Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Palliative Care adalah suatu perawatan kesehatan terpadu yang menyeluruh dengan
pendekatan multidisiplin yang terintegrasi. Tujuannya adalah untuk mengurangi
penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas hidupnya, dan juga
memberikan support kepada keluarganya. Dari definisi tersebut didapatkan bahwasannya
salah satu tujuan dasar dari palliative care adalah mengurangi penderitaan pasien yang
termasuk didalamnya adalah menghilangkan nyeri yang diderita oleh pasien tersebut.
Terdapat banyak alasan mengapa pasien dengan penyakit stadium lanjut tidak
mendapatkan perawatan yang memadai, namun semua alasan itu pada akhirnya berakar
pada konsep terapi yang eksklusif dalam menyembuhkan penyakit daripada
meningkatkan kualitas hidup dan mengurangi penderitaan. Itulah mengapa, seringkali
keputusan untuk mengambil tindakan paliatif baru dilakukan setelah segala usaha
penyembuhan penyakit ternyata tidak efektif. Padahal seharusnya, palliative care
dilakukan secara integral dengan perawatan kuratif dan rehabilitasi baik pada fase dini
maupun lanjut.
Seiring dengan berkembangnya bidang ilmu ini, ruang lingkup dari palliative care
yang dulunya hanya terfokus pada memberikan kenyamanan bagi penderita, sekarang
telah meluas menjadi perawatan holistik yang mencakup aspek fisik, sosial, psikologis,
dan spiritual. Perubahan perspektif ini dikarenakan semakin hari semakin banyak pasien
yang menderita penyakit kronis sehingga tuntutan untuk suatu perkembangan adalah
mutlak adanya. Oleh karena itu pada kesempatan ini penulis membuat makalah tentang
Palliative Care untuk mengulas materi tersebut lebih dalam.

Meningkatnya jumlah pasien dengan penyakit yang belum dapat disembuhkan


baik pada dewasa dan anak seperti penyakit kanker, penyakit degeneratif, penyakit paru
obstruktif kronis, cystic fibrosis, stroke, Parkinson, gagal jantung/heart failure, penyakit
genetika dan penyakit infeksi seperti HIV/AIDS yang memerlukan perawatan paliatif,
disamping kegiatan promotif, preventif, kuratif, dan rehabilitatif. Namun saat ini,
pelayanan kesehatan di Indonesia belum menyentuh kebutuhan pasien dengan penyakit
yang sulit disembuhkan tersebut, terutama pada stadium lanjut dimana prioritas
pelayanan tidak hanya pada penyembuhan tetapi juga perawatan agar mencapai kualitas
hidup yang terbaik bagi pasien dan keluarganya.

Pada stadium lanjut, pasien dengan penyakit kronis tidak hanya mengalami
berbagai masalah fisik seperti nyeri, sesak nafas, penurunan berat badan, gangguan
aktivitas tetapi juga mengalami gangguan psikososial dan spiritual yang mempengaruhi
kualitas hidup pasien dan keluarganya. Maka kebutuhan pasien pada stadium lanjut suatu
penyakit tidak hanya pemenuhan/pengobatan gejala fisik, namun juga pentingnya
dukungan terhadap kebutuhan psikologis, sosial dan spiritual yang dilakukan dengan
pendekatan interdisiplin yang dikenal sebagai perawatan paliatif.

Masyarakat menganggap perawatan paliatif hanya untuk pasien dalam kondisi


terminal yang akan segera meninggal. Namun konsep baru perawatan paliatif
menekankan pentingnya integrasi perawatan paliatif lebih dini agar masalah fisik,
psikososial dan spiritual dapat diatasi dengan baik. Perawatan paliatif adalah pelayanan
kesehatan yang bersifat holistik dan terintegrasi dengan melibatkan berbagai profesi
dengan dasar falsafah bahwa setiap pasien berhak mendapatkan perawatan terbaik sampai
akhir hayatnya.Rumah sakit yang mampu memberikan pelayanan perawatan paliatif di
Indonesia masih terbatas di 5 (lima) ibu kota propinsi yaitu Jakarta, Yogyakarta,
Surabaya, Denpasar dan Makassar. Ditinjau dari besarnya kebutuhan dari pasien, jumlah
dokter yang mampu memberikan pelayanan perawatan paliatif juga masih terbatas.
Keadaan sarana pelayanan perawatan paliatif di Indonesia masih belum merata
sedangkan pasien memiliki hak untuk mendapatkan pelayanan yang bermutu,
komprehensif dan holistik, maka diperlukan kebijakan perawatan paliatif di Indonesia
yang memberikan arah bagi sarana pelayanan kesehatan untuk menyelenggarakan
pelayanan perawatan paliatif.

