) dan methan (CH4). Akibat
pelepasan unsur atau senyawa tersebut jumlah relatif unsur karbon akan
bertambah. Kecepatan pembentukan gambut tergantung pada kecepatan
perkembangan tumbuhan dan proses pembusukan. Bila tumbuhan tertutup oleh air
dengan cepat, maka akan terhindar oleh proses pembusukan, tetapi terjadi proses
disintegrasi atau penguraian oleh mikrobiologi. Bila tumbuhan yang telah mati
terlalu lama berada di udara terbuka, maka kecepatan pembentukan gambut akan
berkurang, sehingga hanya bagian keras saja tertinggal yang menyulitkan
penguraian oleh mikrobiologi.
h. Sejarah sesudah pengendapan
Sejarah cekungan batubara secara luas bergantung pada posisi geotektonik
yang mempengaruhi perkembangan batubara dan cekungan batubara. Secara
singkat terjadi proses geokimia dan metamorfosa organik setelah pengendapan
gambut.
i. Struktur cekungan batubara
Terbentuknya batubara pada cekungan batubara umumnya mengalami
deformasi oleh gaya tektonik, yang akan menghasilkan lapisan batubara dengan
bentuk tertentu.
j. Metamorfosa organik
Tingkat kedua dalam pembentukan batubara adalah penimbunan atau
penguburan oleh sedimen baru. Pada tingkat ini proses degradasi biokimia tidak
berperan lagi tetapi lebih didominasi oleh proses dinamokimia. Proses ini
menyebabkan terjadinya perubahan gambut menjadi batubara dalam berbagai
mutu. Selama proses ini terjadi pengurangan air lembab, oksigen dan zat terbang
(seperti CO2, CO, CH4 dan gas lainnya) serta bertambahnya persentase karbon
padat, belerang dan kandungan abu. Perubahan mutu batubara diakibatkkan oleh
faktor tekanan dan waktu. Tekanan dapat disebabkan oleh lapisan sedimen
penutup yang sangat tebal atau karena tektonik.

2.3 Jenis Batubara

Dari tinjauan beberapa senyawa dan unsur yang terbentuk pada saat proses
coalification (pembatubaraan), maka dapat dikenal beberapa jenis batubara
(Sukandarumidi, 2006), yaitu:

8
a. Antrasit
Antrasit adalah kelas batubara tertinggi, dengan warna hitam berkilauan
(luster) metalik, mengandung antara 86%-98% unsur karbon (C) dengan kadar
air kurang dari 8%.
Antrasit (C94OH3O3) dengan ciri :
1. Warna hitam mengkilat
2. Material terkompaksi dengan kuat
3. Mempunyai kandungan air rendah
4. Mempunyai kandungan karbon padat tinggi
5. Mempunyai kandungan karbon terbang rendah
6. Relatif sulit teroksidasi
7. Nilai panas yang dihasilkan
b. Bituminus
Bituminus mengandung 68%-86% unsur karbon (C) dan berkadar air 8%-
10% dari beratnya.
c. Sub-Bituminus
Sub-Bituminus mengandung sedikit karbon dan banyak air, dan oleh
karenanya menjadi sumber panas yang kurang efisien dibanding dengan
bituminus.
Sub-Bituminous (C75OH5O20) - Bituminous (C80OH5O15) dengan ciri :
1. Warna hitam
2. Material sudah terkompaksi
3. Mempunyai kandungan air sedang
4. Mempunyai kandungan karbon padat sedang
5. Mempunyai kandungan karbon terbang sedang
6. Sifat oksidasi rnenengah
7. Nilai panas yang dihasilkan sedang.
d. Lignit
Lignit atau batubara coklat adalah batubara yang sangat lunak yang
mengandung air 35%-75% dari beratnya.

9
Lignit/ brown coal, (C70OH5O25 ) dengan ciri :
1. Warna kecoklatan
2. Material terkornpaksi namun sangat rapuh
3. Mempunyai kandungan air yang tinggi
4. Mempunyai kandungan karbon padat rendah
5. Mempunyai kandungan karbon terbang tinggi
6. Mudah teroksidasi
7. Nilai panas yang dihasilkan rendah.
e. Peat/gambut
Berpori dan memiliki kadar air di atas 75% serta nilai kalori yang paling
rendah. Gambut adalah jenis tanah yang terbentuk dari akumulasi sisa-
sisa yang setengeh membusuk oleh sebab itu,kandungan bahan organiknya
tinggi.
Peat/gambut, (C60H6O34) dengan sifat :
1. Warna coklat
2. Material belum terkompaksi
3. Mernpunyai kandungan air yang sangat tinggi
4. Mempunyai kandungan karbon sangat rendah
5. Mempunyal kandungan karbon terbang sangat tinggi
6. Sangat mudah teroksidasi
7. Nilai panas yang dihasilkan amat rendah.

