TP1 Melia
TP1 Melia
PENDAHULUAN
I. LATAR BELAKANG
Masalah gizi merupakan masalah kesehatan masyarakat sehingga perlu
dilakukan penanganan dengan pendekatan medis dan pelayanan kesehatan.
Dalam mengatasi masalah gizi diperlukan pengetahuan dan keterampilan yang
cukup untuk melayani masyarakat. Untuk meningkatkan angka gizi
masyarakat diperlukan kebijakan dari setiap anggota masyarakat untuk
memperoleh makanan dalam jumlah yang cukup dan terjamin mutunya.
(1)
(Supariasa,2001).
Menurut depkes (1996) masih banyak ibu hamil mengalami masalah
gizi khususnya gizi kurang seperti Kurang Energi Protein (KEP), Kurang
Vitamin A (KVA), Anemia Gizi Besi (AGB) dan Gangguan Akibat
Kekurangan Yodium (GAKY) (Kodyat,1992). Ibu hamil yang menderita
masalah gizi ini mempunyai resiko kesakitan yang lebih besar terutama pada
trimester ketiga kehamilan dibandingkan dengan ibu hamil normal. Akibatnya
mereka mempunyai resiko yang lebih besar untuk melahirkan bayi dengan
berat badan lahir rendah (BBLR), kematian saat persalinan, pendarahan, pasca
persalinan yang sulit karena lemah dan mudah mengalami gangguan
kesehatan. Hasil penelitian Budijanto, dkk. (2000) menunjukkan bahwa ibu
yang sewaktu hamil mempunyai status gizi yang rendah dengan pertambahan
berat badan ≤9 kg dan lingkar lengan atas kurang dari 22 cm akan mempunyai
risiko melahirkan bayi dengan berat badan rendah (kurang dari 2,5 kg). Selain
itu anemia gizi besi merupakan masalah kesehatan masyarakat yang paling
umum dijumpai pada golongan rawan gizi seperti ibu hamil (Wahyuni, 2004)
dengan prevalensi sebesar 40% (Depkes, 2003).
Status gizi ibu hamil merupakan salah satu indikator dalam mengukur
status gizi masyarakat. Jika status gizi ibu hamil kurang maka akan terjadi
ketidak seimbangan zat gizi yang dapat menyebabkan masalah gizi pada ibu
hamil (Moehji,2003). Ibu hamil yang memiliki status gizi normal
kemungkinan besar akan melahirkan bayi sehat, cukup bulan, dan berat badan
normal sedangkan ibu hamil yang mempunyai status gizi kurang dapat
menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu hamil antara lain anemia,
pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena
penyakit infeksi (Prasetyono,2009). Hasil Riskesdas pada tahun 2007 juga
mengatakan bahwa prevalensi ibu hamil yang menderita Kurang Energi
Kronis (KEK) diperkirakan sebesar 13.6%. (1)
Faktor lain yang mempengaruhi status gizi pada ibu hamil adalah
pengetahuan gizi (Paath,2005). Penelitian Suryani (2009), menunjukan bahwa
ada hubungan antara pengetahuan gizi dengan status gizi ibu hamil. Ibu hamil
yang mempunyai pengetahuan gizi yang baik akan memenuhi kebutuhan
gizinya sehingga berdampak pada peningkatan status gizi. Dalam peningkatan
status gizi pada ibu hamil dapat dilakukan dengan cara ibu hamil banyak
mengkonsumsi makanan dengan gizi seimbang. Setidaknya tiga bulan
sebelum berencana hamil, harus mempersiapkan diri melalui makanan bergizi,
kesehatan badan, dan mulai mengubah kebiasaan makan yang kurang sehat
demi kesehatan bayi nantinya. Sehingga pada saat hamil, badan sudah
terkondisikan dengan sangat baik untuk pertumbuhan janin. Kekurangan gizi
pada saat ini dapat menimbulkan kelainan pada bayi atau bahkan kelainan
prematur. Karena itu, gizi seimbang penting untuk pertumbuhan janin
(Suryani,2009).
