CR Arli
CR Arli
STATUS PASIEN
A. Identitas Pasien
Nama : Tn. K
Umur : 39 tahun
Alamat : Kotabumi Utara, Lampung Utara
Agama : Islam
Pekerjaan : Wiraswasta
Status : Menikah
Tanggal Masuk : 5 Februari 2018
Tanggal Anamnesis : 5 Februari 2018
Pasien : Bangsal Ruang Bougenville RSUDAM
Anamnesis : Autoanamnesis
Keluhan Utama : Lemah pada kedua tungkai
1
kedua tungkai terasa seperti kebas tetapi masah dapat merasakan sentuhan.
Pasien mengaku masih dapat mengontrol BAB dan BAK. Pasien pernah
berobat di RS luar dan dikatakan terdapat saraf pada yang terjepit pada tulang
belakang. Pasien menyangkal adanya trauma pada tulang belakang. Keluhan
muntah, mual, demam disangkal oleh pasien. Nafsu makan baik, menelan,
buang air kecil, dan buang air besar dalam batas normal dan tidak ada
gangguan.
Riwayat Pengobatan
Os mengaku sudah berobat ke rs luar dan diberikan obat minum tetapi tidak
ada perbaikan gejala.
C. Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis
GCS : E4V5 M6 = 15
Vital sign
Tekanan darah : 120/80 mmHg
Nadi : 84 x/menit,
RR : 18 x/menit
2
Suhu : 36,3 o C
Gizi : Baik
Status Generalis
- Kepala
Rambut : Warna hitam, penyebaran merata, tidak
mudah rontok.
Mata : Konjungtiva tidak anemis, sklera anikterik,
edema palpebra tidak ada.
Telinga : Liang lapang simetris, serumen minimal
Hidung : Sekret (-), pernafasan cuping hidung (-),
deviasi (-), epistaksis (-).
Mulut : Kering (-), lidah putih (-), sianosis (-),
stomatitis (-).
- Leher
Pembesaran KGB : tidak terlihat dan teraba pembesaran KGB.
Pembesaran kelenjar tiroid : tidak terlihat dan teraba pembesaran kelenjar
tiroid.
Trakhea : central, deviasi (-).
- Toraks
(Cor)
Inspeksi : Iktus kordis tidak terlihat.
Palpasi : Iktus kordis teraba pada ICS 5 linea
midclavicula sinistra.
Perkusi : Redup, batas jantung dalam batas normal.
Auskultasi : Bunyi jantung I-II reguler, murmur(-), gallop(-).
(Pulmo)
Inspeksi : Pergerakan dinding dada kanan-kiri simetris.
Palpasi : Fremitus taktil kanan dan kiri simetris .
Perkusi : Sonor pada seluruh lapangan paru.
Auskultasi : Vesikuler (+/+), wheezing (-/-), ronkhi (-/-).
- Abdomen
3
Inspeksi : Datar
Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar dan lien tidak teraba
membesar.
Perkusi : Timpani.
Auskultasi : Bising usus (+).
- Extremitas
Superior : Edema (-/-), turgor kulit baik, CRT < 2 detik.
Inferior : Edema (-/-), turgor kulit baik, CRT < 2 detik.
