Anda di halaman 1dari 16

PEMBUATAN MEDIA PERTUMBUHAN MIKROALGA

Nama : Danik Dian Budiarti


NIM : B1J012129
Kelompok : 12
Rombongan : IV
Asisten : Sri Rahayu Ningsih

LAPORAN PRAKTIKUM FIKOLOGI

KEMENTERIAN RISET TEKNOLOGI DAN PENDIDIKAN TINGGI


UNIVERSITAS JENDERAL SOEDIRMAN
FAKULTAS BIOLOGI
PURWOKERTO
2015
I. PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Mikroalga adalah organisme perairan yang lebih dikenal dengan


fitoplankton. Organisme ini dapat melakukan fotosintesis dan hidup dari nutrien
anorganik serta menghasilkan zat-zat organik yang berasal dari hasil
fotosintesisnya. Salah satu spesies mikroalga yang sering digunakan dalam
penelitian adalah Chlorella sp. Chlorella sp. merupakan alga bersel tunggal dari
golongan algae hijau (Chloropyta) yang telah dimanfaatkan secara komersial
karena nilai kandungan minyaknya yang tinggi
Biomassa mikroalga terkandung bahan-bahan penting yang sangat
bermanfaat, misalnya protein, karbohidrat, lemak dan asam nukleat. Persentase
keempat komponen tersebut bervariasi tergantung jenis alga. Sebagai contoh,
mikroalga Chlorella vulgaris memiliki kandungan protein sebesar 51 – 58%,
karbohidrat 12 - 17%, lemak 14 – 22% dan asam nukleat 4 – 5%. Spirulina
platensis memiliki kandungan protein sebesar 46 – 43%, karbohidrat 8 – 14%,
lemak 4 – 9%, dan asam nukleat 2 – 5%.
Mikroalga lainnya seperti, Botryococcus braunii, Dunaliella salina,
Monalanthus salina mempunyai kandungan lemak berkisar 40 - 85%. Kandungan
lemak mikroalga tergantung dari jenis mikroalga, rata-rata pertumbuhan dan
kondisi kultur mikroalga. Sehingga, menurut, beberapa mikroalga seperti
Chlorella memiliki potensi sebagai pakan alami, pakan ternak, suplemen,
penghasil komponen bioaktif bahan farmasi dan kedokteran.
B. Tujuan