2.4 Pengapit dan pengotor pada Batubara

2.4.1 Material Pengapit

1. Lempung

Lempung atau tanah liat adalah partikel mineral berkerangka silika yang
berdiameter kurang dari 4 mikrometer lempung mengandung leburan silika
atau aluminium yang halus. Lempung terbentuk dari proses pelapukan batuan
silika oleh asam karbonat dan sebagian dihasilkan dari aktivitas panas bumi
(Nuroniah, 1995).
Lempung atau tanah liat adalah lempung membentuk gumpalan keras saat
kering dan lengket apabila basah terkena air. Sifat ini ditentukan oleh

10
jenis mineral lempung yang mendominasinya. Mineral lempung digolongkan
berdasarkan susunan lapisan oksida silikon dan oksida aluminium yang
membentuk kristalnya (Nuroniah, 1995).

2. Batupasir
Sebagian Batupasir (sandstone) adalah batuan endapan yang terutama terdiri
dari mineral berukuran pasir atau butiran batuan besar batu pasir terbentuk
oleh kuarsa atau feldspar karena mineral-mineral tersebut paling banyak terdapat
di kulit bumi. Seperti halnya pasir, batu pasir dapat memiliki berbagai jenis
warna, dengan warna umum adalah coklat muda, coklat, kuning, merah, abu-abu
dan putih. Karena lapisan batupasir sering kali membentuk karang atau bentukan
topografis tinggi lainnya, warna tertentu batu pasir dapat dapat diidentikkan
dengan daerah tertentu (Nuroniah, 1995).

2.4.2 Material Pengotor

Di dalam lapisan batubara terdapat sisipan material lain yang biasa menjadi
pengotor pada batubara. Berikut adalah contoh jenis – jenis sisipan material pengotor
batubara:
1. Parting
Parting adalah lapisan sisipan pada Batubara yang menjadi pengotor yang
sifatnya mengurangi kualitas Batubara (Nuroniah, 1995).
Penegertian parting digunakan di lapangan geologi batubara menjadi dua macam
(Nuroniah, 1995), yaitu :
a) Sebagai sinonim band, yaitu lapisan bukan batubara yang memisahkan lapisan
batubara yang satu dengan yang lain secara relatif.
b) Untuk menjelaskan bidang sejajar sepanjang satu lapisan, baik itu lapisan
batubara atau lapisan bukan batubara secara fisik dengan mudah. Perbedaan
pengertian ini penting dijelaskan dalam kegiatan persiapan penambangan seperti
adanya lapisan batubara yang bercabang akan mempengaruhi penggalian atau
penambangannya.
2. Splitting

11
Splitting adalah lapisan sisipan yang ukuranya lebih tebal dari pada parting.
Splitting merupakan lapisan batubara yang bercabang atau terbelahnya lapisan
batubara (secara lateral) dimana jarak antar percabangannya relatif dekat,
dimana jarak antar belahan batubara tersebut diisi oleh sedimen bukan batubara
(umumnya berupa channel batupasir) (Nuroniah, 1995).
Bentuk-bentuk splitting ada tiga (Nuroniah, 1995), yaitu :
a. Simple splitting
Splitting sederhana yang disebabkan oleh kehadiran tubuh lentikuler yang besar
berupa sedimen bukan batubara (washout).
b. Progresif splitting
Terdiri dari beberapa lensa, dimana splitting dapat berkembang secara terus
menerus.
c. Zig-zag splitting
Lapisan batubara yang terbelah kemudian bergabung lagi dengan lapisan
batubara yang lain.
3. Pirit (FeS2)
Mineral Pirit atau disebut juga besi sulfide (FeS2) mempunyai kristal isometrik yang
pada umumnya bentuknya seperti dadu atau kubus dan di sebut juga striated (garis
sejajar pada permukaan kristal). Mineral ini di alam di temukan pada sebagian
mineral sulfida yang terbanyak dan terluas di dalam batuan hampir semua umur. Pirit
di temukan dalam urat-urat endapan bersuhu rendah sampai tinggi dalam batuan
beku dan pegmatit, batuan sedimen, dan batuan metamorf (Nuroniah, 1995).