Banyak pakar menilai bahwa komunikasi adalah suatu kebutuhan yang sangat
fundamental bagi seseorang dalam hidup bermasyarakat. Komunikasi dan masyarakat
adalah dua kata kembar yang tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya. Sebab tanpa
komunikasi tidak mungkin masyarakat terbentuk, sebaliknya tanpa masyarakat maka
manusia tidak mungkin dapat mengembangkan komunikasi. (Riswandi, 2009)
Komunikasi kesehatan menjadi semakin populer dalam upaya promosi kesehatan selama
20 tahun terakhir. Contoh, komunikasi kesehatan memegang peranan utama dalam
pemenuhan 219 dari 300 tujuan khusus. Apabila digunakan secara tepat komunikasi
kesehatan dapat mempengaruhi sikap, persepsi, kesadaran, pengetahuan, dan norma
sosial, yang kesemuanya berperan sebagai prekursor pada perubahan perilaku.
Komunikasi kesehatan sangat efektif dalam mempengaruhi perilaku karena didasarkan
pada psikologi sosial, pendidikan kesehatan, komunikasi massa, dan pemasaran untuk
mengembangkan dan menyampaikan promosi kesehatan dan pesan pencegahan.
(Riswandi, 2009) Komunikasi terapeutik adalah komunikasi yang direncanakan secara
sadar, bertujuan dan dipusatkan untuk kesembuhan pasien. Komunikasi terapeutik
mengarah pada bentuk komunikasi interpersonal. Suatu bentuk pelayanan kesehatan
kepada masyarakat yang didasarkan pada ilmu dan kiat keperawatan berbentuk pelayanan
bio-psiko-sosial-kultural dan spiritual yang didasarkan pada pencapaian kebutuhan dasar
manusia. (Suparyanto, 2010) Dalam hal ini asuhan keperawatan yang diberikan kepada
pasien bersifat komprehensif, ditujukan pada individu, keluarga dan masyarakat, baik
dalam kondisi sehat dan sakit yang mencakup seluruh kehidupan manusia. Sedangkan
asuhan yang diberikan berupa bantuan-bantuan kepada pasien karena adanya kelemahan
fisik dan mental, keterbatasan pengetahuan serta kurangnya kemampuan dan kemauan
dalam melaksanakan aktivitas kehidupan sehari-hari secara mandiri. (Mungin, 2008)

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang masalah di atas maka rumusan masalah ini adalah:
1. Apakah prinsip komunikasi dalam perawatan palliative care?
2. Bagaimana teknik menyampaikan berita buruk pada keluarga maupun pasien?

C. Tujuan
1. Untuk mengetahui tentang prinsip komunikasi perawatan palliative care.
2. Untuk mengetahui teknik menyampaikan berita buruk pada keluarga maupun pasien.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Palliative Care