Status gizi yang baik harus ditunjang dengan pemeriksaan diri ibu
selama kehamilan. Pemeriksaan kehamilan dianjurkan dilakukan oleh ibu
hamil minimal 4 kali selama kehamilan. Pemeriksaan kehamilan dapat
dilakukan di posyandu, pondok bersalin, puskesmas, rumah sakit, tempat
praktek dokter atau bidan swasta (Depkes RI, 1993). Pada tahun 2011 di
Puskesmas 2 Colomadu rata-rata ibu hamil per bulan yang mengunjungi
puskesmas untuk memeriksakan kehamilan ada sekitar 200 orang. Masalah
gizi pada ibu hamil yang ada di Puskesmas 2 Colomadu, kabupaten
Karanganyar.Sebagian besar ibu hamil mengalami masalah kekurangan energi
kronis (KEK). Berdasarkan data bulan November 2011 perkiraan jumlah ibu
hamil yang mengalami Kekurangan Energi Kronis (KEK) terdapat 11% per
bulan menurut hasil laporan kerja di Puskesmas 2 Colomadu.(1)
Pada dasarnya pemenuhan kebutuhan nutrisi pada masyarakat umum,
ibu hamil dan menyusui khususnya banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor
seperti faktor sosial, psikologis, ekonomi, pengetahuan, mitos, kebudayaan,
dan keyakinan serta khusus individual. Sedangkan fakta budaya, agama dan
keyakinan seseorang akan menentukan pengalamannya dengan makanan.
Secara umum, simbol ini berhubungan dengan pengalaman selama atau
sepanjang hidup seperti melahirkan, mati dan pertumbuhan. Sebagai faktor
sosial meliputi kebiasaan saling membagi, menciptakan kehangatan dan
menggambarkan kemampuan ibu dalam memenuhi kebutuhan makana
keluarga. Ibu sangat berpengaruh dalam memenuhi kebutuhan makan
anaknya. Faktor ekonomi dilihat dari taraf ekonomi keluarga yang
menentukan status gizi keluarga. Ketidakmampuan keluarga dalam memenuhi
kebutuhan gizi yang cukup dapat mempengaruhi keadaan nutrisi anggota
keluarganya, sehingga ibu hamil dan menyusui dengan keluarga yang kurang
mampu dalam memenuhi kebutuhan gizi yang memadai sering mempunyai
risiko untuk kurang gizi dan terhadap proses kehamilan dan persalinan.
Selain itu faktor pengetahuan tentang komponen dasar keseimbangan
makanan yang diperlukan sangat penting. Tingkat pendidikan pastinya
berhubungan dengan tingkat ekonomi, Meskipun demikian, banyak juga
keluarga dengan pendapatan minimum dapat menyediakan kebutuhan makan
yang seimbang bila pengetahuan mereka tentang nutrisi baik. Dan yang tidak
kalah penting yang dapat memengaruhi status nutrisi adalah faktor psikologis.
Emosi sangat mempengaruhi keinginan dan status nutrisi individu. Pada ibu
hamil yang tidak mempunyai masalah dalam penerimaan secara psikologis
terhadap kehamilannya mungkin tidak mengalami gangguan psikis tetapi
sebaliknya ibu yang depresi atau yang tidak menghendaki kehamilannya dapat
memanifestasikannya dengan perasaan hilang selera makan atau makan
makanan yang tidak sesuai dengan kebutuhan kehamilannya, misalnya
minum minuman keras. (1)
TINJAUAN PUSTAKA
Masalah gizi pada ibu hamil yang paling umum yaitu Kurang
Energi Protein (KEP), Kurang Vitamin A (KVA), dan anemia gizi. Di
Indonesia tahun 2001 prevalensi anemia pada ibu hamil yaitu 40% dan
prevalensi Kurang Energi Kronik (KEK) yaitu 41% (Depkes, 2003) (7)
Ibu hamil merupakan salah satu kelompok yang rawan akan masalah-
masalah gizi.Menurut depkes (1996) masih banyak ibu hamil mengalami masalah
gizi khususnya gizi kurang seperti Kurang Energi Kronis (KEK), dan anemia. Ibu
hamil yang menderita Kurang Energi Kronis (KEK) dan anemia mempunyai
resiko kesakitan yang lebih besar terutama pada trimester ketiga kehamilan
dibandingkan dengan ibu hamil normal. Akibatnya mereka mempunyai resiko
yang lebih besar untuk melahirkan bayi dengan berat badan lahir rendah BBLR),
kematian saat persalinan, pendarahan, pasca persalinan yang sulit karena lemah
dan mudah mengalami gangguan kesehatan. Status gizi ibu hamil merupakan
salah satu indikator dalam mengukur status gizi masyarakat. Jika status gizi ibu
hamil kurang maka akan terjadi ketidak seimbangan zat gizi yang dapat
menyebabkan masalah gizi pada ibu hamil seperti Kurang Energi Kronis (KEK)
dan anemia (Moehji,2003). Ibu hamil yang memiliki status gizi normal
kemungkinan besar akan melahirkan bayi sehat, cukup bulan, dan berat badan
normal sedangkan ibu hamil yang mempunyai status gizi kurang dapat
menyebabkan resiko dan komplikasi pada ibu hamil antara lain anemia,
pendarahan, berat badan ibu tidak bertambah secara normal, dan terkena penyakit
infeksi (Prasetyono,2009) (1)
Status gizi dan kesehatan ibu hamil masih menjadi masalah di Indonesia
khususnya kurang energi kronik (KEK) dan anemia gizi besi. Prevalensi KEK
pada wanita hamil secara nasional adalah 24,2 % (Riskesdas, 2013). Menurut data
Pemantauan Status Gizi (PSG) di Kabupaten Boyolali terjadi penurunan
prevalensi ibu hamil KEK yaitu 14,3% pada tahun 2014 menjadi 11,1% pada
tahun 2015. Secara global prevalensi anemia gizi besipada ibu hamil di dunia
adalah sebesar 41,8 %, dengan prevalensi tertinggi adalah Afrika, yaitu sebesar
57,1 %, dan Asia sebesar 48,2 %, Amerika 24,1 %, Eropa 25,1 % (WHO, 2008).
