Anda di halaman 1dari 3

RESENSI BUKU TERORISME FUNDAMENTALIS KRISTEN,

YAHUDI, ISLAM
AM Hendropriyono, 2009

Penulis mencoba menggambarkan penyebab dan faktor faktor yang bisa mendorong tumbuh
suburnya terorisme dengan cara melakukan kajian analitis bahasa terhadap ungkapan ungkapan
pelaku teror. Pada Bab Pendahuluannya dengan judul

Arah Baru Terorisme


Penulis menyampaikan bahwa terorisme adalah perbuatan yang tergantung pada system nilai
dan cara pandang dunia sehingga untuk memahaminya diperlukan suatu kerangka dan
metodologi pemikiran yang digunakan pada filsafat. Terorisme pada masa kini telah
berkembang lingkupnya menjadi global dengan disponsori oleh negara ataupun oleh organisasi
transnasional seperti AlQaeda. Terorisme yang terjadi di Indonesia dilakukan oleh lulusan
perang Afghanistan (Amrozi cs) dan masih terkait erat dengan alQaeda khususnya dalam
kesamaannya sebagai pengikut Wahabi garis keras. Di sisi lain, meningkatnya jumlah
terorisme juga diikuti dengan meningkatnya jumlah dan kualitas kerjasama internasional untuk
memberantas terorisme. Berbagai studi mutakhir mencoba mengkaitkan antara terorisme
dengan pemikiran keras Wahabi. Dalam konteks keIndonesiaan, terorisme yang dilakukan
anak bangsa mengganggu elemen bangsa lainnya yang tidak bisa memahami bagaimana
mungkin terorisme muncul disebuah negara pluralis yang damai berdasar Pancasila dan
bersemboyan Bhineka Tunggal Ika. Disini penulis mencoba menjawab kegelisahan tersebut
dengan melakukan studi terorisme melalui pendekatan filsafat analitis bahasa terhadap pelaku
teroris dengan mengambil dua sample yang representatif yaitu Osama bin Laden(OBL) dan
George Walker Bush (GWB) Di Bab Pertama (Terorisme, Pengertian dan Sejarahnya),
penulis menyampaikan bahwa terorisme sebenarnya telah terjadi sejak awal sejarah manusia
itu sendiri.
Penulis mengambil berbagai contoh terorisme pada semua era baik padamasa Yunani -
Romawi, Kesultanan di Baghdad, India, Inggris, perang kemerdekaan Amerika, demikian juga
berbagai aksi terorisme yang terjadi dari awal Perang Dunia I hingga akhir dari Perang Dunia
II termasuk terorisme Yahudi ditanah Palestina. Hanya saja untuk terorisme Islam, penulis
memberikan bonus bagi pembaca dengan menguraikan panjang lebar sejarah dan
perkembangan terorisme AlQaeda yang juga disebut penulis sebagai Wahabi Kontemporer
yang bercirikan penafsiran literal yang kaku terhadap text agama dan menolak dialog. Masih
di bab yang sama, penulis menjelaskan perbedaan antara perang dengan terorisme meskipun
dalam keduanya terdapat kemiripan keluarga (family resemblance) antara bahasa yang
dipergunakan dalam perang maupun dalam terorisme. penulis juga menyatakan universalisme
Protestanisme sekuler yang mengusung kapitalisme bertemu dengan universalisme Islam OBL
yang mengusung kekhilafahan berdiri pada posisi saling ingin meniadakan satu sama lainnya
sehingga keduanyalebih mengutamakan terorisme daripada dialektika untuk menghasilkan
perdamaian.

Bab Kedua (Terorisme Global, Regional, Nasional). Akar dari terorisme adalah ideologi
universal. Kapitalisme yangdibawa oleh demokrasi, di wilayah praksis kini berhadapan dengan
kemiskinan penganguran dan ketidakadilan.Berbagai krisis yang mendera ekonomi dunia akhir
akhir ini membuat beberapa negara kembali ke nasionalis menutup keran globalisasi. Hal ini
membuat AS mulai memainkan hardpower-nya dibanding soft power ataupun smart powernya
yang justru semakin memancing tumbuh suburnya ide fundamentalis universal yang
melibatkan doktrin dan praktik politik keagamaan. Di sub bab terorisme AlQaeda penulis
menguraikan nodes dan links didalam jaringan AlQaeda dan menyampaikan bahwa berbagai
terorisme dilakukan oleh sekelompok teroris yang masih salingberhubungan keluarga atau
bersahabat dekat. penulis juga menyatakan bahwa terorisme sangat memerlukan dukungan
media massa, sementara media sendiri tidak menyadari bahwasanya mereka ikut membantu
keberhasilan operasi terorisme tersebut. Bab ini diakhiri oleh sub bab Terorisme Regional dan
Nasional yang menggambarkan sejarah dan perkembangan AJAI (JI) dan linknya dengan camp
camp pelatihan di Filipina serta tidak lupa pula mengaitkan kesamaan antar pola pikir Imam
Samudra dengan OBL terhadap dunia Islam - Barat.