Perawatan paliatif (dari bahasa Latin''palliare,''untuk jubah) adalah setiap bentuk
perawatan medis atau perawatan yang berkonsentrasi pada pengurangan keparahan gejala
penyakit, daripada berusaha untuk menghentikan, menunda, atau sebaliknya
perkembangan dari penyakit itu sendiri atau memberikan menyembuhkan. Tujuannya
adalah untuk mencegah dan mengurangi penderitaan dan meningkatkan kualitas hidup
orang menghadapi yang serius, penyakit yang kompleks.
Definisi Palliative Care telah mengalami beberapa evolusi. Menurut WHO pada
1990 Palliative Care adalah perawatan total dan aktif dari untuk penderita yang
penyakitnya tidak lagi responsive terhadap pengobatan kuratif. Berdasarkan definisi ini
maka jelas Palliative Care hanya diberikan kepada penderita yang penyakitnya sudah
tidak respossif terhadap pengobatan kuratif. Artinya sudah tidak dapat disembuhkan
dengan upaya kuratif apapun. Tetapi definisi Palliative Care menurut WHO 15 tahun
kemudian sudah sangat berbeda. Definisi Palliative Care yang diberikan oleh WHO pada
tahun 2005 bahwa perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang bertujuan
meningkatkan kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan lain,
memberikan dukungan spiritual dan psikososial mulai saat diagnosa ditegakkan sampai
akhir hayat dan dukungan terhadap keluarga yang kehilangan/berduka.
Di sini dengan jelas dikatakan bahwa Palliative Care diberikan sejak diagnosa
ditegakkan sampai akhir hayat. Artinya tidak memperdulikan pada stadium dini atau
lanjut, masih bisa disembuhkan atau tidak, mutlak Palliative Care harus diberikan kepada
penderita itu. Palliative Care tidak berhenti setelah penderita meninggal, tetapi masih
diteruskan dengan memberikan dukungan kepada anggota keluarga yang berduka.
Palliative Care tidak hanya sebatas aspek fisik dari penderita itu yang ditangani, tetapi
juga aspek lain seperti psikologis, sosial dan spiritual.
Titik pusat dari perawatan adalah pasien sebagai manusia seutuhnya, bukan hanya
penyakit yang dideritanya. Dan perhatian ini tidak dibatasi pada pasien secara individu,
namun diperluas sampai mencakup keluarganya. Untuk itu metode pendekatan yang
terbaik adalah melalui pendekatan terintegrasi dengan mengikutsertakan beberapa profesi
terkait. Dengan demikian, pelayanan pada pasien diberikan secara paripurna, hingga
meliputi segi fisik, mental, social, dan spiritual. Maka timbullah pelayanan palliative care
atau perawatan paliatif yang mencakup pelayanan terintegrasi antara dokter, perawat,
terapis, petugas social-medis, psikolog, rohaniwan, relawan, dan profesi lain yang
diperlukan.
Lebih lanjut, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) menekankan lagi bahwa
pelayanan paliatif berpijak pada pola dasar berikut ini :
1. Meningkatkan kualitas hidup dan menganggap kematian sebagai proses yang normal.
2. Tidak mempercepat atau menunda kematian.
3. Menghilangkan nyeri dan keluhan lain yang menganggu.
4. Menjaga keseimbangan psikologis dan spiritual.
5. Berusaha agar penderita tetap aktif sampai akhir hayatnya.
6. Berusaha membantu mengatasi suasana dukacita pada keluarga.
Dari data diatas dapat disimpulkan bahwa tujuan dari Palliative Care adalah untuk
mengurangi penderitaan pasien, memperpanjang umurnya, meningkatkan kualitas
hidupnya, juga memberikan support kepada keluarganya. Meski pada akhirnya pasien
meninggal, yang terpenting sebelum meninggal dia sudah siap secara psikologis dan
spiritual, serta tidak stres menghadapi penyakit yang dideritanya.
B. Tujuan Palliative Care
Palliative care ini bertujuan mengurangi rasa sakit dan gejala tidak nyaman
lainnya, meningkatkan kualitas hidup, dan memberikan pengaruh positif selama sakit,
membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai saat meninggalnya, menjawab
kebutuhan pasien dan keluarganya, termasuk dukungan disaat-saat sedih dan kehilangan,
dan membantu keluarga agar tabah selama pasien sakit serta disaat sedih. Palliative care
tidak bertujuan untuk mempercepat atayupun menunda kematian.
C. Prinsip Dasar Palliative Care
Dalam memberikan perawatan paliatif sangat penting memperhatikan prinsip-
prinsipnya. Commitee on Bioethic and Committee on Hospital Care (2000)
mengembangkan untuk pengamanan praktik dan standar minimum dalam meningkatkan
kesejahteraan anak dengan kondisi hidup yang terbatas dan keluarganya, dengan tujuan
memberikan dukungan yang efektif selama pengobatan, dan memperpanjang kehidupan.
Prinsip dasarnya terintegrasi pada model perawatan paliatif yang meliputi :
1. Menghormati serta menghargai pasien dan keluarganya.
Dalam memberikan perawatan paliatif, perawat harus menghargai dan
menghormati keingingan anak dan keluarga. Sesuai dengan prinsip menghormati
maka informasi tentang perawatan paliatif harus disiapkan untuk anak dan orangtua,
yang mungkin memilih untuk mengawali program perawatan paliatif. Kebutuhan-
kebutuhan keluarga harus diadakan/disiapkan selamasakit dan setelah anak meninggal
untuk meningkatkan kemampuannya dalam menghadapi cobaan berat.
2. Kesempatan atau hak mendapatkan kepuasan dan perawatan paliatif yang pantas.
Pada kondisi untuk menghilangkan nyeri dan keluhan fisik lainnya maka
petugas kesehatan harus memberikan kesempatan pengobatan yang sesuai untuk
meningkatkan kualitas hidup anak, terapi lain meliputi pendidikan, kehilangan dan
penyuluhan pada keluarga, dukungan teman sebaya, terapi musik, dan dukungan
spiritual pada keluarga dan saudara kandung, serta perawatan menjelang ajal.
3. Mendukung pemberi perawatan (caregiver).
Pelayanan keperawatan yang profesional harus didukung oleh tim
perawatan paliatif, rekan kerjanya, dan institusi untuk penanganan proses berduka dan
kematian. Dukungan dari institusi seperti penyuluhan secara rutin dari ahli psikologi
atau penanganan lain.
4. Pengembangan profesi dan dukungan sosial untuk perawatan paliatif pada anak.
Penyuluhan pada masyarakat tentang kesadaran akan kebutuhan perawatan
anak dan nilai perawatan paliatif serta usaha untuk mempersiapkan serta memperbaiki
hambatan secara ekonomi. Perawatan paliatif pada anak merupakan area kekhususan
karena sejumlah anak dan sebagian kecil anak yang masih kecil meninggal serta
kebutuhannya akan perawatan paliatif lebih ke pemberian jangka panjang, gambaran
kematian penyakitnya berbeda, perawatan yang dibutuhkan tidak hanya kebutuhan
fisik anak tetapi juga kebutuhan, emosi, pendidikan dan kebutuhan sosial, serta
keluarganya, anak- anak akan tumbuh dan berkembang secara fisik dan emosi
sehingga dalam memberikan perawatan pada anak harus dilatih secara khusus sesuai
yang dianjurkan (Cooke & McNamara, 2008).