Prevalensi anemia gizi besi di Indonesia pada tahun 2013 37,1% (Riskesdas,
2013). Menurut Surasih (2005) faktor-faktor yang dapat mempengaruhi KEK
pada ibu hamil adalah asupan makanan, usia ibu hamil, pekerjaan, penyakit
infeksi serta pendapatan keluarga. Ibu hamil dengan status gizi KEK akan berisiko
3 kali mengalami anemia gizi besi daripada ibu hamil dengan status gizi baik
(Marlapan et al., 2013) (2)
Ibu hamil dianggap sebagai salah satu kelompok yang rentan mengalami
anemia, meskipun jenis anemia pada kehamilan umumnya bersifat ‘fisiologis’.
Anemia tersebut terjadi karena peningkatan volume plasma yang berakibat
pengenceran kadar Hb tanpa perubahan bentuk sel darah merah. Ibu hamil
dianggap mengalami anemia bila kadar Hb-nya di bawah 11,0 g/dL
Pada ibu hamil risiko kekurangan iodium 24,3 persen, cukup iodium 36,9
persen, mengandung iodium lebih dari cukup 17,6 persen, dan risiko kelebihan
iodium 21,3 persen. (2)
Dampak yang terjadi bila ibu hamil kekurangan energi yaitu, terus
menerus merasa letih, perdarahan dalam masa kehamilan, muka tampak pucat,
kesulitan sewaktu melahirkan dan lama, persalinan sebelum waktunya (prematur),
air susu yang keluar tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan bayi sehingga bayi
akan kekurangan air susu ibu pada waktu menyusui. Sedangkan pengaruh pada
janin yaitu keguguran, pertumbuhan janin terganggu hingga bayi lahir dengan
berat badan lahir rendah (BBLR), perkembangan otak janin terlambat terutama
dalam masa kehamilan pada trimester ke 3 sampai 2 tahun setelah bayi lahir
hingga kemungkinan nantinya kecerdasan anak kurang , anemia pada bayi dan
kematian bayi. Defisiensi zat gizi pada saat perkembangan otak berjalan akan
menghentikan sintesis protein dan DNA sehingga terjadi berkurangnya
pertumbuhan otak dan otak yang berukuran normal berjumlah sedikit.
Dampaknya akan terlihat pada struktur dan fungsi otak pada masa kehidupan
mendatang dan akan berpengaruh pada intelektual anak. (3)
Dampak yang terjadi akibat kekurangan zat besi yaitu, gangguan kelangsungan
kehamilan (abortus), partus imatur atau prematur/ dan gangguan pada janin
dismaturitas, mikrosomi, BBLR, kematian perinatal. Anemia juga menyebabkan
rendahnya kemampuan jasmani karena sel-sel tubuh tidak cukup tidak cukup
mendapat pasokan oksigen. Mengingat besarnya dampak buruk dari anemia zat
besi bagi ibu hamil dan janin oleh karena itu perlunya perhatian dari ibu hamil
untuk mengonsumsi tablet zat besi yang diberikan di puskesmas secara gratis dari
kebijakan program KIA di Indonesia.(8)
D) Kekurangan Vitamin A
Vitamin A diperlukan untuk pertumbuhan tulang, alat reproduksi
dan perkembangan embrio. Vitamin A sangat diperlukan pada masa nifat
untuk meningkatkan daya tahan tubuh, pemulihan kesehatan bagi ibu
nifas dan meningkatkan kualitas air susu ibu (ASI).(8)