Anda di halaman 1dari 7

Tugas Bio Optik

Unique Hardiyanti Pratiwi


NPM : 110170070
Terdapat tiga instrumen dasar yang digunakan untuk memeriksa mata;
oftalmoskop, yang memungkinkan dokter memeriksa bagian dalam mata;
retinoskop, yang mengukur kekuatan pemfokusan mata; dan keratometer, yang
mengukur kelengkungan kornea. Instrumen lain, tonometer, mengukur tekanan di
mata. Lensometer tidak digunakan dalam studi tentang mata: alat ini menentukan
resep dari suatu lensa yang tidak diketahui.

1. Oftalmoskop

Oftalmoskop merupakan alat yang paling sering digunakan, dan telah dibuat
beberapa versi. Alat ini diciptakan pada tahun 1851 oleh Helmholtz, seorang
pelopor "pakar fisika kedokteran". Sinar terang diproyeksikan ke dalam mata
subjek, dan sinar pantul dari retina subjek diletakkan sedemikian sehingga sinar
tersebut dapat difokuskan oleh pemeriksa.
Sistem lensa pada mata pasien berfungsi sebagai lensa pembesar built-in.
Dengan oftalmoskop, individu yang terlatih dapat mendeteksi lebih dari sekedar
masalah mata karena peningkatan tekanan di dalam tengkorak (misalnya akibat
tumor otak) dapat menyebabkan perubahan yang nyata di bagian dalam mata
(papiledema).

Bila suatu titik terang cahaya jatuh pada retina mata emetrop, cahaya akan
menyebar melalui sistem lensa, cahaya ini akan berjalan sejajar satu sama lainnya
sebab retina terletak tepat pada jarak panjang fokal di belakang sistem lensa.
Selanjutnya, sewaktu melewati mata emetrop orang lain, cahaya paralel ini akan
difokuskan lagi pada suatu titik retina orang kedua sebab retina orang kedua juga
mempunyai jarak satu panjang fokal di belakang lensa. Setiap titik cahaya pada
retina mata yang diperiksa, menjadi suatu titik fokus di retina mata pemeriksa.
Demikian juga, bila titik terang cahaya dipindahkan ke berbagai titik retina yang
diperiksa, titik fokus pada retina pemeriksa juga akan bergerak dengan jumlah
yang sesuai. Jadi, bila retina seseorang dibuat memancarkan cahaya, bayangan
retinanya akan difokuskan pada retina pemeriksa, dengan syarat kedua mata
emetrop dan saling melihat satu sama lain.
Untuk membuat sebuah oftalmoskop, hanya perlu merencanakan suatu
cara untuk menyinari retina yang akan diperiksa. Selanjutnya, cahaya yang
dipantulkan dari retina dapat dilihat oleh pemeriksa dengan mendekatkan kedua
mata satu sama lain. Untuk menerangi mata yang diperiksa, digunakan kaca
bersudut atau prisma yang diletakkan di depan mata yang diperiksa dengan cara
yang sedemikian rupa, sehingga cahaya yang berasal dari bola lampu dipantulkan
ke mata yang diperiksa. Jadi, retina disinari melalui pupil, dan pemeriksa melihat
ke dalam pupil subjek dengan cara melihat batas kaca atau prisma, atau melalui
suatu prisma yang dibuat sedemikian rupa.
Prinsip ini hanya dapat diterapkan pada orang yang kedua matanya benar-
benar emetrop. Bila daya bias kedua mata yang diperiksa atau pemeriksa itu
abnormal, perlu dikoreksi agar pemeriksa dapat melihat bayangan retina yang
diperiksa dengan jelas. Oftalmoskop biasa mempunyai rangkaian lensa sangat
kecil yang disusun pada suatu putaran sehingga dapat diputar dari satu lensa ke
lensa lain, dan koreksi daya bias abnormal dapat dilakukan dengan cara memilih
lensa dengan kekuatan lensa yang sesuai. Pada orang dewasa muda normal, terjadi
refleks akomodasi yang alamiah sehingga menyebabkan peningkatan kekuatan
lensa kurang lebih sebesar +2 dioptri pada tiap mata. Untuk mengkoreksi keadaan
ini, lensa harus diputar sampai koreksi kira-kira -4 dioptri.