D. Komunikasi

Definisi Komunikasi Istilah ‘komunikasi’ (communication) berasal dari Bahasa Latin


‘communicatus’ yang artinya berbagi atau menjadi milik bersama. Dengan demikian
komunikasi menunjuk pada suatu upaya yang bertujuan berbagi untuk mencapai
kebersamaan. Secara harfiah, komunikasi berasal dari Bahasa Latin: “Communis” yang
berarti keadaan yang biasa, membagi. Dengan kata lain, komunikasi adalah suatu proses di
dalam upaya membangun saling pengertian. Jadi kominukasi dapat diartikan suatu proses
pertukaran informasi di antara individu melalui sistem lambang-lambang, tanda-tanda atau
tingkah laku. (Riswandi, 2009).

Proses komunikasi merupakan aktivitas yang mendasar bagi manusia sebagai


makhluk sosial. Setiap proses komunikasi diawali dengan adanya stimulus yang masuk
pada diri individu yang ditangkap melalui panca indera. Stimulus diolah di otak dengan
pengetahuan, pengalaman, selera, dan iman yang dimiliki individu. (Wiryanto, 2004)
Sosiologi menjelaskan komunikasi sebagai sebuah proses memaknai yang dilakukan oleh
seseorang terhadap informasi, sikap, dan perilaku orang lain yang berbentuk pengetahuan,
pembicaraan, gerak-gerik, atau sikap, perilaku dan perasaan-perasaan, sehingga seseorang
membuat reaksi-reaksi terhadap informasi, sikap dan perilaku tersebut berdasarkan pada
pengalaman yang pernah dialami. (Mungin, 2008) Komunikasi merupakan suatu proses
karena melalui komunikasi seseorang menyampaikan dan mendapatkan respon.
Komunikasi dalam hal ini mempunyai dua tujuan, yaitu : mempengaruhi orang lain dan
untuk mendapatkan informasi. Akan tetapi, komunikasi dapat digambarkan sebagai
komunikasi yang memiliki kegunaan atau berguna (berbagi informasi, pemikiran, perasaan)
dan komunikasi yang tidak memiliki kegunaan atau tidak berguna (menghambat/ blok
penyampaian informasi atau perasaan). Keterampilan berkomunikasi merupakan
keterampilan yang dimiliki oleh seseorang untuk membangun suatu hubungan, baik itu
hubungan yang kompleks maupun hubungan yang sederhana melalui sapaan atau hanya
sekedar senyuman. Pesan verbal dan non verbal yang dimiliki oleh seseorang
menggambarkan secara utuh dirinya, perasaannya dan apa yang ia sukai dan tidak sukai.
Melalui komunikasi seorang individu dapat bertahan hidup, membangun hubungan dan
merasakan kebahagiaan. (Pendi, 2009)

