Anda di halaman 1dari 5

Obat-obat anestesi intravena

Kelompok obat ini paling sering digunakan untuk induksi anestesia. Setelah penyuntikan IV, obat
obat ini dibawa oleh aliran darah ke sirkkulasi serebral. Karena bersifat larut dalam lemak, dan
menyebabkan penurunan kesadaran. Selanjutnya, obat tersebut cepat didistribusi kembali ke
jaringan jaringan lain (awalnya otot dan kemudian lemak) sehingga konsentrasi di plasma dan otak
menurun dan pasien kembali sadar. Emberian bolus tunggal kelompok obat ini memiliki onset cepat,
durasi kerja pendek, dengan pemberian cepat. Sekalipun demikian, eliminasi sempurna sejumlah
obat, biasanya melalui metabolisme hepatik, memerlukan waktu lebih lama, dan dosis berulang
dapat menyebabkan akumulasi dan keterlambatan pemulihan. Ini sering terlihat pada Thiopentone,
dan saat ini pengecualain hanya pada Ropofol. Semua obat ini menyebabkan deprasi sistem
kardiovaskular dan respirasi. Dosis yang diperlukan untuk induksi anestesia diturunkan secara
bermakna bagi pasien pasien usia lanjut, lemah, hipovolemi, ata mengalami gangguan pada sistem
kardiovaskular.

Obat obt Anestesia Inhalasi

Obat obat ini paling sering digunakan untuk mempertahankan anestesia walaupun dapat pula
digunakan untuk induksi anestesia. Obat anestesia inhalasi merupakan hidrokarbon terhalogenasi
dengan titik didih yang relatif rendah sehingga mereka mudah menguap pada suhu ruangan dan up
yang dihasilkan dihisap oleh pasien; oleh sebab itu mereka sering disebut sebagai uap anestetik. Uap
mencapai paru pasien bisa sebagai akibat usaha nafas spontan atau bisa melalui suatu ventilator.
Begitu berada di dalam paru, uap berdivusi ke dalam darah di kapiler kapiler paru dan kemudian
didistribusikan melalui sirkulasi sistematik ke otak dan jaringan lain. Tekanan parsial obat ini di otak
yang menimbulkan efek anestetik, dan ini sangat erat hubungannya dengan tekanan parsial di
alveolus. Kecepatan yang memungkinkan tekanan parsial alveolar dapat diubah menentukan
kecepatan perubahan di dalam otak dan dengan demikian kecepatan induksi, perubahan kedalaman,
dan pemulihan dari, anestesia. Namun, bahkan induksi paling cepat menggunakan obat-obat ini pun
memerlukan beberapa menit untuk mencapat kedalaman anestesia yang sama yang dicapai dalam
hitungan detik melalui pemberian sebuah obat lain dalam kategori ini. Konsentrasi inspirasi semua
senyawa ini dirumuskan dalam presentasi volume. Semua obat anestesi inhalasi menyebabkan
depresi sistem kardiovaskular dan repirasi yang bersifat dosedependent. Terdapat dua konsep yang
akan membantu pemahaman pengguna obat anestesi inhalasi ; kelarutan dan konsentrasi alveolar
minimum.

Kelarutan

Salah satu determin utama tekanan parsial alveolar adalah seberapa larut obat anestesi yang relatif
tidak larut (mis., sevoflurane, desflurane) berdifusi secara lambat dari alveoli, tekanan parsialnya
meningkat dengan cepat, diikuti oleh peningkatan dengan cepat, diikuti oleh peningkatan cepat yang
serupa pada tekanan parsial otak dan darah, dan anestesia diinduksi cepat. Sebaliknya, suatu obat
nestesia inhalasi yang larut (mis., halothane) berdfusi cepat dari alveoli ke dalam darah pulmonal,
membatasi kecepatan peningkatan tekanan parsial otak dan alveolar. Akibatnya, induksi akan terjadi
lebih lambat. Pemulihan dari anestesia mengikuti prinsip yang sama dalam arah sebaliknya. Hanya
sebagian kecil dari obat yang tidak larut akan diekskresi untuk memungkinkan tekanan parsial dalam
otak menurun. Jumlah yang lebih besar dari obat yang lebih larut harus diekskresikan untuk
mencapai efek yang sama, yang tentunya secara proporsional akan memakan waktu lebih lama.
Faktor lain yang menentukan kecepatan peningkatan konsentrasi alveolar meliputi :