2.5 Analisis Proxymate (Proxymate Analysis)

Suatu analisa untuk menentukan kualitas batubara yang meliputi : kandungan air
bawaan, kandungan abu, zat terbang dan karbon tertambat. Adapun analisa
proxymate tersebut (Nuroniah, 1995), yaitu :
1. Kandungan Air Bawaan (Inherent Moisture)
Kandungan air bawaan adalah air yang terikat pada struktur kimia batubara itu
sendiri. Kandungan air bawaan berhubungan erat dengan nilai kalori ,dimana bila
kandungan air bawaan berkurang maka nilai kalori meningkat.
2. Kandungan Abu (Ash Content)

12
Merupakan sisa-sisa zat anorganik yang terkandung dalam batubara setelah
dibakar. Kandungan abu tersebut dapat dihasilkan dari pengotor bawaan dalam
proses pembentukan batubara maupun dari proses penambangan.

3. Kandungan Zat Terbang (Volatile Matter)


Zat terbang merupakan zat aktif yang menghasilkan energi atau panas apabila
batubara tersebut dibakar. Zat terbang ini umumnya terdiri dari gas-gas yang
mudah terbakar seperti hidrogen (H), karbon monoksida (CO) dan methan (CH4).
Dalam pembakaran batubara dengan zat terbang tinggi akan mempercepat
pembakaran karbon padatnya, sebaliknya zat terbang rendah akan mempersulit
proses pembakaran.
4. Kandungan karbon Tertambat (Fixed Carbon)
Merupakan karbon yang tertinggal sesudah kandungan air dan zat terbangnya
hilang. Dengan adanya pengeluaran kandungan air dan zat terbang maka karbon
tertambat secara otomatis akan naik, sehingga makin tinggi kandungan karbonnya
kelas batubara makin baik.

2.6 Preparasi Sampel


2.6.1 Tahapan Preparasi Sampel

Proses preparasi sample terdiri atas empat tahapan kerja antara lain :
1. Pengeringan, jika sampel masih basah dan susah untuk digerus.
2. Memperkecil ukuran partikel, dengan cara milling ( crushing dan grinding) yang
disebut dengan reduction.
3. Mencampurkan (mixing) agar sampel menjadi homogeny.
4. Mengurangi berat sampel dengan cara membaginya menjadi dua bagian atau
lebih yang disebut divison.

13
Tabel 2.1 Berat sampel analitik yang diperlukan untuk parameter tertentu

Berat Sampel
Parameter Top Size (mm)
ASTM ISO
Free Moisture 50 10 kg 10 kg
Residual Moisture 3 20 kg 20 kg
Hardgrove Grind. Index 4.75 1 kg 1 kg
General Analysis Moisture 0.25/0.2 *)
(adb) 2g 2g
Ash Content 2g 2g
Volatile Matter 2g 2g
Total Sulfur 2g 2g
Calorivic Value 2g 2g
Suhu Leleh Ash 4g 4g
Anilisis Ash 20 g **) 20 g **)
Fosfor 2g 2g
Arsen 2g 2g
Flour 2g 2g
Klor 1g 1g
*) -250 µm (0.25 mm) untuk standar ASTM dan -200 µm (0.20 mm) untuk
standar ISO
**) untuk batubara dengan ash content 10%

2.6.2 Pengeringan Udara

Perbedaan utama antara ASTM dengan aturan standar lainnya untuk preparasi
contoh adalah pengeringan dengan metode ASTM harus mencapai berat konstan
pada setiap tahap preparasi contoh. Pengecualian terdapat dalam ASTM, “Batubara
yang mudah teroksidasi tidak boleh dikeringkan pada suhu lebih dari 10oC di atas
suhu ruangan” dan “ pengeringan batubara low-rank tidak boleh dari 18 jam, karena
akan teroksidasi. Dalam kasus lignit, tujuan agar keseimbangan tercapai maka
batubara tersebut harus ditimbang untuk menghindari terjadinya oksidasi”.
Di dalam standar internasional, contoh untuk general analysis dan contoh
total moisture diambil secara terpisah. Kondisi pengeringan (suhu dan waktu) untuk
contoh general analysis sangat ketat, jika pengeringan dilakukan pada suhu 30oC,
waktu pengeringan tidak boleh melebihi 6 jam.

14
Rata-rata batubara di Indonesia dianggap sebagai “low rank” dan mudah
teroksidasi. Terdapat beberapa batubara yang tingkatnya lebih tinggi yang
mempunyai potensi untuk dibuat kokas, tetapi dengan batubara ini, kemungkinan
terjadinya oksidasi harus dihindari karena dapat mempengaruhi nilai rendah batubara
tersebut.
Akibat dari oksidasi dengan batubara termal Indonesia yang lower rank
akibat utama dari oksidasi ialah menurunkan nilai calorific value.