2. Retinoskop

Retinoskop digunakan untuk menentukan resep dari suatu lensa korektif tanpa
peran serta pasien, walaupun mata perlu dibuka dan dalam posisi yang cocok
untuk diperiksa. Teknik ini dapat digunakan, misalnya, pada bayi yang dianestesi.
Retinoskop kadang-kadang juga digunakan untuk memeriksa resep yang
ditentukan dengan teknik biasa "mana yang lebih jelas, yang pertama atau yang
kedua".

Berkas cahaya dari retinoskop diproyeksikan ke dalam mata pasien yang


melebar dan tidak berakomodasi. Berkas cahaya ini dipantulkan dari retina dan
berfungsi sebagai sumber cahaya bagi operator. Fungsi retina pada retinoskop
adalah kebalikan dari fungsi normalnya. Karena pada mata yang berada dalam
keadaan relaksasi benda di titik jauh mata akan difokuskan di retina, maka cahaya
dari retina pada mata yang relaksasi akan menghasilkan bayangan terfokus di titik
jauh. Operator melihat mata pasien melalui retinoskop dan menambahkan lensa-
lensa di depan mata pasien (plus atau minus, sesuai kebutuhan) agar bayangan
dari retina pasien berfokus di mata pemeriksa sendiri. Untuk menentukan resep
yang dibutuhkan untuk mengoreksi mata pasien, operator harus mengubah kekuat-
an lensa-lensa yang ditambahkan ini dengan kekuatan dioptrik yang diperlukan
untuk memfokuskan mata yang sama di "jarak operator". Apabila jarak operator
ad alah 0,67 m, harus ditambahkan -1,5 D untuk memperoleh koreksi agar mata
dapat berfokus ke tidak terhingga.

3. Keratometer

Keratometer adalah instrumen yang mengukur kelengkungan kornea.


Pengukuran ini diperlukan untuk mencocokkan lensa kontak. Apabila kita
menyinari suatu benda yang ukurannya diketahui, diletakkan pada jarak tertentu
dari sebuah cermin konveks, dan mengukur besar bayangan yang dipantulkan,
maka kita dapat menentukan kelengkungan cermin. Pada keratometri, kornea
berfungsi sebagai cermin konveks. Bayangan yang dipantulkan terletak di bidang
fokus, suatu jarak r/2 di belakang permukaan kornea. Keratometer menghasilkan
suatu lingkaran bercahaya yang terpantul dari kornea sementara kepala pasien
dijaga dalam posisi tetap. Operator menyesuaikan kontrol fokus agar instrumen
dapat diletakkan di jarak tertentu dari kornea. Sebagian dari bayangan yang
dipantulkan melewati sebuah prisma yang menyebabkan bayangan kedua terlihat
oleh operator. Operator menentukan ukuran bayangan yang dipantulkan dengan
menyesuaikan sudut prisma agar garis-garis penanda di kedua bayangan dapat
menyatu. Posisi prisma setelah penyesuaian ini ditunjukkan di suatu angka
petunjuk yang dikalibrasi dalam dioptri daya pemfokusan komea. Nilai rerata
adalah 44 D yang sesuai dengan komea dengan radius kelengkungan 7,7 mm.
Karena sering terjadi astigmatisme, pengukuran besar bayangan dibuat pada
sumbu panjang dari lensa "silindris" mata dan pada sudut tegak lurus darinya.
Kelengkungan lensa kontak dibuat agar cocok dengan radius yang lebih besar.