 Konsentrasi inspirasi yang tinggi : terbatas secara klinis oleh derajat iritasi yang disebabkan
oleh uap
 Ventilasi alveolar : ini paling jelas pada obat-obatan dengan kelarutan tinggi. Karena jumlah
besar dihilangkan dari alveoli, peningkatan ventilasi memastikan penggantian yang lebih
cepat.
 Curah jantung; apabila tinggi, menyebabkan aliran darah pulmonal yang lebih besar,
meningkatkan ambilan, dan dengan demikian menurunkan tekanan parsial alveolar. Apabila
rendah, terjadi sebaliknya dan konsentrasi alveolar meningkat lebih cepat.

Konsentrasi alveolar minimum

Untuk membandingkan potensi dan efek samping obat anestesi inhalasi, digunakan konsep
konsentrasi alveolar minimum (MAC). Ini merupakan konsentrasi yang diperlukan untuk
mencegah pergerakan setelah diberikan stimulus bedah pada 50% subjek. Pada 1 MAC, atau
beberapa kali lipat dari itu, efek obat anestesi inhalasi akan sama dan dapat dibuat
perbandingan efek sampingnya. Senyawa-senyawa dengan potensi rendah (mis., desflurane)
akan memiliki MAC yang tinggi; mereka yang berpotensi rendah (mis., isoflurane) akan
memiliki MAC yang rendah. Efek-efek obat anestesi inhalasi bersifat aditif; oleh karena itu,
sering kali diberikan dua nilai untuk MAC-nilai dalam oksigen dan nilai ketika diberikan
bersama persentase nitrogen oksida (yang juga punya MAC-nya sendiri) yang disebutkan,
yang tentunya akan lebih rendah. Nilai MAC berkurang pada lansia, pasien-pasien hipotensi,
hipotermia, dan hipotiroidisme, serta pada penggunaan bersamaan opioid; nilai MAC
meningkatkan pada bayi, pasien dengan pireksia, dan penyalahguna obat yang sudah kronik.

Nitrogen oksida

Nitrogen oksida (N2O) merupakan uap yang non-iritan, tidak berwarna, beraroma manis dengan
sifat analgesik sedang tetapi potensi anestetiknya rendah (MAC 105%). Konsentrasi inspirasi aman
maksimum yang dapat diberikan tanpa risiko menyebabkan hipoksia adalah sekitar 70%; karena itu,
kehilangan kesadaran atau anestesia yang cukup untuk memungkinkan dilakukan pembedahan
jarang tercapai. Akibatnya, senyawa ini biasanya diberikan besama salah satu dari uap lain. Nitogen
oksida tersedia dalam tabung-tabung yang sebelumnya telah dicampur dengan oksigen sebagai
campuran 50:50 yan disebut “Entonox” yang digunakan sebagai analgesik dalam obstetrik dan dalam
pelayanan emergensi.