Tabel 2.2 Lamanya waktu pengeringan menurut ASTM, ISO, dan AS

Waktu Pengeringan
Suhu oC ISO 1988 ASTM AS 2646.6
D2013
15o diatas suhu ruangan Lebih baik
o
tapi tidak > 25 C tidak > 24 jam
25oC
30oC 6 jam ≤ 24 jam
40oC ≤ 6 jam
45oC 3 jam ≤ 3 jam
105oC 1 jam
10oC - 15oC diatas suhu Sampai
ruangan, tapi tidak > 40oC, konstant
kecuali suhu ruangan >
40oC

2.6.3 Memperkecil Ukuran Butir

Pengeringan ukuran adalah proses pengecilan ukuran atas contoh tanpa


menyebabkan perubahan apapun terhadap massa contoh. Contoh alat mekanis yang
digunakan untuk pengecilan ukuran sampel adalah jaw crusher, roll crusher, dan
Raymond mill. Biasanya jaw crusher atau roll crusher digunakan untuk mengurangi
ukuran atas dari 50mm sampai 11,2mm, 4,75mm, atau 2,36mm. Roll crusher lebih
disukai jika sampel lebih besar dan total moisture sampel dapat ditentukan. Raymond
mill digunakan untuk menghancurkan sampel sampai 0,2mm yang digunakan untuk
sampel “General analysis”. Sebelum digunakan, crusher dan mill harus dibersihkan
dan disiapkan untuk mencegah kontaminasi.

15
Dalam ISO R-1213 diberikan definisi beberapa cara memperkecil ukuran
partikel ini :
1. To mill ; memperkecil ukuran partikel dengan cara crushing, grinding, atau
pulverizing.
2. To crush (meremukkan) ; memperkecil ukuran partikel sampel sampai ukuran
partikel kasar (>3mm).
3. To grind, to pulverized (menggerus, melumatkan) ; memperkecil ukuran partikel
sampel sampai ukuran partikel halus (<1.5mm).

2.6.4 Pencampuran dan Pembagian Sampel

Pada tiap tahap preparasi contoh untuk mengetahui homogenitasnya contoh


dapat dicampur secara manual dengan menggunakan riffle atau dengan membentuk
timbunan berbentuk kerucut dan dapat pula dicampur secara mekanis dengan
menggunakan rotary sample divider. Bila preparasi sampel dimulai dengan
memperkecil ukuran menjadi ukuran pertengahan dan pada langkah kedua diperkecil
lagi menjadi ukuran akhir, yakni -200 µm, maka cara ini disebut two-stage
preparation. Ukuran pertengahan umumnya 10mm atau 3mm. setiap pembagian
dalam two-stage preparation harus mempunyai berat minimal :
10 mm = 10 kg
3 mm = 2 kg
1 mm = 0,6 kg
Apabila ukuran asal dari batubara adalah 120mm atau lebih besar lagi, maka
cara preparasinya adalah three-stage preparation yang mempunyai dua ukuran
pertengahan. Dalam cara ini berat minimal untuk pembagian tersebut adalah :
10 mm = 15 kg
3 mm = 3 kg
1 mm = 1 kg

16
PREPARASI
Sampel ukuran Double crusher
SAMPEL
50mm ukuran 11,2mm

Jaw crusher ukuran 2 blok untuk RSD (Rotary Sample


4,75mm general analysis Divider)

RSD (Rotary Sample 1 blok untuk analisis


Divider) total moisture

Air drying (drying Air drying (drying set)


set) sampai konstan sampai konstan

Milling to 0.212mm Residual moisture


dengan Raymond dengan oven suhunya
milling 107oC

Diletakkan di tray lalu di Analisis


ambil 60 titik secara laboratorium
acak, tiap titik 1 g

Gambar 2.3 Diagram Blok Preparasi dengan Standar ISO

17
PREPARASI Sampel ukuran Double crusher
SAMPEL 50mm Ukuran 11,2mm

1 blok untuk analisis RSD (Rotary


GA dan TM sample Divider)

Air Drying
( pengeringan udara)

Milling 0,212mm
Dengan Raymond milling

Analisis Llaboratorium

Gambar 2.4 Diagram Blok Preparasi dengan Standar ASTM

18

Anda mungkin juga menyukai