Penulis memulai Bab Ketiga (Bahasa Terorisme) dengan menjelaskan kegunaan Filsafat
Analisa Bahasa untuk uji ungkapan terorisme oleh pelakunya dengan menyingkirkan makna
makna yang tidak diperlukan. Penulis mengutarakan dalam kajian ontologis terdapat kemiripan
keluarga (family resemblance) pada ungkapan yang digunakan keduanya yang melibatkan
Tuhan yaitu sebagaimana penggunaan ungkapan InsyaAllah / dengan Ridho Allah oleh
OBL ataupun ungkapan GodBless America oleh GWB. Sedangkan kajian epistemology
menunjukkan bahwa terorisme OBL bersumber pada paham jihad yang menurut Penulis
pengertian tersebut disalahtafsirkan, sedangkan terorisme GWB didasarkan pada dasar
epistemology demokrasi. Analisa terhadap languange games OBL dan GWB menunjukkan
bahwa ungkapan ungkapan keduanya sebenarnya tidak memiliki kandungan faktual apapun,
yang terjadi justru terorisme internasional mulai mengancan dan membahayakan ketahanan
nasional masing masing. Terakhir, untuk menjelaskan pokok masalah mengap OBL merasa
benar untuk membunuh penduduk sipil Amerika dan mengapa GWB menginvansi sebuah
negara yang dianggap basis terorisme, maka teori Ryle bisa digunakan untuk menjelaskan
kegalatan berfikir mereka: kekeliruan pokok yang sering terjadi adalah melukiskan fakta yang
termasuk kategori sesuatu, dengan menggunakan ciri ciri logis kategori lain.

Bab Keempat sebagaimana judulnya yaitu Terorisme sebagai Ancaman Ketahanan


Nasional dan Kemanusiaan, maka isinya pun tidak lain mencerminkan judul bab tersebut
yaitu penjelasan ancaman terorisme terhadap ketahanan bidang ideologi, terhadap ketahanan
politik, terhadap pertahanan dan keamanan, serta terhadap kemanusiaan. Yang menarik bagi
saya di bab ini adalah sub bab Ancaman Terorisme terhadap Kemanusiaan dimana setelah
menjelaskan hubungan “Wahabi Kontemporer dengan AlQaeda” dan setelah menjelaskan
“Doktrin Bom Syahid”, penulis menuturkan bahwa ideologi yang merupakan akar kuat
terorisme itu hanya akan tumbuh kuat pada aliran keras transnasionalisme yang tidak lagi
bertumpu pada nation state, melainkan pada konsepsi Ummah yang didominasi oleh corak
pemikiran ekstrem, fundamentalis atau radikal. Aliran keras transnasionalisme tersebut
kemudian dipaparkan oleh penulis yaitu :(1) Ikhwanul Muslimin Tarbiyah (2) Gerakan Jihadi
(Ikhwani dan Salafi) (3) Hizbut Tahrir (4) Salafy Dakwah (5) GerakanSyiah dan (6) Jamaah
Tabligh. Pemaparan tersebut disertai dengan penjelasan singkat plus mapping konstelasi satu
sama lain plus dengan NU dan Muhammadiyah. Penulis juga meletakkan “alarm tanda bahaya”
tersebut pada sub bab ancaman terorisme pada kemanusiaan.

Bab Penutup diberi judul Terorisme dan Kepribadian yang Terbelah, bab penutup berisi
kesimpulan yang merangkum detail uraian empat bab sebelumnya, ditambah empat saran yang
ringkasnya adalah (1) tanggungjawab PBB dan negara negara maju untuk demokrasi yang etis
(2) perlunya pembersihan fundamentalis ala khawarij yang mengaku penganut wahabi (3)
revitalisasi Pancasila (4) masing masing agama perlu merevisi tujuan kemanusiaan dengan
menafsir dan merekontruksi kembali ajaran agama bagi aksi kemanusiaan global tanpa
memandang latar belakang pemeluk agama. Buku ini diawali oleh pengantar dari penulis dan
juga pengantar dari Zuhairi Misrawi, Intelektual Muda NU sekaligus Ketua Moderate Muslim
Society. Zuhairi menjelaskan panjang lebar tentang sejarah dan tindakan ekstrem pengikut
Wahabi serta memetakan kelompok Islam menjadi kelompok wahabisme total, kelompok
wahabi cenderung moderat dan kelompok anti Wahabisme. Zuhairi mengakhiri pengantarnya
dengan mendorong NU dan Muhamaddiyah mencegah pengaruh wahabisme yang berpotensi
melahirkan terorisme.

Kesimpulan
Saran pada buku ini akhirnya menempatkan bahwa terorisme yang harus dimusuhi adalah
terorisme fisik khususnya yang dilakukan oleh AlQaeda dan kelompok Wahabi kontemporer
lainnya sebab aktivitas fisik mereka mulai merambah dan membahayakan ketahanan nasional
dari aspek ideologi hankam dan kemanusiaan. Adapun terroris mefisik yang dilakukan oleh
Amerika masa kini terhadap Iraq Afghanistan dan belahan bumi lainnya tidak perlu disikapi.
Untuk mencegah terorisme fisik nasional tersebut tiada lain adalah dengan mencegah
berkembangnya paham wahabi ekstrim dan gerakan gerakan transnasional (asing). Sengaja
kata (asing) dituliskan sebab pada hakekatnya organisasi keagamaan lokal seperti NU dan
Muhammadiyah sebenarnya telah menjadi organisasi transnasional yang memiliki cabang di
berbagai negara.

Anda mungkin juga menyukai