Status Neurologis
- Saraf Kranialis
N.Olfactorius (N.I)
Daya penciuman hidung : normal (normosmia)
N.Opticus (N.II)
- Tajam penglihatan : tidak dilakukan
- Lapang penglihatan : sama dengan pemeriksa (dalam batas
normal)
- Tes warna : tidak dilakukan
- Fundus oculi : tidak dilakukan
Pupil
- Ukuran : normal
- Bentuk : (Bulat / Bulat)
- Isokor/anisokor : Isokor
4
- Posisi : (Sentral / Sentral)
- Refleks cahaya langsung : (+/+)
- Refleks cahaya tidak langsung : (+/+)
Gerakan Bola Mata
- Medial : normal
- Lateral : normal
- Superior : normal
- Inferior : normal
- Obliqus superior : normal
- Obliqus inferior : normal
- Refleks pupil akomodasi : normal / normal
- Refleks pupil konvergensi : normal / normal
N.Trigeminus (N.V)
Sensibilitas
- Ramus oftalmikus : normal
- Ramus maksilaris : normal
- Ramus mandibularis : normal
Motorik
- M. masseter : normal
- M. temporalis : normal
- M. pterygoideus : normal
Refleks
- Refleks kornea : (+/+)
- Refleks bersin : normal
N.Fascialis (N.VII)
Inspeksi Wajah Sewaktu
- Diam : simetris
- Tertawa : simetris
5
- Meringis : simetris
- Bersiul : simetris
- Menutup mata : simetris
Pasien disuruh untuk
- Mengerutkan dahi : simetris
- Menutup mata kuat-kuat : simetris
- Mengembungkan pipi : simetris
Sensoris
- Pengecapan 2/3 depan lidah : tidak dilakukan
N.Acusticus (N.VIII)
N.cochlearis
- Ketajaman pendengaran : normal
- Tinitus : tidak ditemukan
N.vestibularis
- Test vertigo : negatif
- Nistagmus : tidak ditemukan
N.Accesorius (N.XI)
- M.Sternocleidomastodeus : normal
6
- M.Trapezius : normal
N.Hipoglossus (N.XII)
- Atropi : tidak ditemukan
- Fasikulasi : tidak ditemukan
- Deviasi : tidak ditemukan
7
- Rasa suhu panas : tidak dilakukan
- Rasa suhu dingin : tidak dilakukan
Proprioseptif
- Rasa sikap : tidak dilakukan
- Rasa gerak : tidak dilakukan
- Rasa getar : tidak dilakukan
- Rasa nyeri dalam : tidak dilakukan
Fungsi kortikal untuk sensibilitas
- Steriognosis : tidak dilakukan
- Koordinasi
Tes telunjuk hidung : tidak dilakukan
Tes pronasi supinasi : tidak dilakukan
- Fungsi Luhur
Fungsi bahasa : baik
Fungsi orientasi : baik
Fungsi memori : baik
Fungsi emosi : baik
D. Resume
8
nyeri hingga mengganggu aktivitas. Pasien mengaku ± 1 minggu kedua
tungkai semakin lemah dan hampir tidak dapat digerakkan dan nyeri
menghilang. Pasien juga mengeluhkan kedua tungkai terasa seperti kebas
tetapi masah dapat merasakan sentuhan. Pasien mengaku masih dapat
mengontrol BAB dan BAK. Keluhan seperti ini baru pertama kali dirasakan
pasien. Sebelumnya pasien sempat berobat dan dikatakan terdapat penonjolan
saraf tulang belakang.
E. Diagnosis
F. Penatalaksanaan
1. Umum
- Fisioterapi
- Pemakaian korset pinggang
2. Medikamentosa
- Natrium Diclofenac 50 mg tab 2 dd tab I
- Amitriptyline 25 mg tab 1 dd tab 1/2
9
H. Prognosa
10
BAB II
ANALISIS KASUS
11
dermatomal. Nyeri bersifat tajam dan diperhebat oleh gerakan, batuk,
mengedan, atau bersin.
3. Paresthesia yang mengikuti pola dermatomal.
4. Hilang atau berkurangnya sensorik (hipesthesia) di permukaan kulit
sepanjang distribusi dermatom radiks yang bersangkutan.
5. Kelemahan otot-otot yang dipersarafi radiks yang bersangkutan.
6. Refles tendon pada daerah yang dipersarafi radiks yang bersangkutan
menurun atau bahkan menghilang.
Pada anamnesis didapatkan data pasien mengeluh kedua tungkai lemah sejak
± 2 minggu yang lalu. Pasien mengaku keluhan ± 4 minggu lalu terasa nyeri
pada daerah punggung, keluhan dirasakan secara tiba-tiba. ± 1 minggu
kemudian pasien mulai merasakan nyeri berpindah ke daerah tulang belakang
di pinggang. Keluhan terasa nyeri sekali dan hilang timbul, memberat saat
sedang bekerja. ± 2 minggu yang lalu pasien mulai merasakan kedua tungkai
mulai terasa lemah dan sulit digerakkan. Nyeri terasa memberat hingga
mengganggu aktivitas. ± 1 minggu lalu pasien mengatakan kedua tungkai
semakin lemah dan hampir tidak dapat digerakkan dan nyeri sedikit
menghilang. Pasien juga mengeluhkan kedua tungkai terasa seperti kebas
tetapi masah dapat merasakan sentuhan. Keluhan muntah, mual, demam
disangkal oleh pasien. Nafsu makan baik, menelan, buang air kecil, dan
buang air besar dalam batas normal dan tidak ada gangguan.
