Anda di halaman 1dari 6

1.

Kasus Suap Menyuap


Tindak pidana korupsi dalam kasus dugaan penyuapan terkait seleksi
Calon Pegawai Negeri Sipil (CPNS) 214 di Kabupaten Musi Rawas Utara,
Provinsi Sumsel.
Kronologis : direktorat tindak pidana korupsi mabes polri telah
menetapkan tiga tersangka dalam duggaan penyuapan terkait seleksi
CPNS 214 di
2. Penggelapan Dalam Jabatan
Tindak pidana dalam dugaan kasus penggelapan dalam jabatan dari uang
perusahaan.
3. Pemerasan
Tindak pidana dalam kasus dugaan pemerasan yang terjadi di pelabuhan
Peti Kemas Palaran, Samarinda, Kalimantan Timur.

Direktorat Tindak Pidana Korupsi Mabes Polri telah menetapkan tiga tersangka
dalam dugaan penyuapan terkait seleksi CPNS 2014 di Kabupaten Musi Rawas
Utara, Provinsi Sumsel.

AKBP Ade Deriyan mengatakan tiga tersangka tersebut yakni M Rifai (Kabag
Hukum), Hamka Jabil (Kabag Kepegawaian) dan Tarmizi (Pjs Kabag Hukum
Kabupaten Musi Rawas Utara/Muratara).

"TM (Tarmizi) merupakan tersangka ketiga, dia juga merupakan adik ipar Plt
Bupati 2014 (Akisropi). Sementara tersangka lainnya, sudah masuk tahap
pemberkasan dan siap sidang.
Atas perbuatannya tersangka Tarmizi dikenakan Pasal 12a, Pasal 5 ayat 2, dan
Pasal 11 UU Tipikor. Sementara barang bukti yang disita, sama dengan barang
bukti yang sudah diserahkan saat perkara awal dengan tersangka M Rifai yakni
uang Rp 1,99 miliar dan beberapa dokumen.

Perkara tersebut diawali dengan adanya proses pengadaan CPNS dalam


pembentukan struktur Kabupaten baru di Musi Rawas Utara.

Dalam proses tersebut, MR ditugaskan oleh Bupati Musi Rawas Utara (AA) untuk
melakukan pengurusan pengadaan CPNS di Kementerian PAN dan RB.

Namun dalam melakukan seleksi, MR menerima suap dalam rangka meluluskan


pelamar CPNS di Kabupaten Musi Rawas Utara. Dalan proses penyidikan,
Bareskrim juga melakukan serangkaian penggeledahan.

Penggeledahan dilakukan di kantor Bupati Muratara dan kediaman pribadi


Penjabat Bupati MurataraAkisropi Ayub. Termasuk rumah tersangka Tarmizi yang
berada di Jalan Jendral Sudirman Gg Cemara II Nomor 34 Kelurahan Ulak
Surung, Kecamatan Lubuklinggau Utara II dan tersangka Muhammad Rifai di
Jalan Rambutan Kelurahan Megang, juga ikut digeledah.

Badan Reserse Kriminal Kepolisian Negara Republik Indonesia telah menetapkan


tiga orang tersangka dalam kasus dugaan pemerasan yang terjadi di Pelabuhan
Peti Kemas Palaran, Samarinda, Kalimantan Timur.

Satu dari tiga orang tersangka berinisial NA, AB dan DH tersebut adalah petugas
dari Koperasi Tenaga Kerja Bongkar Muat (TKBM) Komura.

"Iya, benar. NA ini berperan melakukan pemerasan di lapangan, AB


bertangungjawab pada (pelaksanaan) kegiatan (bongkar muat), sementara DH
merupakan sekretaris Koperasi Samudera Sejahtera (Komura) Samarinda.
Menurut Agung, praktek pemerasan ini sudah terjadi sejak lama. Setidaknya, sejak
Pertama Palaran mulai beroperasi pada 2010 silam.

Selain tiga orang tersangka tersebut, Agung menduga masih akan ada tersangka
lainnya. Sebab menurutnya, hingga saat ini penyidik masih terus bekerja untuk
membongkar praktik monopoli kegiatan bongkar muat itu.
Adapun praktik monopoli yang dilakukan adalah dengan menetapkan tarif
bongkar muat peti kemas secara sepihak. Sehingga dianggap membebani pemilik
barang.
Hal tersebut dibenarkan oleh Kabid Humas Polda Kalimantan Timur Kombes Ade
Yaya Suryana. Menurutnya, tarif yang ditetapkan oleh Komura saat ini adalah
sebesar Rp182.780 per kontainer ukuran 20 feet dan Rp274.167 per kontainer
ukuran 40 feet.
Tarif tersebut terbilang cukup tinggi bila dibandingkan dengan pelabuhan di
Surabaya ataupun Jawa Timur yang hanya membebankan sekitar Rp10 ribu per
kontainer. Sehingga, tambah Yaya, apa yang dilakukan oleh tersangka diduga
telah melakukan sejumlah pelanggaran.