D. Peran perawat Palliative Care


Hockenberry dan Wilson (2009) menyatakan bahwa perawatan anak meliputi
setiap aspek pertumbuhan dan perkembangan anak serta keluarganya. Fungsi perawat
bervariasitergantung pada area kerjanya, pendidikan serta tujuan karirnya. Menurut
Matzo dan Sherman (2006) peran perawat paliatif meliputi :
1. Praktik di klinik
Perawat memamfaatkan pengalamannya dalam mengkaji dan mengevaluasi
keluhan serta nyeri. Perawat dengan anggota tim berbagai keilmuan mengembangkan
dan mengimplementasikan rencana perawatan secara menyeluruh. Perawat
mengidentifikasikan pendekatan baru untuk mengatasi nyeri yang dikembangkan
berdasarkan standar perawatan di rumah sakit untuk melaksanakan tindakan. Dengan
kemajuan ilmu pengetahuan keperawatan, maka keluhan sindroma nyeri yang
komplek dapat perawat praktikan dengan melakukan pengukuran tingkat kenyamanan
disertai dengan memanfaatkan inovasi, etik dan berdasarkan keilmuannya.
2. Pendidik
Perawat memfasilitasi filosofi yang komplek, etik dan diskusi tentang
penatalaksaan keperawatan di klinik, mengkaji anak dan keluarganya serta semua
anggota tim menerima hasil yang positif. Perawat memperlihatkan dasar kelimuan /
pendidikannya yang meliputi mengatasi nyeri neuropatik, berperan mengatasi konflik
profesi, mencegah dukacita, dan resiko kehilangan. Perawat pendidik dengan tim
lainnya seperti komite dan ahli farmasi, berdasarkan pedoman dari tim perawat
paliatif maka memberikan perawatan yang berbeda dan khusus dalam menggunakan
obat-obatan intravena untuk mengatasi nyeri neuropatik yang tidak mudah diatasi.
3. Peneliti.
Perawat menghasilkan ilmu pengetahuan baru melalui pertanyaan pertanyaan
penelitian dan memulai pendekatan baru yang ditujukan pada pertanyaan-pertanyaan
penelitian. Perawat dapat meneliti dan terintegrasi pada penelitian perawatan paliatif.
4. Bekerjasama (Collaborator)
Perawat sebagai penasihat anggota atau staf dalam mengkaji biopsiko-sosial-
spiritual dan penatalaksanaannya. Perawat membangun dan mempertahankan
hubungan kolaborasi dan mengidentifikasi sumber dan kesempatan bekerja dengan
tim perawatan paliatif, perawat memfasilitasi dalam mengembangkan dan
mengimplementasikan anggota dalam pelayanan, kolaborasi perawat/dokter dan
komite penasihat. Perawat memperlihatkan nilai-nilai kolaborasi dengan anak dan
keluarganya, dengan tim antar disiplin ilmu, dan tim kesehatan lainnya dalam
memfasilitasi kemungkinan hasil terbaik.
5. Penasihat (Consultant)
Perawat berkolaborasi dan berdiskusi dengan dokter, tim perawatan paliatif
dan komite untuk menentukan tindakan yang sesuai dalam pertemuan/rapat tentang
kebutuhan-kebutuhan anak dan keluarganya.
Menurut Benzart, et al (2011) selama anak dirawat dengan kondisi yang
membutuhkan tindakan seumur hidup dan perawat sebagai tim dari perawatan
paliatif, maka keluarga akan berkonsultasi pada perawat tentang perawatan paliatif.
Dalam hal ini perawat dapat memberikan dukungan pada keluarga saat kondisi
anaknya kritis serta memberikan informasi tentang prognosis penyakit, mengatasi
keluhan-keluhan, menjelaskan tujuan perawatan dan dukungan psikososial serta
dukungan spiritual.
E. Karakteristik Palliative Care
Perawatan paliatif sangat luas dan melibatkan tim interdisipliner yang tidak hanya
mencakup dokter dan perawat tetapi mungkin juga ahli gizi, ahli fisioterapi, pekerja
sosial, psikolog/psikiater, rohaniwan, dan lainnya yang bekerja secara terkoordinasi dan
melayani sepenuh hati. Perawatan dapat dilakukan secara rawat inap, rawat jalan, rawat
rumah (home care), day care dan respite care. Rawat rumah dilakukan dengan kunjungan
ke rumah pasien, terutama mereka yang tidak dapat pergi ke rumah sakit. Kunjungan
dilakukan oleh tim untuk memantau dan memberikan solusi atas masalah-masalah yang
dialami pasien dan keluarganya, baik masalah medis maupun psikis, sosial, dan spiritual.
Day care adalah menitipkan pasien selama jam kerja jika pendamping atau keluarga yang
merawatnya memiliki keperluan lain (seperti day care pada penitipan anak). Sedangkan
respite care adalah layanan yang bersifat psikologis melalui konseling dengan psikolog
atau psikiater, bersosialisasi dengan penderita kanker lain, mengikuti terapi musik, dan
lain-lain. Beberapa karakteristik perawat paliatif adalah:
1. Mengurangi rasa sakit dan keluhan lain yang mengganggu.
2. Menghargai kehidupan dan menyambut kematian sebagai proses yang normal.
3. Tidak berusaha mempercepat atau menunda kematian.
4. Mengintegrasikan aspek psikologis dan spiritual dalam perawatan pasien.
5. Membantu pasien hidup seaktif mungkin sampai akhir hayat.
6. Membantu keluarga pasien menghadapi situasi selama masa sakit dan setelah