12
1. Lasegue’s sign
Pemeriksaan dilakukan dengan : a. Pasien yang sedang berbaring
diluruskan (ekstensi) kedua tungkainya.
b. Secara pasif, satu tungkai yang sakit diangkat lurus, lalu dibengkokkan
(fleksi) pada persendian panggulnya (sendi coxae), sementara lutut ditahan
agar tetap ekstensi.
c. Tungkai yang satu lagi harus selalu berada dalam keadaan lurus (ekstensi).
d. Fleksi pada sendi panggul/coxae dengan lutut ekstensi akan menyebabkan
stretching nervus iskiadikus (saraf spinal L5-S1).
e. Pada keadaan normal, kita dapat mencapai sudut 70 derajat atau lebih
sebelum timbul rasa sakit dan tahanan.
Dengan tes ini, pada sindrom radikular lumbal, sebelum tungkai mencapai
sudut 70°, akan didapatkan nyeri (terkadang juga disertai dengan baal dan
paresthesia) pada sciatic notch disertai nyeri dan hipersensitif sepanjang
n.iskiadikus.
13
Gambar 1. Lasegue’s Sign
14
sakit. Kemudian dilakukan secara bersamaan pada kedua kaki. Selanjutnya
tungkai yang sehat direndahkan mendekati tempat tidur; hal ini akan
menyebabkan eksaserbasi nyeri, kadang juga disertai dengan paresthesia.2
Beberapa ahli menyatakan pemeriksaan ini patognomonik untuk herniasi
diskus intervertebra.
Pada pemeriksaan fisik yang telah dilakukan didapatkan data bahwa terdapat
kelemahan motorik ekstremitas inferior (1/1) tetapi pasien masih dapat
merasakan dan melokalisir rangsang sentuhan yang diberikan tetapi sulit
membedakan sentuhan tajam dan tumpul. Pada pemeriksaan reflek fisiologis
didapatkan erdapat penurunan reflek patella dan achilles pada kedua tungkai.
Pada pemeriksaan Lasegue’s test (SLR) pasien mengeluh nyeri yang terasa
pada sudut ± 50o. Hal ini mencirikan adanya radikulopati pada daerah
vertebrae lumbal.
15
Penegakan diagnosis selanjutnya dengan melakukan pemeriksaan penunjang.
Pemeriksaan penunjang dilakukan sesuai indikasi dan apabila memungkinkan
pemeriksaan ini mencakup:
a. Rontgen
Tujuan utama foto polos Roentgen adalah untuk mendeteksi adanya
kelainan struktural. Seringkali kelainan yang ditemukan pada foto
roentgen penderita sindrom radikular juga dapat ditemukan pada individu
lain yang tidak memiliki keluhan apapun.
b. MRI/CT-SCAN
MRI merupakan pemeriksaan penunjang yang utama untuk mendeteksi
kelainan diskus intervertebra. MRI selain dapat mengidentifikasi
kompresi medula spinalis dan radiks saraf, juga dapat digunakan untuk
mengetahui beratnya perubahan degeneratif pada diskus intervertebra.
Dibandingkan dengan CT Scan, MRI memiliki keunggulan, yaitu adanya
potongan sagital, dan dapat memberikan gambaran hubungan diskus
intervertebra dan radiks saraf yang jelas; sehingga MRI merupakan
prosedur skrining yang ideal untuk menyingkirkan diagnosa banding
gangguan struktural pada medula spinalis dan radiks saraf.
CT-SCAN dapat memberikan gambaran struktur anatomi tulang vertebra
dengan baik, dan memberikan gambaran yang bagus untuk herniasi diskus
intervertebra. Namun demikian sensitivitas CT-SCAN tanpa myelography
dalam mendeteksi herniasi masih kurang bila dibandingkan dengan MRI.
c. Myelografi
Pemeriksaan ini memberikan gambaran anatomik yang detail, terutama
elemen osseus vertebra. Myelografi merupakan proses yang invasif
karena melibatkan penetrasi pada ruang subarachnoid. Secara umum
myelogram dilakukan sebagai test preoperatif, seringkali dilakukan
bersama dengan CT Scan.
d. Nerve Concuction Study (NCS), dan Electromyography (EMG)
NCS dan EMG sangat membantu untuk membedakan asal nyeri atau
untuk menentukan keterlibatan saraf, apakah dari radiks, pleksus saraf,
16
atau saraf tunggal. Selain itu pemeriksaan ini juga membantu menentukan
lokasi kompresi radiks saraf. Namun bila diagnosis sindrom radikular
sudah pasti secara pemeriksaan klinis, maka pemeriksaan elektrofisiologis
tidak dianjurkan.