Efek sistematik

 Depresi kardiovaskular, lebih buruk pada pasien-pasien yang memiliki penyakit jantung yang
sudah ada.
 Sedikit peningkatan laju pernapasan dan penurunan volume tidal. Senyawa ini menurunkan
respons ventilasi terhadap hiperkarbia dan hipoksia.
 Vasodilatasi serebral, meningkatkan tekanan intrakranial(TIK)
 Berdifusi ke dalam rongga berisi udara lebih cepat dibandingkan keluarnya nitrogen,
menyebabkan peningkatan tekanan (mis., di telinga tengah) atau peningkatan volume (mis.,
di usus atau emboli udara)
 Dapat menyebabkan supresi sumsum tulang dengan menghambat produksi faktor-faktor
yang diperlukan untuk sintesis DNA. Lamanya pajanan yang diperlukan dapat sesingkat
beberapa jam saja, dan pemulihan biasanya terjadi dalam 1 minggu.
 Pada akhir anestesia, nitrogen oksida cepat berdisfusi ke dalam alveloli dan menurunkan
tekanan parsial oksigen, dan dapat menimbulkan hipoksia (hipoksia difusi) apabila pasien
menghisap udara. Ini dapat diatasi dengan meningkatkan konsentrasi oksigen inspirasi
selama pemulihan anestesia.

Anestesia intravena total

Ketika hanya obat IV diberikan tunggal untuk induksi dan pemeliharaan anestesia, digunakan istilah
“anestesia intravena total” (TIVA). Obat yang digunakan untuk pemeliharaan anestesia, harus
dimetabolisme dengan cepat menjadi subtansi nonaktif atau dibuang untuk mencegah akumulasi
dan penundaan pemulihan; selain juga menghindari efek samping yang tidak menyenangkan. Saat
ini, infis propofol merupakan teknik yang paling banyak digunakan; ketamine berhubungan dengan
pemulihan yang tidak menyenangkan, etomidare menekan sintesis steroid, dan pemulihan pasca-
barbiturate diperlama karena akumulasinya.

Obat penghambat neuromuskular

Obat ini bekerja dengan cara mencegah interaksi asetilkolin dengan reseptor pascasinaps (nikotinik)
di lempeng motorik pada membran otot (dan kemungkinan lokasi lain). Relaksan otot dibagi dalam
dua kelompok dan dinamai menurut mekanisme kerjanya.

Obat penghambat neuromuskular secara depolarisasi

Suxamenthonium

Suxamenthonium merupakan satu-satunya obat jenis ini dalam penggunaan klinis sehari-hari.
Tersedia dalam bentuk siap pakai (50mg/mL, 2 ML ampule). Dosis dewasanya 1,5 mg/kg IV. Setelah
penyuntikan, terdapat periode pendek fasikulasi otot karena membran otot mengalami depolarisasi,
diikuti dengan paralisis otot dalam 40-60 detik. Pemulihan terjadi secara spontan begitu
Suxamenthonium dihidrolisis oleh enzim plasma (pseudo) kolinesterase, dan transmisi
neuromuskular jadi normal kembali setelah 4-6 menit. Onset yang cepat ini menjadikan obat pilihan
untuk memfasilitasi intubasi trakea pada pasien-pasien yang cenderung mengalami regurgitasi dan
aspirasi. Obat ini tidak memiliki efek langsung terhadap sistem kardiovaskular, respirasi, atau sistem
saraf pusat. Bradikadia sekunder akibat stimulasi vagal umum terjadi setelah pemberian dosis yang
sangat besar atau berulang, dan dapat dihindari dengan pemberian premedikasi denan attropin.
Suxamenthonium memiliki sejumlah efek samping yang penting

Defisiensi pseudokolinesterase

Serangkaian gen telah teridetifikasi dalam hubungannya dengan produksi pseudokolinerterase.


Genotipe yang paling signifikan, yaitu:
 Homozigor normal: enzim memadai untuk menghidrolisis Suxamenthonium dalam 4-6 menit
(950 per 1000 populasi);
 Heterozigot atipik: kadar enzim sedikit berkurang; Suxamenthonium bertahan selam 10-20
menit (50 per 1000 populasi);
 Homozigot atipik : defisiensi enzim yang jelas; anggota kelompok ini tetap apnea sehingga
hampit 2 jam setelah pemberian Suxamenthonium (<1 per 1000).