kematian.
7. Menggunakan pendekatan tim untuk memenuhi kebutuhan pasien dan keluarganya,
termasuk konseling masa duka cita, jika diindikasikan.
8. Meningkatkan kualitas hidup, dan mungkin juga secara positif memengaruhi
perjalanan penyakit.
9. Bersamaan dengan terapi lainnya yang ditujukan untuk memperpanjang usia, seperti
kemoterapi atau terapi radiasi, dan mencakup penyelidikan yang diperlukan untuk
lebih memahami dan mengelola komplikasi klinis yang berat.
F. Klasifikasi Palliative Care
Palliative care / perawatan (terapi) paliatif terbagi menjadi beberapa macam
diantaranya adalah sebagai berikut:
1. Palliative Care Religius
Agama merupakan hubungan antara manusia dengan tuhan. Terapi religious
sangat penting dalam memberikan palliative care. Kurangnya pemenuhan kehidupan
beragama, menimbulkan masalah pada saat terapi. Pengetahuan dasar dari masing-
masing agama sangat membantu dalam mengembangkan palliative care.
Terkadang palliative care spiritual sering disamakan dengan terapi paliatif
religious. Palliative care spiritual bisa ditujukan kepada pasien yang banyak meyakini
akan adanya Tuhan tanpa mengalami ritual suatu agama dan bisa juga sebagai
terapinreligius dimana selain meyakini ritual agama memiliki tata cara beribadah
dalam suatu agama. Dalam agama islam perawatan paliatif yang bisa diterapkan
adalah :
a. Doa dan dzikir
b. Optimisme
c. Shalat Tahajud
2. Terapi Paliatif Radiasi
Terapi paliatif radiasi merupakan salah satu metode pengobatan dengan
menggunakan radiasi / sinar untuk mematikan sel kanker yang akan membantu
pencegahan terhadap terjadinya kekambuhan. Terapi radiasi dapat diberikan melalui
dua cara. Pertama dengan menggunakan cara radiasi eksterna, dan kedua dengan
brakiterapi. Radiasi eksterna adalah suatu teknik radiasi dimana sumber radiasi
berada di luar tubuh pasien. Radiasi ini menggunakan suatu mesin yang
mengeluarkan radiasi yang ditujukan kea rah sel kanker. Brakiterapi adalah suatu
teknik radiasi dimana sumber radiasi diletakkan di dalam tubuh pasien dekat dengan
sel kanker tersebut. Peran radioterapi pada palliative care terutama adalah untuk
mengatasi nyeri, yaitu nyeri yang disebabkan oleh infiltrasi tumor local.
3. Terapi Paliatif Kemoterapi
Pemakaian kemoterapi pada stadium paliatif adalah untuk memperkecil masa
tumor dan kanker dan untuk mengurangi nyeri, terutama pada tumor yang
kemosensitif. Beberapa jenis kanker yang sensitive terhadap kemoterapi dan mampu
menghilangkan nyeri pada lymphoma. Myeloma, leukemia, dan kanker tentis.
Pertimbangan pemakaian kemoterapi paliatif harus benar-benar dipertimbangkan
dengan menilai dan mengkaji efek positif yang diperoleh dari berbagai aspek untuk
kepentingan pasien.
4. Pembedahan
Tindakan pembedahan pada perawatan paliatif bermanfaat untuk mengurangi
nyeri dan menghilangkan gangguan fungsi organ tubuh akibat desakan massa tumor /
metastasis. Pada umumnya pembedahan yang dilakukan adalah bedah ortopedi /
bedah untuk mengatasi obstruksi visceral. Salah satu contoh tindakan pembedahan
pada stadium paliatif adalah fiksasi interna pada fraktur patologis / fraktur limpeding /
tulang panjang.
5. Terapi Musik
Alunan musik dapat mempercepat pemulihan penderita stroke, demikian hasil
riset ya ng dilakukan di Finlandia. Penderita stroke yang rajin mendengarkan
music setiap hari, menurut hasil riset itu ternyata mengalami Peningkatan pada
ingatan verbalnya dan memiliki mood yang lebih baik dari pada penderita yang tidak
menikmati musik. Musik memang telah lama digunakan sebagai salah satu terapi
kesehatan, penelitian di Finlandia yang dimuat dalam Jurnal Brain itu adalah riset
pertama yang membuktikan efeknya pada manusia. Temuan ini adalah bukti pertama
bahwa mendengarkan music pada tahap awal pasca stroke dapat meningkatkan
pemulihan daya kognitif dan mencegah munculnya perasaan negative.
6. Psikoterapi
Gangguan citra diri yang berkaitan dengan dampak perubahan citra fisik,
harga diri dengan citra fungsi sosial, fungsi fisiologis, dan sebagainya dapat dicegah /
dikurangi dengan melakukan penanganan antisipatorik yang memadai. Tetapi hal ini
belum dapat dilaksanakan secara optimal karena kondisi kerja yang belum
memungkinkan.
7. Hipnoterapi
Hipnoterapi merupakan salah satu cabang ilmu psikologi yang mempelajari
manfaat sugesti untuk mengatasi masalah pikiran, perasaan, dan perilaku. Hipnoterapi
bisa bermanfaat dalam menerapi banyak gangguan psikologis-organis seperti
hysteria, stress, fobia (ketakutan terhadap benda-benda tertentu atau keadaan
tertentu), gangguan kecemasan, depresi, perilaku merokok, dan lain-lain.
G. Tim Interdisipliner Palliative Care