Mengetahui cara atau tahapan pembuatan beberapa media kultur untuk


pertumbuhan mikroalga di laboratorium.
C. Tinjauan Pustaka

Mikroalga adalah tanaman yang paling efisien dalam menangkap dan


memanfaatkan energi matahari dan CO2 untuk keperluan fotosintesis. Selain itu,
CO2 dimanfaatkan untuk meningkatkan produktivitas. Di Indonesia sendiri dapat
dijumpai ratusan jenis mikroalga. Fungsi ekologis mikroalga sangat membantu
dalam pencegahan terjadinya pemanasan global. Beberapa jenis mikroalga yang
banyak dijumpai pada wilayah perairan serta dibudidayakan antar lain Chlorella
vulgaris, Chlorella sp. dan Nannochloropsis oculata (Nurhayati et. al., 2013).
Mikroalga berperan penting sebagai produsen utama untuk berbagai konsumen
seperti rotifer, Copepoda, Daphina, udang air garam, larva ikan dan krustasea.
Mikroalga kaya sumber protein, karbohidrat, dan terutama asam lemak esensial
(Sankar & Ramasubramanian, 2012).
Sterilisasi pada kultur mikroalga bertujuan membunuh mikroorganisme
yang tidak diinginkan. Sterilisasi ini memiliki berbagai metode, yaitu sterilisaisi
basah yang dilakukan dengan cara perebusan, sterilisasi dengan autoclave yang
menggunakan uap air panas bertekanan, sterilisasi dengan oven yaitu sterilisasi
dengan udara panas. Selain itu juga terdapat sterilisasi dengan penyaringan,
dimana metode ini dilakukan untuk cairan atau larutan yang tidak tahan pada suhu
tinggi, misalnya vitamin. Sterilisasi dengan sinar ultraviolet pada panjang
gelombang 2000-3000 A yang dapat membunuh mikroorganisme dengan cara
menghancurkan struktur proteinnya. Sterilisasi kimia dengan menggunakan
bahan-bahan kimia seperti HCL, HgCl2, alkohol, formalin, Phenol, dan Chlorin
(Isnansetyo & Kurniastuty, 1995).
Kultur fitoplankton secara umum dapat dilakukan pada skala laboratorium,
skala semi massal, dan skala massal. Unit-unit pembenihan ikan maupun udang
biasanya hanya melakukan kultur skala semi massal dan skala massal. Namun
demikian keberhasilan dari kultur semi massal dan massal tentunya tidak terlepas
dari bibit yang dipergunakan (inokulum). Kultur fitoplankton dalam skala
laboratorium banyak mengoleksi plankton dari berbagai jenis atau strain yang
tidak terkontaminasi (murni) sehingga dapat digunakan sebagai bibit yang baik.
Usaha pembenihan skala industri, kultur fitoplankton skala laboratorium untuk
penyediaan bibit dalam memenuhui kebutuhan pakan alami sebagai pakan awal
sudah mulai dilakukan (Suriadnyani, 2004).
Pertumbuhan mikroalga biasanya diukur dari kepadatan selnya pada setiap
volume kulturnya (sel/ml).Menggunakan pengukuran kepadatan sel pada selang
waktu yang tetap, maka kurva pertumbuhan mikroalga dapat dibuat.Tingkatan
pertumbuhan yang terdapat pada kurva pertumbuhan ini adalah fase adaptasi, fase
eksponensial, fase stasioner, dan fase kematian.Perkembangbiakan mikroalgae
terjadi secara aseksual, dapat tumbuh dalam berbagai media yang mengandung
cukup unsur hara, seperti N, P, K dan unsur mikro lainnya dan tumbuh baik pada
temperatur optimal 25°C. Unsur nutrien yang diperlukan alga dalam jumlah besar
adalah karbon, nitrogen, fosfor, sulfur, natrium, magnesium, dan kalsium,
sedangkan unsur hara yang dibutuhkan dalam jumlah relatif sedikit adalah besi,
tembaga(Cu), mangan (Mn), seng (Zn), silicon (Si), boron (B), molibdenum (Mo),
vanadium (V) dan kobalt (Co) (Amini, 2008).
Media pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang terdiri dari
campuran zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan mikroorganisme untuk
pertumbuhannya. Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi media berupa molekul-
molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel. Media pertumbuhan
dapat dilakukan isolat mikroorganisme menjadi kultur murni dan juga
memanipulasi komposisi media pertumbuhannya (Panggabean, 2007).
Ketersediaan hara makro dan mikro sangat erat kaitannya dengan pertumbuhan
suatu jenis fitoplankton, selain itu juga dipengaruhi oleh kondisi lingkungan.
Penambahan pupuk Walne dimaksudkan untuk memperkaya kandungan hara
makro maupun mikro pada kultur.
II. MATERI DAN METODE

A. Materi

Alat-alat yang digunakan dalam beaker glass, drigen, gelas ukur, pipet
tetes dan baki.
Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum ini yakni tisu, alumunium
foil, unsur hara, akuades.
Berikut komposisi dari masing-masing medianya:
Tabel 2.1 Media Conway
Zat Hara Jumlah (Gram)
Makro

NaNO3 25
NaH2PO4.2H2O 5
FeCl3.6H2O 0,195
H3BO3 0,43
MnCl2.4H2O 0,09
EDTA TITRIPLEK III 22,5
Akuades 250 ml
Treat elemen
ZnCl2 0,525
CoCl2.5H2O 0,5
(NH4)6.Mo7O24.4H2O 0,225
CuSO4.5H2O 0,5
Akuades 250 ml

Tabel 2.2 Media Miquel Allen


Solution A Jumlah (Gram)
KNO3 8,08
Akuades steril 400 ml
Solution B
Na2HPO.12H2O 8
FeCl3 4
CaCl2.6H2O 8
HCl 4 ml
Akuades steril 200 ml

Tabel 2.3 Media Zarrouk


Zat Hara Jumlah (Gram)
NaHCO3 4,2
K2HPO4 0,125
NaNO3 0,625
MgSO4 0,05
K2SO4 0,25
NaCl 0,25
CaCl2 10
FeSO4 10
EDTA 2,5
Akuades steril 500 ml

B. Metode

Cara kerja yang dilakukan dalam praktikum ini yakni, sebagai berikut:

1. Cara kerja membuat media Conway

Disiapkan alat dan bahan

Dituangkan 50 ml aquades ke beaker glass

Zat hara makro dimasukkan satu per satu

Dihomogenkan
Ditambahkan denan akuades hingga 125 ml

2. Cara kerja membuat media Miquel Allen

Disiapkan alat dan bahan

Dituangkan 100 ml aquades ke beaker glass

Dimasukkan KNO3

Dimasukan solution B satu per satu

dihomogenkan

Ditambahkan dengan akudes hingga volume 150 ml

3. Cara kerja membuat media Zarrouk

Disiapkan alat dan bahan

Dituangkan 50 ml aquades steril ke beaker glass

Hara makro dimasukan satu per satu

Dihomogenkan

Ditambahkan dengan akudes hingga volume 125 ml


III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Gambar 3.1 Media Kultur Mikroalga


Zaarouk
B. Pembahasan

Media pertumbuhan mikroorganisme adalah suatu bahan yang terdiri dari


campuran zat-zat makanan (nutrisi) yang diperlukan mikroorganisme untuk
pertumbuhannya. Mikroorganisme memanfaatkan nutrisi media berupa molekul-
molekul kecil yang dirakit untuk menyusun komponen sel. Dengan media
pertumbuhan dapat dilakukan isolat mikroorganisme menjadi kultur murni dan
juga memanipulasi komposisi media pertumbuhannya (Sutomo, 2005).
Berdasarkan hasil praktikum media yang dibuat untuk kultur mikroalga yaitu
conway, miquel allen dan zarrouk. Konsentrasi nutrisi pada tiap media bebeda-
beda, konsentrasi nutrisi dapat meningkatkan pertumbuhan eksponensial ketika
dirumuskan dengan benar. Pengujian lebih lanjut atas pengaruh konsentrasi nutrisi
(nitrogen dan fosfor) telah menunjukkan bahwa konsentrasi nitrogen yang rendah
juga dapat merangsang pertumbuhan alga (Blair et. al., 2013).
Menurut Isnasetyo & Kurniastuty (1995) pupuk yang digunakan dalam
skala laboratorim harus mengandung unsur hara yang lengkap yang terdiri atas
unsur hara makro yang terdiri dari N, P, K, S ,Na, Si, Ca dan unsur hara mikro
yaitu Fe, Mn, Cu, Zn, Mg, Mo, Si, Co, B dan lain-lain tergantung
phytoplanktonnya. Setiap unsur hara mempunyai fungsi-fungsi khusus yang
tercermin dalam pertumbuhan dan kepadatan yang dicapainya, tanpa
mengesampingkan pengaruh kondisi lingkungan. Menurut Laura dan Paolo,
2006, beberapa komponen yang memiliki peranan penting diantaranya adalah
Mangan (Mn) sebagai komponen struktural membran kloroplas dan merupakan
aktivator enzim pada reaksi terang fotosintesis (Prihatini, 2007). Magnesium (Mg)
berperan sebagai kofaktor dalam pembentukan asam amino dan klorofil, Besi (Fe)
berperan dalam sintesis klorofil dan sintesis protein-protein penyusun kloroplas,
Seng (Zn) diperlukan dalam proses pembentukan klorofil dan mencegah
kerusakan molekul klorofil (Bidwell, 1979).
Hasil yang diperoleh pada membuatan media petumbuhan mikroalga
kelompok 12 membuat media zarrouk untuk pertumbuhan mikroalga. Komposisi
media zarrouk memiliki keunikan sehingga hanya spesies mikroalga tertentu yang
mampu hidup. Kelebihan media zarrouk ialah komposisi hara makro yang cukup
seperti Mg yang digunakan untuk pigmen klorofil sebagai pigmen fotosintesis, Na
yang berguna untuk transport ion-ion, dan hara mikro lainnya melalui pompa Na+,
Ca yang berguna bagi pertumbuhan mikroalga itu sendiri sendiri, sedangkan ion
Cl berguna untuk osmoregulasi mikroalga (Wulandari, 2011).
Faktor lain yang diduga menentukan daya biak populasi pertumbuhan
suatu kultur dapat dihambat oleh adanya bahan-bahan yang diproduksi oleh sel
kedalam media yang merupakan autoinhibitor. Nitrogen merupakan komponen
utama pembentuk asam amino yang sangat dibutuhkan dalam pertumbuhan alga.
Bila konsentrasi nitrogen dalam media berkurang maka dapat mengakibatkan
pertumbuhannya lambat (Soeriatmadja, 1981). Dwidjoseputro (1990)
menambahkan bahwa kekurangan nitrogen menyebabkan fotosintesis menurun