- NSAIDs
Contoh : Ibuprofen
Mekanisme Aksi : Menghambat reaksi inflamasi dan nyeri dengan cara
menurunkan sintesis prostaglandin
- Tricyclic Antidepressants
Contoh : Amitriptyline
Mekanisme Aksi : Menghambat reuptake serotonin dan / atau norepinefrin
oleh membran saraf presynaptic, dapat meningkatkan konsentrasi sinaptik
17
dalam SSP. Berguna sebagai analgesik untuk nyeri kronis dan neuropatik
tertentu.
Dosis dan penggunaan :
Dewasa : 100 – 300 mg 1x1 hari pada malam hari.
- Muscle Relaxants
Contoh : Cyclobenzaprine
Mekanisme Aksi : Relaksan otot rangka yang bekerja secara sentral dan
menurunkan aktivitas motorik pada tempat asal tonik somatic yang
mempengaruhi baik neuron motor alfa maupun gamma.
Dosis :
Dewasa : 5 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari).
- Analgesik
Contoh : Tramadol (Ultram)
Mekanisme Aksi : Menghambat jalur nyeri ascenden, merubah persepsi
serta respon terhadap nyeri, menghambat reuptake norepinefrin dan
serotonin.
Dosis :
Dewasa : 50 – 100 mg per oral setiap 4 – 6 jam (4x1 hari) jika diperlukan.
- Antikonvulsan
Contoh : Gabapentin (Neurontin)
Mekanisme Aksi : Penstabil membran, suatu analog struktural dari
penghambat neurotransmitter gamma-aminobutyric acid (GABA), yang
mana tidak menimbulkan efek pada reseptor GABA.
Dosis :
Dewasa : Neurontin
Hari ke-1 : 300 mg per oral 1x1 hari
18
Hari ke-2 : 300 mg per oral setiap 12 jam (2x1 hari)
Hari ke-3 : 300 mg per oral setiap 8 jam (3x1 hari)
2. Fisioterapi
Tujuan utama penatalaksanaan adalah reduksi dan resolusi nyeri,
perbaikan atau resolusi defisit neurologis dan mencegah komplikasi atau
keterlibatan medulla spinalis lebih lanjut.
A. Traksi
Tindakan ini dilakukan apabila dengan istirahat keluhan nyeri tidak
berkurang atau pada pasien dengan gejala yang berat dan mencerminkan
adanya kompresi radiks saraf. Traksi dapat dilakukan secara terus-
menerus atau intermiten.
2. Thermoterapi
Thermoterapi dapat juga digunakan untuk membantu menghilangkan
nyeri. Modalitas terapi ini dapat digunakan sebelum atau pada saat traksi
servikal untuk relaksasi otot. Kompres dingin dapat diberikan sebanyak 1-
4 kali sehari selama 15-30 menit, atau kompres panas/pemanasan selama
30 menit 2-3 kali sehari jika dengan kompres dingin tidak dicapai hasil
yang memuaskan. Pilihan antara modalitas panas atau dingin sangatlah
pragmatik tergantung persepsi pasien terhadap pengurangan nyeri.9
3. Latihan
Berbagai modalitas dapat diberikan pada penanganan nyeri leher. Latihan
bisa dimulai pada akhir minggu I. Latihan mobilisasi leher kearah
anterior, latihan mengangkat bahu atau penguatan otot banyak membantu
proses penyembuhan nyeri. Hindari gerakan ekstensi maupun flexi.
Pengurangan nyeri dapat diakibatkan oleh spasme otot dapat
ditanggulangi dengan melakukan pijatan.
19
penghambatan inflamasi yang ada, serta pemberian Amitriptyline yang
merupakan golongan Tricyclic antidepressant yang juga bertujuan untuk
menekan rasa nyeri melalui inhibisi reuptake serotonin. Pasien juga
dikonsulkan ke bagian rehab medik untuk mendapat fisioterapi.
20
DAFTAR PUSTAKA
Mardjono M., Sidharta P. 2012. Neurologi Klinis Dasar. Jakarta: Dian Rakyat
Carette S, Phil M, Fehlings MG. Cervical radiculopathy. N Eng J Med 2005; 353:
392-399.
Neal SL, Fields KB. Peripheral nerve entrapment and injury in the upper
extremity. Am Fam Physician 2010; 81(2): 147-155.
.
Eubanks JD. Cervical Radiculopathy : Non-Operative Management of Neck Pain
and Radicular Syndrome. American Family Physician, 2010; 81(1): 34
http://emedicine.medscape.com/article/95025-overview. Lumbosacral
Radiculopathy.
21
Van Boxem et al. 2010. Lumbosacral Radicular Pain. World Institute of Pain.
1530-7085/10
22