Dalam melakukan palliative care membutuhkan tim kerja yang terdiri dari
berbagai multidisiplin ilmu karena ilmu kedokteran pada zaman sekarang ini telah
berkembang menjadi adanya interaksi dari fisik, fungsional, emosional, psikologis, sosial,
dan aspek spiritual yang akan menjadi multidisiplin ilmu.
Tim palliative care dapat terdiri dari perawat, dokter, psikiater, petugas sosial
medis, rohaniawan, terapis, dan anggota lain sesuai kebutuhan. Setiap anggota tim
sebaiknya memahami dan menguasai prinsip-prinsip dan praktek palliative care. Tim
harus berani menjamin bahwa pasien akan mendapat pelayanan seutuhnya, baik fisik
maupun mental, sosial, serta spiritual dengan cara yang benar dan dalam porsi yang
seimbang.
Tim paliatif ini akan dipimpin oleh seorang dokter yang memiliki pengalaman
yang luas tentang menangani penyakit tingkat lanjut dan gejala yang kompleks. Dokter
dapat memberikan konsultasi untuk membantu dokter lain. Perawat yang diberi pelatihan
khusus dalam merawat pasien dengan penyakit stadium lanjut dan terminal akan merawat
pasien di dalam pallitaitive care. Perawat bertanggung jawab untuk memberikan kasih
saying dan pendidikan kepada pasien dan keluarganya.
Konseling spiritual juga merupakan salah satu dari tim interdisiplin. Konseling
spiritual dapat diberikan kepada penderita yang tidak memiliki agama sekalipun.
Konseling spiritual dapat membantu meningkatakan iman yan berfungsi sebagai
mekanisme koping bahkan terapi pada penderita yang sedang sekarat. Pendeta, ustadz,
atau pemuka agama lainnya dapat membantu membentuk ikatan di dalam tim palliative
care.
Tim paliatif memiliki ciri khas yakni profesi setiap anggota tim telah dikenal
cakupan dan lingkup kerjanya. Para professional ini bergabung dalam satu kelompok
kerja secara bersama mereka menyusun dan merancang tujuan akhir perawatan melalui
beberapa langkah tujuan jangka pendek. Tim adalah motor penggerak dari semua
kegiatan pasien. Proses interaksi komunikasi merupakan kunci keberhasilan pengobatan
palliative care.
H. Kebijakan Palliative Care di Indonesia
Kebijakan ini berdasararkan keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor:
812/Menkes/SK/VII/2007.
1. Tujuan Dan Sasaran Kebijakan
Tujuan umum kebijakan adalah Sebagai payung hukum dan arahan bagi
perawatan paliatif di Indonesia. Sedangkan tujuan khusus yaitu :
a) Terlaksananya perawatan paliatif yang bermutu sesuai standar yang berlaku di
seluruh Indonesia
b) Tersusunnya pedoman-pedoman pelaksanaan/juklak perawatan paliatif.
c) Tersedianya tenaga medis dan non medis yang terlatih.
d) Tersedianya sarana dan prasarana yang diperlukan.
2. Sasaran kebijakan pelayanan paliatif
a) Seluruh pasien (dewasa dan anak) dan anggota keluarga, lingkungan yang
memerlukan perawatan paliatif di mana pun pasien berada di seluruh Indonesia.
b) Pelaksana perawatan paliatif : dokter, perawat, tenaga kesehatan lainnya dan
tenaga terkait lainnya.
c) Institusi-institusi terkait, misalnya:
1) Dinas kesehatan propinsi dan dinas kesehatan kabupaten/kota
2) Rumah Sakit pemerintah dan swasta
3) Puskesmas
4) Rumah perawatan/hospis
5) Fasilitas kesehatan pemerintah dan swasta lain.
3. Lingkup Kegiatan Palliative Care
a) Jenis kegiatan perawatan paliatif meliputi :
1) Penatalaksanaan nyeri.
2) Penatalaksanaan keluhan fisik lain.
3) Asuhan keperawatan
4) Dukungan psikologis
5) Dukungan sosial
6) Dukungan kultural dan spiritual
7) Dukungan persiapan dan selama masa dukacita (bereavement).
b) Perawatan paliatif dilakukan melalui rawat inap, rawat jalan, dan kunjungan/rawat
rumah.
4. Aspek Medikolegal Dalam Perawatan Paliatif
a) Persetujuan tindakan medis/informed consent untuk pasien paliatif.
1) Pasien harus memahami pengertian, tujuan dan pelaksanaan perawatan paliatif
melalui komunikasi yang intensif dan berkesinambungan antara tim perawatan
paliatif dengan pasien dan keluarganya.
2) Pelaksanaan informed consent atau persetujuan tindakan kedokteran pada
dasarnya dilakukan sebagaimana telah diatur dalam peraturan perundang-
undangan.
3) Meskipun pada umumnya hanya tindakan kedokteran (medis) yang
membutuhkan informed consent, tetapi pada perawatan paliatif sebaiknya
setiap tindakan yang berisiko dilakukan informed consent.
4) Baik penerima informasi maupun pemberi persetujuan diutamakan pasien
sendiri apabila ia masih kompeten, dengan saksi anggota keluarga
terdekatnya. Waktu yang cukup agar diberikan kepada pasien untuk
berkomunikasi dengan keluarga terdekatnya. Dalam hal pasien telah tidak
kompeten, maka keluarga terdekatnya melakukannya atas nama pasien.
5) Tim perawatan paliatif sebaiknya mengusahakan untuk memperoleh pesan