dan produktivitas protein juga menurun. Selain itu dapat pula menyebabkan
pembelahan sel terhambat dan sebagai akibatnya pertumbuhannya akan terhambat
pula.
Pertumbuhan mikroalga dalam suatu kultur dapat ditandai dengan
bertambah besarnya ukuran sel atau bertambahnya jumlah sel. Bertambahnya
kepadatan sel pada kultur mikroalga akan berpengaruh terhadap kepekatan warna
kultur yang dipengaruhi oleh kandungan klorofil. Menurut Fogg (1965), Secara
umum pertumbuhan mikroalga ada 5 fase, yaitu :
1. Fase Induksi atau Lag, pada fase ini tidak terdapat penambahan sel tetapi
ukuran sel umumnya meningkat.
2. Fase Eksponensial, pada fase ini pembelahan sel berjalan dengan cepat
sehingga jumlah sel bertambah.
3. Fase Berkurangnya Pertumbuhan relatif, pada fase ini pembelahan sel mulai
berkurang sehingga laju pertumbuhan mulai menurun.
4. Fase Stationer, pada fase ini jumlah sel tetap karena laju reproduksi sama
dengan laju kematian. Dengan demikian, penambahan dan pengurangan
jumlah mikroalga relatif sama atau seimbang sehingga kepadatan mikroalga
tetap.
5. Fase Kematian, pada fase ini laju kematian lebih cepat daripada laju
reproduksi sehingga jumlah sel akan menurun. Penurunan kepadatan
mikroalga ditandai dengan perubahan kondisi optimum yang dipengaruhi
temperatur, cahaya, pH medium, jumlah nutrien dan beberapa kondisi
lingkungan lain.
Pembuatan media Zarrouk yaitu bahan-bahan kimia yang terdapat ditabel
dimasukkan satu persatu ke dalam beker glass yang berisi 500 ml aquades steril.
Kemudian dilarutkan dengan menggunakan magnetic hot stirrer. Setelah
terbentuk larutan homogeny kemudian ditambahkan air steril hingga volume 1000
ml (Insan et al., 2012).
Pembuatan media Conway sama seperti media Zarrouk yaitu bahan-bahan
kimia yang terdapat ditabel dimasukkan satu persatu ke dalam beker glass yang
berisi 500 ml aquades steril. Kemudian dilarutkan dengan menggunakan magnetic
hot stirrer. Setelah terbentuk larutan homogeny kemudian ditambahkan air steril
hingga volume 1000 ml (Insan et al., 2012).
Indikator Conway yaitu Larutkan 0,100 g merah metil (metil red) dan
0,150 g hijau bromkresol (bromcresol green) dengan 100 ml etanol 96 %.
Indikator Miquel-Allen yaitu akuades 100 ml dan 20,20 gr KNO3, HCl 2 ml.
Sedangkan media Zarrouk sebanyak 8,4 g NaHCO3, 0,25 g K2HPO4, 1,25 g Na
NO3, 0,1 g MgSO4, 0,5 g K2SO4, 0,5 g NaCl, 20 mg CaCl2, 5 mg FeSO4 dan 80
mg EDTA. Kelebihan dari media pupuk Zarrouk dibandingkan pupuk Conway
dan pupuk Miquel-Allen yaitu bahwa volume pemakaianya lebih banyak yaitu
berisi 500 ml air steril hingga 1000 ml. Sedangkan Conway hanya 1 ml untuk 1
liter akuades steril dan Miquel-Allen hanya 2ml solusion A dan 1ml Solution B
dalam 1liter akuades steril (Insan et al., 2012).
Pertumbuhan suatu jenis mikroalga sangat dipengaruhi oleh ketersediaan
zat hara makro, zat hara mikro dan kondisi lingkungan pertumbuhan. Faktor
lingkungan yang berpengaruh meliputi cahaya, suhu, pH, medium dan aerasi.
Selain faktor tersebut, pertumbuhan mikroalga juga dipengaruhi oleh faktor
internal berupa sifat genetik (Muthulakhsmi et al., 2012)
Taw (1990) menjelaskan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi
pertumbuhan fitoplankton (mikroalga) antara lain:
1. pH
Derajat keasaman atau pH digambarkan sebagai keberadaan ion hidrogen.
Variasi pH pada dapat mempengaruhi metabiolisme dan pertumbuhan kultur
mikroalga antara lain mengubah keseimbangan karbon anorganik, mengubah
ketersediaan nutrien dan mempengaruhi fisiologi sel. Kisaran pH untuk kultur
alga biasanya antara 7-9, kisaran optimum untuk alga laut berkisar antara 7,8-8,5.
2. Salinitas
Kisaran salinitas yang berubah-ubah dapat mempengaruhi pertumbuhan