Penentuan panjang fokus suatu lensa merupakan suatu percobaan fisika


sederhana. Apabila anda memiliki lensa positif (misalnya kaca pembesar), anda
dapat menghasilkan bayangan terfokus dari suatu benda jauh (misalnya matahari).
Bayangan akan terletak di titik fokus lensa. Anda dapat mengukur jarak dari lensa
ke bayangan untuk menentukan panjang fokus. Teknik ini tidak dapat digunakan
pada lensa minus (negatif) karena tidak akan terbentuk bayangan yang nyata,
tetapi modifikasi sederhana akan memungkinkan anda memanfaatkan ide di atas.
Anda dapat mengombinasikan suatu lensa minus dengan lensa plus kuat yang
kekuatannya diketahui dan kemudian menghasilkan suatu bayangan dari benda
jauh agar panjang fokus dari kombinasi lensa tersebut diketahui. Dari sini, anda
dapat menentukan kekuatan dioptrik kedua lensa. Anda kemudian dapat
menentukan dioptri lensa minus dari DX -f- Ddiketahui = Dyang terukur*

4. Lensometer

Alat ini menggerakkan sebuah benda bersinar sampai terletak di titik fokus
suatu kombinasi lensa yang terdiri dari lensa plus tertentu (lensa tetap) yang sudah
diketahui dan lensa yang tidak diketahui. Berkas sejajar yang keluar dari lensa
dilihat dengan teleskop yang berfokus ke tak-terhingga. Lensa tetap diletakkan di
jarak yang sama dengan panjang fokusnya dari lensa yang tidak diketahui.
Penataan ini menyebabkan posisi benda bercahaya yang dapat digerakkan menjadi
fungsi linier dari kekuatan lensa yang tidak diketahui. Yaitu, skala dioptri terbagi
secara tidak merata. Apabila benda bersinar terletak di titik fokus dari lensa tetap,
lensometer akan membaca nol D. Seiring dengan pergeseran benda menjauh dari
lensa tetap, lensometer membaca dalam dioptri negative; dan sewaktu bergerak
mendekat, lensometer membaca dalam dioptri positif. Untuk lensa silindris (yang
digunakan untuk mengoreksi astigmatisme), kekuatan masing-masing sumbu
lensa diukur secara terpisah dan sudut lensa silindris dapat ditentukan.

5. Tonometer

Telah disadari sejak sebelum tahun 1900 bahwa tekanan mata yang tinggi
berkaitan dengan penyakit glaukoma. Penyakit ini mempersempit lapang pandang
(menimbulkan "penglihatan terowongan") dan menyebabkan kebutaan apabila
tidak diobati. Apabila kanalis Schlem terlalu sempit, diperlukan tekanan yang
lebih besar agar aqueous humor dapat mengalir keluar. Cairan di bola mata dalam
keadaar normal berada di bawah tekanan 1,6 sampai 3,0 kPa (12 sampai 23
mmHg); pada glaukoma, tekanan dapat mencapai 11 kPa (85 mmHg)-setara
dengan tekanan darah.
Sekitar tahun 1900, Schiotz di Jerman menciptakan suatu instrumen untuk
mengukur tekanan intraokulus (tonometer Schiotz). Teknik dasar mengharuskan
tonometer diletakkan di atas kornea yang telah dianestesi dengan pasien berbaring
telentang. Alat pendorong (plunger) di bagian tengah menyebabkan cekungan
ringan di kornea. Posisi pendorong menunjukkan, dalam skala, tekanan internal
mata. Gaya pada pendorong dapat diubah-ubah dengan menambahkan beban yang
berbeda'. Beban standar memiliki massa 5,5; 7,5; 10,0; dan 15,0 g. Alat
pendorong itu saja memiliki massa 11,0 g. Dengan massa standar 5,5 g, dihasilkan
massa 16,5 g yang terletak di suatu daerah kecil di kornea. Hal ini meningkatkan
tekanan internal sebesar kira-kira 2 kPa (15 mmHg) bergantung pada rigiditas
mata.