Beberapa di antaranya, tindak pemerasan karena menolak mengikuti pedoman


penentuan tarif bongkar muat yang tercantum dalam pasal 3 ayat 1 Permenhub
KM No 35 Tahun 2007 tentang pedoman perhitungan tarif pelayanan jasa bongkar
muat dari dan ke kapal pelabuhan.
Selain itu, Komura juga menentukan tarif secara sepihak tanpa berdiskusi dengan
PT Pelabuhan Samudera Palaran (PSP) selaku penyedia jasa bongkar muat di
Pelabuhan.
"Komura melakukan ancaman kepada perwakilan PT PSP pada saat berunding
menentukan tarif bongkar muat bersama dengan Pelindo dengan cara menolak
untuk berunding dan membawa masa di luar lokasi," kata Yaya.
Pelanggaran lainnya, Komura memaksakan pemungutan di luar hak. Komura
memilih menolak mengikuti mekanisme penentuan tarif pelabuhan.
Saat ini para tersangka dikenakan pasal 368 KUHP dan atau Pasal 3, 4, 5 UU
Nomor 8 Tahun 2010 dan atau Pasal 12 huruf e UU Nomor 31 Tahun 1999 jo 56
KUHP.
Penyidik juga telah mengamankan barang bukti berupa uang senilai Rp61 miliar
dari kantor Komura. Diduga uang tersebut merupakan hasil kejahatan atau hasil
setoran dari sejumlah perusahaan pelayaran kepada koperasi TKBM Komura.

TANJUNGPINANG (HK)- Yopi alias Yopi Loe (39), mantan karyawan PT Bintan
Askara Dahayu (BAD) Lagoi, Kabupaten Bintan, akhirnya duduk di kursi
pesakitan Pengadilan Negeri (PN) Tanjungpinang sebagai terdakwa atas dugaan
kasus penggelepan dalam jabatan dari uang perusahaan tempatnya bekerja senilai
Rp79 juta ditambah 2.800 dolar Singapura beberapa waktu lalu.
Sidang dipimpin majelis hakim Fatul Muijap SH MH didampingi Eriusman SH
dan Bambang Trikoro SH guna mendengarkan dakwaan Jaksa Penuntut Umum
(JPU), Merian SH, yang dilanjutkan dengan pemeriksaan beberapa saksi dari
karyawan PT BAD Logoi tersebut, Senin (12/1).
Adapun uang yang digelapkan terdakwa merupakan uang yang semestinya
disetorkan untuk pembayaran pajak penghasilan PPh-21, termasuk uang untuk
Jamsostek bagi karyawan dan uang hasil dari perusahaan yang seharusnya
dilaporkan kepada manajemen perusahaan.
Uang tersebut kemudian digunakan terdakwa untuk kepentingan pribadi dan
berfoya-foya, termasuk bermain judi di gelanggang judi di Pulau Sentosa,
Singapura.
Awalnya terdakwa mengaku hanya sekadar iseng pergi dan ingin mengetahui
lebih jauh tentang aktifitas permainan judi Pulau Santos Singapura tersebut,
setelah mendengar cerita dari teman-temannya jika di pulau itu sangat indah dan
ada berbagai permainan lengkap dengan berbagai fasilitas yang disuguhkan oleh
pengelolanya.
Namun setelah mencobanya, terdakwa menjadi ketagihan dan terus berkeinginan
untuk datang dan main hingga paling minimal setiap dua minggu satu kali.
Selain uang milik perusahaan tempat bekerja, akibat permainan judi itu, uang
pribadi dari gajinya sebesar Rp5,5 juta per bulan dan uang milik perusahaan
tersebut, secara keseluruhan dihabiskan untuk menyalurkan kebiasan buruknya
dengan mengikuti permainan judi jenis Rolex di pulau tersebut.
Walau pun belum pernah menang, tetapi tidak mengurungkan niatnya untuk terus
mengulang permainan yang saat ini menjerumuskannya ke sel tahanan.
Akibat seringnya terdakwa ke arena permainan judi di Singapura, membuat
dirinya ketagihan dan menggunakan uang milik perusahaan yang seharusnya
disetorkan kepada pihak bersangkutan.
Perbuatan terdakwa tersebut akhirnya diketahui oleh pihak manajemen
perusahaan tempatnya bekerja, dengan melaporkannya ke pihak Polres Bintan,
atas tuduhan telah menggelapkan uang perusahaan hingga puluhan juta rupiah.
Diperkirakan uang yang digelapkan oleh tersangka mencapai Rp79 juta plus 2.800
dolar Singapura. Adapun uang yang digelapkan adalah uang yang semestinya
disetorkan berupa pajak penghasilan PPh-21, uang Jamsostek karyawan dan uang
hasil dari perusahaan yang seharusnya dilaporkan kepada manajemen perusahaan.
Pebuatan terdakwa sebagai dijerat dengan Pasal 374 KUHP tentang tindak pidana
penggelapan. Sidang akan dilanjutkan minggu depan dengan agenda
mendengarkan keterangan saksi lainnya.(nel).

Anda mungkin juga menyukai