fitoplankton.Beberapa fitoplankton dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang
tinggi tetapi ada juga yang dapat tumbuh dalam kisaran salinitas yang
rendah.Namun, hampir semua jenis fitoplankton dapat tumbuh optimal pada
salinitas sedikit dibawah habitat asal.Pengaturan salinitas pada medium yang
diperkaya dapat dilakukan dengan pengenceran dengan menggunakan air tawar.
3. Suhu
Suhu merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
pertumbuhan fitoplankton. Perubahan suhu berpengaruh terhadap proses kimia,
biologi dan fisika, peningkatan suhu dapat menurunkan suatu kelarutan bahan dan
dapat menyebabkan peningkatan kecepatan metabolisme dan respirasi
fitoplankton diperairan. Secara umum suhu optimal dalam kultur fitoplnkton
berkisar antara 20-24oC. Suhu dalam kultur diatur sedemikian rupa bergantung
pada medium yang digunakan. Suhu di bawah 16oC dapat menyebabkan
kecepatan pertumbuhan turun, sedangkan suhu diatas 36oC dapat menyebabkan
kematian.Beberapa fitoplankton tidak tahan terhadap suhu yang tinggi.
Pengaturan suhu dalam kultur fitoplankton dapat dilakukan dengan mengalirkan
air dingin ke botol kultur atau dengan menggunakan alat pengatur suhu udara.
4. Cahaya
Cahaya merupakan sumber energi dalam proses fotosintesis yang berguna
untuk pembentukan senyawa karbon organik. Intensitas cahaya sangat
menentukan pertumbuhan fitoplankton yaitu dilihat dari lama penyinaran dan
panjang gelombang yang digunakan untuk fotosintesis. Cahaya berperan penting
dalam pertumbuhan mikroalga, tetapi kebutuhannya bervariasi yang disesuaikan
dengan kedalaman kultur dan kepadatannya. Kedalaman dan kepadatan kultur
yang lebih tinggi menyebabkan intensitas cahaya yang dibutuhkan tinggi.
Intensitas cahaya yang terlalu tinggi dapat menyebabkan fotoinhibisi dan
pemanasan. Penggunaan lampu dalam kultur mikroalga minimal dinyalakan 18
jam per hari, hal tersebut dilakukan sampai mikroalga dapat tumbuh dengan
konstan dan normal.
5. Karbondioksida
Karbondioksida diperlukan oleh fitoplankton untuk memenbantu proses
fotosintesis. Karbondioksida dengan kadar 1-2 % biasanya sudah cukup
digunakan dalam kultur fitoplankton dengan intensitas cahaya yang rendah. Kadar
karbondioksida yang berlebih dapat menyebabkan pH kurang dari batas optimum
sehingga akan berpengaruh terhadap pertumbuhan fitoplankton (Taw, 1990).
6. Nutrien
Fitoplankton mendapatkan nutrien dari air laut yang sudah mengandung
nutrien yang cukup lengkap. Namun pertumbuhan fitoplankton dengan kultur
dapat mencapai optimum dengan mencapurkan air laut dengan nutrien yang tidak
terkandung dalam air laut tersebut. Nutrien tersebut dibagi menjadi makronutrien
dan mikronutrien, makronutrien meliputi nitrat dan fosfat.Makronutrien yang
berupa nitrat dan fospat merupakan pupuk dasar yang mempengaruhi
pertumbuhan fitoplankton.Nitrat adalah sumber nitrogen yang penting bagi
fitoplankton baik di air laut maupun di air tawar. Bentuk kombinasi lain dari
nitrogen seperti amonia, nitrit, dan senyawa organik dapat dapat digunakan
apabila kekurangan nitrat. Mikronutrien organik merupakan kombinasi dari
beberapa vitamin yang berbeda-beda. Vitamin tersebut antara lain B12, B1 dan
Biotin. Mikronutrien tersebut digunakan fitoplankton untuk berfotosintesis.
7. Aerasi
Aerasi dalam kultur mikroalga diguanakan untuk proses pengadukan
medium kultur. Pengadukan sangat penting dilakukan yang bertujuan untuk
mencegah terjadinya pengendapan sel, nutrien dapat tersebar sehingga mikroalga
dalam kultur mendapatkan nutrien yang sama, mencegah sratifikasi suhu, dan
meningkatkan pertukaran gas dari udara ke media.
IV. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan dapat disimpulkan bahwa:


1. Media pertumbuhan mikroalga terdapat tiga macam, yaitu media miquel
allen, media zarrouk, dan media conway.
2. Pada media miquel allen terdapat solution A dan solution B, pada media
zarrouk banyak terdapat unsur-unsur hara, dan pada media Conway, terdapat
zat hara makro dan treat elemen.

B. Saran

Sebaiknya pada praktikum pembuatan media digunakan hot plate untuk

menghomogenkan media agar lebih homogen.


DAFTAR REFERENSI

Amini, S. 2008. Pertumbuhan Mikroalgae (Nitzchia closterium) dengan Perlakuan


Pupuk.Balai Besar Riset Pengolahan Produk dan Bioteknologi Kelautan
Perikanan, Jakarta.

Bidwell, R.G.S. 1979. Plant physiology. 2nd ed. Mac Millan Publishing, New
York.
Blair, M. F., Kokabian, B. and Gude, G. V., 2013. Light and growth medium
effect on Chlorella vulgaris biomass production. Journal of Environmental
Chemical Engineering, Vol. 198(1): 1-10.

Fogg, G. E. 1965. Alga Cultures and Phytoplankton Ecology. The University Of


Wisconsin Press, Madision, Milwaukee, and London.
Insan, H. A. et al., 2012. Petunjuk Praktikum Fikologi. Kementerian Pendidikan
Nasional Universitas Jenderal Soedirman, Purwokerto.
Isnansetyo, A & Kurniastuty. 1995. Teknik Kultur Phytoplankton dan
Zooplankton. Kanisius, Yogyakarta.
Muthulakshmi M., Saranya A., Sudha M., & Selvakumar G. 2012. Extraction,
partial purification, and antibacterial activity of phycocyanin from
Spirulina isolated from fresh water body against various human
pathogens. Journal of Algal Biomass : vol. 3 (3): 7– 11.
Nurhayati, T., Hermanto B. M., dan Lutfi, M., 2013. Penggunaan Fotobioreaktor
Sistem Batch Tersirkulasi terhadap Tingkat Pertumbuhan Mikroalga
Chlorella vulgaris, Chlorella sp. dan Nannochloropsis oculata. Jurnal
Keteknikan Pertanian Tropis dan Biosistem,Vol. 1(3): 249-257.
Laura, B dan Paolo G. 2006. Algae: Anatomy, Biochemistry, and Biotechnology.
CRC Press, Boca Raton New York.
Prihantini, Nining Betawi et al., 2007. Pengaruh Konsentrasi Medium Ekstrak
Tauge (MET) Terhadap Pertumbuhan Scenedesmus Isolat Subang.
Makara Sains, Vol 11 (1): 1.
Panggabean, L. M. G. 2007. Koleksi Kultur Mikroalgae. Oseana, vol. 32(2): 11-
20.

Suriadnyani, N. N. 2004. Teknik Kultur Fitoplakton Secara Tradisional. Buletin


Teknik Litkayasa Akuakultur. 3(2): 21-25.

Taw, N. 1990. Petunjuk Pemeliharaan Kultur Murni dan Massal Mikroalga.


Proyek Pengembangan Udang, United nations development Programme,
Food and Agriculture Organizations of the United Nations, Jakarta.

Wulandari, N.D.A. 2011. Penggunaan Media Alternatif pada Produksi Spirulina


fusiformis. IPB press, Bogor. (tidak diterbitkan).

Anda mungkin juga menyukai