Tekanan yang diukur dengan tonometer adalah tekanan asli plus


peningkatan akibat alat. Untuk menghilangkan efek rigiditas mata, dilakukan
pengukuran lain dengan beban yang lebih berat atau dengan tonometer Goldmann.
Dua pembacaan memungkinkan operator menentukan, dengan bantuan tabel,
tekanan asli dan rigiditas mata. Makna diagnostik rigiditas tidak diketahui.
Tonometer Schiotz dimodifikasi pada sekitar tahun 1950 agar dapat
menghasilkan pembacaan secara elektronis. Suatu kumparan secara magnetik
mendeteksi posisi alat pendorong. Salah satu keunggulan dari model ini adalah
bahwa alat ini merekam perubahan tekanan seiring waktu. Perekaman ini yang
disebut tonograf. Perhatikan fluktuasi tekanan akibat denyut arteri. Penurunan
tekanan menunjukkan bahwa cairan aqueous meninggalkan mata lebih cepat
daripada normal akibat tekanan yang ditimbulkan oleh tonometer. Aliran keluar
dapat diperkirakan dari kemiringan kurva tonograf. Aliran keluar dalam keadaan
normal adalah 2 sarnpai 6 ml/mnt dengan massa pendorong 15g. Pasien dengan
glaukoma sering memperlihatkan kecepatan aliran keluar yang kurang dari 1 ml/
mnt.
Tonometer aplanasi Goldmann, yang diciptakan pada sekitar tahun 1955,
memberikan pengukuran tekanan mata yang lebih akurat. Pengukuran biasanya
dilakukan dengan pasien dalam posisi duduk. Prinsipnya sederhana; dilakukan
pengukuran terhadap gaya yang dibutuhkan untuk mendatarkan/meratakan suatu
daerah bergaris tengah 3,06 mm di depan kornea. Gaya yang dibutuhkan untuk
mata normal ekivalen dengan berat suatu massa 1,7 g. Gaya yang kecil ini
meningkatkan tekanan internal sebesar sekitar 65 Pa, sedangkan tonometer
Schiotz meningkatkannya sebesar 2000 Pa. Tonometer Goldmann dikalibrasi
secara langsung dalam milimeter air raksa tekanan internal. Rigiditas bola mata
tidak banyak berefek pada pembacaan.
Tonometer Schiotz jarang digunakan, tetapi prinsipnya diterapkan dalam
instrumen kecil mirip-pulpen dengan pembacaan digital. Alat ini, walaupun tidak
seakurat tonometer Goldmann, dapat digunakan pada mata yang pernah
mengalami pembedahan kornea.

6. Pupilometer

Diameter pupil dapat diukur dengan menggunakan pupilometer dari


Eindhoven. Yaitu lempengan kertas terdiri dari sejumlah lubang kecil dengan
jarak tertentu. Apabila melihat melalui lubang-lubang ini dengan latar belakang
dan tanpa akomodasi maka diperoleh perjalanan sinar sebagai berikut :
Lingkaran yang terproyeksi pada jaringan retina saling menyentuh berarti garis 1
dan 2 adalah sejajar. Garis 1 dan 2 inilah garis terluar yang masih dapat masuk
melalui pupil, sehingga deperoleh jarak d, jarak ini adalah diameter pupil. Pada
penentuan besar pupil, jarak antara lubang dan mata tidak menjadi masalah.

Sumber :
Cameron, J. R; Skofronick, J. G; dan Grant, R. M. 2006. Fisika Tubuh
Manusia Edisi 2. Jakarta: EGC.
Guyton A.C. 1997. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran Edisi 9. Jakarta: EGC.
http://arwinlim.blogspot.com/2007/10/bio-optik-dalam-keperawatan.html
http://www.optivision2020.com/image-files/tonometer-pic1.jpg
http://3.bp.blogspot.com/_3Nq7CKYaRdQ/Sv4cidNNxmI/AAAAAAAAGfA/0G
nZuwAVPA4/s400/oftalmaskop.jpg
http://www.optivision2020.com/image-files/ker-marco.jpg
http://1.bp.blogspot.com/_N5cWXBA8Isk/StLb2_bFfZI/AAAAAAAAAWE/pJ8
gxxUE5YM/s320/direct_ophthalmoscope2.jpg
http://www.toreuse.com/wp-content/uploads/2011/01/DASN01-N-000.jpg
http://www.oii-ca.com/image.php?productid=405

Anda mungkin juga menyukai