atau pernyataan pasien pada saat ia sedang kompeten tentang apa yang harus
atau boleh atau tidak boleh dilakukan terhadapnya apabila kompetensinya
kemudian menurun (advanced directive). Pesan dapat memuat secara eksplisit
tindakan apa yang boleh atau tidak boleh dilakukan, atau dapat pula hanya
menunjuk seseorang yang nantinya akan mewakilinya dalam membuat
keputusan pada saat ia tidak kompeten. Pernyataan tersebut dibuat tertulis dan
akan dijadikan panduan utama bagi tim perawatan paliatif
6) Pada keadaan darurat, untuk kepentingan terbaik pasien, tim perawatan
paliatif dapat melakukan tindakan kedokteran yang diperlukan, dan informasi
dapat diberikan pada kesempatan pertama.
b) Resusitasi/Tidak resusitasi pada pasien paliatif
1) Keputusan dilakukan atau tidak dilakukannya tindakan resusitasi dapat dibuat
oleh pasien yang kompeten atau oleh Tim Perawatan paliatif.
2) Informasi tentang hal ini sebaiknya telah diinformasikan pada saat pasien
memasuki atau memulai perawatan paliatif.
3) Pasien yang kompeten memiliki hak untuk tidak menghendaki resusitasi,
sepanjang informasi adekuat yang dibutuhkannya untuk membuat keputusan
telah dipahaminya. Keputusan tersebut dapat diberikan dalam bentuk pesan
(advanced directive) atau dalam informed consent menjelang ia kehilangan
kompetensinya.
4) Keluarga terdekatnya pada dasarnya tidak boleh membuat keputusan tidak
resusitasi, kecuali telah dipesankan dalam advanced directive tertulis. Namun
demikian, dalam keadaan tertentu dan atas pertimbangan tertentu yang layak
dan patut, permintaan tertulis oleh seluruh anggota keluarga terdekat dapat
dimintakan penetapan pengadilan untuk pengesahannya.
5) Tim perawatan paliatif dapat membuat keputusan untuk tidak melakukan
resusitasi sesuai dengan pedoman klinis di bidang ini, yaitu apabila pasien
berada dalam tahap terminal dan indakan resusitasi diketahui tidak akan
menyembuhkan atau memperbaiki kualitas hidupnya berdasarkan bukti ilmiah
pada saat tersebut.
c) Perawatan pasien paliatif di ICU
1) Pada dasarnya perawatan paliatif pasien di ICU mengikuti ketentuan-
ketentuan umum yang berlaku sebagaimana diuraikan di atas.
2) Dalam menghadapi tahap terminal, Tim perawatan paliatif harus mengikuti
pedoman penentuan kematian batang otak dan penghentian peralatan life-
supporting.
d) Masalah medikolegal lainnya pada perawatan pasien paliatif
1) Tim Perawatan Paliatif bekerja berdasarkan kewenangan yang diberikan oleh
Pimpinan Rumah Sakit, termasuk pada saat melakukan perawatan di rumah
pasien.
2) Pada dasarnya tindakan yang bersifat kedokteran harus dikerjakan oleh tenaga
medis, tetapi dengan pertimbangan yang memperhatikan keselamatan pasien
tindakan-tindakan tertentu dapat didelegasikan kepada tenaga kesehatan non
medis yang terlatih. Komunikasi antara pelaksana dengan pembuat kebijakan
harus dipelihara.
5. Sumber Daya Manusia
a) Pelaksana perawatan paliatif adalah tenaga kesehatan, pekerja sosial, rohaniawan,
keluarga, relawan.
b) Kriteria pelaksana perawatan paliatif adalah telah mengikuti pendidikan/pelatihan
perawatan paliatif dan telah mendapat sertifikat.
c) Pelatihan
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Perawatan paliatif adalah sistem perawatan terpadu yang bertujuan meningkatkan
kualitas hidup, dengan cara meringankan nyeri dan penderitaan lain, memberikan
dukungan spiritual dan psikososial mulai saat diagnosa ditegakkan sampai akhir hayat
dan dukungan terhadap keluarga yang kehilangan/berduka. Palliative care ini bertujuan
mengurangi rasa sakit dan gejala tidak nyaman lainnya, meningkatkan kualitas hidup, dan
memberikan pengaruh positif selama sakit, membantu pasien hidup seaktif mungkin
sampai saat meninggalnya, menjawab kebutuhan pasien dan keluarganya, termasuk
dukungan disaat-saat sedih dan kehilangan, dan membantu keluarga agar tabah selama
pasien sakit serta disaat sedih. Klasifikasi palliative ada beberapa macam yaitu religious,
music, kemoterapi, hipnoterapi, dan lain-lain.

DAFTAR PUSTAKA

Ferrell, B.R. & Coyle, N. (2010). Oxford Textbook of palliative nursing 3nd ed. New York :
Oxford University Press Nugroho, Agung.(2011). Perawatan Paliatif Pasien Hiv / Aids.
http://www.healthefoundation.eu/blobs/hiv/73758/2011/27/palliative_care.pdf. Diakses
tanggal 9 sep 2017.
Menkes RI. (2007). Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor :
812/Menkes/Sk/Vii/2007. Tentang Kebijakan Perawatan Paliatif Menteri Kesehatan
Republik Indonesia. http://spiritia.or.id/Dok/skmenkes812707.pdf. Diakses tanggal 17 Mei
2013.
Ningsih, SN. 2011. Pengalaman perawat dalam memberikan perawatan paliatif pada anak
dengan kanker diwilayah Jakarta. Fak. UI

Anda mungkin juga menyukai