Penatalaksanaan pasien yang diketahui mengidap defisiensi pseudoklolinesterase berat adalah


dengan pemeliharaan anestesia atu sedasi dan bantuan ventilasi hingga terjadi pemulihan spontan.
Pasien tersebut selanjutnya harus diperingatkan dan diberikan sebuah tanda yang menurunkan,
anggota keluarganya yang lain perlu diselidiki.

Obat penghambat neoromuskular non-depolarisasi

Obat ini berkompetisi dengan asetilkolin dan memblok aksesnya ke situs reseptor pascasinaps pada
otot, tetapi tidak menimbulkan depolarisasi.(mereka mungkin juga memblok reseptor-reseeptor
presinaps yang berperanan dalam membantu pelepasan asetilkolin.) mereka kadang-kadang disebut
sebagai penghambat neuromuskular komprtitif. Waktu yang diperlukan untuk mencapai efek
maksimal yakni saat relaksasi sudah adekuat sehingga memungkinkan intubasi trakea, relatif lambat
dibandingkan dengan Suxamenthonium, umumnya 1,5-3 menit. Obat- obat ini digunakan dalam dua
cara:

 Setelah Suxamenthonium untuk mempertahankan relaksasi otot selam pembedahan;


 Untuk memfasilitasi intubasi trakea pada situasi-situasi tidak darurat.

Walaupun pemulihan fungsi neuromuskular normal pada penggunaan obat ini akhirnya akan terjadi
secara spontan, hal ini sering dipercepat dengan pemberian suatu antikolinersterase.

Antikolinesterase

Aktivis obat penghambat neuromuskular akan menghilang secara spontan bersamaan dengan
waktu, tetapi ini tidak selalu nyaman atau sesuai pada praktiknya. Apabila diperlukan pembalikan
blokade neuromuskular, diberikan suatu antikolinerterase. Obat ini menghambat aktivis enzim
asetilkolinesterase, menyebabkan peningkatan kadar asetilkolin di dalam celah sinaps taut
neuromuskular. Kecepatan pemulihan akan bergantung pada intensitas blokade pada saat
pembalikan diupayakan semakin kuat blokadenya, semakin lama pulihnya. Antikolinerterase tidak
dapat digunakan untuk mengembalikan blokade yang sangat kuat, misalnya bila diberikan segera
setelah pemberian relaksan. Antikolinestrase juga meningkatkan jumlah asetilkolin di dalam sinaps
parasimpatis (reseptor muskarinik), menyebabkan bradikardia, spasme usus, kandungan kemih, dan
bronkus, meningkatkan sekresi bronkus, dll. Untuk mencegah efek-efek muskarinik yang tidak
diinginkan ini, antikolinesterase selalu di berikan dengan dosis atropin atau glycopyrrolate yang
sesuai. Antikolinesterase yang paling sering digunakan adalah neostigmin :

 Dosis tetap 2,5 mg IV digunakan pada orang dewasa.


 Efek maksimalnya terlihat setelah sekitar 5 menit dan bertahan selama 20-30 menit.
 Obat ini diberikan bersamaan dengan atropin 1,2 mg atau glycopyrrolate 0,5 mg.
Sugammadex

Ini merupakan sebuah obat yang baru dikembangkan yang tampaknya dapat membalikkan bahkan
suatu blokade neuromuskular kuat yang diinduksi oleh obat-obat penghambat neuromuskular
golongan aminosteroid, rocuronium, dan vecuronium. Penggunaan sugammadex akan
menghilangkan kebutuhan untuk, dan efek samping yang diinginkan, baik antikolinesterase maupun
antikolinergik ketika melakukan pembalikkan residu blokade neuromuskular. Sugammadex
sebaliknya tampak tidak punya efek lain, baik pada asetilkolinersterase atau reseptor mana pun.
Saat ini obat tersebut sedang menjalani uji klinis keamanan tahap akhir

Anda mungkin juga menyukai